"Nih lihat. Nunik sudah menunggu di rumah." Menyodorkan handphonenya.
Nayla pun melihat layar handphone yang tengah menyala itu. Ternyata benar, Agus kali ini tidak berbohong. Tadinya dia ragu serta ingin menolak saat diajak ke rumah calon mertua. Khawatirnya kejadian kemarin terulang lagi.
"Maaf Mas," lirihnya, merasa tak enak.
"Ndak papa. Bapak dan ibu masih lama?"
"Ninggal pesan ke Novi saja, pulangnya mungkin menjelang bedug," jawab Nayla.
Meski Agus saat ini tidak beralasan seperti kemarin. Entah kenapa Nayla tetap merasa gelisah, ditambah lagi di sana ada saudaranya. Walau banyak pertanyaan di kepala, ia tetap diam dan menurut.
Tak hanya gelisah yang Nayla rasakan untuk saat ini, apalagi ketika penglihatannya menangkap dua orang tengah duduk, seolah sedang menunggu kedatangannya di teras depan. Dadanya berdebar keti
Hai, hallo assalamu'alaikum, semoga selalu diberi keselamatan dan kesehatan ya. Alhamdulillah bisa up lagi, semoga suka. Oh ya, kalau ingin slalu tahu up bab baru masukkan aja buku ini dalam pustakamu, tetima kasih. Wassalamu'alaikum.
Hardi mengepalkan kedua tangan, giginya saling menyatu, geram. Helaan nafasnya pun memburu serta dadanya bergemuruh dengan tatapan tajam tertuju pada keponakan yang tengah duduk menyendiri di bangku panjang teras samping. Tanpa mendekat, ia sudah tahu kalau Nayla tengah bersedih. Beberapa hari yang lalu hatinya sedikit lega saat melihat Nayla telah kembali tersenyum, meski tidak sempurna karena sudah ada keceriaan dengan menyibukkan diri ikut orang tuanya ke kebun belakang rumah maupun yang di pembatas desa. Tapi, seharian tadi dia berulang kali mendapati keponakannya kembali seperti sebelumnya, menyendiri serta melamun dengan tangis tanpa suara. Setelah menetralkan gemuruh di dada, dia beranjak masuk melewati pintu depan. Tanpa memperdulikan beberapa saudara pak Supri yang jumpai tengah berbincang-bincang di ruang tamu, dia langsung masuk mencari keberadaan Novi. "Hp Mbak Ela ada dikamar ndak Nov?" Langsung mengutarakan maksudnya saat sudah menjumpai N
"Mau kemana Kak?" Bingung saat Dimas menariknya dan entah akan diajak kemana. "Ikut aja ya, Yank." Menarik tangan Nayla lalu mengajak pergi dengan langkah lebar. Nayla tetap menurut mesti hatinya bertanya-tanya. "Naik dan pakai ini." Menyodorkan helm. Nayla menerima helm tersebut, lalu memakainya tanpa bersuara. 'Maafkan aku yank, terpaksa aku lakukan ini karna aku tak ingin jauh darimu.' 'Aku mau di ajak ke mana ya?' Batinnya bertanya-tanya. Setelah satu jam perjalanan, kini keduanya sampai tujuan. Tapi, Nayla sama sekali tidak tahu dengan tempat yang ada di depannya saat ini. Dalam hati ia bertanya-tanya, tapi urung untuk masih diucapkannya. Dimas meraih tangan Nayla, lalu di genggamnya. Kemudian berucap pelan, setelahnya melangkah
"Tidur Mas, biar besok malam kuat begadang. Jangan hanya mandangi gambarnya saja," ucap Anton, didekat telinga Agus.Agus yang sedang asyik memandangi foto Nayla dengan posisi miring menghadap tembok seketika menoleh. Seketika wajah memanas, malu itu yang tengah ia rasa."Itu alismu kenapa kok gitu, gatel?" Sengaja mengalihkan pembicaraan, sudah menyadari kalau adiknya berusaha menggoda.Anton mengerucutkan bibir dengan berdecak pelan sembari ikutan merebahkan tubuhnya di sebelah Agus."Mas," panggilya setelah berbaring terlentang di sebelah Agus."Hem ...." Masih sibuk melihat ke layar handphonenya."Kata Dewi, calon Mas seumuran Andi, bener?"Agus terdiam, sepertinya sedang mengingat-ingat sesuatu, setelah beberapa detik tersenyum sambil melihat layar handp
"Nduk, bangun." Bu Hartatik menggoyang-goyangkan lengan Nayla pelan. Seketika Nayla membuka mata namun diam, tidak langsung menyahut, seperti orang terbangun dari mimpi. Mengembuskan nafas pelan terlebih dulu, sebelum merubah posisi tidurnya, dari miring jadi teelentang. "Bangun ya. Sudah masuk waktu salat Subuh." Mengulas seyum tipis, "sekalian bersih-bersih, setelahnya tinggal nunggu periasnya datang." Setelah mendapat anggukan dari Nayla, bu Hartatik pun berlalu. Berhenti dan bersandar pada dinding setibanya di luar kamar guna mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, berharap bisa mengurasi rasa sesak di dada yang terasa penuh ketika mendapati putrinya bangun tidur dengan keadaan yang sangat kacau, bantal basah,dan mata sembab karena tangis. Menyempatkan diri mengintip ke dalam sebelum beranjak. Menghela nafas pelan setelah mendapati putri sulungnya
