Home / Romansa / Handsome CEO / twelve; that should be me

Share

twelve; that should be me

Author: Nrshfms
last update Last Updated: 2021-04-08 19:52:02

Tolong kasih gue recommended cerita yang rame dan memorable dongs~

Happy reading~

Suara ketukan di pintu membuat Alvis mengalihkan pandangan dari laporan di dokumennya, lalu mendongak untuk menatap pintu ruangannya yang barusan diketuk dari luar. "Masuk." seru Alvin pada siapapun yang ada di balik pintu itu.

Pintu terbuka sedikit demi sedikit dan berjalan lambat saat celahnya menampilkan kepala menunduk Nadiar yang terlihat gugup. "B-bos ..." cicitnya.

Alvis hanya berdeham untuk membalasnya.

Nadiar terlihat menggigit bibir bawahnya saat mencoba masuk lebih dalam dengan kepala yang masih menunduk dalam. "B-bos ...," panggilnya lagi.

Alvis harus menahan diri untuk tidak mendengus sebal pada Nadiar. "Ada apa?"

"S-saya ...," ucap Nadiar gugup, dan Alvis tetap diam tanpa menjawab saat Nadiar bergerak tidak nyaman ditempatnya. "S-saya gak bawa dompet."

Alvis mengerutkan alis mendengarnya, sedangkan Nadiar masih tetap berdiri tidak nyaman disana sambil sesekali menatap Alvis. Sedangkan Alvis diam dengan segala pikiran berkecamuk di otaknya. Ia berpikir tentang mengapa Nadiar harus melapor kepada Alvis perihal dompet. Apakah ada di peraturan perusahaan jika sekertaris harus melapor pada bosnya saat tidak membawa dompet? Atau bagaimana? Alvis bingung sendiri dibuatnya.

"Bos gak peka?" tanya Nadiar yang nampaknya sudah lelah menunggu respon Alvis.

"Apa itu ada hubungannya dengan peraturan perusahaan?"

Mulut Nadiar terbuka lebar beberapa detik, sebelum menutup rapat, dan kepalanya terangkat hanya untuk mendelik sebal pada Alvis.

Hey! Tidak sopan! Alvis baru saja akan protes atas kelaukan Nadiar itu. Namun Alvis urungkan dan lebih baik duduk tenang ditempatnya sambil menunggu Nadiar mengatakan apa maksud kedatangannya pada Alvis.

"Saya ingin makan, bos," Nadiar kemudian berkata dengan helaan napas yang menyusul kalimatnya. "Tapi, saya gak bawa dompet."

Alis Alvis sukses bertautan mendengar perkataan Nadiar yang tetap tidak dapat dimengerti oleh Alvis. "Jadi?"

"Saya gak bisa makan jadinya."

Alvis hanya menganggukan kepalanya. "Oh."

Raut wajah Nadiar terlihat kesal melihat respon Alvis. "Iya, bos. Saya gak bisa makan."

Alvis hanya mengangguk membalasnya. "Iya, saya tahu."

Senyum Nadiar terukir lebar mendengarnya. "Sekarang, bos udah peka?"

Alvis kembali menautkan alisnya. "Saya harus peka apa lagi?"

Nadiar mengedip cepat dengan mulutnya yang terbuka setengah. "Jadi, tadi bos peka karena apa?"

"Karena kamu bilang tidak bawa dompet dan tidak bisa makan siang?" Alvis menjawab pertanyaan Nadiar dengan pertanyaan, membuat perempuan yang masih berdiri didepannya itu tampak semakin kesal.

Beberapa detik kemudian, Nadiar menghela napas panjang. "Bos, saya ini gak punya hape!" serunya kesal. "Saya gak bisa ngehubungin orang rumah karena hape saya gak ada, Bos!"

"Emang, hape kamu ke mana?" tanya Alvis heran dengan alis yang mengerenyit bingung.

Nadiar mengusap wajahnya kasar, lalu menjambak rambutnya dengan frustasi. "Hape saya di lempar Bang Alden ke kebun binatang, trus di makan gajah. Abis itu, gajahnya di kirim keluar negeri dan poop di sana. Makanya, hape saya sedang berada di luar negeri dalam keadaan rusak."

Alvis mengangguk mengerti dengan mulutnya yang mengucapkan 'O' tanpa suara. "Itu beneran?"

"Ya enggak, lah!" kesal Nadiar dengan dadanya yang mulai naik turun, dan wajahnya yang memerah marah.

"Lalu? Kenapa kamu menceritakan hal itu pada saya?"

"Ish," desis Nadiar kencang dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Udah, lah, lupain! Saya permisi, Bos!"

Mulut Alvis menganga saat Nadiar keluar dengan pintu yang di banting kencang. Rahang Alvis mengeras mendapatkan perlakuan seperti itu. Kenapa sekertarisnya itu kurang ajar sekali? Berani-beraninya membentak dan membanting pintu di hadapan Alvis! Padahal, perempuan itu tahu jika Alvis adalah Bosnya! Kali ini, Alvis tidak tahan lagi!

Dengan suara menggeram marah yang dikeluarkan mulutnya, Alvis mengeluarkan ponsel dari lacinya, lalu menghubungi nomor internasional Devan. "Halo?!" sapa Alvis saat Devan sudah mengangkat panggilannya.

"Wew, selow, sayang. Ada apa, sih?" tanya Devan, lalu terkekeh geli. "Kangen ya lo?"

Alvis menggeram marah, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Dave, plis. Gue gak tahan banget ama itu cewek! Lo nemu dia dimana, sih? Gak ada sopan-sopannya ama gue, tau gak?!" ujar Alvis bertubi-tubi dengan matanya yang menatap Nadiar melalui jendela kerjanya. Perempuan itu sedang mengacak rambutnya, lalu berkomat-kamit sendiri, kemudian memukul meja dengan kesal. Alvis merinding dengan kelakuan abnormal Nadiar.

Devan malah terkekeh di sebrang sana. "Itu calon istri gue yang nemuin, Dave."

Alvis mengerutkan alisnya dengan bingung. "Apa maksud lo?"

"Yea, dia temen calon istri gue. Awalnya, gue milih 3 orang yang bakal jadi sekertaris lo. Calon istri gue ada disana, dan dia ngasih tau asal usul Nadiar. Yah daripada gue cari yang gak jelas tektek bengeknya, mending gue pilih yang jelas aja. Kata istri gue, sih, Nadiar orangnya jujur."

Alvis mendengus sebal. "Jadi, lo milih dia karna dia temen calon istri lo?"

Devan tertawa di sebrang sana. "Duh, Vis, gue gak serendah itu. Udah gue bilang, dia itu orangnya kompeten."

"Tapi dia gak hormat ama gue!"

"Dia orangnya jujur, Vis. Kalo dia gak hormat ama lo, berarti ada yang dia pendem tentang lo. Yang pasti, hal yang dia pendem itu buruk bagi dia. Emangnya, dia ngapain, sih? Sampe bisa bikin lo uring-uringan gini."

Alvis melonggarkan dasi yang mencekik lehernya, lalu membuka 2 kancing teratas kemejanya, kemudian menyandarkan punggungnya di kursi kerja. "Dia beberapa hari kemarin nyusahin gue! Tadi juga! Lo tau? Waktu gue nyuruh lo ganti Nadiar itu adalah hari di mana gue nolongin dia dari berandalan! Gue digebukin sama berandalan itu karna Nadiar minta tolong gue buat ambilin hapenya yang ketinggalan sama belanjaan yang jatuh deket itu berandalan. Makanya, gue pemulihan di RS. Sialnya, dia malah nambah gue susah dengan dateng ke RS tiap balik kerja! Dia cerewet banget, Dave! Gue gak tahan! Trus tadi, dia tiba-tiba curhat kepingin makan tapi gak bawa dompet dan gak punya hape. Udah itu, dia malah marah dah banting pintu dengan gak sopannya! Maksudnya apa, coba?!"

Alvis sedang mengatur deru napasnya yang memburu saat Devan tidak membalas perkataan Alvis lagi. Terlalu lama, hingga membuat Alvis menjauhkan ponsel dari telinganya hanya untuk memastikan di layar ponselnya jika sambungan masih terhubung.

Alvis mengerutkan alis saat melihat sambungannya masih terhubung dengan Devan. Ia lalu kembali menempelkan layar ponselnya di telinga. "Dave? Lo masih disana?"

"E-eh, ya, Vis. Gue masih di sini."

Alvis menghela napas panjang. "Pokoknya, Dave, gue gak mau tau! Lo harus secepatnya ganti dia, atau gue sendiri yang turun tangan."

"Kasih dia waktu sebulan dulu, Vis. Kalo lo masih tetap pada pendirian lo, gue bakal turutin. Takutnya, lo ntar nyesel, Vis."

Alvis berdecak kesal. "Gak akan, Dave. Gue malah sial kalo dia tetep di sini," ucapnya, lalu kembali menghela napas panjang. "Udah deh. Gue mau makan siang dulu. Gue tutup, ya!" Alvis sudah akan menekan simbol berwarna merah di ponsel saat Devan meneriakan namanya dan membuat Alvis harus menyimpan kembali layar ponselnya di telinga. "Kenapa, Dave?"

"Gue tau sekertaris lo kenapa."

Alvis mengerutkan alisnya dengan bingung. "Kenapa emang?"

"Dia pengen minjem duit lo. Lo sendiri yang bilang hape Nadiar ada dibelanjaannya yang ketinggalan, dan lo sendiri yang bilang kalo Nadiar gak punya hape. Jadi, maksud dia curhat tentang dompet itu, karna Nadiar gak bisa ngehubungin siapapun buat ngasihin dompetnya ke kantor."

Alis Alvis makin berkerut dalam mendengar penuturan Devan. Benar juga. Apa yang dibilang Devan, benar-benar menunjukan gelagat Nadiar barusan. Seketika, mata Alvis menatap Nadiar melalui jendela ruangannya. Perempuan itu sedang memegang gagang telfon kantor dengan raut wajah cemas. Jari telunjuk Nadiar memijat pelan pelipisnya dengan mata yang terpejam, terlihat sedang berpikir keras. Dari gelagatnya, mungkin Nadiar sedang mengingat nomor telfon orang rumah yang bisa membawakan dompetnya.

Alvis mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghela napas panjang. "Yaudah, Dave. Gue tutup telfonnya."

"Okidoki, sayang."

Alvis bergidik ngeri, lalu cepat-cepat menatap sambungan telfon disaat Dave sedang tertawa setan disebrang sana.

Mata Alvis lalu kembali menatap Nadiar yang kini sedang menjedotkan kepalanya berkali-kali pada permukaan meja. Alvis menghela napas panjang.

Apa ..., Alvis harus menghampiri Nadiar duluan?

Related chapters

  • Handsome CEO   thirteen; treat you better

    Nadiar sedang duduk dengan pipinya yang di simpan di permukaan meja kerjanya, membuat Nadiar harus membungkuk agar kepalanya tersimpan di atas meja. Mulutnya terus berkomat-kamit, sedangkan tangannya mengelus perut rampingnya dengan miris. Nadiar lapar. Nadiar butuh makan. Waktu sudah menunjukan pukul 12 lebih 46 menit, dan sudah seharusnya cacing-cacing di perut Nadiar diberi makan. Namun, apalah daya. Nadiar mempunyai bos yang kepekaannya amat sangat rendah. Lebih rendah dari hanya sekedar kata rendah. Jika ada kata yang lebih rendah daripada kata rendah, itulah kata yang tepat untuk kepekaan Alvis pada keadaan Nadiar.Nadiar merasa ingin menangis sekarang juga. Kejam sekali ketidakpekaan Alvis.Membuat Nadiar lapar adalah kejahatan.Makanan adalah hal yang amat sangat tidak boleh alfa di hidup Nadiar. Jika harus memilih antara ditikung atau tidak di beri makan, Nadiar lebih memilih ditikung daripada tidak

    Last Updated : 2021-04-08
  • Handsome CEO   forteen; imagination

    Alvis sedang memakan potongan terakhir pizza yang dipesannya. Disampingnya, Nadiar sedang mencoba berbagai gorengan yang baru saja dibeli oleh satpam kantor Alvis. Jujur saja, Alvis baru sekali melihat perempuan yang amat sangat demen makan. Seharusnya, Alvis sudah dapat menebak dari camilan di belanjaan Nadiar yang sangat banyak pada malam itu. Tapi memang benar apa yang di katakan Nadiar jika Alvis tidak pekaan orangnya."Bos, ini kamsathank's gazaimuch banget loh yah," Nadiar berucap sambil tersenyum pada Alvis. Kepalanya terangguk sopan. "Sering-sering ya bos. Hehe."Alvis mengerutkan alisnya mendengar kalimat awal Nadiar. "Tadi kamu ngomong apaan?""Sering-sering, hehehe," Nadiar menjawab asal sambil nyengir lagi. Bibirnya agak berminyak, dan lipstik merahnya sudah tidak terlihat di bibir Nadiar.Alvis menggeleng pelan. "Bukan yang itu. Sebelumnya.""Kamsathank's goza

    Last Updated : 2021-04-08
  • Handsome CEO   fifteen; the weight

    Besok, gue gak apdet dulu, yaahh. Gaada stok, soalnya. Ntah sampai kapan. Orang sibuk, biasa. Apalagi ane orang penting. HAHAHAHAAPPY READING~Nadiar menghela napas panjang sesaat setelah keluar dari ruangan Alvis. Telapak tangannya bergerak naik turun mengusap dada sebelah kirinya. Melihat penampilan Alvis yang jarang sekali itu, membuat Nadiar merasa jantungnya dag-dig-dug lebih cepat. Memang, sih, jantung selalu dag-dig-dug. Kalau tidak, ya Nadiar sudah wafat. Tapi ..., tadi itu, Nadiar hampir saja tidak bisa mengontrol dirinya. Iya, sih, Nadiar terlihat biasa saja. Ya itu karena Nadiar sudah profesional dikelilingi oleh laki-laki. Tapi, jika melihat 2 kancing teratas Alvis lepas dan membuat Nadiar dapat melihat sedikit celah kulit dada Alvis, sih ..., itu beda lagi.Ya lord, kenapa sih, gue punya Bos gak ada jelek-jeleknya sama sekali? Kasih satu kejelekan, lah ... Pesek, kek, gendut, kek. Lah ini?

    Last Updated : 2021-04-08
  • Handsome CEO   sixteen; something just like this

    Alvis tidak bisa fokus. Sesaat setelah Nadiar pergi dan Alvis kembali berbincang dengan kliennya, ia tak bisa fokus sama sekali.Alvis benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Sebenarnya, Alvis menyadari ketidaknyamanan Nadiar. Dan Alvis juga menyadari tatapan lapar yang laki-laki itu berikan pada Nadiar. Makanya, Alvis menyuruh Nadiar membeli makanan ke kasir. Namun, lelaki itu tak berhenti menatap Nadiar. Dengan senyum miringnya, dan dengan tatapan laparnya.Sesuatu dalam diri Alvis terasa bergejolak, saat itu. Alvis tidak suka. Alvis merasa benci dengan tatapan laki-laki itu. Dan tidak ada korban untuk pelampiasan kemarahan Alvis, sehingga, saat Nadiar berbuat ceroboh seperti tadi, Alvis melepaskan segalanya keresahannya kepada Nadiar. Namun, Alvis tidak menyangka bahwa hal sekecil itu dapat membuat Nadiar menangis.Alvis menghela napas panjang, namun kemudian mengerenyit heran saat rasa ngilu menghampiri jantungnya. Al

    Last Updated : 2021-04-21
  • Handsome CEO   seventeen; secrets

    "JEPRI! JEPRI! JEP —eh, Bang Sat." teriakan Nadiar yang membahana itu terpotong saat matanya menangkap visualisasi seorang lelaki yang duduk di karpet dengan stik PS di tangannya. Lelaki itu setengah berbaring dengan siku yang menopangnya bertumpu pada karpet. Nadiar nyengir lebar saat laki-laki itu menatap malas ke arahnya. "Bang Sat ngapain disini? Si Jepri mana?"Satria mendelik sebal. "Dia ada operasi bentar, katanya," jawabnya, yang membuat Nadiar mengangguk dengan mulut yang membulat mengerti. "Dan jangan panggil gue Bang Sat. Biasain panggil gue Andra."Nadiar kembali nyengir. "Gak ah. Lebih enak manggil Bang Sat.""Lo ini, ya!" seru Satria kesal, lalu mengubah posisinya menjadi duduk di karpet. "Kenapa, sih, lo selalu ngasih nama panggilan yang jelek ke orang? Nama gue itu Satria Inandra! Orang-orang manggil gue Andra!""Ah enggak. Bang Alden manggil lo Sat mulu."Satria mendelik lagi, lalu

