Bus terbakar hingga tak menyisakan satupun benda hidup. Begitulah kabar yang tertulis pada selembar koran. Namun, ada rahasia besar dibalik peristiwa itu yang tak semua orang ketahui. Rahasia yang hanya diketahui oleh Aki Toha, Nek Ira dan anak gadis yang selamat, Andini.
“Toha, aku yang cerita apa kamu?,” teriak Nek Ira memanggil Aki Toha yang seakan mendengarkan dengan seksama cerita Nek Ira di balik pintu kamar, tak ada jawaban.Nek Ira pun melanjutkan ceritanya, seakan tanda diam adalah sebuah persetujuan dari Aki Toha. Aki Toha adalah seorang supir bus, sudah lama ia geluti pekerjaan ini semenjak ia masih muda.Namun, semenjak istrinya meninggal, Aki Toha tinggal bersama kakaknya di rumah ini. Saat pertama kali datang ke sini, Aki Toha sedang mengganggur dan ditawarilah ia sebagai supir di yayasan penyalur TKI itu, dia merangkap dari supir pribadi dan umum.Awalnya Nek Ira tidak setuju mengingat Aki Toha sudah bukan anak muda lagi, dan pekerjaanyBus terbakar hingga tak menyisakan satupun benda hidup. Begitulah kabar yang tertulis pada selembar koran. Namun, ada rahasia besar dibalik peristiwa itu yang tak semua orang ketahui. Rahasia yang hanya diketahui oleh Aki Toha, Nek Ira dan anak gadis yang selamat, Andini.“Toha, aku yang cerita apa kamu?,” teriak Nek Ira memanggil Aki Toha yang seakan mendengarkan dengan seksama cerita Nek Ira di balik pintu kamar, tak ada jawaban.Nek Ira pun melanjutkan ceritanya, seakan tanda diam adalah sebuah persetujuan dari Aki Toha. Aki Toha adalah seorang supir bus, sudah lama ia geluti pekerjaan ini semenjak ia masih muda.Namun, semenjak istrinya meninggal, Aki Toha tinggal bersama kakaknya di rumah ini. Saat pertama kali datang ke sini, Aki Toha sedang mengganggur dan ditawarilah ia sebagai supir di yayasan penyalur TKI itu, dia merangkap dari supir pribadi dan umum.Awalnya Nek Ira tidak setuju mengingat Aki Toha sudah bukan anak muda lagi, dan pekerjaany
Dalam langkahnya dia terus berdoa, memohon perlindungan yang maha kuasa. Namun apa daya, ketakutan itu terus menyelimuti. Pundak Aki ditepuk dari belakang dengan sangat keras.“Astagfirullah!!!, siapa itu??!!," tak ada jawaban.Aki kembali berjalan, semakin ia berjalan masuk ke dalam hutan, semakin kuat gangguan itu datang. Kini kakinya ditarik hingga ia terjatuh. Aki terbangun, aki kembali berjalan sambil terus berdoa.Hutan seakan melarang aki untuk masuk jauh lebih dalam lagi. hingga muncul sosok wanita bergaun putih berdiri membelakangi aki. Aki mundur, dan berniat kembali ke jalan. Namun langkahnya terhenti saat ada teriakan dari dalam hutan.Teriakan para gadis itu, tanpa menghiraukan wanita bergaun putih, aki berlari. Wanita itu tertawa melengking membuat telinga aki sakit dan saat aki spontan menoleh. Dilihatnya seorang gadis berlumuran darah dengan leher yang hampir putus tertawa melihat aki.Iyah dialah gadis itu. Yang berlari meminta pertolo
·Nek Ira menyanggupi, seraya melihat dua orang itu pergi berlalu menginggalkan rumah. Mereka pergi mengendarai motor tua milik Ki Rusman.“Apa ini kerjaan Sapto Ki?,” tanya Aki Toha yang duduk di depan memegang kemudi motor.“Hah?, kamu ngomong apa?, aku ngga kedengeran. Udah jalan aja, nanti ngobrolnya,” teriak Ki Rusman dari belakang.Mereka sudah tahu kemana harus mencari Yusuf. Motorpun melaju semakin kencang menerjang gelapnya malam.1 jam berlalu, masih belum sampai.2 jam berlalu, masih setengah jalan.3 jam berlalu akhirnya mereka melihat jalan hutan itu.Ki Rusman dan Aki Toha turun dari motor dan mereka langsung berlari masuk ke dalam hutan.“Apa ini kerjaan Sapto ki?,” tanya Aki Toha kembali.“Sepertinya kamu masih belum tahu, Sapto, dia sudah mati,"“Bagaimana mungkin?,” Aki Toha tidak percaya.“Tujuh tahun lalu, bersama para gadis itu. Ia dibunuh seb
hantu mba reni si pengendong bayi duduk di jok belakang mobilKejadian bermula ketika, seorang pria bernama Krisna yang bekerja sebagai sales disebuah perusahaan rokok terbesar di Indonesia baru saja mendapatkan bonus dari kantornya.Ia mendapatkan bonus karena berhasil mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan.Berhubung bonus itu terbilang lumayan, ia pun berencana untuk membeli sebuah mobil.Krisna saat ini tengah memiliki seorang istri yang sedang hamil muda.Karena ingin memanjakan istri yang memang hamil muda, ia pun membeli sebuah mobil dengan harga yang pas di kantong.Dirinya berencana untuk membeli sebuah mobil dengan kondisi bekas, agar bisa lebih murah dan dapat dibayar dengan cash.Singkat cerita, Krisna menemukan mobil yang pas di hati dan budget, yakni mobil grand Livina berwarna abu-abu.Krisna membeli mobil tersebut dari seorang bapak-bapak yang sedang membutuhkan uang.Karena dirasa cocok dan pas, akhirnya Krisna bersepakat dengan bapak tersebut.Awa
Uang KematianAmprung terkapar tidak sadarkan diri di pinggir jalan. Ia bertelanjang badan dan hanya mengenakan celana levis selutut sehingga tato elang di dadanya dapat terlihat dengan jelas. Kulitnya berwarna sawo matang, rambutnya dicukur sesisir, perutnya buncit, ia terlihat kumal seperti tidak terurus.Satu dua mobil truk pengangkut pasir melintasi Amprung. Derum mobil itu tidak mengusiknya sama sekali. Dua buah botol bir kosong tergeletak di samping Amprung. Kedua kakinya nyeker, entah raib ke mana alas kakinya itu.Semalam memang menjadi malam yang panjang bagi Amprung. Dia kalah berjudi di pasar Kliwon dan dibuang begitu saja oleh sopir truk di pinggir jalan. Amprung memang seorang penjudi berat. Teman-temannya di pasar Kliwon itu adalah para pedagang kaki lima yang kalau malam ikut berjudi dengan Amprung.Nasib Amprung selalu buruk, ia lebih sering kalah ketimbang menang. Seperti tadi malam, usai menjual cabai hasil curian dari kebun tetangganya, Amprung
Nomor TogelAmprung menyimpan botol itu dengan sangat rapi. Ia membungkusnya dengan kain bekas kemudian dimasukkan ke dalam kardus. Ia menyimpannya di dalam lemari. Tidak ada seorang pun yang boleh membuka lemari itu. Zahra, anak perempuan Amprung, pun berkali-kali diingatkan oleh ibunya agar tidak membuka lemari tersebut.Tengah malam saat mereka sedang tidur, terdengar suara botol yang seperti diketuk. Tika terbangun. Suara itu bersumber dari dalam lemari. Pocong dari dalam botol memaksa ingin keluar. Tika mengguncang-guncangkan tubuh suaminya.“Pak, bangun!”“Ada apa?” Amprung terbangun masih dalam keadaan kantuk.“Dengar, Pak,” kata Tika.Amprung meruncingkan daun telinganya“Pocong?”“Iya, Pak.”Amprung segera turun dari tempat tidur. Ia lalu membuka lemari dan memeriksa keadaan botol. Di dalam botol tersebut menggumpal asap putih yang melayang tapi tenang. Botolnya bergetar
Bangkit Kembali“Iya kalian pasti menggunakan pesugihan!” sahut pengunjung pasar lainnya.Para pengunjung warteg yang menjerit kesakitan akhirnya dibawa satu persatu ke rumah sakit terdekat. Lain hal yang terjadi dengan Tika dan Amprung, mereka dilempari sampah dan batu, kiosnya diacak-acak. Uangnya dirampas lalu dibakar di depan mereka berdua.“Ampuni kami. Sungguh, kami tidak menggunakan pesugihan!” Amprung memeluk istrinya, melindunginya dari amukan warga.“Halah! Bohong kau!” sebuah kayu menghantam kepala Amprung. Ia terkapar dengan darah bercucuran.“Pak!” Tika menjerit sambil merangkul suaminya.Sebelum warga sempat membunuh mereka berdua, polisi datang berhamburan ke pasar Kliwon. Salah satu pimpinan polisi menembakkan senjata api ke udara untuk membubarkan kerumunan.Untung saja, Amprung dan Tika masih bisa diselamatkan. Dan yang terjadi selanjutnya sangat menyedihkan, warteg mereka ditutup pa
Malam itu aku lagi di sebuah club malam di Bilangan Jakarta selatan. Aku pergi bersama teman-temanku. Kita buka botol dan jam 1 malam udah pada mabok dan ilang-ilangan karena saat itu aku gak minum karena aku lagi semangat keliling tempat itu. Kali aja dapet cowok lucu buat bungkusan.Terus aku kenalan sama cowok ini sebut aja dia Adi (nama samaran) yang bawa aku ke sofanya dan berbincanglah aku sambal minum wine manja bareng teman-temannya juga. Sampe aku kenalan sama kak Bianka. Dia ini tipikal cewek-cewek kisaran 20 tahunan sosialita Jakarta yang pake barang branded dari ujung kepala hingga kaki.Singkat cerita, aku pulang ke rumah malam itu. Aku tidak berpikir apa pun saat itu dari si Adi tapi aku tukaran Instagram sama kak Bianka. Selang beberapa waktu ya hubunganku sama kak Bianka cuman sebatas balas membalas story aja gitu. Sampe tiba-tiba gak ada angin gak ada hujan dia ngajak aku lunch di salah satu restoran di PI.Ya memang normal-normal aja sih, kita juga c
Aduh bapak hampir lupa, Cokro. Ya tukang bersih-bersih itu. Dia sangat terobsesi dengan senam. Setiap Rabu pagi, dia rutin ikut senam di belakang barisan siswa."Pak, bapak yakin kalau pembunuh Veli adalah Cokro?" Tanya Eldi."Iya, bapak pernah bilang kalau Cokro belum sempat diperiksa polisi, tapi sudah meninggal dikeroyok siswa," ujar Gina."Bapak sendiri tidak yakin kalau Cokro pelakunya, tapi kasus itu sama sekali tidak pernah terungkap sampai sekarang," jelas Pak Gimin."Pak, saya yakin kalau kematian siswa di sekolah kita itu karena roh Cokro yang marah. Dia dituduh dan dibunuh begitu saja, siapa tahuCokro bukan pelakunya," Gina mengeluarkan kegelisahannya selama ini."Sudahlah Gina, Eldi. Kalian masih terlalu dini untuk memikirkan hal-hal seperti ini.Gina menanyakan lokasi makam Cokro pada Pak Gimin, ia ingin berziarah dan meminta maaf mewakili semua siswa SMA Setia Bakti. Dengan harapan Cokro tidak lagi mengganggu siswa di sekolahnya.Di samping
Sekolah angker part3Gina dan Eldi masuk ke perpustakaan."Di, ini persis wajah perempuan yang ada di bayangkan gua semalem. Lihat deh dia masuk ke sekolah ini tahun 2000 dan berhenti tahun 2000 juga," Gina menyodorkan buku Arsip pada Eldi."Iya, juga ya. Kita tanya kepala sekolah aja, Gin. Siapa tahu Pak Gimin masih ingat tentang perempuan ini.""Lu benar, Di."Gina memotret foto Velicia Tjhia. Kemudian mereka bergegas menuju kantor kepala sekolah. Kebetulan Pak Gimin sedang ada di ruangannya. Ia terlihat sibuk dengan lembaran dokumen di atas meja. Malu-malu Gina dan Eldi masuk ke ruangan Pak Gimin."Selamat siang, Pak?""Iya, siang." Pak Gimin menoleh pada mereka berdua."Kami mau bicara sebentar saja.""Oh, iya silakan masuk, Nak."Mereka berdua duduk di hadapan Pak Gimin lalu menunjukkan sebuah gambar di layar smartphone Gina."Maaf ganggu waktunya, Pak. Apakah bapak kenal dengan siswi ini?"Pak Gimin terkejut, ia heran
Pembunuhan"Anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru, ya," kata Bu Yati, guru matematika.Veli dengan percaya diri masuk ke dalam kelas 3A didampingi kepala sekolah. Di kantong tasnya ada buah rambutan pemberian Pak Cokro."Hai semua, kenalin namaku Velicia Tjhia. Atau biasa dipanggil Veli. Aku pindahan dari SMA Darma Bakti Yogyakarta. Salam kenal semua," ujar Veli sambil tersenyum."Hai Veli," serentak semua murid di kelas itu menyapanya."Veli, kamu bisa duduk di samping Sinta ya," Kata Bu Yati.Veli mengangguk dan langsung menuju tempat duduknya."Baik, anak-anak. Tolong temani Veli dan terima dia dengan baik, ya." ucap Pak kepala sekolah."Iya, Pak," jawab semua murid serentak.Walau Veli siswa pindahan, tidak butuh waktu lama untuk bisa beradaptasi dengan teman-temannya juga dengan setiap mata pelajaran. Veli terbilang siswi yang pintar. Ia kini menjadi pesaing beratnya Mona yang setiap tahun meraih juara satu di kelas itu.
Siapa nama kamu?Gina, lu serius berani sendiri?"Fika mengarahkan cahaya senter ke gedung sekolah tiga lantai. Tak ada lampu yang menyala di gedung itu, mungkin listriknya sedang mati."Iya Fik. Itu jam tangan pemberian almarhum nyokap gua. Takut ilang kalau nggak diambil sekarang.""Lagian lu ada-ada aja pake lupa segala. Eh, gua nggak berani nganter lu masuk ke kelas, ya. Gua nunggu di sini.""Iya nggak apa-apa. Lu jagain motor gua.""Eh, tapi gua juga takut sendirian di sini gimana dong?" Fika merengek."Lu tenang aja. Gua pasti nggak akan lama-lama."Gina membuka gerbang sekolah yang kebetulan tidak dikunci. Sekolah SMA Setia Bakti memang tidak ada satpamnya. Pihak sekolah sudah membuka lowongan, tapi tidak ada orang yang berani melamar. Banyak cerita horor yang beredar dari mulut ke mulut tentang sekolah itu."Gin, tunggu. Lu yakin mau masuk," Fika menarik lengan bajunya Gina."Eh, gua kan udah bilang kalau gua yakin mau masuk.
Pagi ini aku tidak masuk kerja karena tiba-tiba badanku demam tinggi. Aku juga sudah minum obat, tapi demamku tidak kunjung reda. Sekarang tubuhku malah menggigil. Wajahku tampak pucat saat kulihat di cermin. Kantung mataku juga mendadak hitam. Segera kubenamkan diri di atas kasur. Semakin lama tubuhku malah menggigil."Dinda...," dengan suara serak kupanggil Dinda."Iya, Mbak," sahutnya dari luar. Kudengar langkah kakinya mendekat ke kamarku."Mbak sakit?" tanya Dinda sambil melongokkan kepala dari balik pintu."Iya, Dinda. Kalau kamu nggak keberatan, tolong ambilkan mbak air hangat ya," pintaku sambil menggigil."Iya, Mbak. Tunggu ya."Tak lama kemudian dia muncul kembali dengan membawa segelas air hangat. Aku meraih gelas itu dan menyeruput airnya."Mbak sakit apa? Sudah minum obat?" Dinda duduk di sampingku."Aku demam, Din. Sudah tadi," kuserahkan kembali gelas itu pada Dinda."Semoga lekas sembuh, Mbak," kata Dinda.Dia lalu ke