Tidak di Hotel mewah maupun Masjid acara pagi ini berlangsung, melainkan hanya di ruang tamu, maklumlah kebanyakan orang desa kalau melangsungkan akad nikah hanya di kediaman mempelai perempuan. Selesai dirias dan acara ijab akan dimulai, Nayla keluar dengan didampingi salah satu perias. Terlihat berjalan anggun menuju tempat akad, serta mampu membuat seisi ruangan memandang takjub kehadirannya. Mungkin, kebaya warna putih dengan bawahan kain batik yang dipakai begitu pas ditubuh mungilnya serta accesories pelengkap yang melekat indah pada tempatnya seolah menghipnotis semuanya. Terutama seorang pria dewasa yang sebentar lagi akan menjawab kalimat qobul untuk ijab yang diucapkan penghulu di hadapannya. Agus menatap tanpa kedip calon istri yang sudah mendebarkan hatinya sejak semalam. Tak hanya seisi ruang tamu yang memandang kemunculan Nayla tanpa kedip. Namun, ada seorang pemuda yang pernah mengisi hari-harinya d
Nayla berulang kali melirik ke dalam selama sesi foto berlangsung. Saat akad akan dimulai ia sempat bertemu tatap dengan Dimas, tapi tidak kelihatan keberadaannya hingga sekarang. 'Kenapa ndak ada? Kak Dim ke mana? Atau ....' Menepis prasangka yang ada dalam benaknya, 'semoga tidak terjadi apa-apa.' "Kenapa dek?" bisik Agus yang menyadari kalau Nayla seperti mencari sesuatu. Nayla hanya tersenyum, lalu menggeleng. "Kapan selesainya?" gumamnya pelan, tapi masih terdengar oleh Agus. "Mas juga ndak tahu, kenapa lama sekali ya?" sahutnya dengan berbisik. "Mas, mbak. Ganti posisi ya!" ucap si photografer. Keduanya pun kembali mengikuti arahan sang Photographer. *** Hardi semakin tidak tega melihat pemuda di sampingnya yang terus menunduk dengan bahu bergetar dan menutup muka. Jelas sekali begitu terluka dan tidak sanggup menyaksikan akad nikah Nayla, bisa disimpulkan kalau masih sangat m
"Ndak usah di bawa semua, besok-besok kalau mau main ke sini ndak ada baju ganti lagi," ucap Agus, masih memperhatikan Nayla yang sedang berkemas. "Ndak kok Mas, ini cuma sebagian," sahutnya, masih memasukkan beberapa pakaia. Keduanya kini sudah sama-sama berada di kamar, tapi Agus baru masuk lima menit yang lalu, tadinya berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya. "Adek. Sini lho, masuk aja!" Agus memanggil Naufal yang terlihat mengintip di depan pintu yang terbuka semparuh. "Ada apa?" tanya Nayla setelah Naufal masuk, tapi ragu untuk melanjutkan langkah. Mendengar pertanyaan mbaknya, bocah kelas 3 SD itu berjalan dengan malu-malu, serta menunduk, tidak berani melihat Agus yang tengah duduk di tepi kasur. Mendekati Nayla yang masih berkemas, lalu berbisik. Setelah selesai, kembali menunduk. "Duduk sini!" Tanganny
"Mbak Ela janji jangan lama-lama pulangnya ya?" pinta Naufal, masih enggan beranjak meski keluarga orang tuanya yang pagi ini ikut mengantar pengntin (istilah di tempatnya) ke kediaman besan sekalian silaturrahim, sudah pada masuk mobil. Bocah kelas tiga SD itu terlihat sangat berat berpisah dengan mbaknya. Melihat adiknya yang ragu saat diajak pulang, tapi tidak mau untuk tinggal, mendadak matanya memanas. Hari ini sama seperti waktu pertama dirinya pergi kerja, Naufal juga melakukan hal yang sama, tidak ingin jauh darinya. Saking sayangnya, serta sudah terbiasa karena berbulan-bulan Naylalah yang setiap hari mengurus disaat ibunya mengambil alih kerjaan bapaknya yang sedang sakit. "Iya. Sekarang, Ofal ikut pulang, apa masih ingin di sini?" tanya Nayla. Bocah kecil itu hanya diam, tidak merespon. "Tadi katanya enak naik mobil rame-rame. Sudah ditunggu pakdhe
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut