“Hi… hihihihihi!!!”
Beberapa menit kemudian, Ibu asrama datang sambil membawa seorang ustadz yang dikenal sebagai orang pintar yang bisa mengusir setan. Namun, saat sang ustadz datang, Retno terlihat sedang duduk lemas di lantai. Rupanya, trio kuntilanak telah melepaskan ikatannya pada Retno. Terlihat Retno menangis ketakutan sambil mendekap kedua kakinya dan menelungkupi mukanya.Retno di papah oleh ibu asrama dengan lembut. Setelah sang ustadz membacakan doa-doa dan ayat kursi, para siswa disarankan untuk menerangi seluruh ruangan di malam hari dengan lampu neon yang bersinar putih terang, bukan lampu bohlam yang sinarnya kuning dan redup. Kata sang ustadz, setan sangat menyukai lampu yang bersinar redup dan tidak terang.Esoknya, suasana asrama menjadi lebih tenang tanpa gangguan. Namun dua hari kemudian, asrama dikejutkan lagi oleh suara jeritan Wulan yang tengah menerima telepon. Beberapa kali Wulan menjerit-jerit namun tak dilepaskan genggamannya dari gagang telepon tersebut. Setengah jam kemudian, Wulan baru bisa melepaskan gagang teleponnya sambil menangis histeris. Kemudian, ia bercerita bahwa ada yang meneleponnya menggunakan private number. Suara yang ia dengar sangat aneh dan menakutkan. Ada suara dentuman, lengkingan, teriakan, cekikikan, dan gemuruh hingga Wulan menjerit-jerit.Esok harinya lagi, banyak siswa penghuni asrama yang menjerit-jerit juga karena melihat banyak kuntilanak berseliweran di dalam asrama. Di tambah lagi suara ketukan palu yang memekakkan telinga hampir di seluruh penjuru ruangan asrama, mulai dari kamar, dapur, hingga ruang tamu. Dan, suara itu lebih sering terdengar dari kamar mandi. Hal itu yang membuat para siswa ketakutan dan tidak mau tidur dalam asrama. Mereka beramai-ramai tidur di kantor LPK. Namun tak beberapa lama, suara ketukan menjalar pula hingga ke kantor LPK, sehingga para siswa semakin ketakutan dan tak bisa tidur nyeyak.Melihat para siswa enggan memasuki asrama, akhirnya pihak LPK mengundang ustadz kembali untuk mengusir setan-setan pengganggu. Setelah memberi doa-doa dan menelusuri seluruh kompleks asrama, sang ustadz berkata, “Usahakan kalian semua, sebagai penghuni asrama, untuk memperbanyak membaca ayat kursi. Makhluk-makhluk halus penghuni asrama berasal dari pohon mangga tua di depan SD samping gedung LPK. Mereka suka iseng dengan mengganggu para siswa baru yang menghuni asrama.”Akhirnya, semua siswa mengamalkan perintah sang ustadz dengan membaca ayat kursi setiap hari. Alhasil, suasana asrama kini mulai kondusif. Tak lagi terdengar jeritan-jeritan para siswa. Namun begitu, masih ada saja siswa yang merasa terganggu, seperti suara-suara ketukan palu yang dihantamkan di meja, tembok, atap, bahkan lantai.Tok…tok…tok…tok…!Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sama. Akhirnya, mereka sepakat untuk bersama-sama meskipun mandi harus berdua, sambil menyalakan musik sekeras-kerasnya agar suara ketukan palu yang hampir terdengar setiap hari tak masuk ke telinga-telinga mereka.Tok…tok…tok…tok…!Begitu terus suara yang menemani para siswa penghuni asrama setiap harinya. Lama-lama, mereka menjadi terbiasa mendengar suara itu, namun tak dihiraukan sama sekali karena mereka sedang belajar. Belakangan, mulai tercium kabar bahwa tahun lalu pernah ada siswa yang meninggal dalam asrama karena di duga terkena serangan jantung.Menjelang tengah malam, mereka masih asyik menonton televisi. Film “Bad Teacher” mengundang tawa mereka, hingga tanpa disadari di belakang mereka, ada yang ikut tertawa-tawa. Tawanya beda dan aneh. Sangat nyaring dan panjang tiada henti. Mereka pun serempak menengok ke belakang. Mata mereka terbelalak melihat trio kuntilanak berdiri di belakang dengan suaranya yang khas…“Hi… hihihihihi!!!”Lia, Retno, dan Wulan pun mendadak pingsan.