Memasuki halaman rumah Kyai Sobri, yang bersebelahan dengan pondok pesantren miliknya, memberikan ketenangan tersendiri bagi Yusnanto. Rumah sang kyai yang berhalaman cukup luas, dengan berbagai macam pohon buah-buahan, dari pohon rambutan, mangga, sawo, alpukat, yang mengelilingi rumah Kyai Sobri. Yusnanto serasa sedang ada di perkebunan jika sedang berkunjung ke rumah Ajengan.Pedesaan dengan cuacanya yang sejuk ini, diapit dengan pegunungan dan perbukitan, bahkan jika pendatang baru berkunjung ke desa ini, maka rutinitas mandi adalah hal yang paling menakutkan, karena airnya yang terasa dingin, ditambah lagi dengan cuacanya. Mandi di waktu siang pun, udara yang terkena seluruh tubuh masih terasa dingin, karena memang berasal dari udara pegunungan. Andai tidak bekerja keras, sulit buat di kampung ini."Assalamualaikum, Kyai," sapa Yusnanto, sewaktu-waktu sampai di teras rumah Kyai Sobri."Waalaikum salam, masuk, Yus," jawab salam Kyai Sobri, dari dalam rumahnya.Ruang tamu Kyai Sobr
Pak Nanang benar-benar di buat gelisah, sampai jam 10 malam ini, Yusnanto belum juga pulang ke rumah kontrakannya. Biasanya setiap selesai berdagang, sembari menjaga surau, disempatkannya dulu untuk berbincang dengannya di rumah. Sudah di-cek oleh putra bungsunya ke rumah Yusnanto, tetapi pria itu belum ada di rumah, di telepon lewat handphonenya pun tidak tersambung.Pak Nanang, dengan ditemani putra bungsunya yang berusia 15 tahunan, berinisiatif untuk melihat keberadaan Yusnanto di surau. Dengan masing-masing membawa payung, dan senter, pelan-pelan mereka menerobos gerimis di kegelapan malam sisi bukit. Dari arah sisi jalan, sudah terlihat oleh Pak Nanang dan putranya, jika lampu dalam surau sudah dimatikan, pintu dan jendelanya pun sudah tertutup rapat, keberadaan Yusnanto pun tidak dia lihat di situ.Kecurigaannya beralih kepada sebuah mobil yang berhenti, tetapi dengan lampu sorot yang masih terus menyala. Pak Nanang dan putranya pelan-pelan menghampiri kendaraan tersebut, tidak
Sebagian warga sudah mulai menyebar, tim yang turun ke bawah jurang di pimpin oleh Ustaz Sapri, salah seorang pengajar di pesantren milik Kyai Sobri. Kyai sendiri, bersama Pak Nanang mulai memeriksa kondisi mobil yang belum diketahui siapa dan di mana pemiliknya. Namun yang pasti jika pemilik mobil ini bukanlah orang yang sembarangan, mengingat jika harga pembelian kendaraan mewah ini bisa mencapai miliaran. Kyai Sobri mulai memeriksa isi dalam mobil dari pintu kemudi, ditemukan dua buah handphone berkelas, laptop, tetapi tidak diketemukan satu pun tanda pengenal, dengan disaksikan Pak Nanang dan dua orang warga, Kyai Sobri menyimpan dahulu barang-barang berharga tersebut, termasuk kunci kontak mobil mewah tersebut, dan memutuskan untuk tidak menghubungi dahulu nama-nama yang tersimpan di dalam handphone sang pemilik kendaraan tersebut, sebelum mereka mendapatkan kejelasan, di mana pemilik mobil itu berada.Ustaz Sapri dengan ditemani sekitar sembilan orang santri mulai menyisir dasa
"Ayahmu sudah sampai di mana, Ra?" tanya Asmah, setelah beberapa saat Amira memutuskan hubungan pembicaraan dengan Darmawan. "Masih di jalan menuju puncak, As. Ayah bilang ingin menginap di villa-nya yang di sana, besok pagi-pagi baru balik ke Jakarta," jawab Amira dari depan pintu kamarnya. Lantas berjalan mendekati Asmah, duduk di lantai beralaskan karpet tebal, tepat di samping Asmah. Sementara Hanum masih sibuk dengan laptopnya. Perempuan baik itu masih sibuk mengcounter/memberikan sanggahan, menyangkut berita-berita yang menyudutkan tentang status kebersihan di restoran cepat saji milik Darmawan di media sosial, bahwa itu semua adalah rekayasa. Perbuatan jahat yang dilakukan oleh Handoko Sasmita dan sebagian besar keluarga besarnya. Karena sudah termakan hasutan, padahal mereka sendiri tidak mengetahui duduk masalah yang sebenarnya itu seperti apa.Darmawan sendiri sebenarnya tidak pernah meminta secara langsung kepada Hanum untuk membantunya. Akan tetapi Hanum merasa berkewajib
