Beranda / Romansa / Handsome CEO / eight; trouble is a friend

Share

eight; trouble is a friend

Penulis: Nrshfms
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-08 19:47:32

"Psst! Cewek! Godain abang, dong~"

"Abang! Apaansih! Minggir, ah!"

"Godain abang, dong, cantik!"

"Abang!! Jangan ganggu!!"

"Psst, neng, godain abang, dong!!"

Nadiar mengeraskan rahangnya. Tangannya kemudian mengambil bantal sofa, lalu melemparnya pada Alden yang sedang berdiri menghalangi tv. Dan sialnya, Alden berhasil menangkap bantal tersebut dan menatap Nadiar dengan seringai mengejek. Sekali lagi, Nadiar mengambil bantal dan melempar kembali ke kepala Alden. Kali ini, bantal tersebut malah melayang melewati kepala Alden. Dan sekali lagi, Alden memberi seringai mengejek dengan tatapan segitu-doang-kemampuan-lo?

Nadiar menggeram kesal, lalu mengambil seluruh bantal di sofa untuk melempar pada Alden dengan membabi buta. Alden kabur, sedangkan Nadiar terus mengejar sambil melempar dan berteriak, "Harus kena, abang!! Ngalah dikit ama adek!!"

Alden hanya tertawa dan terus mengejek. Saat bantal terakhir di lempar, lagi-lagi meleset dan membuat wajah Nadiar memerah karena murka. Alden berbalik sambil berjalan mundur dengan memberikan raut wajah mengejek pada Nadiar.

Kesal, Nadiar pun berlari mengejar sang kakak, dan membuat Alden berbalik untuk berlari.

BUGH!

"Awh, shit! Fuck!" Alden mengumpat sambil mengusap keningnya yang perih karena menabrak tembok. "Njir, siapa yang nyimpen tembok di sini, sih?"

Nadiar berlari mendekat, lalu menjitak kepala Abangnya keras-keras, mengundang suara mengaduh dari kakaknya. "Abang gak boleh ngomong kasar!"

Alden mendengus dan menatap kesal pada Nadiar. "Elo tuh ya! Abang lo abis kena tembok, dan lo tambah-tambah lagi?! Lo mau matiin gue?!"

Nadiar mengangguk cepat. "Iya. Tapi, bang Alden jangan mati dulu, kan? Diar kan udah bilang kalo abang mati, tar gak ada yang Diar siksa."

Alden cemberut. "Sakit pala berbi, Dek!"

"Diar gak peduli."

"Jahat banget sih!"

"Kan Diar bilang Diar gak peduli."

Alden memberenggut kesal, lalu pergi dengan langkah kaki yang di hentak.

Nadiar tertawa kecil, lalu berlari pelan menyusul Alden. "Bang, Ayah sama Bunda ke mana?"

"Ke hatimu."

"Abang, ih!!"

"Gatau! Mereka tadi pake baju bagus. Mungkin, mereka lagi ngedate."

"Abang jangan lupa umur orangtua sendiri gitu, deh! Umur mereka gak pantes buat masih ngedate."

Alden menghela napas panjang, lalu menoleh dengan kesal pada Nadiar. "Gak tau, Diar!"

Nadiar mencebikan bibirnya dengan sebal. "Anter ke supermarket, bang."

"Gak mau!"

"Abang!!"

Alden membanting tubuhnya di sofa, kemudian menghela napas panjang sambil memijit pelan keningnya. "Aduh, Diar!! Gue pusing! Lo gak denger tadi kejedotnya se-kenceng apa? Kenceng banget, itu!! Abang sampe pusing jadinya!"

Nadiar menatap Alden dengan seksama. Melihat wajah kesakitan Alden, Nadiar menghela napas panjang. "Yaudah, Diar gak papa sendiri."

"Hm. Sono pergi."

Bibir Nadiar mengerucut sebal. Nadiar kira, Alden akan langsung berdiri dan bilang, "Jangan dong, dek! Bahaya sendirian malem-malem gini. Udah, abang gak papa, kok. Ayo abang anter."

Tapi, ekpetasi memang berbeda dengan realita. Dan dengan kesal, Nadiar pergi dengan langkah kakinya yang di hentak kencang.

***

Sebenarnya, kejadian saat Alden menggoda Nadiar adalah karena Nadiar yang mengamuk pada Alden dan menyalahkan Alden karena kesialannya di kantor. Alden tentu saja sebagai kakak yang baik dan selalu salah, ya mengalah pada Nadiar. Setelahnya, Nadiar mogok bicara pada Alden dan tidak menanggapi setiap candaan Alden.