(TAMAT)“Itu di depan mobil siapa Pa?”“Hehe, bagus kan? Temen Papa di kantor jual murah banget. Ya udah Papa beli deh”“Waaah, kenapa beli mobil tua sih, sering mogok loh nanti.”“Enak aja kamu, mesinnya masih bagus itu, bodinya juga mulus kan, hehehe.”Itu percakapan dengan Ayah ketika aku baru sampai rumah sepulang kuliah.Percakapan yang dipicu oleh keherananku ketika melihat ada mobil asing terparkir di halaman. Mobil yang telihat umurnya sudah cukup tua, tapi bisa dibilang masih bagus penampilannya, bodi mulus mengkilat.“Papa ini ada-ada aja, mobil tua dan kuno kok dibeli.” Lanjutku.“Itu mobil klasik, antik, bukan mobil tua. Dasar kamu ya.” Jawab Papa sambil terus serius melihat ponsel di tangannya.Tapi benar juga sih, mobil yang baru papa beli ini adalah BMW seri 3 tahun 80an, warna silver mengkilat, seperti aku bilang tadi, bodinya masih ke
Aku Rizky, Mahasiswa angkatan 2005 salah satu kampus di Jatinangor, Jawa Barat.Yang akan aku ceritakan kali ini adalah peristiwa yang aku alami sendiri pada tahun 2006.Begini ceritanya..Seperti mahasiswa lain yang berasal dari luar daerah di mana letak kampus berada, aku yang berasal dari Sukabumi harus ngekost juga.Tempat kostku gak teralu jauh dari kampus, masih bisa dijangkau dengan jalan kaki untuk pulang pergi kuliah.Dan, sama juga dengan sebagian besar anak kost lainnya, aku juga mengandalkan transportasi umum kalau harus ke tujuan agak jauh, salah satunya angkot.Ngomong-ngomong soal angkot, boleh dibilang aku sangat jarang menggunakannya, karena tempat kost berada di tengah-tengah, jadi kalau mau ke mana-mana masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki.Kalau mau ke tempat tujuan jauh naik apa dong?.Nah, kalau melihat letak di mana Jatinangor berada, yaitu di antara kota Bandung d
“Itu di depan mobil siapa Pa?”“Hehe, bagus kan? Temen Papa di kantor jual murah banget. Ya udah Papa beli deh”“Waaah, kenapa beli mobil tua sih, sering mogok loh nanti.”“Enak aja kamu, mesinnya masih bagus itu, bodinya juga mulus kan, hehehe.”Itu percakapan dengan Ayah ketika aku baru sampai rumah sepulang kuliah.Percakapan yang dipicu oleh keherananku ketika melihat ada mobil asing terparkir di halaman. Mobil yang telihat umurnya sudah cukup tua, tapi bisa dibilang masih bagus penampilannya, bodi mulus mengkilat.“Papa ini ada-ada aja, mobil tua dan kuno kok dibeli.” Lanjutku.“Itu mobil klasik, antik, bukan mobil tua. Dasar kamu ya.” Jawab Papa sambil terus serius melihat ponsel di tangannya.Tapi benar juga sih, mobil yang baru papa beli ini adalah BMW seri 3 tahun 80an, warna silver mengkilat, seperti aku bilang tadi, bodinya masih ke
Jangan Main ke Wahana IniKenalkan, aku Sarah. Tahun lalu sekitar pertengahan bulan Agustus, aku dan teman-temanku mengalami kejadian mengerikan di sebuah wahana angker. Ini semua gara-gara Dion kalau saja dia tidak mengajak kami main ke wahana itu mungkin petaka ini tak akan pernah menimpa kami.Dion itu salah satu sahabatku. Jadi, kami tuh sahabatan empat orang. Aku, Dion, Rendi (dia pacarku), dan satu lagi si Arin. Persahabatan kami sudah terjalin dari sejak lama.Di suatu siang, kami berempat sedang kumpul di kantin. Awalnya obrolan kami membahas dosen killer yang suka mengusir mahasiswa dari kelas. Tiba-tiba topik obrolan kami beralih membahas wahana malam. Kata Dion di dekat sini ada wahana malam yang seru banget.“Pokoknya kalian nggak akan kecewa. Ayolah kita ke sana,” kata Dion, ekspresi wajahnya penuh semangat.“Emang wahananya daerah mana sih?” tanya Rendi penasaran.“Di dekat Cise