    Last Updated : 2021-04-21
  • Handsome CEO   eighteen; everything has changed

    Hati²! Alvis drama mode on!Baga$kara : bebBaga$kara : sayangkuBaga$kara : cintakuBaga$kara : aku kangenJ Aldendi : sok banget lu njingJ Aldendi : biasanya ngatain gw muluJ Aldendi : napa sih?J Aldendi : minta gw rajam, ya?Baga$kara : kejam lu nyetBaga$kara : ama pacar sendiri gitu amatJ Aldendi : gausah basi²J Aldendi : napa lu nyet?Baga$kara : w beneran kangen lu, njingBaga$kara : buka pager rumah, deh. Satpam gaada, soalnyaJ Aldendi : canda ya lu?J Aldendi : tumben banget rajin nyamperin gueBaga$kara : liat keluar, dongs, sayangkuhJ Aldendi : ANJING BAGAS GAK USA CANDA! INI DAH MAGHRUB BEGO!J Aldendi : sialan typoBaga$kara : gw beneran kangen lu, njing. Semenjak lu kerja, kita jarang kontekan. Lo mending buka pager rumah lo sekarang, deh. Nyamuk²

    Last Updated : 2021-04-21
  • Handsome CEO   nineteen; talking to the moon

    Akan ada saatnya manusia selalu mengintropeksi dan mulai memperbaiki apa yang salah. Nadiar itu manusia biasa, yang tidak luput dari dosa dan banyak kekurangan. Maka dari itu, setelah hari di mana ia membuat Alvis marah, Nadiar mulai mencari-cari kesalahannya dan apa saja yang membuatnya ceroboh.Ternyata, sepatu pentofel ber-hak tinggilah yang membuatnya agak limbung ketika menyajikan kopi pada Alvis saat tragedi itu. Karena hal itu, dengan flat shoes yang melekat di kakinya, bibir Nadiar tidak berhenti menggunjingkan senyum. Beberapa karyawan yang tersadar akan tinggi Nadiar yang berkurang itu menoleh, lalu menatap ke bawah, di mana sepatu flat shoes itu bertengger manis di kakinya.Nadiar merasa dirinya baik-baik saja. Maka, saat beberapa orang menatapnya takjub, Nadiar hanya tersenyum manis dan mengibaskan rambut dengan gaya anggun. Sampai di ruangannya, Nadiar yang baru saja akan duduk di kursinya, mengurungkan niat saat Alvis

    Last Updated : 2021-04-22
  • Handsome CEO   twenty; bang bang

    Olahraga yang Alvis jalani ternyata bukan olahraga yang berlatar tempat di gym atau lapangan golf. Olahraga yang di jalani Alvis benar-benar olahraga yang berbeda. Yaitu, memanah dan juga menembak. Jika seperti ini, namanya bukan olahraga. Tetapi latihan.Nadiar benar-benar tidak mengerti. Nadiar kira, olahraga Alvis itu elite. Semacam golf, billiard, atau bowling. Namun ini berbeda. Nadiar bahkan tidak terbayang jika memanah dan menembak adalah suatu bidang olahraga. Jadi, yang dilakukan Nadiar saat sampai di ruangan memanah adalah melongo, lalu menatap Alvis dengan mata membelalak kaget. "Bos ..."Seperti biasa, Alvis hanya menoleh sekilas, lalu bertanya menggunakan kata, "Hm?""Olahraga Bos, memanah? Saya kirain golf.""Bukan," jawab Alvis, tanpa menoleh pada Nadiar dan hanya menatap datar pada latihan memanah di depannya.Nadiar mengerjapkan matanya, lalu menatap aneh pada Alvis. "Semenjak kapan

    Last Updated : 2021-04-22

Latest chapter

  • Handsome CEO   thirty four; bad things

    Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis."Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untu