Hanum dan Asmah segera berlari ke arah Amira, tubuh Amira tergeletak pingsan di karpet lantai, sehabis menelpon ayahnya.Amira, bangun, Ra!" kepanikan benar-benar menguasai Hanum dan Asmah.Hanum segera meletakkan kepala Amira di atas pangkuannya."Asmah, tolong mintakan minyak kayu putih sama Baik Sumi!" Sembari Hanum menepuk-nepuk pelan pipi Amira. Sementara itu Asmah langsung berlari memanggil Bik Sumi."Ra? Amira? Bangun sayang," ucap Hanum pelan, sembari terus menepuk-nepuk pipi Amira, hatinya benar-benar dihinggapi rasa khawatir. Bukan hanya tentang pingsannya Amira, tetapi yang membuatnya semakin panik, apa yang terjadi dengan Darmawan? Kenapa Amira langsung terjatuh pingsan setelah menelepon ayahnya.'Ya, Allah, ada apa ini, semoga semuanya baik-baik saja ya, Allah' doanya dalam hati.Tidak beberapa lama, Bik Sumi pun datang bersama Asmah. Si bibik pun terlihat panik dan ketakutan. Asmah segera menyerahkan sebotol minyak kayu putih kepada Hanum."Ra? Bangun, Ra?" pinta Asmah, b
Hanum dan Asmah sangat terkejut, lantas berlari cepat ke arah Amira yang sudah tergeletak di lantai. Handphone yang digenggam terlepas dari genggaman tangannya.Hanum dan Asmah bahkan sampai berteriak panik, karena tidak menyangka Amira terjatuh di lantai dan langsung pingsan."Asmah, cepat minta minyak kayu putih sama Bik Sumi," pinta Hanum gegas. Tanpa menjawab lagi, Asmah langsung lari untuk mencari si bibik."Ra, Amira, bangun sayang," ucap Hanum pelan, sembari menepuk-nepuk pipi Amira. Akan tetapi, Amira tidak meresponnya. Diletakkan kepala Amira di atas pangkuannya, sembari terus berusaha menyadarkannya.Tidak beberapa lama, Asmah datang terlebih dahulu dengan membawa minyak kayu putih, diikuti Bik Sumi di belakangnya yang membawa sebotol air. Asmah lantas memberikan minyak kayu putih itu kepada Hanum.Diusapkan didekat Indra penciuman Amira, sembari terus menepuk pipi gadis muda tersebut."Ra, bangun sayang."Tidak beberapa lama Amira mengerjap tersadar, dan langsung memeluk Ha
"Nama aslinya saya tidak tahu, tetapi warga kami biasa memanggilnya, Anto," jelas Kyai Sobri. Pak Nanang yang paling tahu latar belakang Yusnanto pun diam saja, dia pikir tidak perlu juga diceritakan dengan orang asing tentang masa lalu Yusnanto."Bukan asli warga sini, tetapi orangnya baik. Banyak membantu warga kami, dengan membeli buah di pohon-pohon milik penduduk dengan harga yang di atas wajar, dan Alhamdulillah, lapak buahnya yang dekat tempat kejadian perkara selalu ramai pembeli," ujar Kyai Sobri."Jadi sebenarnya kecil kemungkinan, jika sahabat saya berkelahi dengan orang yang bernama Anto ini ya, pak kyai?" tanya Dimas."Benar, sepertinya memang saudara Darmawan yang diincar, lantas Anto ini datang berniat untuk membantu, karena ditemukan luka tikam pada pinggang belakangnya," jelas Kyai Sobri."Anto ini, walaupun lelaki, tetapi sifatnya lembut, bahasanya pun sopan, sepertinya tidak mungkin jika sengaja mencari-cari perkara dengan orang yang tidak dia kenal." Pak Nanang sek
Hanum tertegun, dia seperti tidak yakin dengan apa yang dilihatnya, semakin dia mendekati sosok yang terbaring koma tersebut, sama seperti Darmawan, wajah dan tubuhnya ada beberapa alat bantu."Benar, ini Mas Yusnanto," ucapnya pelan, Pak Nanang yang berdiri tepat di samping Hanum pun ikut angkat bicara.Fusv"Benar, Mbak, nama aslinya memang Yusnanto," jelas Pak Nanang."Mbak Hanum kenal?" tanya Kyai Sobri."Di-dia saudara saya, pak kyai, ibu kandungnya pun ada ikut bersama kami." Hanum menangis, bisa bertemu walau dalam keadaan yang sebenarnya tidak dia inginkan."Subhanallah," ucap Kyai Sobri, mengucap kebesaran Tuhan, akan sesuatu yang tidak terduga yang telah terjadi.Dimas yang sedikit banyak tahu permasalahannya dan pernah mendengar tentang nama Yusnanto, benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang disaksikannya.Pria bernama Yusnanto ini yang sudah menyelamatkan Amira, dan sekarang dia pun berkorban nyawa dengan menyelamatkan Darmawan."Apa lebih baik saya beritahu ibu ka
Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud
Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet
Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk
HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita
"Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."
Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg
Pagi hari, rumah besar nan megah ini terlihat lenggang, suasana terlihat sunyi dan sepi, yang biasanya ramai di ruang makan keluarga, untuk menikmati sarapan, kini terlihat tidak ada siapapun di situ.Tante Sonya yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepagi ini perutnya sudah terasa lapar, lalu berniat ke dapur untuk mencari makanan di sana.Ibu tiri dari Darmawan itu, sudah berbulan-bulan tidak lagi diperbolehkan Darmawan untuk keluar dari rumah megah ini, dan juga tidak boleh memegang handphone, karena kewaspadaan Darmawan atas keselamatan putrinya Amira. Kedekatan antara Tante Sonya dan Mami Merry yang menjadi masalahnya. Darmawan menaruh curiga bahwa Tante Sonya adalah orang di balik rencana penculikan Amira dan pemukulan terhadap dirinya di daerah sekitar Musium Fatahillah.Sesampainya di dapur, yang berdekatan dengan ruang makan keluarga pun keadaannya juga sama, Sepi. Tidak terlihat beberapa anggota keluarga penghuni rumah indah ini.Sesaat, salah satu kaki tangannya dahulu,
"Bangun ya, Om. Bik Sumi juga ada bersama Amira sekarang, rindu dengan Om, yang kuat yah, Om, terus berjuang bersama ayah." Amira mulai tersedu, begitupun dengan Asmah. Dia dan Amira sangat tahu, jika Yusnanto ini baik terhadap mereka semua saat berada di penampungan, tidak pernah bersikap ataupun berlaku kasar. Banyak mengajari mereka tentang dunia luar, menulis, ataupun membaca.Asmah pun terus menatap paras wajah Yusnanto, teringat dia akan perhatian dan kebaikan Yusnanto terhadapnya. Pernah ada terbersit harap dalam dirinya, seandainya saja prilaku Yusnanto bisa berubah saat itu. Dia pasti akan menjadi sosok pria yang paling mengerti, sabar, dan perhatian terhadap pasangannya.Yusnanto pun pernah bercerita, bahwa dia sendiri tidak tega jika melihat anak-anak yang berada di dalam penyekapan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena faktor keadaan dan hutang nyawanya terhadap Mami Merry.Bik Sumi masih menangis dipelukan Hanum, hatinya benar-benar merasakan sakit melihat kondis
"Mas Yusnanto, Bik. Amira dan Asmah mengenalnya dengan nama Tante Yusnia.""Ya, Allah ...." Lirih terdengar suara Bik Sumi, lantas menangis, keterkejutan pun menghinggapi Amira dan Asmah, tiada yang menduga jika pria penyelamat itu adalah Tante Yusnia, orang yang juga sudah menyelamatkan Amira. Hanum lantas memeluk bibiknya, turut menangis bersamanya."Mas Yus, sudah insyaf, Bik, Pak Kyai dan Pak Nanang tadi bercerita," bisik Hanum pelan, di telinga Bik Sumi."Alhamdulillah, Ya, Allah," ucap Bik Sumi mengucap syukur."Mas Yus, sudah menjalani proses pengobatan oleh Kyai Sobri, dan sekarang dipercaya Kyai untuk menjaga musholla dekat sisi bukit, juga sembari berdagang buah-buahan. Mas Yus sudah bertobat," jelas Hanum, hatinya benar-benar merasakan keharuan yang teramat sangat."Terima kasih ya, Allah, tlah kau berikan kesempatan kepada anak hamba untuk bertobat." Doa Baik Sumi lirih, sembari terisak-isak. Hanum, Amira, dan Asmah pun ikut menangis."Berikan kesembuhan kepada putra hamba