tersenyum Waktu saya datang ke yayasan, adik saya maksa ikut, akhirnya saya ajak dia, tapi sore harinya ibu panti datang dan jemput dia pulang. Saya ga bisa telpon atau sekedar nanya kabar adik saya, saya kangen banget aki," Aki Toha tersenyum mendengar cerita gadis itu.Nama kamu siapa?,” tanya Aki.“Andini, Aki," jawabnya sambil tersenyum ceria.Setelah sampai di pasar, Andini meminta ijin untuk menuju panti yang letaknya bersampingan dengan toko klontong, Andini menunjuk panti itu kepada Aki dan berjanji akan kembali setelah 30 menit. Aki mengiyakan dan merekapun turun dari mobil.Ada Makhluk Gaib yang Mengikuti KamiSampai malam tiba, Dion tidak kunjung bangun. Dia tidur dengan sangat nyenyak. Aku tak tega kalau harus membangunkannya. Kami akhirnya menginap di rumah ambu Minah, kebetulan dia sangat baik dan mengizinkan kami untuk menginap di rumahnya.Ambu Minah memang hanya tinggal sendirian di rumah itu. Suaminya sudah lama
Kamar mandi, satu ruangan yang selalu ada di setiap bangunan, entah itu rumah, kantor, tempat ibadah, mall, dan lain sebagainya, kamar mandi pasti ada.Ya memang tujuan dibuat untuk memenuhi salah satu hasrat manusia, yaitu membersihkan diri alias mandi, buang air, atau kegiatan lainnya.Di dalam bangunan tempatnya berada, letak kamar mandi hampir pasti di bagian belakang, atau di lokasi yang agak tersembunyi, jarang sekali letaknya di bagian depan bangunan, hampir gak ada kan?Isi di dalamnya juga beda-beda, dari yang sederhana sampai yang mewah.Dulu, di rumah nenek, kamar mandinya masih ada bak air besar, di sebelahnya ada sumur sebagai sumber air, dan tentu saja letaknya di belakang rumah, di luar malah.Gw juga punya teman, yang kamar mandi rumahnya berukuran sangat besar dan mewah, gak ada bak air tentunya. Yang seru, di dalamnya ada taman kecil, sangat cocok buat sambil melamun, hehe.Begitulah kamar
-Sudut pandang Kevin-“Vin, ibu sebenarnya berat harus cerita ini ke kamu, di umur kamu sekarang mungkin kamu tidak akan paham akan keadaan keluarga akhir-akhir ini, tapi kamu sudah dewasa. Bahkan tahun ini keinginan kamu kuliah ibu ragu Vin,” ucap ibu, sambil mengelus kepalaku yang sedang duduk di teras rumah.“Kevin juga paham Bu, apalagi Ayah akhir-akhir ini terlihat tidak biasanya dan banyak sekali teman-teman ayah yang berkunjung ke rumah ada apa sih bu sebenarnya?” tanyaku.“Ayah bangkrut, utang ke Bank dari perusahan ayah tidak bisa dibayar lagi, sudah mencari investor ke mana-mana Ayah tidak dapat Vin,” jawab Ibu, sambil meneteskan air mata.Aku hanya bisa terdiam, baru kali ini selama aku lahir dari rahim yang aku sebut malaikat ini, aku harus melihat air matanya perlahan turun membasahi pipinya.Tatapannya pada wajahku sangat berat, seolah kalimat yang barusan keluar adalah kalimat yang tidak
ucapku dalam hati dan langsung teringat sosok nenek, yang sebelumnya aku lihat ketika berangkat meninggalkan rumah beberapa jam kebelakang .Iyah warna baju dan sosoknya sama percis!,” ucapku lagi dalam hati.Tapi kenapa dia mengucapkan aku masih mengingat perlahan“Darah Daging,” dan nama Ayah dan kenapa sosoknya begitu menyeramkan sekali, lalu kenapaaku tidak biasanya tidur siang dan mimpi dengan sosok nenek tua bongkok itu?.Pertanyaan akan keanehan yang aku alami barusan menjadi pertanyaan tanpa jawaban, kebetulan yang tidak aku aminkan, andai itu terjadi dengan Darah yang berceceran yang aku ingat, itu sangat di luar keinginanku.“Akhirnya Vin sampai juga, kamu turunkan semua barang kamu yah, amang tidak akan turun dulu, soalnya buru-buru paling nenek di dalam ketuk aja pintunya,” ucap mang Darma tergesa-gesa.“Baik mang kalau gitu,” jawabku, segera aku turunkan semua di depan rumah nenek ini.Ru
Aduh bapak hampir lupa, Cokro. Ya tukang bersih-bersih itu. Dia sangat terobsesi dengan senam. Setiap Rabu pagi, dia rutin ikut senam di belakang barisan siswa."Pak, bapak yakin kalau pembunuh Veli adalah Cokro?" Tanya Eldi."Iya, bapak pernah bilang kalau Cokro belum sempat diperiksa polisi, tapi sudah meninggal dikeroyok siswa," ujar Gina."Bapak sendiri tidak yakin kalau Cokro pelakunya, tapi kasus itu sama sekali tidak pernah terungkap sampai sekarang," jelas Pak Gimin."Pak, saya yakin kalau kematian siswa di sekolah kita itu karena roh Cokro yang marah. Dia dituduh dan dibunuh begitu saja, siapa tahuCokro bukan pelakunya," Gina mengeluarkan kegelisahannya selama ini."Sudahlah Gina, Eldi. Kalian masih terlalu dini untuk memikirkan hal-hal seperti ini.Gina menanyakan lokasi makam Cokro pada Pak Gimin, ia ingin berziarah dan meminta maaf mewakili semua siswa SMA Setia Bakti. Dengan harapan Cokro tidak lagi mengganggu siswa di sekolahnya.Di samping
Sekolah angker part3Gina dan Eldi masuk ke perpustakaan."Di, ini persis wajah perempuan yang ada di bayangkan gua semalem. Lihat deh dia masuk ke sekolah ini tahun 2000 dan berhenti tahun 2000 juga," Gina menyodorkan buku Arsip pada Eldi."Iya, juga ya. Kita tanya kepala sekolah aja, Gin. Siapa tahu Pak Gimin masih ingat tentang perempuan ini.""Lu benar, Di."Gina memotret foto Velicia Tjhia. Kemudian mereka bergegas menuju kantor kepala sekolah. Kebetulan Pak Gimin sedang ada di ruangannya. Ia terlihat sibuk dengan lembaran dokumen di atas meja. Malu-malu Gina dan Eldi masuk ke ruangan Pak Gimin."Selamat siang, Pak?""Iya, siang." Pak Gimin menoleh pada mereka berdua."Kami mau bicara sebentar saja.""Oh, iya silakan masuk, Nak."Mereka berdua duduk di hadapan Pak Gimin lalu menunjukkan sebuah gambar di layar smartphone Gina."Maaf ganggu waktunya, Pak. Apakah bapak kenal dengan siswi ini?"Pak Gimin terkejut, ia heran
Pembunuhan"Anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru, ya," kata Bu Yati, guru matematika.Veli dengan percaya diri masuk ke dalam kelas 3A didampingi kepala sekolah. Di kantong tasnya ada buah rambutan pemberian Pak Cokro."Hai semua, kenalin namaku Velicia Tjhia. Atau biasa dipanggil Veli. Aku pindahan dari SMA Darma Bakti Yogyakarta. Salam kenal semua," ujar Veli sambil tersenyum."Hai Veli," serentak semua murid di kelas itu menyapanya."Veli, kamu bisa duduk di samping Sinta ya," Kata Bu Yati.Veli mengangguk dan langsung menuju tempat duduknya."Baik, anak-anak. Tolong temani Veli dan terima dia dengan baik, ya." ucap Pak kepala sekolah."Iya, Pak," jawab semua murid serentak.Walau Veli siswa pindahan, tidak butuh waktu lama untuk bisa beradaptasi dengan teman-temannya juga dengan setiap mata pelajaran. Veli terbilang siswi yang pintar. Ia kini menjadi pesaing beratnya Mona yang setiap tahun meraih juara satu di kelas itu.