  • Handsome CEO   thirty three; always be my baby

    Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan matanya mengedip cepat. Apa tadi? Apakah Alvis baru saja ..., menembak Nadiar? Be my baby, katanya? Nadiar melotot pada Alvis. "Bos ..., tadi, Bos nembak saya?"Alvis tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Nadiar. Ia mengangguk mantap. "Ya, saya ingin kamu jadi pacar saya. Kenapa? Kamu menolak?"Nadiar tertawa hambar. "Saya bego kalo saya nolak Bos. Tapi ...," jeda, Nadiar mengubah raut wajahnya menjadi ekspresi tidak mengerti. "Kayaknya, Bos yang bego deh, mau-maunya sama saya. Kenapa? Terpukau sama teori penjahat berhak bahagia, ya? Wah, kalo emang itu penyebabnya, saya udah ngomong kayak gitu di depan Justin Bibier.""Kamu meledek saya?"Nadiar menggeleng cepat sambil menggoyakan tangannya di depan tubuh. "Bukan! Bukan gitu, Bos! Tapi, aneh aja. Kok, Bos bisa-bisanya nembak saya? Kalo saya yang suka Bos rasanya gak aneh. Tapi, saya gak nyangka

  • Handsome CEO   thirty two; versace on the floor

    "Bos, kita sebenernya, mau kemana, sih?"Pertanyaan itu membuat Alvis melirik sejenak ke arah Nadiar yang tengah duduk di kursi samping pengemudi. Matanya berkedip heran, dan bibirnya mengerut akibat penasaran. Ya, setelah mereka menghabiskan makanan dan saling bertukar sapaan selamat tinggal pada Devan-Dizi, Alvis dan Nadiar langsung pergi ke tempat yang ingin dikunjungi oleh Alvis. Dan disinilah mereka. Dalam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai ke pantai."Bos, kok perasaan, gak nyampe-nyampe, ya?" Nadiar kembali bertanya, namun, belum juga Alvis menjawab, Nadiar kembali membuka suara. "Bos, saya pengen dengerin lagu lewat radio mobil ini, boleh? Biar gak terlalu sepi, hehe.""Hm," balas Alvis sambil mengangguk pelan. Alvis melihat Nadiar yang mengaduk tasnya, lalu mengeluarkan ponsel dan kabel data.Nadiar langsung menghubungkan radio mobil dan ponselnya dengan menggunakan kabel data. "Mobil Bos bagus

  • Handsome CEO   thirty one; stitches

    "Mana coba mulutnya? Sini ..., am nyam, nyam, nyam. Enak?"Lelaki itu menelan makanannya, lalu nyengir lebar. "Enak!"Mereka tertawa lalu kembali melanjutkan makan.Alvis dan Nadiar kompak menggeleng melihat kelakuan mereka. Sesuai keputusan, Alvis dan Nadiar meluangkan waktu mereka untuk makan sebentar. Namun ternyata, walaupun mereka mengajak Alvis dan Nadiar makan bersama, dunia seolah milik mereka berdua. Sedari tadi, mereka saling suap, lalu saling menghapus remah di bibir pasangannya tanpa mempedulikan orang lain yang menjadi obat nyamuk keduanya.Nadiar menghela napas panjang. "Plis, deh, Dizi, gue yang banyak mantan aja gak pernah, tuh, yang namanya suap-suapan di depan lo."Dizi seolah tersentak. Matanya melotot, sedangkan mulutnya terbuka lebar. "Ya ampyun, gue lupa ada lo di sini! Omaygat! Maaf, ya, sayang."Nadiar ha

  • Handsome CEO   thirty; that's what i like

    Baga$kara : sayangBaga$kara : kita putus aja yaBaga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyetNadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamuNadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dihBaga$kara : lu emang nista, kaliBaga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikanNadiar GP : yaiyalah, kita putusNadiar GP : mana tahan gue pacaran ama loNadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaanNadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjingBaga$kara : mantan ternista