Dan candaan Alden yang barusan ditanggapi oleh Nadiar itu semata-mata karena Nadiar kasihan. Alden sudah berusaha sedari tadi. Dan Nadiar tidak menanggapinya terus,bahkan sampai mengurung diri di kamar dan baru keluar saat jam sudah menunjukan pukul 9 malam.

Mengingat kata jam, Nadiar kemudian mengangkat jam tangan yang berada di pergelangan tangannya. Mulutnya terbuka setengah saat waktu sudah menunjukan pukul 11.34. Gila! Dan Alden tidak menjemputnya? Keterlaluan.

Langkah kaki Nadiar di hentak di trotar. Ya, dia pulang sendiri dengan tangan yang menenteng sebuah kantung plastik supermarket berukuran besar. Isinya juga tidak sedikit. Semua camilan Nadiar. Dari chiki hingga coklat kesukaannya.

Saat melewati jalanan besar yang sepi dan hanya ada beberapa kendaraan yang lewat, Nadiar mempercepat jalannya dengan harapan sampai rumah dengan selamat. Tidak pernah sekalipun Nadiar pergi malam sendiri. Selalu ada yang menemani Nadiar saat berpergian hingga malam. Dari Kakaknya, hingga supir Ayahnya. Dan karena Alden sakit, Nadiar jadi sendiri. Jomblo, padahal punya pacar 4.

Miris.

"Sendirian aja, cantik?"

Nadiar mendelik dan meneruskan langkahnya tanpa menoleh pada orang yang menggodanya tadi. Biasa, kumpulan lelaki yang sukanya nongkrong dan menggoda pacar orang sih, gitu. Tidak ada kerjaan.

"Sombong banget, sih, cantik!"

Nadiar memekik kencang. Ia menghempaskan pegangan dari laki-laki yang barusan menggodanya. Mata Nadiar melirik dengan nyalang saat dilihatnya, ada 3 orang lelaki yang malah berada di dekatnya.

Kaki Nadiar melemas. Ia mundur dengan kaki yang gemetar saat lelaki yang memegangnya itu menyeringai mesum. Napas Nadiar terengah karena kaget dan takut sekaligus. "Hey! Kalian jangan macem-macem, ya! Gue punya mantan gangster!"

Ketiga lelaki di hadapan Nadiar tertawa. Buru-buru, Nadiar berbalik dan berlari kencang menjauhi ketiga lelaki itu.

"Hey, cantik! Mau kemana?!"

Nadiar mengencangkan laju larinya saat mendengar suara langkah cepat dibelakangnya. Nadiar memekik kencang sambil berteriak minta tolong, berharap ada orang yang setidaknya mendengar dan mencoba membantu. Tapi nihil. Jalanan besar itu lenggang dan ketiga orang di belakangnya makin mendekat.

Nadiar berteriak saat tangannya terasa di tarik dengan kencang. Mata Nadiar tertutup, sedangkan tangannya yang bebas memukul dengan membabi buta pada siapapun yang memegang tangannya.

"Aw. Aw. Ini saya."

Tunggu sebentar.

Datar. Dingin. Ini orang, berkata Aw seolah itu memang hanya kata, bukan sebuah reaksi orang normal jika merasa kesakitan. Nadiar kenal dengan suara ini. Dan hal itu sukses membuat aktifitas memukulnya berhenti. Sebelah mata Nadiar terbuka, lalu melotot saat mengetahui bahwa tebakannya benar. "B-bos?"

Alvis mengangguk. "Ini saya."

Nadiar menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan diri untuk menangis bahagia sekarang juga. Sadar ada yang terlupa, mata Nadiar menelusuri sekitar gang sempit yang di gunakan Alvis untuk menolongnya. Mengetahui apa yang salah, Nadiar memekik kencang.

"Kenapa?" tanya Alvis datar.

"Belanjaan gue--eh, belanjaan saya mana, bos?" Nadiar bertanya dengan wajah paniknya.

Alvis mengangkat bahunya sekilas.

Nadiar menggigit bibir bawahnya kencang. "Bos, mau tolong saya, gak?"

"Apa?"

"Bos liat, kan, saya pake piyama tidur?"

Alvis mengangguk menjawabnya.

