Kadita meraba pipinya yang terasa perih. Ia menatap ujung jarinya yang terdapat darah yang mengalir dari pipinya.Lelaki itu telah melukai pipi yang mulus dengan menggunakan pecahan kaca yang memang sengaja ia bawa untuk berjaga-jaga. tidak ia sangka-sangka benda itu sangat bermanfaat."Br*ngsek! Beraninya kau bermain-main denganku?" Kedua mata Kadita melotot dengan tajam. Seolah ia tidak akan memberikan ampun pada lelaki itu."Lebih baik aku mati dari pada aku tidak bisa menyelamatkan Esmeralda ," ucap Franky dengan tegas dan penuh dengan keberanian. Hal itu membuat Kadita sangat marah."Aku tidak punya pilihan lain lagi! Aku harus mengirimkan kau ke alam baka, sebelum kau menghancurkan rencana ku!" ucap Kadita dengan penuh emosi.Franky sama sekali tidak gentar mendengar ancaman dari wanita itu. Sebaliknya, ia merasa lebih bersemangat lagi.Kadita mengeluarkan sebuah keris sakti dari sarungnya, yang ia gantung di belakang kain jarik yang ia pakai.Ia melayangkan keris itu pada Frank
"La-Ri." Kata itu yang ditangkap oleh Esmeralda saat ia melihat gerakan bibir Franky yang sudah mengeluarkan banyak darah.Wanita itu segera tersadarkan dari lamunannya. Dengan tubuh yang gemetaran, ia beranjak dari tempat ia duduk, berusaha membuka pintu depan menggunakan kunci yang telah berhasil ia temukan.Cklak!Suara derit pintu terdengar perlahan sesuai dengan gerakan tangannya membuka pintu.Esmeralda bergegas keluar dari gubuk milik Kadita, meninggalkan tempat itu sejauh mungkin sambil memegangi perutnya yang mulai terasa sakit.Esmeralda menangis ketakutan. Ia sama sekali tidak berani untuk menoleh ke belakang, meski pun ia sangat penasaran, apakah dukun jahat itu masih berusaha mengejarnya, atau membiarkan dia pergi begitu saja. Tapi sepertinya tidak mungkin, karena wanita itu sangat menginginkan bayi dalam kandungannya, ia tidak mungkin membiarkan dirinya lolos begitu saja.Esmeralda mulai bisa bernafas lega karena ia telah memasuki area perkampungan yang cukup ramai. Ia j
Esmeralda menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Ia menatap wajah Pak Kyai dengan tatapan mata yang dalam, berharap bahwa lelaki tua yang duduk di hadapannya itu bisa membantunya lepas dari teror genderuwo yang terus menghantui dirinya.Pak Kyai tidak langsung menjawab. Ia bungkam selama beberapa saat untuk berpikir dengan serius."Nduk, desa ini memang sedang kacau balau karena warga mengeluhkan sering diganggu makhluk penunggu pohon beringin. Di tambah, munculnya dukun-dukun yang mempraktikkan ilmu hitam, seperti dukun wanita yang kamu ceritakan barusan. Meskipun warga sudah membakarnya hidup-hidup, tetap saja jin yang mengikutinya, masih terus mencari korban," ucap Pak Kyai menjelaskan dengan panjang dan lebar."Tapi, pak... Yang mengganggu saya adalah anak genderuwo," sahut Esmeralda tanpa ragu yang membuat kedua alis Pak Kyai mengerut."Anak Genderuwo?" ulangnya dengan raut wajah yang terlihat sedikit kebingungan.Esmeralda hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Ia mena
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s