Setelah Spa selesai, keduanya langsung pulang karena sudah menjelanh Maghrib. Tentu itu hanya awalnya saja, karena mereka akan melanjutkan program kecantikan yang Dea sebut sebagai program untuk 'menjadi istri yang seksi'. Hal itu membuat Mira agak kesulitan untuk mengikuti standar kecantikan Dea, tetapi dua minggu kemudian setelah menemani Dea cek kandungan (karena Juna tidak bisa untuk mengantar istrinya). Setelah itu, Dea mengajak Mira untuk ke suatu tempat yang mana itu adalah toko pakaian muslimah yang cocok untuk Mira. "Dea, ini kan brand yang sangat mahal. Kamu mau dateng kajian?" tanyanya berbinar. Dea tersenyum paksa, "Kajiannya kapan-kapan, tapi yang mau belanja bukan gue, tapi elo!" "Tapi Dea, ini brand yang mahal banget. Gaji aku tiga bulan bisa aja habis buat beli satu produk ini." "Halah! 2 minggu ini lu udah gue ajarin untuk jadi Nyonya Victorious yang Royal, tetapi kamu nggak bisa menangkap itu?" "Ya kan aku bukan orang kaya, Dea." "Yang lu pakai it
Semuanya panik, dan segera Dea dilarikan ke Rumah Sakit. Mira sampai menangis di sepanjang jalan, takut Dea kenapa-napa. Ia terus memegangi tangan Dea dan mendampinginya selama dibawa ke Rumah Sakit. Dea sendiri masih setengah sadar, tetapi ia hanya bisa merasakan sakit dan meremas erat tangan Mira dan ayahnya yang ada di kanan dan di kiri. Untunglah mereka membawa mobil Alphard yang ruangannya lebih leluasa, sehingga Dea bisa dibawa dengan posisi tiduran. Sementara itu, Juna di samping sopir sambil menyemangati sopir agar lekas sampai di rumah sakit. Mereka semua ribut karena khawatir, dan tak lama kemudian, sampailah di RS lebih tepatnya di UGD. Di sana, Dea langsung ditangani oleh dokter. Lalu ketiga orang yang mengantarnya menunggu di depan ruangan tersebut dengan cemas. Menunggu sejam dengan cemas, ketiganya bergantian bertanya pada perawat dan dokter yang keluar masuk ruangan. Akhirnya, pemeriksaan Dea selesai dan mereka diminta untuk masuk. Ternyata tidak ada hal ya
Dea terdiam, sebelum menjawab pertanyaan mereka. Ada pergolakan di hatinya yang membuatnya lelah, sedikit bingung apakah harus jujur atau tidak. Namun, ia terlalu takut pada respon kedua temannya itu. "Ya elah, gue cuma kebetulan aja ketawa sama dia. Aslinya mah... gue masih sebel sama dia, lu berdua tahu kan, apa yang terjadi di antara kita." "Hem... iya sih, nggak mungkin kan lu maafin dia, ya kan?" pancing Rani. "Haha... nggak mungkin banget," balas Dea. "Haha, iya ya..." balas Angel. Kemudian mereka melanjutkan obrolan lain, dan mulai kembali dengan percakapan mereka soal semester akhir yang bikin mumet dengan drama skripsi. . Tanpa mereka tau, Mira belum sepenuhnya jauh dari kamar Dea, ia masih bisa mendengar apa yang mereka katakan. Ia tak sengaja, tapi akhirnya ia berhenti di samping pintu mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Dea. Perih itu tercipta dari sebuah fakta pahit, tetapi ia juga ingat posisinya. Ia pernah melukai Dea, lebih dari yang