"Bos liat, kan, di piyama saya gak ada sakunya?"

Alvis kembali menganggukan kepalanya.

"Nah, bos tau hape saya di mana?"

"Intinya."

Nadiar menghela napas panjang. "Hape saya ada di kresek belanjaan saya. Dan ada kemungkinan belanjaan saya jatuh di trotoar waktu lari. Bos mau, gak, ambilin belanjaan saya? Karna saya takut buat balik lagi ke sana. Bos kan cowok. Bos mungkin bisa berantem sama mereka."

Alvis menggeleng cepat. "Saya gak jago."

Mata Nadiar sudah berkaca-kaca. Nadiar menatap Alvis dengan wajah memohonnya. "Bos ..."

Alvis terdiam sejenak. Hanya menatap wajah memelas Nadiar. Beberapa detik setelah itu, ia menghela napas panjang. "Saya coba."

Nadiar menggembangkan senyumnya, lalu mengedip genit pada Alvis. "Makasih, bos ganteng!"

Alvis menatap datar pada Nadiar, lalu menatap ke arah lain. "Hm," katanya,kemudian berlalu dari sana.

Nadiar cengengesan di tempat. Rasa takutnya menguap seketika. Kenapa? Karena Nadiar yakin, dari badan Alvis yang ceking tapi atletis itu, Alvis dapat membasmi para penjahat yang tadi mengejar Nadiar.

Nadiar dapat mendengar suara hantaman demi hantaman dari jaraknya yang terbilang jauh tapi dekat. Pokoknya, masih terdengar, lah, suara pukulan sana sini. Sesaat kemudian hening. Tidak ada lagi suara. Awalnya, Nadiar hanya diam. Lalu, saat tidak ada tanda-tanda suara lagi, ia keluar dari gang dan mencari-cari keberadaan bosnya.

Pencariannya lalu terhenti saat Nadiar melihat siluet punggung tegap Alvis yang hanya berdiri membelakanginya. Nadiar menatap sekeliling saat sadar tidak ada siapa-siapa di sekitar bosnya. Apa Alvis berhasil memukul pergi para penjahat itu?

Nadiar kemudian melangkah mendekati Alvis. "Bos ...?"

Tubuh Alvis bergerak pelan. Kakinya lalu berputar pelan, dan terlihat bergetar.

Nadiar memperhatikan dengan seksama. Dan saat tubuh Alvis menghadapnya dengan sempurna, mulut Nadiar terbuka lebar. "Bos!" serunya panik, lalu buru-buru menghampiri Alvis saat tubuh lelaki itu terlihat limbung ke depan.

Dagu Alvis terjatuh tepat di bahu Nadiar dan tubuh Alvis terasa memberat saat bersandar sepenuhnya pada Nadiar.

Nadiar memekik kencang saat tubuhnya yang kecil itu tidak kuat menahan berat badan Alvis yang besar hingga akhirnya ia terduduk di jalanan dengan Alvis yang langsung telentang di tanah. Nadiar menghampiri tubuh Alvis, lalu menyimpan kepala Alvis dipangkuannya. "Bos! Bos! Bangun, bos!"  serunya panik sambil menepuk kencang pipi Alvis yang sudah penuh luka memerah dan ada yang berdarah juga.

Dapat disumpulkan. Dari luka Alvis yang lebih dari satu itu, Alvis kalah. Dari baju Alvis yang sudah acak-acakan dan agak sobek, Alvis makin menjelaskan kalau Alvis kalah dari penjahat itu.

Beberapa lama tak ada pergerakan sedikitpun dari Alvis, Nadiar menangis kencang saat itu juga.

Bosnya sudah mati.

Tamat

HAHAHAHAHA

Tapi boong.

Ini pengen tanya deh. Sebenernya, nih cerita cocoknya masuk genre Humor atau Romance?

Bab terkait

  • Handsome CEO   nine; heart attack

    No edit.Ternyata, Alvis tidak mati.Sesaat setelah Nadiar menangis kencang, Alden datang dengan mobilnya dan menghampiri Nadiar yang masih sesegukan. Sadar ada orang lain di sana, Nadiar mengangkat kepalanya, dan tangisnya semakin kencang. "Abang!! Bos Diar meninggal, Bang!"Alden lalu berjongkok dan mengulurkan jarinya ke bawah hidung Alvis. "Dia masih hidup!" ucap Alden sambil berdecak dan menjitak kepala Nadiar kencang. "Lo kenapa lama banget, sih?! Gue di marahi nyokap, tau!"Nadiar sesegukan dan menyedot ingusnya kuat-kuat. "Abang mau marahin Diar? Sedangkan di sini ada orang yang lagi sekarat gara-gara Diar."Alden berdecak, lalu menarik tangan Alvis, kemudian menopang tubuh Alvis dengan punggungnya. Kepala Alden mengedik pada mobil yang ternyata sudah terparkir di sisi jalan. "Masuk!"Nadiar mengangguk, lalu buru-buru masuk ke dalam mobil.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   ten; crazy

    "AYAH!!" Nadiar berteriak kencang mendengar pertanyaan Ayahnya yang sangat membuat Nadiar ingin menenggelamkan diri sekarang juga. Apa-apaan itu?! Kenapa Ayahnya bertanya seperti itu kepada bos Nadiar? Dan pertanyaannya tidak melihat situasi dan kondisi.Itu anak orang sedang babak belur, dan baru saja bangun dari pingsan. Bisa-bisanya bertanya hubungan Nadiar dan Alvis yang jelas sekali tidak penting di pagi ini.Pak Sultan menoleh sambil nyengir lebar pada Nadiar. "Bercanda, sayang," katanya, lalu kembali menatap pada Alvis. "Maafkan saya, dan terima kasih karena telah menolong anak saya kemarin."Alvis hanya tersenyum tipis. Amat tipis, lalu di susul anggukan kepalanya."Sombong amat," komentar Alden dengan suaranya yang pelan. Dan Nadiar yang berada di belakang Alden mendengar dengan jelas kalimat tersebut.Nadiar mendengus. "Iyalah! Makanya, gue blacklist dia."

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   eleven; impossible

    Gaada inspirasi lain. Hampura pisan ie mahSudah lebih dari seminggu sejak kejadian di mana Alvis dipukuli oleh para brandalan dan berakhir di rumah keluarga Nadiar. Masih hangat di ingatan Alvis saat Bunda Nadiar menyuruh Alvis pergi ke toilet akibat air yang disemburkan oleh Pak Sultan ke wajah Alvis.Alvis tahu itu adalah reaksi yang tidak disengaja akibat kaget yang berlebihan. Jadi, Alvis tidak mempermasalahkannya. Namun, Pak Sultan terus saja meminta maaf pada Alvis dengan menyesal. Alvis mewajarkan sifat Pak Sultan, karena ternyata Pak Sultan merupakan Wakil Direktur di perusahaan besar yang merupakan sekutu perusahaan Alvis.Alvis hanya menenangkan dan terus berkata bahwa ia tak apa. Pak Sultan sudah memberi hormat pada Alvis, namun, Nadiar ternyata bermasalah juga.Alvis masih ingat saat ia keluar dari toilet dan menemukan Nadiar yang menunduk takut sambil berkata, "Jangan suruh s

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   twelve; that should be me

    Tolong kasih gue recommended cerita yang rame dan memorable dongs~Happy reading~Suara ketukan di pintu membuat Alvis mengalihkan pandangan dari laporan di dokumennya, lalu mendongak untuk menatap pintu ruangannya yang barusan diketuk dari luar. "Masuk." seru Alvin pada siapapun yang ada di balik pintu itu.Pintu terbuka sedikit demi sedikit dan berjalan lambat saat celahnya menampilkan kepala menunduk Nadiar yang terlihat gugup. "B-bos ..." cicitnya.Alvis hanya berdeham untuk membalasnya.Nadiar terlihat menggigit bibir bawahnya saat mencoba masuk lebih dalam dengan kepala yang masih menunduk dalam. "B-bos ...," panggilnya lagi.Alvis harus menahan diri untuk tidak mendengus sebal pada Nadiar. "Ada apa?""S-saya ...," ucap Nadiar gugup, dan Alvis tetap diam tanpa menjawab saat Nadiar bergerak tidak nyaman ditempatnya. "S-saya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   thirteen; treat you better

