Share

Bab 53

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 05:06:48

Di sebuah mal megah di Jayakarta, keramaian pecah di tengah aula utama. Orang-orang berdesakan, mengangkat kamera, dan berteriak memanggil nama Nursyid dan Li Shen. Mereka sibuk berebut tanda tangan, hadiah dilemparkan, dan permintaan foto tak henti-henti dilontarkan kepada dua pria itu. Sementara itu, Aisyah duduk di kursi di antara mereka, merasa seperti bagian dari dekorasi yang terlupakan.

Tatapan para penggemar Li Shen dan Nursyid justru terasa seperti duri bagi Aisyah. Mereka memandangnya dengan sinis, penuh cemburu. "Ini serius? Aku tidak punya penggemar sama sekali?" pikirnya, menahan rasa bosan yang makin membebani.

Di tengah kebisingan, Rayhan mendekat dengan tenang, berbisik di sisi Aisyah. "Nona, apa nona baik-baik saja?"

Aisyah memandang Rayhan dengan ekspresi datar, tak lagi peduli dengan kesopanannya. "Tidak... Aku tidak baik-baik saja. Tolong, aku sangat bosan." Suaranya nyaris terdengar merajuk. "Aku kira aku akan punya banyak penggemar di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 54

    Sulistyo duduk diam di ruang keluarga yang terasa hampa. Matanya terpaku pada layar TV besar di depannya, menampilkan siaran langsung yang memperlihatkan Aisyah berdiri anggun di tengah panggung. Di sisi kanan dan kirinya, ada Li Shen, bintang tamu terkenal dari luar negeri, serta Nursyid, pemilik sekaligus brand ambassador LightGlow Cosmetics. Mereka tampak bersinar, berbicara dengan penuh percaya diri, sementara Aisyah terlihat memukau dengan senyuman manisnya.Di tangan Sulistyo, ponselnya menyala, menampilkan video iklan tur keliling dunia Aisyah. Dalam video itu, Aisyah melakukan berbagai pose romantis bersama beberapa artis luar negeri, termasuk Li Shen. Gambar-gambar itu mengaduk-aduk perasaan di dada Sulistyo—campuran amarah, cemburu, dan rasa sakit yang tak bisa ia jelaskan."Aisyah," gumamnya pelan dengan nada penuh kepedihan. "Kau mudah sekali akrab dengan pria-pria di luar sana. Tapi kenapa begitu sulit didekati olehku? Padahal aku adalah suamimu."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 55

    Aisyah membuka pintu kamarnya dengan langkah pelan. Pandangannya langsung tertuju pada meja yang dihiasi sebuket bunga mawar merah besar, berpadu dengan lembaran uang seratus ribu yang melingkar rapi di dalam buket. Warna merah uang itu menyala di bawah lampu kamar, mencolok dan tak bisa diabaikan.Mata Aisyah membulat, bingung sekaligus terkejut. Ia berdiri terpaku di ambang pintu. "Apa-apaan ini?" bisiknya lirih.Tiba-tiba, suara pintu kamar mandi terbuka. Sulistyo melangkah keluar dengan setelan jas hitam yang rapi. Rambutnya masih sedikit basah, mengisyaratkan bahwa dia baru saja selesai mandi. Dia menatap Aisyah dengan senyum kecil yang hampir tak terbaca."Aisyah, sudah pulang?" tanyanya dengan nada santai, meskipun sorot matanya menyimpan sesuatu yang sulit ditebak.Aisyah hanya mengangguk pelan. "Sudah, lalu?" jawabnya datar, suaranya dingin.Sulistyo mendekatinya dengan langkah perlahan. Tangannya terangkat, menyentuh dagu Aisyah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 56

    Matahari pagi mulai menyusup melalui celah tirai, menghangatkan kamar Sulistyo yang remang-remang. Sinar itu jatuh tepat di wajahnya, memaksanya terbangun. Dengan enggan, ia mengangkat tubuhnya, satu tangan mengusap matanya yang masih berat karena kantuk. Suara nyaring dari ponsel di meja samping tempat tidur mengusik keheningan. Sulistyo meraih ponselnya, melihat nama ibunya, Ratri, terpampang di layar. Dengan helaan napas, dia menggeser layar untuk menerima panggilan itu, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. "Ibu, ada apa menelepon pagi-pagi begini?" tanyanya dengan suara serak, mencerminkan betapa malasnya ia diganggu di waktu seperti ini. "Nak, kau masih ingat Citra, putri gubernur Suryaloka itu?" suara ibunya terdengar ceria di seberang, seakan pagi ini bukan waktu yang salah untuk membawa kabar besar. Sulistyo mengerutkan kening, tubuhnya yang tadinya bersandar kini condong ke depan. "Kenapa? Apa dia berubah pikiran dan ingin meni

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 57

    Aisyah berjalan perlahan menuju dapur, niatnya hanya ingin mengisi energi setelah menghabiskan pagi di perpustakaan bersama Mahendra. Mereka membahas ekonomi dan kebijakan moneter hingga Mahendra harus berangkat ke Bank Sentral pukul delapan pagi. Langkah Aisyah terhenti ketika samar-samar terdengar percakapan dari ruang tamu. Ia menoleh ke arah suara itu, lalu mengintip melalui celah pintu.Sulistyo duduk bersama kedua orang tuanya, Ratri dan mantan presiden, ditemani seorang gadis muda yang tak bisa diabaikan pesonanya. Gadis itu mengenakan pakaian tradisional Dwipantara yang sempurna membingkai keanggunannya. Aisyah menyipitkan mata, rasa ingin tahunya terpicu meski ia tahu dirinya tak seharusnya peduli."Siapa lagi wanita itu?" gumam Aisyah dalam hati. Ia mencoba mendengar lebih jelas, menajamkan pendengarannya."Jadi, Nak, bagaimana? Kau pasti setuju menikah dengan Anindya, kan?" tanya Ratri dengan semangat menggebu, suaranya penuh harapan.A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 58

    Aisyah duduk di sudut perpustakaan, dikelilingi deretan buku tebal. Tangannya dengan tenang membolak-balik halaman buku yang sedang dibacanya, sementara musik lembut mengalun melalui earphone bluetooth yang terpasang di telinganya. Suasana terasa damai, seolah dunia luar tidak berpengaruh pada ketenangan yang ia ciptakan sendiri.Namun, kedamaian itu segera terganggu oleh langkah-langkah tergesa-gesa yang mendekat. Mila dan Misa, pelayan yang sudah seperti teman baginya, masuk dengan napas tersengal-sengal."Nona!" panggil mereka bersamaan, wajah mereka menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.Aisyah melepas earphone dengan perlahan, menatap mereka dengan ekspresi datar. "Ada apa?" tanyanya santai, seolah tidak ingin terburu-buru menghadapi apapun masalah yang dibawa kedua pelayan itu."Apa Nona belum mengetahuinya?" Mila membuka pembicaraan, namun sebelum ia melanjutkan, Misa menyambung dengan nada lebih panik."Tuan Sulistyo... Dia..."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 59

    Seminggu kemudian, suasana di lokasi shooting dipenuhi antisipasi. Semua mata tertuju pada dua sosok wanita yang berdiri di tengah panggung. Anindya, dengan anggun mengenakan gaun tradisional, tampak memukau seperti seorang bangsawan sejati. Sementara itu, Aisyah mengenakan pakaian modern yang kasual, berdiri dengan sikap santai namun penuh percaya diri."Baiklah," Nursyid, sang sutradara, membuka briefing dengan suara lantang, "Kalian berdua akan memainkan peran dalam konsep modern versus tradisional. Ceritanya, kalian adalah dua wanita yang terjebak dalam dunia yang berbeda. Satu menjadi permaisuri kerajaan Dwipantara yang anggun, dan satu lagi adalah gadis modern yang bertransmigrasi ke tubuh seorang selir. Jadi, siapa yang akan menjadi permaisuri dan siapa yang akan menjadi selir?"Anindya melirik Aisyah dengan pandangan penuh arti. Di dalam hatinya, ia merasa tidak ada kompetisi di sini—tentu saja ia lebih cocok menjadi permaisuri. "Aku adalah calon permaisuri

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 60

    Panggung mulai dipersiapkan dengan detail. Sebuah ranjang besar dengan seprai yang terlihat sedikit berantakan menjadi pusat perhatian, di sekelilingnya terdapat bantal-bantal berserakan, serta meja kecil yang dipenuhi berbagai camilan. Cahaya lampu redup menciptakan suasana kamar yang nyaman, namun sekaligus penuh kekacauan."Baiklah," ucap Nursyid dengan nada tegas namun bersemangat, menatap seluruh kru dan pemeran. "Adegan pertama akan berlangsung di kamar selir!"Lampu sorot perlahan menyala, menyoroti Aisyah yang sudah berada di atas panggung. Dengan santai, ia berbaring di atas ranjang, mengambil beberapa camilan, dan memakannya dengan ekspresi bosan. Aktingnya sebagai seorang gadis modern yang terjebak dalam tubuh selir tampak begitu alami dan meyakinkan."Dunia macam apa ini?" keluh Aisyah, sambil menggigit camilan. "Tidak ada AC, tidak ada ponsel, dan tidak ada Wi-Fi. Membosankan sekali!" Ia mendengus, melempar bantal ke udara.Namun, sua

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 61

    Setelah akting yang melelahkan di acara yang diselenggarakan Nursyid untuk mempromosikan produk LighGlow cosmetics, Anindya akhirnya kembali ke kamarnya. Ia menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk, tetapi rasa lelah fisik tidak mampu meredam kegelisahan dan amarah yang berkecamuk di dalam hatinya. Tatapan matanya kosong menatap langit-langit, sementara suara hatinya terus bergemuruh."Anak itu benar-benar meresahkan!" gumam Anindya dengan nada geram, tangannya mengepal kuat hingga kuku-kukunya hampir menembus telapak tangannya. "Dia membantai habis-habisan peranku! Apa yang dia pikirkan, mempermalukan aku seperti itu?"Rasa frustasi membuatnya bangkit dengan kasar dari ranjang. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping, berharap menemukan pelipur lara di antara komentar-komentar para penggemarnya di media sosial. Dengan cepat, ia membuka aplikasi favoritnya, dan benar saja—kolom komentarnya dipenuhi pujian."Kak Anindya sangat keren! Meskipun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 135

    Malam mulai merayap ketika Aisyah dan Sulistyo kembali ke istana negara setelah kunjungan panjang ke rumah sakit. Langit kelam membayangi bangunan megah itu, dan suara gemuruh jauh dari aksi demonstrasi yang terus berlangsung, terasa seperti ancaman yang tak pernah benar-benar pergi.Mereka melangkah masuk ke kamar utama. Sulistyo melempar jasnya ke kursi dan duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke depan, pikirannya seolah terperangkap dalam sesuatu yang tak terlihat. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan."Duduklah." Suaranya terdengar datar, namun perintah itu penuh kuasa, membuat Aisyah tanpa sadar menuruti dengan patuh. Ia duduk di samping suaminya, tangannya mengepal erat di atas pangkuannya, sementara perasaan tertekan membungkus tubuhnya seperti rantai yang tak terlihat.Sulistyo memutar tubuhnya sedikit, jemarinya yang besar dan dingin menyentuh kepala Aisyah, mengusapnya dengan sentuhan yang tampak lembut namun penuh pe

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 134

    Pintu kamar terbuka perlahan, engselnya berderit seperti jeritan pelan yang menyeruak ke dalam keheningan. Sulistyo melangkah masuk dengan langkah tenang namun penuh kekuasaan, bayangannya yang panjang melintasi dinding seperti sosok kegelapan yang merayap mendekati mangsanya. Aisyah, yang sebelumnya tengah memegang ponselnya dengan tangan gemetar, dengan cepat menyembunyikan perangkat itu di bawah bantal dan membaringkan diri di ranjang. Matanya terpejam rapat, napasnya ditahan, seolah tidur adalah satu-satunya pelindung dari bencana yang berdiri di ambang pintu.Sulistyo mendekat, duduk di tepi ranjang, dan tangannya yang dingin terulur, mengusap rambut Aisyah dengan gerakan yang, di permukaan, tampak penuh kasih. Namun sentuhan itu bagaikan rantai besi yang melilit leher, menahan kebebasannya."Apa kau sudah memeriksanya?" Suaranya rendah, penuh tekanan yang terpendam. Setiap kata menembus jantung seperti pisau kecil yang perlahan menusuk. "Apa kau sudah hamil?"

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 133

    Komentar-komentar di komunitas media sosial terus bergulir tanpa henti seperti arus sungai yang liar, semakin deras dan panas seiring dengan berlalunya siang. Aisyah terbaring diam di tempat tidur, cahaya ponsel memantul di wajahnya yang pucat. Jemarinya menggulir layar, matanya terpaku pada setiap kata yang muncul—setiap kalimat adalah ledakan kecil yang menghantam jiwanya, mengoyak rasa tenang yang berusaha ia pertahankan.“Tapi kau lihat sendiri apa yang terjadi pada orang-orang yang menentang Sulistyo, kan? Orang-orang sekelas Nursyid saja terancam bangkrut karena berani melawannya. Apalagi orang kecil seperti kita-kita ini?”Aisyah menelan ludah, telinganya seakan mendengar gema ketakutan yang diucapkan oleh pengguna anonim di layar.“Itu benar! Apa yang bisa kita lakukan? Lihat saja para pendemo kemarin! Dua orang mati, dan jika Sulistyo tidak berbelas kasihan, mungkin lebih banyak lagi yang akan tumbang!”“Berbelas kasihan?” pikir Aisyah de

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 132

    Kolom komentar di media sosial yang selama ini menjadi arena bagi suara-suara terpendam kini dipenuhi gelombang kesedihan dan kemarahan. Ratusan pesan memenuhi layar, membentuk aliran panjang yang tak henti-hentinya bergerak, mencerminkan hati dan pikiran rakyat yang mendidih."Itu sangat mengerikan!""Benar juga, Aisyah ke mana ya? Dia sudah tidak terlihat lagi di TV atau media sosial mana pun."Setiap pesan seolah-olah menjadi sumbu yang membakar api kepedihan dan kepedulian. Mereka berbicara satu sama lain, menggema dengan rasa ingin tahu yang berbalut kecemasan."Pertanyaan bodoh! Pastinya dia sudah ditahan Sulistyo karena hampir membuatnya dihukum mati.""Aisyah yang malang… Dia hanya ingin membuka mata rakyat, menunjukkan keburukan Sulistyo. Tapi apa daya? Lawannya adalah monster yang menguasai segalanya."Nama Aisyah disebut-sebut dengan penuh kasih dan simpati, seakan-akan dia adalah simbol perjuangan yang terlupakan namu

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 131

    Aisyah terbangun dari tidur siangnya dengan hati yang gelisah. Udara dalam kamar terasa berat, seolah sesak oleh rahasia dan ketakutan yang tak terlihat. Tangannya terjulur meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Dengan jantung yang berdetak cepat, ia membuka layar dan langsung menelusuri beranda media sosial yang dipenuhi berita dan komentar panas tentang Sulistyo.Berita utama yang terpampang di layar membuat matanya melebar. “Tragedi Berdarah: Dua Mahasiswa Gugur di Tangan Presiden Sulistyo.” Setiap kata terasa seperti pukulan keras yang menghantam dadanya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosi yang berkecamuk, meski jauh di lubuk hati, ia sudah tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi.Komentar-komentar dari netizen mengalir deras seperti arus sungai yang tak terbendung, penuh dengan kemarahan dan ketakutan:“Sulistyo benar-benar mengerikan! Dia membunuh dua orang mahasiswa!”“Apa dia sungguh manusia? Dia lebih seperti monste

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 130

    Meja makan di aula megah itu dipenuhi makanan mewah, setiap piring tersaji dengan detail sempurna. Para pelayan bergerak seperti bayangan, menyajikan hidangan dengan penuh kehormatan. Di sekitar mereka, pejabat tinggi dan orang-orang berpengaruh bercakap-cakap, membicarakan nasib rakyat yang bagi mereka hanyalah angka-angka di atas kertas.Aisyah duduk dengan tenang di sisi Sulistyo, matanya memandang lurus ke depan, tapi pikirannya melayang jauh dari hiruk-pikuk. Orang-orang berlalu-lalang, wajah-wajah yang penuh tipu daya dan senyum palsu yang memuja kekuasaan. Sesekali ia menangkap mata yang menatapnya dengan iri, wajah-wajah wanita yang ingin berada di posisinya. Mereka tidak tahu. Mereka hanya melihat kemewahan dan kemuliaan, bukan rantai tak terlihat yang membelenggu jiwa.Sulistyo menoleh, menatap Aisyah dengan senyum yang tampak hangat, meski ada sesuatu yang dingin dan menguasai di balik matanya. Tangannya terulur, menyibakkan rambut Aisyah dengan lembut,

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 129

    Sulistyo berdiri di tengah tempat yang dipenuhi teriakan dan jeritan mahasiswa. Tangannya terangkat perlahan, dan dari telapak tangannya, asap hitam mulai merayap keluar, bergerak dengan kehendak yang menyerupai makhluk hidup. Asap itu menyelubungi pintu-pintu dan jendela, menutup semua jalur keluar. Suasana yang sudah mencekam berubah menjadi horor murni."Cepat keluar!" teriaknya, suaranya bergema seperti guruh di langit malam. Mata gelapnya bersinar penuh kebencian. "Jangan membuatku berubah pikiran!"Dengan satu gerakan tegas, asap hitam itu surut, membuka jalan bagi para mahasiswa yang sudah pucat pasi. Mereka berlarian, berhamburan keluar seperti kawanan domba yang diterkam serigala. Tangisan dan teriakan ketakutan mereka menggema, menyayat udara malam yang dingin. Beberapa jatuh tersungkur, sementara yang lain mendorong tanpa ampun demi menyelamatkan nyawa sendiri.Di luar, kamera-kamera televisi tetap menyala, menangkap setiap momen dengan sempurna

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 128

    Setelah prosesi pelantikan Sulistyo sebagai presiden dan Prasetya sebagai wakil presiden usai, gemuruh tepuk tangan memenuhi istana. Suara riuh itu memantul di dinding-dinding megah, membentuk simfoni kepalsuan yang memekakkan telinga. Para pejabat, tamu undangan, dan tokoh-tokoh penting berdiri dengan senyum penuh sanjungan, meski sebagian besar dari mereka menelan ketakutan yang tak mampu disembunyikan di balik topeng mereka.Di luar gerbang istana, barisan mahasiswa yang dulunya berdiri tegak dengan semangat perjuangan kini tertunduk lesu. Mata mereka kosong, menyimpan trauma dari kekejaman yang baru saja mereka saksikan. Dua dari mereka telah tergeletak tak bernyawa—korban terbaru dari tangan besi Sulistyo, presiden yang kini memegang kendali penuh atas kehidupan mereka. Suara perlawanan yang dulu membakar, kini sirna. Yang tersisa hanya rasa takut yang menggerogoti jiwa.Sulistyo menatap mereka. Senyum puas terpampang di wajahnya, sebuah senyuman yang lebih me

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 127

    Di tengah kemegahan istana yang dipenuhi sorotan kamera dan kilauan lampu, Sulistyo berdiri dengan tegak di atas podium. Senyum liciknya terukir sempurna, menampilkan gigi-gigi yang seolah siap menerkam siapa saja. Suaranya menggema, mengisi setiap sudut dengan nada kemenangan yang menusuk hati."Hadirin sekalian… Kali ini kita kedatangan tamu yang sangat penting. Sekumpulan anak-anak mahasiswa. Calon-calon pemimpin negara ini di masa depan," katanya, suaranya tegas namun sarat dengan penghinaan terselubung. "Oleh karena itu, mari kita dengarkan pidato dari presiden kalian yang baru dengan saksama!"Dia mengangkat tangannya seolah memerintah dunia untuk tunduk di bawah kakinya. Sorak-sorai dari beberapa orang bayaran bergema, menciptakan ilusi bahwa Sulistyo benar-benar dihormati.Di barisan belakang, Ratri menyaksikan dengan tubuh gemetar. Matanya membelalak, ekspresinya penuh campuran antara ngeri dan tidak percaya. "Sulistyo…" bisiknya, suaranya bergeta

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status