Mira membuka matanya, ia menyadari dirinya ada di rumah sakit. Saat ia mengedarkan pandangannya, ada Aron di sana yang sedang bicara dengan dokter."Pak....""Mira?!" Aron dan dokter itu menyadari pergerakan Mira dan langsung menoleh."Gimana perasaannya?" tanya dokter itu pada Mira."Agak pusing dan mual, saya kenapa Dok?" tanya Mira."Anda salah satu korban dari kecelakaan beruntun di Perempatan YXY," ujar dokter."Untunglah kamu mengalami luka ringan, yang lainnya harus dirawat dengan luka cukup parah bahkan ada 3 yang meninggal."Mira terkejut, "Ya Allah...." gumamnya.Mira mengangkat tangan kanan dan kirinya, tangan kanannya diinfus dan tangan kirinya terdapat perban tetapi masih bisa digerakan.Artinya tidak ada luka serius. Kakinya juga bisa digerakan dengan normal."Udah kamu istirahat aja dulu, Dea dan Juna mau ke sini katanya."Mira jadi ingat kejadian tadi pagi, tetapi ia harus terlihat biasa saja."Saya pulang kapan?" tanya Mira.Aron menghela napas mendengar pertanyaan
"Aku... gak bisa bilang. Tapi mungkin kamu bisa tanya ke Papi kamu," ujar Mira. Benar apa yang dikatakan Mira, Dea harus bertanya langsung pada sang ayah. "Fyi, aku juga ragu... tapi aku memilih percaya karena aku suka sama Papi kamu." Dea hanya menghela napas, karena harus menanti jawaban yang membuat ia sulit tidur. "Apa lo terbiasa melakukan hal yang bahkan lo raguin?""Hem... nggak juga sih, tapi mungkin karena aku juga butuh Papi kamu, jadi aku mau.""Berarti lo nggak beda jauh sama teman-teman gue yang jadi Sugar Baby dong, karena butuh."Mira agak terkejut dengan kata-kata itu, tapi kemudian Dea langsung tertawa dan berkata."Haha... cuma bercanda, Mira."Mira pun ikut tersenyum, sebenarnya ia agak tidak enak dengan candaan seperti itu.Ia jelas berbeda posisinya, berbeda metode, dan tujuannya. Mentalnya tidak secetek itu untuk menjual diri hanya untuk menghasilkan banyak uang dari para Om-om yang mungkin sudah beristri dan punya anak."Sorry kalau nyinggung, soalnya bany
"Kamu tahu jilbab yang dia pakai setiap hari?"Juna bingung, "Kenapa jadi Jilbab?""Diem dulu... itu jilbab yang udah biasa dia pakai ke kampus dan kemanapun, harganya itu murah banget. Cuma Rp 35.000 yang di toko online itu loh."Juna paham dan hanya manggut-manggut mendengarkan cerita istrinya tanpa menyela atau mengalihkan pandangan."Nggak cuma itu, pas aku ajak belanja ke Mall... dia bener-bener nggak ngerti sama yang namanya brand bagus. Dia selalu asal ambil dan cari harga paling murah, padahal aku udah bilang dia punya Blackcard yang bisa dia gunain seberapapun dia mau. Tapi dia terus ragu, seolah kalo dia pake itu, Papi bakal minta balikin.""Papi kamu bukan orang yang seperti itu, kan Sayang?" tanya Juna."Iya makanya, aku udah jelasin ke dia. Eh dia masih aja ngerasa begitu..."Juna masih mendengarkan dengan seksama, entah kenapa Dea terlihat sangat segar saat gibah.Kata dokter kandungan, ia harus berperan sebagai pendengar yang baik agar mood Dea senantiasa terjaga, itu j
“Masa kamu masih cari ibu tiri lainnya, Dea? Papi kamu ‘kan udah nikah sama sahabatmu."“Sahabat aku?” tanya Dea memastikan pendengarannya tak salah.Baru membahas tentang kriteria ibu tiri idamannya dengan sang nenek lewat sambungan telepon, ia malah diberitahu jika ayahnya sudah menikah dengan sahabatnya? “Mira. Yang sering main sama kamu pas SMA dulu, loh.”Hah?Jawaban sang nenek membuat kepala Dea terasa ingin meledak.Wanita tua kesayangan Dea itu, memang belum tahu kalau Mira bukan lagi sahabatnya. Tapi, ayahnya tahu benar jika Dea sudah memasukkannya ke list musuh semenjak ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Mira berciuman dengan pacar Dea! Lantas, kenapa ayahnya menikahi wanita itu? Dan sejak kapan…?"Aku tutup dulu ya, Oma.”Menahan amarah, Dea gegas memutuskan sambungan telepon. Ia lalu mencari sosok yang katanya sudah menikah dengan sang ayah di kampus besar itu.Untungnya, tak butuh waktu lama Dea menemukan Mira. Gadis itu tampak berjalan bersama teman-temannya
“Papi?!” teriak Dea, tak percaya apa yang didengarnya, “apa maksudnya, nggak salah?! Pernikahan kalian tanpa sepengetahuanku. Itu jelas salah."Astaga!Mengapa sang ayah bersikap tenang, seolah sudah mempersiapkan jika dipertemukan dengan keadaan seperti in?Dea sangat kecewa dan merasa tak dianggap. Padahal, Aron selalu berkata bahwa Dea adalah dunianya.Mengapa ayahnya bisa berubah karena Mira?"Luar biasa, Papi bisa berubah segitunya cuma karena jalang ini?!" ucap Dea tanpa sadar, tapi masih terdengar oleh Aron.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Dea–membuat gadis itu sontak menatap sang ayah penuh kekecewaan.Seumur hidupnya, Dea tak pernah mengalami kekerasan fisik dari sang ayah. Tapi, ia ditampar dan lagi-lagi karena Mira?Ruangan itu bahkan langsung hening sebelum Dea tertawa miris.“Dea, itu…” Mira tampak panik.Namun, Dea sudah tak peduli lagi.Tanpa basa-basi, Dea pergi keluar dan menaiki mobil sportnya, lalu memacunya kencang–mengabaikan teriakan Aron dan Mira di bela
"Kamu tahu jilbab yang dia pakai setiap hari?"Juna bingung, "Kenapa jadi Jilbab?""Diem dulu... itu jilbab yang udah biasa dia pakai ke kampus dan kemanapun, harganya itu murah banget. Cuma Rp 35.000 yang di toko online itu loh."Juna paham dan hanya manggut-manggut mendengarkan cerita istrinya tanpa menyela atau mengalihkan pandangan."Nggak cuma itu, pas aku ajak belanja ke Mall... dia bener-bener nggak ngerti sama yang namanya brand bagus. Dia selalu asal ambil dan cari harga paling murah, padahal aku udah bilang dia punya Blackcard yang bisa dia gunain seberapapun dia mau. Tapi dia terus ragu, seolah kalo dia pake itu, Papi bakal minta balikin.""Papi kamu bukan orang yang seperti itu, kan Sayang?" tanya Juna."Iya makanya, aku udah jelasin ke dia. Eh dia masih aja ngerasa begitu..."Juna masih mendengarkan dengan seksama, entah kenapa Dea terlihat sangat segar saat gibah.Kata dokter kandungan, ia harus berperan sebagai pendengar yang baik agar mood Dea senantiasa terjaga, itu j
"Aku... gak bisa bilang. Tapi mungkin kamu bisa tanya ke Papi kamu," ujar Mira. Benar apa yang dikatakan Mira, Dea harus bertanya langsung pada sang ayah. "Fyi, aku juga ragu... tapi aku memilih percaya karena aku suka sama Papi kamu." Dea hanya menghela napas, karena harus menanti jawaban yang membuat ia sulit tidur. "Apa lo terbiasa melakukan hal yang bahkan lo raguin?""Hem... nggak juga sih, tapi mungkin karena aku juga butuh Papi kamu, jadi aku mau.""Berarti lo nggak beda jauh sama teman-teman gue yang jadi Sugar Baby dong, karena butuh."Mira agak terkejut dengan kata-kata itu, tapi kemudian Dea langsung tertawa dan berkata."Haha... cuma bercanda, Mira."Mira pun ikut tersenyum, sebenarnya ia agak tidak enak dengan candaan seperti itu.Ia jelas berbeda posisinya, berbeda metode, dan tujuannya. Mentalnya tidak secetek itu untuk menjual diri hanya untuk menghasilkan banyak uang dari para Om-om yang mungkin sudah beristri dan punya anak."Sorry kalau nyinggung, soalnya bany
Mira membuka matanya, ia menyadari dirinya ada di rumah sakit. Saat ia mengedarkan pandangannya, ada Aron di sana yang sedang bicara dengan dokter."Pak....""Mira?!" Aron dan dokter itu menyadari pergerakan Mira dan langsung menoleh."Gimana perasaannya?" tanya dokter itu pada Mira."Agak pusing dan mual, saya kenapa Dok?" tanya Mira."Anda salah satu korban dari kecelakaan beruntun di Perempatan YXY," ujar dokter."Untunglah kamu mengalami luka ringan, yang lainnya harus dirawat dengan luka cukup parah bahkan ada 3 yang meninggal."Mira terkejut, "Ya Allah...." gumamnya.Mira mengangkat tangan kanan dan kirinya, tangan kanannya diinfus dan tangan kirinya terdapat perban tetapi masih bisa digerakan.Artinya tidak ada luka serius. Kakinya juga bisa digerakan dengan normal."Udah kamu istirahat aja dulu, Dea dan Juna mau ke sini katanya."Mira jadi ingat kejadian tadi pagi, tetapi ia harus terlihat biasa saja."Saya pulang kapan?" tanya Mira.Aron menghela napas mendengar pertanyaan
Dea terdiam, sebelum menjawab pertanyaan mereka. Ada pergolakan di hatinya yang membuatnya lelah, sedikit bingung apakah harus jujur atau tidak. Namun, ia terlalu takut pada respon kedua temannya itu. "Ya elah, gue cuma kebetulan aja ketawa sama dia. Aslinya mah... gue masih sebel sama dia, lu berdua tahu kan, apa yang terjadi di antara kita." "Hem... iya sih, nggak mungkin kan lu maafin dia, ya kan?" pancing Rani. "Haha... nggak mungkin banget," balas Dea. "Haha, iya ya..." balas Angel. Kemudian mereka melanjutkan obrolan lain, dan mulai kembali dengan percakapan mereka soal semester akhir yang bikin mumet dengan drama skripsi. . Tanpa mereka tau, Mira belum sepenuhnya jauh dari kamar Dea, ia masih bisa mendengar apa yang mereka katakan. Ia tak sengaja, tapi akhirnya ia berhenti di samping pintu mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Dea. Perih itu tercipta dari sebuah fakta pahit, tetapi ia juga ingat posisinya. Ia pernah melukai Dea, lebih dari yang
Semuanya panik, dan segera Dea dilarikan ke Rumah Sakit. Mira sampai menangis di sepanjang jalan, takut Dea kenapa-napa. Ia terus memegangi tangan Dea dan mendampinginya selama dibawa ke Rumah Sakit. Dea sendiri masih setengah sadar, tetapi ia hanya bisa merasakan sakit dan meremas erat tangan Mira dan ayahnya yang ada di kanan dan di kiri. Untunglah mereka membawa mobil Alphard yang ruangannya lebih leluasa, sehingga Dea bisa dibawa dengan posisi tiduran. Sementara itu, Juna di samping sopir sambil menyemangati sopir agar lekas sampai di rumah sakit. Mereka semua ribut karena khawatir, dan tak lama kemudian, sampailah di RS lebih tepatnya di UGD. Di sana, Dea langsung ditangani oleh dokter. Lalu ketiga orang yang mengantarnya menunggu di depan ruangan tersebut dengan cemas. Menunggu sejam dengan cemas, ketiganya bergantian bertanya pada perawat dan dokter yang keluar masuk ruangan. Akhirnya, pemeriksaan Dea selesai dan mereka diminta untuk masuk. Ternyata tidak ada hal ya
Setelah Spa selesai, keduanya langsung pulang karena sudah menjelanh Maghrib. Tentu itu hanya awalnya saja, karena mereka akan melanjutkan program kecantikan yang Dea sebut sebagai program untuk 'menjadi istri yang seksi'. Hal itu membuat Mira agak kesulitan untuk mengikuti standar kecantikan Dea, tetapi dua minggu kemudian setelah menemani Dea cek kandungan (karena Juna tidak bisa untuk mengantar istrinya). Setelah itu, Dea mengajak Mira untuk ke suatu tempat yang mana itu adalah toko pakaian muslimah yang cocok untuk Mira. "Dea, ini kan brand yang sangat mahal. Kamu mau dateng kajian?" tanyanya berbinar. Dea tersenyum paksa, "Kajiannya kapan-kapan, tapi yang mau belanja bukan gue, tapi elo!" "Tapi Dea, ini brand yang mahal banget. Gaji aku tiga bulan bisa aja habis buat beli satu produk ini." "Halah! 2 minggu ini lu udah gue ajarin untuk jadi Nyonya Victorious yang Royal, tetapi kamu nggak bisa menangkap itu?" "Ya kan aku bukan orang kaya, Dea." "Yang lu pakai it
Tibalah mereka di sebuah klinik kecantikan, di mana Dea terlihat sangat luwes masuk ke sana. Mungkin ini adalah tempat yang biasa Dea kunjungi, jadi Mira hanya bisa percaya dan mengikutinya. Bagaimanapun Ia senang karena Dea telah membuka hati untuk yang lagi. Kemudian ia dan Dea mendaftar untuk melakukan Spa, langkah pertama untuk treatment. "Tapi De, kenapa aku juga?" "Loh, kan gue udah bilang. Pokoknya lu harus jadi cantik biar Bokap gue nggak pergi ke lain hati," ujar Dea. "Em, oke," balas Mira. Ia agak malu karena resepsionis menatap mereka dengan aneh. "Lu harus paham itu, oke?" "Tapi bukannya mahal ya?" "Aduh! Lagi-lagi lu bilang mahal-mahal! Pala lu tuh isinya mahal aja. Sekarang lu bisa ngelakuin apa aja tanpa mikirin biaya, oke?" "Oke...." "Duit Bokap gue banyak, jadi lu nggak perlu khawatir! Awas aja lu alasan mahal-mahal, gue tempeleng lu!" ancamnya. Mira hanya terkekej mendengarnya. Hal itu membuat beberapa pegawai bingung, percakapan mereka j
Diam dan menunduk, seolah tak ingin melihat adegan itu. 'Respon macam apa itu?' batin Dea menjerit. "Papi, Tante Lina?!" panggil Dea. Mereka berdua menoleh ke arah Dea, dan Mira. Melihat keberadaan Mira, Lina dan Aron terlihat saling menjauh dan kemudian Dea mendekati mereka. Mira masih di sana, hanya diam di tempat semula, tidak bergerak atau merespon dengan ekspresi lainnya yang menunjukkan kalau ia istri dari pria yang sedang bermesraan dengan perempuan lain itu. 'Minimal jambak kek!' begitulah batin Dea. Asisten Aron juga terlihat pergi dari sana memberikan privasi bagi Bosnya. Sementara itu, Lina langsung menghampiri Dea dan memeluknya seperti biasa dengan senyum cerahnya yang cantik. Bahkan saat berjalan, tubuhnya terlihat luwes dengan pakaian kurang bahan itu. "Halo, Sayang." "Halo, Tan." "Tante mau balik lagi ke Paris, ada fashion show juga di sana. Jadi kayaknya Tante bakalan ke Jakarta lagi dua minggu kemudian." "Dua minggu?" "Iya, jangan khawatir. Setelah
"Dea...." protes Mira merengek. Dea malah tertawa, hal itu membuat devisi yang ada di samping mereka mulai berkumpul untuk menonton. Mungkin karena banyak karyawan yang juga menonton kejadian itu, membuat Mira tambah malu. Mira pun bergegas pergi dari sana meninggalkan Dea yang cengengesan. Mungkin Dea sudah sangat nyaman di sana, karena ia sudah keluar masuk kantor itu dari kecil. Bahkan saat pertama mereka masuk ke gedung itu, Dea langsung disambut dengan sambutan termanis dan paling hormat. Mira sendiri merasa malu dengan kelakuan Dea yang terus mempromosikan ayahnya, sebagai orang kaya yang bahkan bisa membeli gedung serupa. "Jadi, kalau misalnya lu minta apa aja, buku, baju make up, atau Skin Care yang tadi itu... itu cuma satu di antara bare minimun Bokap gue. Dia gak akan rugi apapun, bahkan kalo lo minta rumah, tinggal minta. Itu udah sangat minumum buat lo." Mira yang dasarnya tak suka keluar lama, sudah kehabisan energi. Orang introvert, jika keluar kelamaan ha