    Nadiar sedang duduk dengan pipinya yang di simpan di permukaan meja kerjanya, membuat Nadiar harus membungkuk agar kepalanya tersimpan di atas meja. Mulutnya terus berkomat-kamit, sedangkan tangannya mengelus perut rampingnya dengan miris. Nadiar lapar. Nadiar butuh makan. Waktu sudah menunjukan pukul 12 lebih 46 menit, dan sudah seharusnya cacing-cacing di perut Nadiar diberi makan. Namun, apalah daya. Nadiar mempunyai bos yang kepekaannya amat sangat rendah. Lebih rendah dari hanya sekedar kata rendah. Jika ada kata yang lebih rendah daripada kata rendah, itulah kata yang tepat untuk kepekaan Alvis pada keadaan Nadiar.Nadiar merasa ingin menangis sekarang juga. Kejam sekali ketidakpekaan Alvis.Membuat Nadiar lapar adalah kejahatan.Makanan adalah hal yang amat sangat tidak boleh alfa di hidup Nadiar. Jika harus memilih antara ditikung atau tidak di beri makan, Nadiar lebih memilih ditikung daripada tidak

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   forteen; imagination

    Alvis sedang memakan potongan terakhir pizza yang dipesannya. Disampingnya, Nadiar sedang mencoba berbagai gorengan yang baru saja dibeli oleh satpam kantor Alvis. Jujur saja, Alvis baru sekali melihat perempuan yang amat sangat demen makan. Seharusnya, Alvis sudah dapat menebak dari camilan di belanjaan Nadiar yang sangat banyak pada malam itu. Tapi memang benar apa yang di katakan Nadiar jika Alvis tidak pekaan orangnya."Bos, ini kamsathank's gazaimuch banget loh yah," Nadiar berucap sambil tersenyum pada Alvis. Kepalanya terangguk sopan. "Sering-sering ya bos. Hehe."Alvis mengerutkan alisnya mendengar kalimat awal Nadiar. "Tadi kamu ngomong apaan?""Sering-sering, hehehe," Nadiar menjawab asal sambil nyengir lagi. Bibirnya agak berminyak, dan lipstik merahnya sudah tidak terlihat di bibir Nadiar.Alvis menggeleng pelan. "Bukan yang itu. Sebelumnya.""Kamsathank's goza

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   fifteen; the weight

    Besok, gue gak apdet dulu, yaahh. Gaada stok, soalnya. Ntah sampai kapan. Orang sibuk, biasa. Apalagi ane orang penting. HAHAHAHAAPPY READING~Nadiar menghela napas panjang sesaat setelah keluar dari ruangan Alvis. Telapak tangannya bergerak naik turun mengusap dada sebelah kirinya. Melihat penampilan Alvis yang jarang sekali itu, membuat Nadiar merasa jantungnya dag-dig-dug lebih cepat. Memang, sih, jantung selalu dag-dig-dug. Kalau tidak, ya Nadiar sudah wafat. Tapi ..., tadi itu, Nadiar hampir saja tidak bisa mengontrol dirinya. Iya, sih, Nadiar terlihat biasa saja. Ya itu karena Nadiar sudah profesional dikelilingi oleh laki-laki. Tapi, jika melihat 2 kancing teratas Alvis lepas dan membuat Nadiar dapat melihat sedikit celah kulit dada Alvis, sih ..., itu beda lagi.Ya lord, kenapa sih, gue punya Bos gak ada jelek-jeleknya sama sekali? Kasih satu kejelekan, lah ... Pesek, kek, gendut, kek. Lah ini?

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   sixteen; something just like this

    Alvis tidak bisa fokus. Sesaat setelah Nadiar pergi dan Alvis kembali berbincang dengan kliennya, ia tak bisa fokus sama sekali.Alvis benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Sebenarnya, Alvis menyadari ketidaknyamanan Nadiar. Dan Alvis juga menyadari tatapan lapar yang laki-laki itu berikan pada Nadiar. Makanya, Alvis menyuruh Nadiar membeli makanan ke kasir. Namun, lelaki itu tak berhenti menatap Nadiar. Dengan senyum miringnya, dan dengan tatapan laparnya.Sesuatu dalam diri Alvis terasa bergejolak, saat itu. Alvis tidak suka. Alvis merasa benci dengan tatapan laki-laki itu. Dan tidak ada korban untuk pelampiasan kemarahan Alvis, sehingga, saat Nadiar berbuat ceroboh seperti tadi, Alvis melepaskan segalanya keresahannya kepada Nadiar. Namun, Alvis tidak menyangka bahwa hal sekecil itu dapat membuat Nadiar menangis.Alvis menghela napas panjang, namun kemudian mengerenyit heran saat rasa ngilu menghampiri jantungnya. Al

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21

Bab terbaru

  • Handsome CEO   thirty four; bad things

    Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis."Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untu

