Share

Bab 85

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 19:35:00

Langit senja yang cerah di atas taman kota menjadi saksi momen yang penuh harapan. Mahendra, dengan senyum hangat di wajahnya, perlahan memegang tangan Aisyah. Sentuhan itu lembut namun penuh makna, seolah ingin mengatakan bahwa mulai detik ini, Aisyah adalah miliknya. Dengan hati-hati, ia menyematkan cincin ke jari manis Aisyah, sebuah simbol pengikat antara mereka berdua.

Namun, kebahagiaan itu seketika berubah menjadi horor yang tak terbayangkan. Sebuah pisau kecil melesat dari arah tak terduga, menusuk punggung Mahendra dengan keras. Darah segar memancar keluar, membasahi pakaian biru mudanya. Ia tersentak, tubuhnya limbung dan hampir jatuh ke tanah.

"Kak Mahendra!" Aisyah berteriak, kedua tangannya terulur untuk menangkap tubuh Mahendra yang terhuyung-huyung. Namun, belum sempat ia menyentuhnya, sebuah pisau lain terbang cepat ke arah tangannya. Pisau itu melukai kulitnya, meninggalkan garis luka yang dalam. Darah mulai mengalir dari tangannya, membuat gaun me
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 86

    Asap hitam tebal membungkus tubuh Sulistyo dan Aisyah, mengangkat mereka perlahan dari tanah. Dalam gendongannya, Aisyah terus meronta, meski tubuhnya terasa lemah setelah tamparan dan perlakuan kasar Sulistyo."Apa lagi yang kau inginkan?!" seru Aisyah dengan suara parau, menatap pria itu dengan mata yang berkaca-kaca. "Kau ingin membawaku ke mana lagi?! Lepaskan aku!"Sulistyo hanya menyeringai, tatapan dinginnya tak beranjak dari wajah Aisyah. "Diam saja, Aisyah! Kita akan pulang ... ke rumah kita. Ke istana negara." Suaranya rendah, namun mengandung nada ancaman yang tak bisa disangkal.Tubuh Sulistyo mulai memudar, berubah menjadi gumpalan asap hitam pekat yang membungkus dirinya dan Aisyah. Aisyah berusaha menendang dan memukul dengan sisa tenaganya, namun seolah tak ada gunanya. Usahanya tenggelam dalam gelapnya asap yang kini semakin rapat."Istana negara?!" Aisyah berseru, meski suaranya terdengar lebih seperti bisikan. "Itu bukan rumahmu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 87

    Sulistyo menggendong Aisyah dengan erat, tubuhnya melangkah tanpa keraguan menuju gerbang istana negara yang menjulang megah. Beberapa penjaga yang berjaga dengan waspada langsung menghalangi jalannya, senjata di tangan mereka siap jika keadaan memaksa. Salah satu dari mereka melangkah maju, menatap tajam Sulistyo. "Berhenti di sana! Siapa pun yang tidak memiliki kepentingan dilarang masuk!" Suaranya lantang, penuh kewaspadaan.Sulistyo menghentikan langkahnya sejenak. Senyumnya yang dingin terukir di wajahnya, menyiratkan ancaman yang tak terucapkan. "Tidak punya kepentingan?" gumamnya rendah, hampir seperti bisikan. Tubuhnya mulai memancarkan asap hitam pekat yang menggeliat seperti makhluk hidup, menjalar liar di udara. "Apa maksud kalian dengan aku tidak memiliki kepentingan? Aku adalah presiden sekarang! Presiden yang menggantikan pemimpin kalian yang ... telah mati."Dengan gerakan singkat, asap hitam itu melesat cepat, mencengkeram leher para penjaga, mengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 88

