"Mas....hhh..."
"Bagaimana kalau Elisa tahu nanti kalau kita melakukannya?"
Bodohnya aku bertanya hal demikian ketika aku dan mas Abi sedang melakukannya. Kini mas Abi masih semangat bergerak di atasku, memasuki dengan cepat, namun terkadang dengan tempo yang sengaja dia perlambat.
Punggungnya sudah penuh dengan cakaranku. Setiap kali dia bergerak lebih cepat, kuku ku akan spontan menancap di punggungnya. Aku sungguh tidak bisa berkata apa-apa ketika berada di bawah kuasa mas Abi.
Bukannya menjawab ku, mas Abi malah kini semakin menjadi-jadi. Tidak hanya memasuki ku dengan tempo yang cepat, dia bahkan sepertinya sengaja membungkam ku dengan mulutnya agar tidak bertanya lagi. Dan kedua tangannya itu juga tidak bisa tinggal diam, memainkan dua gundukan kembar milikku. Bahkan sengaja memilinnya pula.
"Mas...." Desahku.
Sayangnya aku yang mendesah membuat mas Abi kegirangan. Kini, tidak hanya aku saja yang mengeluar
Bergegas turun ke lantai 7 setelah mendapatkan banyak sekali telpon dari Nadia. Dia sudah menungguku lama di depan kamar hotelku, sedangkan aku malah ada di dua lantai atasnya. Apa yang harus aku katakan padanya agar tidak curiga denganku. Lift lama sekali terbuka, membuatku tidak punya pilihan lain dengan menggunakan tangga darurat. Aku tidak berlari, hanya berjalan dengan cepat. "Astaga, alasan apa yang harus aku katakan pada Nadia nanti?" Sampai di sana lantai 7 aku sudah melihat Nadia yang terlihat begitu kesal dengan kacakkan pinggangnya. "Darimana saja kamu, Alesha?. Aku pikir kamu terlalu nyaman tidur di dalam sana, tapi kamu malah terlihat balik dari tangga itu. Apa yang sudah terjadi denganmu?. "Aku bisa jelaskan semuanya, tapi sekarang aku mau mengambil barang-barangku yang ketinggalan di dalam dulu." Namun sayang, ketika aku hendak membuka pintu kamar hotel, bahuku ditarik oleh Nadia. "Kenapa lehermu bisa mem
"Nik, kamu mau membawaku kemana?" Tanyaku. Aku pikir aku belum memberitahunya mau pergi kemana."Kamu mau pergi kemana? Nanti aku antar, kemanapun itu!" Jawab Niko.Aku tersenyum. Pria ini baik sekali. Mungkin kalau tidak ada dia, aku masih terjebak masalah dengan mas Abi dan Elisa di hotel itu. Andai aku tidak menikah dengan mas Abi, mungkin aku akan mengajak pria ini menjadi pacarku. Itu pun kalau dia mau dengan perempuan yang hancur sepertiku ini."Kamu bisa antar aku ke kontrakan temanku?. Aku sekarang tinggal dengannya." Ujarku."Oke. Siap laksanakan!"***"Mau masuk dulu gak, Nik?" Tawar ku pada Niko. Dia sudah membawaku sampai di depan kontrakan Nadia, pula dengan Nadia yang ada di sampingku. Menemaniku."Sepertinya gak deh, Alesha. Aku lupa mau mengambilkan kakakku barang-barangnya yang ketinggalan di hotel itu. Lain kali aja, ya.""Oke!"Niko pergi meninggalkan pelataran rumah kontrakan N
"Alesha, maafkan aku."Deg.Sontak, piring yang masih aku sabuni jatuh. Beruntungnya ia jatuh di wastafel, tidak di lantai yang akan membuatnya pecah dan mungkin saja bisa melukaiku."Maafkan aku atas kejadian di hotel tadi pagi." Bisiknya lagi.Tangannya turun ke perutku, mengelusnya. Dia juga malah sengaja bermain-main di titik terlemahku, leherku. Aku tidak tahu apa maksud kedatangannya kesini.Nano-nano. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan kini. Entah antara mau menangis, marah, pura-pura tidak tahu dengannya seakan menjadi orang asing, atau malah akan menikmati apa yang dia lakukan padaku. Tapi yang pasti, aku tidak bisa melakukan apapun kini.Sedikit meringis. Mas Abi kembali menyedot leherku. Aku tidak mengerti, kenapa dia suka sekali memberikan jejak di leherku, yang pada akhirnya nanti dia sendiri yang tidak mau mengakuinya. Seperti yang terjadi di hotel tadi, menganggap kalau itu adalah perbuatan pria
"Mas....hhhh....""Ini akan sangat berbahaya kalau kita melakukanya sambil nyetir seperti ini." Bisikku, tidak tahan.Aku duduk di paha mas Abi, menghadapnya, memeluk lehernya. Sedangkan mas Abi yang duduk seperti biasa, sebagaimana mestinya orang yang akan mengemudi. Kami berhadapan satu sama lain. Tapi yang aku takutkan adalah, dia bisa saja membahayakan kita berdua kalau keras kepala tidak membiarkanku turun dari pangkuannya, sedangkan ia masih sibuk bermain di leherku. Aku tidak mau hal ini akan membuatnya tidak bisa fokus dan malah mengantar kami berdua ke rumah sakit."Sensasinya pasti akan sangat berbeda, Alesha. Dan aku ingin mencobanya denganmu." Balas mas Abi setengah berbisik.Dia meniup telingaku, bahkan pula sengaja menggigitnya pelan. Astaga, perlakuan mas Abi yang demikian membuatku tidak bisa berpikir dengan baik. Rasanya kepalaku ingin pecah, tersiksa dalam pancingan demi pancingan yang mas Abi lakukan padaku."Ta