  • Handsome CEO   thirty three; always be my baby

    Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan matanya mengedip cepat. Apa tadi? Apakah Alvis baru saja ..., menembak Nadiar? Be my baby, katanya? Nadiar melotot pada Alvis. "Bos ..., tadi, Bos nembak saya?"Alvis tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Nadiar. Ia mengangguk mantap. "Ya, saya ingin kamu jadi pacar saya. Kenapa? Kamu menolak?"Nadiar tertawa hambar. "Saya bego kalo saya nolak Bos. Tapi ...," jeda, Nadiar mengubah raut wajahnya menjadi ekspresi tidak mengerti. "Kayaknya, Bos yang bego deh, mau-maunya sama saya. Kenapa? Terpukau sama teori penjahat berhak bahagia, ya? Wah, kalo emang itu penyebabnya, saya udah ngomong kayak gitu di depan Justin Bibier.""Kamu meledek saya?"Nadiar menggeleng cepat sambil menggoyakan tangannya di depan tubuh. "Bukan! Bukan gitu, Bos! Tapi, aneh aja. Kok, Bos bisa-bisanya nembak saya? Kalo saya yang suka Bos rasanya gak aneh. Tapi, saya gak nyangka

  • Handsome CEO   thirty two; versace on the floor

    "Bos, kita sebenernya, mau kemana, sih?"Pertanyaan itu membuat Alvis melirik sejenak ke arah Nadiar yang tengah duduk di kursi samping pengemudi. Matanya berkedip heran, dan bibirnya mengerut akibat penasaran. Ya, setelah mereka menghabiskan makanan dan saling bertukar sapaan selamat tinggal pada Devan-Dizi, Alvis dan Nadiar langsung pergi ke tempat yang ingin dikunjungi oleh Alvis. Dan disinilah mereka. Dalam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai ke pantai."Bos, kok perasaan, gak nyampe-nyampe, ya?" Nadiar kembali bertanya, namun, belum juga Alvis menjawab, Nadiar kembali membuka suara. "Bos, saya pengen dengerin lagu lewat radio mobil ini, boleh? Biar gak terlalu sepi, hehe.""Hm," balas Alvis sambil mengangguk pelan. Alvis melihat Nadiar yang mengaduk tasnya, lalu mengeluarkan ponsel dan kabel data.Nadiar langsung menghubungkan radio mobil dan ponselnya dengan menggunakan kabel data. "Mobil Bos bagus

  • Handsome CEO   thirty one; stitches

    "Mana coba mulutnya? Sini ..., am nyam, nyam, nyam. Enak?"Lelaki itu menelan makanannya, lalu nyengir lebar. "Enak!"Mereka tertawa lalu kembali melanjutkan makan.Alvis dan Nadiar kompak menggeleng melihat kelakuan mereka. Sesuai keputusan, Alvis dan Nadiar meluangkan waktu mereka untuk makan sebentar. Namun ternyata, walaupun mereka mengajak Alvis dan Nadiar makan bersama, dunia seolah milik mereka berdua. Sedari tadi, mereka saling suap, lalu saling menghapus remah di bibir pasangannya tanpa mempedulikan orang lain yang menjadi obat nyamuk keduanya.Nadiar menghela napas panjang. "Plis, deh, Dizi, gue yang banyak mantan aja gak pernah, tuh, yang namanya suap-suapan di depan lo."Dizi seolah tersentak. Matanya melotot, sedangkan mulutnya terbuka lebar. "Ya ampyun, gue lupa ada lo di sini! Omaygat! Maaf, ya, sayang."Nadiar ha

  • Handsome CEO   thirty; that's what i like

    Baga$kara : sayangBaga$kara : kita putus aja yaBaga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyetNadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamuNadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dihBaga$kara : lu emang nista, kaliBaga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikanNadiar GP : yaiyalah, kita putusNadiar GP : mana tahan gue pacaran ama loNadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaanNadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjingBaga$kara : mantan ternista