  • Handsome CEO   twenty nine; sorry

    Basah, dan berat. Nadiar merasa tidak mampu membuka matanya. Ia merasa dirinya sudah bangun dari tidur, namun matanya sulit untuk di buka. Perlahan, Nadiar membuka kelopak matanya sedikit, lalu kembali menutup matanya saat cahaya menyerobot masuk memenuhi penglihatannya. Sekali lagi, Nadiar berusaha membuka matanya saat ada panggilan dari sana sini. Nadiar penasaran, suara siapa dan berapa banyak orang yang memanggilnya. Mengapa terdengar banyak? Ada berapa kira-kira?Mata Nadiar akhirnya sepenuhnya terbuka. Awalnya, penglihatan Nadiar buram, namun setelah berkedip beberapa kali dan melihat siluet yang menutupi cahaya, pandangan Nadiar menjadi jelas dan ia dapat melihat wajah khawatir Bundanya yang berlinang air mata."Nadiar! Syukurlah ..." ucap sang Bunda, lalu memeluk Nadiar dengan erat, hingga Nadiar merasa tubuh bagian atasnya sedikit terangkat. Bunda lalu melepaskan pelukannya, kemudian mengelus pipi Nadiar penuh haru. "Kamu tidak apa-

  • Handsome CEO   twenty eight; kid in love

    Kasih aku satu alasan, kenapa kalian pengen banget Alvis sama Nadiar bersatu?Alvis duduk lesu di tempatnya sambil membiarkan Devan berjalan mondar mandir dengan bahu yang bergetar hebat akibat tertawa, menertawakan Alvis. Ya, menertawakan kebodohan Alvis, dan entahlah. Kenapa juga Devan harus tertawa selama itu hanya untuk menertawakan kebodohan Alvis? Ayolah, ini sudah 5 menit terjadi."Oke," Devan berhenti mondar mandir dan mulai bersuara dengan nada orang menahan tawa. Devan lalu mengembuskan napas panjang, dan mencoba untuk tidak membiarkan bibirnya melengkung ke atas. "Coba lo ulangi? Apa tadi? Lo? Lepasin si Andra demi Nadiar?""Lo salah paham-""Lo sendiri yang bilang kalo 2 hari ini Nadiar gak seceria dulu, dan bikin lo terpaksa lepas si Andra," Devan memotong cepat, membuat Alvis bungkam dengan rahang yang mengeras. Devan kembali tertawa. "Ayolah, dude. Lo akui aja kalo lo d

  • Handsome CEO   twenty seven; can't stop the feeling

    Ada yang aneh dengan Nadiar 2 hari ini. Ya, 2 hari ini. Nadiar terlihat jadi lebih diam, dan sering melamun menatap ponsel atau layar komputer. Setelah itu, Nadiar hanya diam lesu di tempatnya dengan bahu yang merosot. Nadiar juga jadi tidak fokus dalam pekerjaannya. Alvis yang merasa agak aneh pun langsung memanggil detektif swasta yang waktu itu ia sewa. Namun, laporan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan kegiatan Nadiar dan semuanya sama saja. Sehabis bekerja, gadis itu langsung pulang dan tidak keluar lagi ataupun kemana-mana lagi. Lalu, kenapa? Apa yang membuat Nadiar tidak seceria biasanya? Apa yang membuat Nadiar tidak menampilkan senyumnya lagi?Alvis mendengus karenanya. Ia lalu mengangkat gagang telfonnya, kemudian menekan satu nomor di sana. Lama, namun tidak ada jawaban di sebrang sana. Mata Alvis memincing, menatap Nadiar yang ternyata sedang duduk diam menatap kosong ke depan. Alvis menghela napas panjang melihatnya. Ia kemudian berdir

  • Handsome CEO   twenty six; love yourself

    Alden memarikirkan mobilnya di depan rumah kediaman keluarga Inandra, saat ternyata tidak ada satpam yang sigap dan biasanya langsung membuka pagar untuk kendaraan masuk. Mereka lalu keluar dari mobil dengan tangan Alden yang menggenggam erat tangan Nadiar. Alden berjalan perlahan ke arah pagar, dan ternyata pagar tersebut tidak tertutup. Alden menggeram karena keteledoran satpam rumah tersebut.Alden berjalan masuk dengan tangannya yang semakin erat mengenggam tangan Nadiar. Dapat Alden rasakan tangan Nadiar panas dingin dan embusan napas Nadiar yang juga terasa bergerak cepat akibat takut. Alden menelan ludah, lalu menghampiri pos satpam. Dan Alden terlonjak saat kepala satpam tersebut tepat berada di satu jengkal ujung sepatunya."ABANG!" Nadiar memekik, lalu langsung menutup mulutnya saat Alden menatap Nadiar dengan mata tajamnya.Mereka kembali meneruskan langkah saat melihat perut satpam itu bergerak dan menunjukan bahw

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status