"Mas, sebaiknya kita melakukannya di kursi penumpang. Kalau di depan kurang leluasa." Saranku. Baru saja mobil ini berhenti di basement, mas Abi sudah mengangkat ku untuk duduk di pahanya lagi. Kini dia tidak menahan-nahan gairahnya. Langsung membuka bajuku, bahkan pula menyuruhku untuk membuka celanaku. Tapi, yang menjadi permasalahanya kali ini adalah melakukannya di kursi depan yang penuh dengan kesempitan, dan aku tidak bisa bergerak dengan leluasa. "Oke." Tanpa kami keluar dari pintu mobil, mas Abi membawaku menuju kursi penumpang melalui celah-celah yang ada di tengah kursi ini. Aku hampir saja terjatuh karena terburu-buru. "Hati-hati, Alesha. Kamu bisa saja terluka." Bisiknya. Tersenyum manis pada mas Abi, namun sepertinya itu sudah sangat salah. Mas Abi langsung menyosor, menciumku dengan sangat intens seakan-akan sedang menyedot bibirku sendiri. "Lepas celanamu, Alesha. Aku sudah sangat tidak taha
"Alesha, please, lepaskan tanganku. Aku ingin mencium mu saat ini juga." Mas Abi memohon padaku, tapi rasanya enggan untuk mengindahkan permintaan itu. Aku fokus bergerak di atas mas Abi dan ini lebih menyenangkan."Massss..." Erangku.Aku langsung mendaratkan bibirku di bibirnya. Hanya sebuah kecupan, karena fokusku malah pecah akibat gerakan nikmat yang aku buat sendiri.Mas Abi mengerang. Dengan mata yang terpejam dan memperlihatkan jakunnya yang naik turun membuatku semakin bergairah. Semakin bergerak cepat dan menimbulkan erangan dari kami berdua."Alesha, please. Lepasss...""Tidak akan, mas. Aku belum selesai menyiksa mu, mas." Kata ku."Kamu sudah berhasil menyiksaku, Alesha. Kamu sudah berhasil. Karena itu, please lepas ini dan aku ingin menyentuhmu lebih." Kata mas Abi.Aku sontak berhenti lagi ketika mas Abi hendak meraih puncaknya. Tidak hanya mas Abi yang kecewa, aku pun juga sangat kecewa ka
"Aku mau lagi, Alesha..."Bisikan itu seakan menjadi pemecut bagiku. Tidak hanya dia yang menginginkannya, tapi aku pun juga. Dan entah sudah berapa kali kita melakukannya hari ini. Terhitung ketika baru sampai di basement, hingga naik ke apartemennya dengan sangat terburu-buru. Bahkan itu pun kami sampai lupa menyalakan lampu apartemennya.Suara kami yang begitu ribut memenuhi ruangan apartemen dengan erangan kenikmatan kami berdua. Terdengar ribut nan indah dan hanya kita saja yang mendengarnya.Entah sudah jam berapa sekarang, aku tidak tahu. Karena yang aku fokuskan saat ini hanyalah satu, wajah manis sekaligus lucu miliknya. Dia tidur dengan lenganku yang menjadi bantalnya. Dan bagian lucunya adalah mengarahkan telapak tanganku yang satunya di pipinya.Ingat sekali dengan apa yang ia katakan di tengah pergulatan panas kami. Dia berkata, "you driving me crazy, Alesha. I want you more and more."Sangat indah dan menciptakan kesan yan
"Ibu sudah melakukan hubungan badan ya dengan suaminya?" Tanya dokter, membuatku seketika menjadi malu bukan main.Pipiku rasanya memanas. Tapi, aku tidak bisa menolak ucapan dokter ini. Aku mengangguk, "iya, dok. Kemarin saja." Jawabku.Dokter itu tertawa. Dia menunjuk ke leherku juga, langsung membuatku menyembunyikannya. Saat aku melakukan itu, malah membuatnya tertawa."Tidak apa, Bu. Saya paham. Hanya saja mungkin ibu dan suaminya bisa sedikit menahan nafsu dulu sebelum kondisi janinnya menjadi kuat.""Jadi, aku tidak keguguran kan, dok?" Tanyaku langsung.Dokter itu mengangguk. "Iya, tidak keguguran, Bu. Hanya sedikit saran saja untuk kedepannya bisa ditahan dulu ya. Bilang pada suaminya untuk jangan langsung nyosor gitu aja, takut janinnya terganggu."Huft... Aku bisa bernafas lega. Akhirnya kandunganku tidak kenapa-napa. Setidaknya kabar ini membuatku lebih tenang dibandingkan dengan ucapan mas Abi yang mengat