Semoga suka Guys
"Gue udah bilang, gue gak akan dateng ke acara begituan. Kapok banget sekali dateng isinya Uler Keket semua." "Njir, lemes banget mulut lo!" Aron tak menjawab dan cuek ganti baju. "Jadi lo gak mau dateng nih? Ada Primadona nih, gak kangen apa Lovebird lu sama cewek cantik?" "Bangsat lo, ngomong asal keluar. Udahlah matiin, gue tegasin sekali lagi, gue gak akan dateng ke acara begituan." Dan telpon pun dimatikan oleh Aron, sementara itu Mira beranjak dari duduknya dan memilih untuk keluar kamar. Melihat itu, Aron kaget karena lupa kalau ada Mira di kamar dan ia mengeraskan suara telpon itu. "Sial!" ••• Keesokan harinya, saat Aron akan pergi, Dea mendekatinya dan berbisik padanya."Tadi malam, aku izin sama Juna tapi dia bilang aku nggak boleh pergi sama Mira.""Kenapa?" tanya Aron.Ia ttap bertanya meskipun ia bisa menebak apa alasan dari Juna yang melarang Dea pergi bersama Mira."Aku nggak tahu kenapa, cuman dia kayak agak sensitif gitu selama seminggu ini. Terus pa
"Dia cuma bilang agar aku hati-hati aja kalo pergi sama kamu, gitu." Dea terkejut, "Dia segitunya..." "Memang ada apa sih?" tanya Mira balik. "Gue semalem ijin mau pergi sama lu, atas permintaan Papi. Eh malah dia bilang gitu ke elu?" Mira mengangguk ragu, ia harus bilang apa. Ia hanya asal mencari alasan tadi. Setelah itu mereka melanjutkan percakapan lain, karena tidak enak dengan suasananya. "Gue nggak tahu kenapa semuanya jadi rumit kayak gini, tapi karena emang udah terlanjur kayak gini, nggak ada hal lain yang perlu gue takutin kan?" Mira mengangguk ragu lagi, ia tak paham arah pembicaraan Dea ke mana. "Setidaknya ada lu, Papi, dan Juna, menurut gue udah cukup sih, nanti ditambah anak kami." Mira mengalihkan pandangannya dengan senyum tipis menatap kolam. Tatapannya sendu seolah tak berujung. Dea jadi tak enak, apa kata-katanya membebaninya? "Pokoknya, gue seneng akhirnya Papi bisa buka hati buat orang lain. Gue juga udah relain kok kalo Nyokap Tiri gue buk
"Em... ya gaklah. Aku cuma tiba-tiba kepikiran, kamu tau kan latar belakangku?" Dea mengangguk saja. "Wajar, tapi jangan dipelihara.""Iya.""Btw, Papi bener-bener cinta sama lu. Sayang banget, cuma... dia emang orangnya gitu gak bisa menunjukkan kecintaannya."Mira agak ragu, ia hanya tersenyum tipis. Ia tak punya waktu untuk membicarakan hal yang bernama cinta.Pikirannya terlalu sibuk untuk memikirkan keluarga, pekerjaannya, dan juga misi utamanya di sana."Dia bahkan minta gue buat nemenin lo ke toko perhiasan, karena kemarin dia gak beliin buat lo."Mira terkejut, "Masa sih?" "Kok lu keliatan pesimis gitu? Beneran! Makanya aku baru kepikiran, kenapa gak beli custom aja?"Mira tak mengerti, "Gimana maksudnya?""Papi biasanya ngebiarin Mami beliin perhiasan yang cuma dibuat 1 kali aja, itu khusus.""Pasti mahal.""Lagi dan lagi, omongan lu gak jauh-jauh dari mahal. Lagian ya... wajar kali seorang Nyonya Victorius punya barang limited edition. Bahkan kalo gak punya, aneh banget
Siang yang cerah itu nyatanya terasa mendung bagi Dea, ia sangat emosi dengan apa yang ia lihat di berita. Di berita itu tertuls, tentang fakta kalau Dea diteror telah bocor ke publik dan diduga pelakunya adalah Mira. "Lo gila sih kalo masih biarin dia ada di rumah lo, lo melihara musuh!" ujar Rani. Jadi Dea menemui Rani untuk informasi itu, kini namanya tengah trending, sementara selama 3 bulan ini ia jarang membuka media sosial, lebih banyak main game atau melakukan kelas kehamilan yang membuat kegiatannya berkutat hanya pada kehamilan dan Skripsinya. Ia sangat kecewa, tapi apa ia harus menanyakan itu pada Mira. "Gue pulang sekarang!" "Tunggu, De!" Dea menghentikan langkahnya, "Gue cuma mau peringatin lo sekali lagi karena gue pure perduli ama lo. Gue harap, lo jangan masuk ke lubang yang sama lagi. Percaya sama orang yang salah." Setelah itu, Dea benar-benar pergi dari sana dengan pikiran yang penuh dengan kecemasan. Saat ia sampai di rumah, ia melihat Mira seda