Siapa nama kamu?Gina, lu serius berani sendiri?"Fika mengarahkan cahaya senter ke gedung sekolah tiga lantai. Tak ada lampu yang menyala di gedung itu, mungkin listriknya sedang mati."Iya Fik. Itu jam tangan pemberian almarhum nyokap gua. Takut ilang kalau nggak diambil sekarang.""Lagian lu ada-ada aja pake lupa segala. Eh, gua nggak berani nganter lu masuk ke kelas, ya. Gua nunggu di sini.""Iya nggak apa-apa. Lu jagain motor gua.""Eh, tapi gua juga takut sendirian di sini gimana dong?" Fika merengek."Lu tenang aja. Gua pasti nggak akan lama-lama."Gina membuka gerbang sekolah yang kebetulan tidak dikunci. Sekolah SMA Setia Bakti memang tidak ada satpamnya. Pihak sekolah sudah membuka lowongan, tapi tidak ada orang yang berani melamar. Banyak cerita horor yang beredar dari mulut ke mulut tentang sekolah itu."Gin, tunggu. Lu yakin mau masuk," Fika menarik lengan bajunya Gina."Eh, gua kan udah bilang kalau gua yakin mau masuk.
Pagi ini aku tidak masuk kerja karena tiba-tiba badanku demam tinggi. Aku juga sudah minum obat, tapi demamku tidak kunjung reda. Sekarang tubuhku malah menggigil. Wajahku tampak pucat saat kulihat di cermin. Kantung mataku juga mendadak hitam. Segera kubenamkan diri di atas kasur. Semakin lama tubuhku malah menggigil."Dinda...," dengan suara serak kupanggil Dinda."Iya, Mbak," sahutnya dari luar. Kudengar langkah kakinya mendekat ke kamarku."Mbak sakit?" tanya Dinda sambil melongokkan kepala dari balik pintu."Iya, Dinda. Kalau kamu nggak keberatan, tolong ambilkan mbak air hangat ya," pintaku sambil menggigil."Iya, Mbak. Tunggu ya."Tak lama kemudian dia muncul kembali dengan membawa segelas air hangat. Aku meraih gelas itu dan menyeruput airnya."Mbak sakit apa? Sudah minum obat?" Dinda duduk di sampingku."Aku demam, Din. Sudah tadi," kuserahkan kembali gelas itu pada Dinda."Semoga lekas sembuh, Mbak," kata Dinda.Dia lalu ke
“Kamu apa-apaan Din! Mbokmu sudah meninggal! Hargai mbokmu!” aku meneriakinya.“Mbokku hidup lagi kok hahaha…,” Dinda lari-lari kecil mengelilingi jenazah mboknya.“Dinda! Mbak bilang hargai Mbok kamu!” aku menerobos hujan yang kian lebat, menghampiri Dinda.Kain kafan Mbok Ibah basah kuyup dan kotor, “Astagfirullah! Dinda apa-apaan kamu! Sadar Dinda sadar!” kupegang erat kedua tangannya agar dia mau diam.“Lepasin Mbak ih…!” dia berontak.“Ada apa ini?!” Pak Rahmat muncul dengan membawa payung.“Kenapa jenazah Mbok Ibah ada di sini?!” Pak Rahmat terkejut melihat jenazah itu.Dia langsung membopong jenazah Mbok Ibah dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dinda susah sekali dikendalikan, dia malah menangis sambil memanggil-manggil mboknya. Pak Rahmat kembali tanpa menggunakan payung, dia langsung memangku paksa si Dinda yang masih mengamuk.“Is
Sore itu semua petugas puskesmas sudah pulang. Pak Sukra memberikan kunci puskesmas kepadaku. Malam ini aku mau menginap saja di puskesmas. Kebetulan ada hal yang mau kukerjakan. Aku akan menyusun rancangan penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya keselamatan saat bersalin.Lebih dari itu, jujur saja aku masih trauma kalau harus pulang ke rumah Dinda. Ada yang tak beres sama mboknya. Dan, aku yakin bidan yang pernah tinggal di rumah Dinda juga mengalami hal yang sama.Selepas magrib kututup gerbang puskesmas lalu mengunci pintu rapat-rapat. Aku mulai bekerja menyusun rancangan dan materi untuk penyuluhan. Selang beberapa saat ada yang mengetuk pintu. Sepertinya ada yang mau berobat. Segera aku beranjak dari tempat duduk dan langsung membukakan pintu.Di depanku berdiri seorang perempuan berbaju daster yang sedang hamil tua. Dia memegangi kandungannya sambil meringis kesakitan.“Tolong aku, Bu!” katanya dengan suara yang tertahan.“
Sebelum saya menceritakan pengalaman teman saya yang mulai dinas didaerah terpencil sebagai bidanOh iya, perkenalkan dulu, aku Maya. Aku tuh seorang bidan. Setelah lulus kuliah, aku sempat kerja di klinik. Sebenarnya klinik itu milik kakak iparku. Kalau kalian pernah ke Balaraja, klinik tempatku bekerja tidak jauh dari pasar Balaraja. Selama dua tahun aku bekerja di sana.Tahun 2016, pemerintah membuka lowongan CPNS. Aku iseng-iseng ikutan daftar. Sebenarnya aku hanya ingin tahu saja bagaimana tes CPNS itu dan tidak punya harapan tinggi bisa lolos tes. Tapi, Tuhan berkata lain. Alhamdulillah aku lolos CPNS, lalu ditugaskan ke kampung terpencil.Nama kampungnya Mekar Sari. Di sana ada puskesmas yang kekurangan tenaga bidan. Oh iya, bukan kekurangan tapi tidak ada bidannya. Jadi bidan yang pernah tugas di sana minta dimutasi ke daerah lain. Dan... aku ditugaskan untuk mengisi kekosongan bidan di puskesmas itu.Aku tidak menyangka kalau kampung ini benar-benar terp
Menjelang setelah asar Pakde Anom sudah terlihat datang ke rumah keluarga pak Saiful. Lelaki paruh baya itu menyambutnya penuh suka cita. Ujung matanya juga menangkap dua sosok pemuda lain di belakang Pakde Anom. Seolah mampu membaca pikiran, pakde Anom pun menjawab:“Ini murid-muridku Pul, mereka juga akan membantu proses peruwatan nanti."“Oh, begitu pakde,” jawab pak Saiful sembari mempersilakan ketiganya masuk ke dalam rumah.Pukul 11 malam, kompleks perumahan terlihat mulai sepi. Tampak dua orang pemuda yang dibawa pakde Anom menggali tanah dengan sekop dan memendam sesuatu di empat sudut penjuru rumah.Tujuannya adalah menanam pagar gaib untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan saat proses ritual pengusiran. Pak Saiful tampak mengintip dari jendela di dalam rumah mengamati aktivitas tersebut. Sebuah tepukan pelan di bahu kanan membuatnya menoleh. Dilihatnya Pak Hasan mencoba memberikan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja.Kedu