  • Handsome CEO   twenty nine; sorry

    Basah, dan berat. Nadiar merasa tidak mampu membuka matanya. Ia merasa dirinya sudah bangun dari tidur, namun matanya sulit untuk di buka. Perlahan, Nadiar membuka kelopak matanya sedikit, lalu kembali menutup matanya saat cahaya menyerobot masuk memenuhi penglihatannya. Sekali lagi, Nadiar berusaha membuka matanya saat ada panggilan dari sana sini. Nadiar penasaran, suara siapa dan berapa banyak orang yang memanggilnya. Mengapa terdengar banyak? Ada berapa kira-kira?Mata Nadiar akhirnya sepenuhnya terbuka. Awalnya, penglihatan Nadiar buram, namun setelah berkedip beberapa kali dan melihat siluet yang menutupi cahaya, pandangan Nadiar menjadi jelas dan ia dapat melihat wajah khawatir Bundanya yang berlinang air mata."Nadiar! Syukurlah ..." ucap sang Bunda, lalu memeluk Nadiar dengan erat, hingga Nadiar merasa tubuh bagian atasnya sedikit terangkat. Bunda lalu melepaskan pelukannya, kemudian mengelus pipi Nadiar penuh haru. "Kamu tidak apa-

  • Handsome CEO   twenty eight; kid in love

    Kasih aku satu alasan, kenapa kalian pengen banget Alvis sama Nadiar bersatu?Alvis duduk lesu di tempatnya sambil membiarkan Devan berjalan mondar mandir dengan bahu yang bergetar hebat akibat tertawa, menertawakan Alvis. Ya, menertawakan kebodohan Alvis, dan entahlah. Kenapa juga Devan harus tertawa selama itu hanya untuk menertawakan kebodohan Alvis? Ayolah, ini sudah 5 menit terjadi."Oke," Devan berhenti mondar mandir dan mulai bersuara dengan nada orang menahan tawa. Devan lalu mengembuskan napas panjang, dan mencoba untuk tidak membiarkan bibirnya melengkung ke atas. "Coba lo ulangi? Apa tadi? Lo? Lepasin si Andra demi Nadiar?""Lo salah paham-""Lo sendiri yang bilang kalo 2 hari ini Nadiar gak seceria dulu, dan bikin lo terpaksa lepas si Andra," Devan memotong cepat, membuat Alvis bungkam dengan rahang yang mengeras. Devan kembali tertawa. "Ayolah, dude. Lo akui aja kalo lo d

  • Handsome CEO   twenty seven; can't stop the feeling

    Ada yang aneh dengan Nadiar 2 hari ini. Ya, 2 hari ini. Nadiar terlihat jadi lebih diam, dan sering melamun menatap ponsel atau layar komputer. Setelah itu, Nadiar hanya diam lesu di tempatnya dengan bahu yang merosot. Nadiar juga jadi tidak fokus dalam pekerjaannya. Alvis yang merasa agak aneh pun langsung memanggil detektif swasta yang waktu itu ia sewa. Namun, laporan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan kegiatan Nadiar dan semuanya sama saja. Sehabis bekerja, gadis itu langsung pulang dan tidak keluar lagi ataupun kemana-mana lagi. Lalu, kenapa? Apa yang membuat Nadiar tidak seceria biasanya? Apa yang membuat Nadiar tidak menampilkan senyumnya lagi?Alvis mendengus karenanya. Ia lalu mengangkat gagang telfonnya, kemudian menekan satu nomor di sana. Lama, namun tidak ada jawaban di sebrang sana. Mata Alvis memincing, menatap Nadiar yang ternyata sedang duduk diam menatap kosong ke depan. Alvis menghela napas panjang melihatnya. Ia kemudian berdir

  • Handsome CEO   twenty six; love yourself

    Alden memarikirkan mobilnya di depan rumah kediaman keluarga Inandra, saat ternyata tidak ada satpam yang sigap dan biasanya langsung membuka pagar untuk kendaraan masuk. Mereka lalu keluar dari mobil dengan tangan Alden yang menggenggam erat tangan Nadiar. Alden berjalan perlahan ke arah pagar, dan ternyata pagar tersebut tidak tertutup. Alden menggeram karena keteledoran satpam rumah tersebut.Alden berjalan masuk dengan tangannya yang semakin erat mengenggam tangan Nadiar. Dapat Alden rasakan tangan Nadiar panas dingin dan embusan napas Nadiar yang juga terasa bergerak cepat akibat takut. Alden menelan ludah, lalu menghampiri pos satpam. Dan Alden terlonjak saat kepala satpam tersebut tepat berada di satu jengkal ujung sepatunya."ABANG!" Nadiar memekik, lalu langsung menutup mulutnya saat Alden menatap Nadiar dengan mata tajamnya.Mereka kembali meneruskan langkah saat melihat perut satpam itu bergerak dan menunjukan bahw

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status