“Kamu apa-apaan Din! Mbokmu sudah meninggal! Hargai mbokmu!” aku meneriakinya.“Mbokku hidup lagi kok hahaha…,” Dinda lari-lari kecil mengelilingi jenazah mboknya.“Dinda! Mbak bilang hargai Mbok kamu!” aku menerobos hujan yang kian lebat, menghampiri Dinda.Kain kafan Mbok Ibah basah kuyup dan kotor, “Astagfirullah! Dinda apa-apaan kamu! Sadar Dinda sadar!” kupegang erat kedua tangannya agar dia mau diam.“Lepasin Mbak ih…!” dia berontak.“Ada apa ini?!” Pak Rahmat muncul dengan membawa payung.“Kenapa jenazah Mbok Ibah ada di sini?!” Pak Rahmat terkejut melihat jenazah itu.Dia langsung membopong jenazah Mbok Ibah dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dinda susah sekali dikendalikan, dia malah menangis sambil memanggil-manggil mboknya. Pak Rahmat kembali tanpa menggunakan payung, dia langsung memangku paksa si Dinda yang masih mengamuk.“Is
Sore itu semua petugas puskesmas sudah pulang. Pak Sukra memberikan kunci puskesmas kepadaku. Malam ini aku mau menginap saja di puskesmas. Kebetulan ada hal yang mau kukerjakan. Aku akan menyusun rancangan penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya keselamatan saat bersalin.Lebih dari itu, jujur saja aku masih trauma kalau harus pulang ke rumah Dinda. Ada yang tak beres sama mboknya. Dan, aku yakin bidan yang pernah tinggal di rumah Dinda juga mengalami hal yang sama.Selepas magrib kututup gerbang puskesmas lalu mengunci pintu rapat-rapat. Aku mulai bekerja menyusun rancangan dan materi untuk penyuluhan. Selang beberapa saat ada yang mengetuk pintu. Sepertinya ada yang mau berobat. Segera aku beranjak dari tempat duduk dan langsung membukakan pintu.Di depanku berdiri seorang perempuan berbaju daster yang sedang hamil tua. Dia memegangi kandungannya sambil meringis kesakitan.“Tolong aku, Bu!” katanya dengan suara yang tertahan.“
Sebelum saya menceritakan pengalaman teman saya yang mulai dinas didaerah terpencil sebagai bidanOh iya, perkenalkan dulu, aku Maya. Aku tuh seorang bidan. Setelah lulus kuliah, aku sempat kerja di klinik. Sebenarnya klinik itu milik kakak iparku. Kalau kalian pernah ke Balaraja, klinik tempatku bekerja tidak jauh dari pasar Balaraja. Selama dua tahun aku bekerja di sana.Tahun 2016, pemerintah membuka lowongan CPNS. Aku iseng-iseng ikutan daftar. Sebenarnya aku hanya ingin tahu saja bagaimana tes CPNS itu dan tidak punya harapan tinggi bisa lolos tes. Tapi, Tuhan berkata lain. Alhamdulillah aku lolos CPNS, lalu ditugaskan ke kampung terpencil.Nama kampungnya Mekar Sari. Di sana ada puskesmas yang kekurangan tenaga bidan. Oh iya, bukan kekurangan tapi tidak ada bidannya. Jadi bidan yang pernah tugas di sana minta dimutasi ke daerah lain. Dan... aku ditugaskan untuk mengisi kekosongan bidan di puskesmas itu.Aku tidak menyangka kalau kampung ini benar-benar terp
Menjelang setelah asar Pakde Anom sudah terlihat datang ke rumah keluarga pak Saiful. Lelaki paruh baya itu menyambutnya penuh suka cita. Ujung matanya juga menangkap dua sosok pemuda lain di belakang Pakde Anom. Seolah mampu membaca pikiran, pakde Anom pun menjawab:“Ini murid-muridku Pul, mereka juga akan membantu proses peruwatan nanti."“Oh, begitu pakde,” jawab pak Saiful sembari mempersilakan ketiganya masuk ke dalam rumah.Pukul 11 malam, kompleks perumahan terlihat mulai sepi. Tampak dua orang pemuda yang dibawa pakde Anom menggali tanah dengan sekop dan memendam sesuatu di empat sudut penjuru rumah.Tujuannya adalah menanam pagar gaib untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan saat proses ritual pengusiran. Pak Saiful tampak mengintip dari jendela di dalam rumah mengamati aktivitas tersebut. Sebuah tepukan pelan di bahu kanan membuatnya menoleh. Dilihatnya Pak Hasan mencoba memberikan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja.Kedu