    Sulistyo terus mengusap wajah Aisyah yang terluka dengan lembut, tangannya yang dingin terasa kontras dengan panasnya rasa sakit di kulit Aisyah. Matanya menatap langsung ke dalam mata Aisyah, sorotnya tampak penuh kelembutan yang bertolak belakang dengan semua yang baru saja terjadi. "Aku minta maaf...." katanya pelan, suaranya nyaris berbisik.Aisyah membeku. Kepalanya sedikit miring, matanya menatap Sulistyo dengan penuh ketidakpercayaan. Kata-kata itu, dari mulut seorang seperti Sulistyo, terdengar mustahil, hampir seperti ilusi. Dia ingin menjawab, tetapi tenggorokannya seperti tersumbat, seolah kata-kata yang ingin dia ucapkan tertelan bersama kejutannya."Kenapa diam, sayang?" Sulistyo melanjutkan, tangannya sekarang bergerak mengusap lembut kepala Aisyah, seperti seorang kekasih yang menenangkan pasangannya. Perlahan, jemarinya menyentuh hijab merah muda yang menutupi kepala Aisyah, lalu menariknya dengan gerakan pelan tetapi tegas. Hijab itu meluncur ke la

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 89

    Sulistyo mengusap wajah Aisyah dengan lembut, jemarinya menyentuh setiap luka yang menghiasi pipi perempuan itu seolah menorehkan kasih sayang yang palsu, namun begitu meyakinkan. Dia mengoleskan obat dengan gerakan perlahan, seperti seorang pria yang benar-benar peduli pada wanita di hadapannya. Senyum tipisnya merekah, penuh pesona beracun. Aisyah hanya diam, menerima sentuhan-sentuhan itu dengan enggan, tetapi tidak melawan. Tubuhnya kaku, matanya kosong, terperangkap dalam kebisuan yang menyesakkan.“Kamu pasti penasaran,” suara Sulistyo memecah kesunyian yang melingkupi mereka. Suaranya rendah, seolah rahasia besar sedang menanti untuk diungkapkan.Aisyah mendongak perlahan. Sorot matanya yang penuh kebencian masih membara, tetapi ada sedikit kilatan rasa ingin tahu yang tak bisa ia sembunyikan.“Soal kenapa aku bisa mendapatkan kekuatan ini,” Sulistyo berbisik, memiringkan kepalanya, senyumannya semakin dalam, seakan menikmati setiap detik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 90

    Aisyah membulatkan matanya, merasa ngeri, syok, dan tak mampu percaya pada kata-kata yang meluncur dari bibir Sulistyo. Otaknya bekerja keras, berputar dengan kecepatan penuh, berusaha mencerna setiap kalimat yang terdengar seperti dongeng gelap dari novel fantasi.Namun, sekeras apa pun dirinya mencoba menerima logika di balik cerita itu, kenyataan yang Sulistyo paparkan tetap terasa terlalu asing dan mustahil."Ini tidak mungkin..,." pikirnya, napasnya memburu, matanya yang besar penuh ketakutan memantulkan bayangan pria di hadapannya.Sulistyo menatap Aisyah dengan seringai lebar. Kekehannya yang pelan terdengar seperti suara setan yang menikmati penderitaan korbannya. "Ekspresimu...," bisiknya dengan nada manis yang beracun. "Sungguh menggemaskan."Dengan gerakan yang membuat darah Aisyah berdesir penuh jijik, Sulistyo mendekatkan wajahnya dan mengisap pipinya perlahan. Mata hitamnya menatap langsung ke dalam matanya, memancarkan kesan dominas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 91

    Sulistyo menatap wajah Aisyah yang pucat dengan mata penuh gairah yang salah arah. Tangannya yang kasar namun lembut dalam gerakan penuh kepemilikan, mengusap bibir istrinya perlahan, jari-jarinya menyentuh kehangatan yang ia klaim sebagai miliknya sendiri. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Ini lebih cantik," bisiknya, seakan setiap kata adalah duri manis yang menusuk jiwa."Dan sekarang…." Sulistyo meraih biskuit di atas nampan dengan gerakan penuh kontrol, lalu mengarahkannya ke mulut Aisyah. "Makanlah camilan ini."Aisyah tidak bergerak. Matanya terpaku pada biskuit di hadapannya seperti benda itu bisa berubah menjadi racun atau perangkap mematikan kapan saja. Kecurigaan melilit pikirannya. Apakah ada racun di dalamnya? Ataukah sesuatu yang jauh lebih kejam—afrodisiak, obat penenang, atau zat lain yang akan memperburuk keadaannya?Sulistyo memperhatikan kebisuan Aisyah. Melihat ketakutan yang terpancar dari matanya, ia tertawa kecil, s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 92

    Matahari mulai menyibak cakrawala, cahayanya yang lembut menelusup melalui celah-celah tirai kamar, menyapu wajah Aisyah yang tertidur lelap. Bekas air mata masih membekas di pipinya yang pucat, dan helai-helai rambut hitam panjangnya berantakan, seperti pantulan dari badai yang berkecamuk di hatinya sepanjang malam. Sulistyo berdiri di sisi ranjang, menatapnya dengan intensitas yang memancar seperti api diam-diam. Dengan gerakan lembut tapi mengandung kepemilikan mutlak, dia menyisir rambut Aisyah menggunakan jemarinya, merasakan kelembutannya yang seolah berbisik kepadanya, mengingatkannya bahwa dia memegang kendali penuh atas setiap tarikan napas gadis itu."Tidurlah yang nyenyak, sayang," bisiknya pelan, suaranya mengalir penuh kesyahduan yang licik. Dia menunduk, mengecup rambut Aisyah dengan kelembutan yang berbahaya. "Aku akan menjagamu."Dia berdiri tegak kembali, matanya sejenak memandang wajah istrinya, lalu berbalik dan berjalan keluar dengan l

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 93

    Asap hitam mengepul dari tubuh Sulistyo, merayap seperti ular licik di sekeliling ruangan, menciptakan hawa mencekam yang membuat napas Aisyah tercekat. Mata hitam pria itu memandang lekat padanya, menyala dengan kekejian yang hanya ia sendiri yang tahu bagaimana cara menikmatinya."Aisyah," ucap Sulistyo pelan, suara lembut yang mengandung ancaman di setiap hurufnya, "kau ingin hadiah dulu, atau ... Hukuman dulu?"Aisyah mencoba membuka mulut, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan yang serasa dicekik oleh rasa takut. "A-aku...."Tiba-tiba, teriakan memecah kesunyian. "Aisyah!" Mustofa menggeliat di lantai, menyeret tubuhnya yang terikat dengan kedua kaki yang gemetar penuh amarah. "Aku adalah ayahmu! Cepat lepaskan aku kalau kau tidak ingin menjadi anak durhaka!"Aisyah menggertakkan gigi, wajahnya memucat. "Eksekusi saja dia!" teriaknya dengan suara yang bergetar, matanya memancarkan kebencian yang membakar. "Tapi ... Lepaskan Pak Rayhan! Di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 150

    Sulistyo melangkah masuk ke kamar dengan wajah penuh percaya diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aisyah duduk meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya tersembunyi di balik bantal yang ia tekan erat-erat ke kepalanya, seolah mencoba memblokir sesuatu yang tak terlihat. Sesekali, isakan kecil terdengar dari balik bantal itu. Matanya menyipit, bingung dan sedikit terganggu. Dalam hitungan detik, dia berlari menghampiri Aisyah, lututnya berlutut di samping ranjang. Dengan lembut, tangannya menarik bantal dari wajah istrinya. "Ada apa, sayang? Kenapa menangis?" Wajah Aisyah basah oleh air mata, matanya sembab dan penuh ketakutan. Suaranya bergetar saat ia berbicara. "Dari tadi… Aku terus mendengar suara tembakan dan teriakan orang-orang." Ia menggigit bibir bawahnya, suaranya semakin lirih. "Aku tidak berani melihat ke jendela. Apa yang terjadi di luar sana?" Sulistyo terdiam sejenak, menyusun kata-kata dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara yang mene

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 149

    Sulistyo berdiri angkuh di atas balkon istana negara, tubuhnya dibalut setelan formal yang memancarkan kekuasaan. Matanya menatap ke bawah dengan pandangan tajam penuh kepuasan, seolah dunia ini adalah panggung kecil yang ia kendalikan sepenuhnya. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, namun tak mampu mengusir kehangatan memabukkan dari rasa kemenangan yang memenuhi dirinya."Damai sekali…" gumamnya pelan, tapi penuh arogansi. Sebuah senyum licik mengembang di wajahnya. "Memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang."Ia berbalik, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Namun, saat punggungnya baru saja meninggalkan pandangan dari balkon, suara kerumunan mulai terdengar dari kejauhan. Raungan protes yang membakar udara malam bergema seperti guntur. Sulistyo berhenti di tengah langkah, mendengarkan dengan tenang, lalu kembali ke tepi balkon, kali ini dengan alis sedikit mengernyit.Di bawah sana, gelombang manusia mulai berkumpul di gerbang i

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 148

    Malam itu, suasana di rumah Anisa sangat sunyi. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai jendela di ruang tamu tempat ia duduk sendiri, hanya ditemani oleh cahaya televisi yang menampilkan berita nasional. Adik-adiknya sudah terlelap di ranjang, tubuh kecil mereka bersandar dengan damai, tidak menyadari betapa resah hati kakak mereka.Anisa memeluk lututnya, matanya menatap layar televisi dengan raut penuh kebencian yang ia coba tahan agar tidak meledak. Lagi-lagi, layar kaca itu dipenuhi dengan berita selebriti yang sama sekali tidak penting. Perdebatan soal drama percintaan artis yang dipoles sedemikian rupa memenuhi setiap segmen, menggantikan pemberitaan luar negeri yang sebelumnya sempat membahas kebobrokan sistem pemerintahan di Dwipantara.Pemberitaan itu hanya bertahan sejenak, seperti embun pagi yang menguap sebelum sempat menyentuh tanah. Anisa tahu alasannya. "Tch! Pasti televisi sudah disogok pemerintah lagi!" gumamnya dengan suara pelan, meluapk

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 147

    Keesokan harinya, layar-layar televisi di seluruh penjuru negeri dipenuhi berita yang sama: "GDP Dwipantara Mengalami Penurunan Tajam, Negara Terancam Krisis Ekonomi." Gambar-gambar grafik ekonomi yang menukik tajam ke bawah terpampang jelas, diselingi laporan dari para analis ekonomi lokal dan internasional."Rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan pajak yang melambung tinggi telah melumpuhkan perekonomian nasional," ucap salah satu pembawa berita dengan nada serius. "UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kini bertumbangan satu per satu, tak mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi."Rekaman jalanan yang sepi dari aktivitas jual beli ditampilkan, diikuti visual mall-mall besar yang kosong melompong, dengan hanya segelintir orang yang terlihat berjalan cepat, sekadar untuk membeli kebutuhan pokok."Masyarakat Dwipantara kini bekerja tanpa henti, bagaikan kuda, hanya untuk mengisi perut mereka sendiri," lanjut pembawa berita, suaranya pen

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 146

    Aisyah berbaring di ranjang dengan tubuh yang terasa seolah terkunci. Di sebelahnya, Sulistyo bersandar santai, dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Cahaya dari televisi menerangi kamar yang megah namun terasa sesak bagi Aisyah. Film romantis yang sedang diputar menambah ironi dalam hatinya, karena adegan-adegan penuh cinta itu jauh dari apa yang ia rasakan sekarang."Aku kurang suka film romantis," ucap Aisyah akhirnya, mencoba terdengar selembut mungkin agar tidak memicu amarah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Sulistyo, memasang senyum kecil yang dipaksakan. "Boleh ganti dengan film action atau thriller?" nada manjanya terasa aneh di telinganya sendiri, tetapi ia harus terus memainkan peran ini.Sulistyo menoleh ke arahnya, matanya yang tajam memerhatikan Aisyah seolah sedang membaca pikirannya. Ia terdiam beberapa detik, membuat suasana di antara mereka menjadi tegang. "Tapi, film seperti itu temanya berat," katanya akhirnya, suaranya rendah namun

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 145

    Aisyah duduk di atas ranjangnya yang dingin, memegangi kepala dengan kedua tangannya. Napasnya berat, penuh rasa frustrasi yang sulit ia tahan. Matanya berkaca-kaca saat kata-kata itu akhirnya keluar dari bibirnya dalam bisikan getir. "Bagaimana ini? Aku sudah hamil… Aku benar-benar mengandung anak dari tirani itu."Dengan gemetar, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, kedua tangannya perlahan bergerak mengusap perutnya yang masih rata. Sentuhan itu terasa asing, seperti menghubungkan dirinya dengan sesuatu yang sekaligus membangkitkan cinta sekaligus kebencian. "Aku harus melahirkannya," gumamnya pelan. "Harus tetap melahirkannya, meskipun kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta ayahnya sebagai presiden KKN."Aisyah mendongak, menatap kosong ke langit-langit kamar. "Tapi aku berjanji… sebagai ibunya, aku akan mendidiknya dengan benar. Kalau bisa… aku akan membuatnya menjadi senjata untuk melawan ayahnya sendiri." Matanya menyipit, penuh tekad. Ia menga

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 144

    Sulistyo duduk di tepi ranjang, menatap perut Aisyah yang mulai membesar. Tangannya terulur, dengan lembut mengusap perut itu seolah mencari kehangatan dari kehidupan yang tumbuh di dalamnya."Jika sudah lahir, ingin diberi nama apa bayi kita?" tanyanya dengan suara yang terdengar tenang, namun mata tajamnya tetap memancarkan dominasi.Aisyah menoleh pelan, menatapnya dengan mata yang lelah. Air mukanya penuh kebingungan dan ketidakpastian. "Entahlah…" jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan.Sulistyo tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur di balik sikap Aisyah yang bingung. "Bagaimana dengan nama seperti Kusumo?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.Namun, Aisyah hanya menggeleng pelan. "Kita belum tahu yang lahir adalah anak perempuan atau anak laki-laki."Sejenak, suasana menjadi sunyi. Wajah Sulistyo yang sebelumnya terlihat tenang tiba-tiba menggelap. Matanya menyipit, dan rahangnya mengeras saat dia men

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 143

    Sulistyo memandang Aisyah dengan cemas saat ia menggenggam tubuh istrinya yang terasa lemah di pelukannya. Dalam diam, ia membawa Aisyah menuju kamar mereka. Langkahnya mantap, namun di balik ekspresi dingin yang biasa terpancar, ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Setelah membuka pintu kamar, Sulistyo membaringkan Aisyah di atas ranjang dengan hati-hati, seperti memegang barang paling rapuh di dunia. Pandangannya tidak lepas dari wajah Aisyah yang terlihat pucat, namun tetap memancarkan kelembutan. "Aisyah, apa kau baik-baik saja? Kau tidak merasa sakit hati dengan ucapan ibu kan?"Aisyah, yang tubuhnya masih terasa lelah, hanya menggeleng pelan. Suaranya terdengar kecil, nyaris berbisik. "Tidak masalah, aku sudah biasa."Namun bagi Sulistyo, jawaban itu justru menambah perih di hatinya. Wajahnya mengeras, tetapi jemarinya tetap lembut saat menggenggam tangan Aisyah. "Jangan terlalu dipikirkan!" katanya dengan nada tegas, nyaris seperti perintah. "Ka

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 142

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa terakhir, dan kini Aisyah duduk diam di atas ranjang, tangannya gemetar memegang test pack kecil di tangannya. Dua garis merah mencolok tertera di sana, menandakan sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Kehamilan.Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang, meski ia tak tahu apakah air mata itu lahir dari rasa senang, takut, atau bahkan keputusasaan. Ada kebahagiaan kecil yang menyelinap di sudut hatinya—setidaknya, Sulistyo tidak akan memaksanya lagi untuk segera hamil. Tapi di saat yang sama, ia merasa belenggu di hidupnya kini bertambah erat. Dengan kehamilan ini, kebebasan yang nyaris tak ada sebelumnya kini hilang sepenuhnya.Aisyah cepat-cepat menyembunyikan test pack itu di bawah bantal ketika mendengar langkah kaki mendekat dari luar kamar. Suara langkah itu, meski terdengar tenang, selalu membawa ketegangan di hatinya. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sulistyo yang tersenyum lebar sambil me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status