Mira tertidur di sofa ruang keluarga usai mengobrol dengan Dea, untunglah tak lama kemudian Aron pulang. "Mira!" panggilnya pelan. Akan tetapi, Mira tidak bangun. Ia seperti terlihat sangat nyaman dengan tidurnya, padahal tidur di sofa tanpa adanya selimut. Tak tega melihat itu, Aron pun ke kamar mengambil selimut untuk Mira. Kemudian ia duduk di samping Mira, entah kenapa ia melakukan itu, jelas bukan terlihat seperti ia yang biasanya. Hari ini, rasanya terasa lebih berat dari biasanya dan ketika melihat Mira, hatinya terasa tenang. Apakah ini yang dinamakan istri solehah yang membawa ketenangan? Ia jadi teringat dengan percakapannya tadi dengan Juna. Juna memutuskan untuk menjadikan bukti yang dibawa olehnya sebagai salah satu opsi, tetapi ia masih akan berhati-hati dengan Mira. Maka Aron juga tidak bisa memaksa Juna untuk percaya pada Mira, itu keputusannya. Saat ini pun, ia tidak yakin dengan apa yang ia lakukan. Entah alasan apa yang membuatnya sangat mempercay
Aron menoleh ke arah suara, siapa lagi kalau bukan putrinya? "Kamu juga, tuh!" Ia menunjuk leher putrinya dengan dagunya, itu kissmark. Dea langsung membuka ponselnya dan berkaca, ternyata benar ada kissmark. "Hem, biasa... btw, Papi udah begituan kan sama Mira?" Deg! Aron terdiam, jangankan begituan, dipeluk saja Mira kakunya minta ampun. Bisa-bisa ia marah kalau sesekali meminta jatah. Lagipula, tujuan mereka menikah bukan untuk bisa begituan, artinya ia harus bersahabat dengan sabun selamanya. "Dari muka Papi sih belom, ngenes banget." Aron menatap putrinya dengan kesal, ia sudah terbiasa dengan itu tapi pembahasan ini melukai harga dirinya. "Mau aku bantu?" goda Dea. Namun, ia serius menawari ayahnya. Kini tatapan Aron menjadi tatapan penuh harap. "Aku bakal bikin kalian jadi pasangan so sweet tiap hari. Tapi ada harganya...." ••• Tentang masalah berita itu, Aron seperti biasa membereskannya. Akan tetapi Dea masih melihat bahwa Juna tak lagi bisa be
"Sayang," panggil Juna. Dea pun berbalik dan meyakinkan suaminya. "Aku sama Papi, oke?" Juna pun akhirnya setuju, ia tak bisa apa-apa kalau Dea sudah sesenang itu. . Dea dan Aron datang ke kampus dan membuat semua orang langsung menatap mereka. Tentu saha, siapa yang tidak tahu Dea dan Aron, donatur terbesar kampus dan anaknya yang merupakan influencer. Apalagi tampilan Dea yang sedang hamil besar, ia memakai dress baby pink dan Aron menggunakan batik coklat tua dan hitam yang kelihatan sekali mahal. "Ini akan jadi berita ngawur Sayang," ujar Aron berbisik. "Ssstttt, Papi ikut aja gak usah bawel." "Padahal kamu yang bawel," balas Aron. "Papiiiii...." Aron pun rekekeh dan membiarkan Dea menggandengnya menuju ke ruangan yang katanya ruang sidang. Namun sebelum mereka sampai, di tikungan koridor fakultas, mereka malah ketemu dengan Rektor dan dihentikan di sana. "Selamat Pagi, Pak Victorius. Apakabar?" sapanya. Pria bertubuh gemuk dengan kacamata bulat itu c
Yuni berusaha mengintip tapi Mira menyembunyilannya, ia membacanya sendiri setelah berhasil ngumpet di salah satu pohon. _ ' _ Dear, Istriku. Hadiah ini untukmu, selamat ya sudah berjuang sejauh ini. Kamu hebat banget! Dari, Mr. M alias suamimu _'_ Mira mendelik, "Dari Pak Aron? Kok Mr. M?" gumamnya. Kemudian ia berpikir, tulisannya terlalu romantis untuk seorang Aron yang kaku. "Oh pasti Dea yang mesen," ujarnya langsung paham. Ia segera mengantongi surat ucapan itu dan keluar dari persembunyiannya. Yuni kesal karena kepo yang memuncak, tapi akhirnya melupakannya dan memilih untuk foto-foto bersama teman-temannya. Saat Mira akan pulang dengan jemputan mobil seperti biasa, ia terkejut ketika sang sopir mengirim pesan kalau ia akan pulang bersama Aron dan Dea. Tak lama kemudian, di seberang jalan tempat ia berdiri terlihat mobil sport milik suaminya dan masuklah pesan dari Dea, kalau mereka sedang menunggu di sana. Mira terkejut, tetapi ia langsung menatap se
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem