"Mas Darmawan?" "Kenapa, Mbak Hanum.""Asmah sudah cerita semua, tentang siapa itu Pak Sasmita, yang biasa dikenalnya dengan nama Pak Handoko, dan perasaan saya mengatakan, jika Mas Darmawan sudah mengetahuinya." Hanum menoleh ke arah Darmawan, yang duduk disebelahnya. Darmawan tersenyum."Iya, Mbak, saya sudah mengetahuinya," jawab Darmawan, Dimas pun ikut mengangguk."Asmah bercerita dengan rasa ketakutan, takut jika Pak Handoko akan mengambilnya kembali, dan menyerahkannya kepada Mami Merry, makanya kemarin, saat makan malam, dengan mengundang Pak Sasmita, Asmah terlihat sangat ketakutan dan tidak nyaman. Apakah rencana mengundang Pak Sasmita memang sudah direncakan Mas Darmawan?" jelas dan tanya Hanum lagi."Iya, Mbak, memang sudah saya rencanakan. Saya tahu, itu akan membuat Asmah kaget dan terkejut, tetapi membongkar kebusukan Pak Sasmita itu juga harus dilakukan, dan ternyata buktinya benar, dia sudah berlaku culas selama ini dalam berbisnis dengan saya," jelas Darmawan. "Dan
Jam sembilan malam, mobil yang dikendarai Darmawan, mulai menuju ke arah balik Jakarta, setelah menghadiri pertemuan besar untuk petinggi-petinggi perusahaan tempatnya bekerja di Bandung, yang dihadiri pimpinan utama dari kantor pusat di London, Inggris.Darmawan memang sengaja pulang malam ini juga, agar bisa menginap di villa miliknya, daerah puncak, tempat pertama kali dia bertemu anak kandungnya Amira.Cuaca selepas hujan besar yang membasahi sebagian besar tanah Pasundan, membuat jalan yang dia lewati terasa lengang, genangan air terdapat di mana-mana, rintik-rintik hujan masih terus menyiram bumi, selepas hujan besar tadi. Sebuah panggilan masuk melalui gawainya, yang dia letakkan di depan dashboard. Dengan sedikit mengurangi kecepatan, sembari Darmawan menjawab panggilan telepon tersebut. Putrinya Amira yang menghubungi.-- Halo, Sayang, ada apa?-- Ayah masih di Bandung?-- Sudah arah balik sayang, sekarang masih di Cianjur, tidak lama lagi sampai ke Villa-- Ayah jadi mengina
"Jika tidak ada baju ganti, bapak ada baju bersih buat salat, kamu boleh pakai," ucap Pak tua itu lagi. Yusnia masih terdiam, ragu-ragu, dia mulai berucap."Sudah puluhan tahun saya tidak lagi salat, Pak, saya malu," ujar Yusnia, lalu menunduk. Tangannya terus memegangi tas besar yang ada di pangkuannya. Wajahnya terlihat sangat lelah."Malu'lah jika sama sekali tidak salat, Nak. Jangan bangga jika disesatkan setan, bisikan malu itu datangnya dari setan, agar kamu selalu menjauh, dan terus terpenjara dalam jeratannya," ucap si bapak, panjang lebar. Senyum dan tatapan matanya terlihat lembut, dan mendatangkan rasa kedamaian dalam hati Yusnia, setiap kali melihat pria tua tersebut."Dosaku banyak, pak, apa mungkin akan diterima tobatku," ucap Yusnia lagi. Kepalanya terus menunduk, betapa dia pun merasa lelah menjalani hidup seperti ini. Hidupnya yang penuh dengan hinaan dan cacian, karena berbeda seperti kebanyakan yang lain."Jika dosamu seluas lautan, maka ampunan Allah, seluas samude
Iblis sodom dan pengikutnya sudah mendiami tubuh Yusnanto selama berpuluh-puluh tahun , dan tidak akan mudah untuk memaksa iblis dan jin-jin yang menguasai badan.Tubuh Yusnanto mulai seperti ingin melakukan perlawanan, dia sudah mampu lagi untuk menguasai diri. Tubuhnya selama ini dikuasai oleh miliknya, tapi sudah dikuasai setan yang ingin menyesatkan, lewat hawa nafsu.Tubuh Yusnanto menggelepar, terkadang mengejang. matanya melotot memancarkan kemarahan, karena tidak ingin terganggu di dalam tubuh tersebut. Dan itu bukan hanya satu makhluk, bisa puluhan yang bersemayam di dalam tubuh. Semakin sering melakukan dosa, maka akan semakin banyak makhluk ghaib yang mengisi tubuhnya, begitu yang dikatakan Kyai Sobri kepada Pak Nanang.Tidaklah mungkin Tuhan menciptakan sejenis sejenis jenis, jika bukan karena ada campur tangan setan di situ. Kaum penyesat itu sering bilang, jika mereka memang sudah terlahir seperti itu. Itu benar, itu hanya salah satu cara mereka agar publik memaklumi per
"Zikir itu terbagi dua, Yus. Zikir Jahar dan Zikir Qolbi atau Qolbu. Zikir jahar adalah zikir yang terucap oleh mulut kita, dan terdengar oleh telinga, sedangkan Zikir Qolbi adalah kebalikannya. Zikir yang diucapkan di dalam hati, tidak terucap oleh mulut, tidak terdengar juga di telinga. Itulah Zikir yang membentengi hati kita, dari pengaruh buruk dan bisikan-bisikan kesesatan yang tidak terlihat oleh mata." Kyai Sobri lalu mengambil air minumnya pada sebuah gelas kaca, lalu meneguknya perlahan."Kamu mengerti Yus, dengan apa yang tadi saya jelaskan?" tanya Kyai Sobri, pelan. Yusnanto mengangguk, menandakan jika dia memahami penjelasan dari Kyai Sobri."Zikir yang sering kita lakukan dan kita dengar itu Zikir Jahar, seperti, tahlil dan tahmid. Zikir batin atau Qolbu, bisa dengan terus beristigfar, atau bisa juga terus mengisi hati kita dengan nama Allah. Seperti, Allah-hu Allah, Allah-hu Allah, terus saja dawamkan dalam hati, buat hati kita dipenuhi oleh nama-nama suci Allah." Kyai S
Memasuki halaman rumah Kyai Sobri, yang bersebelahan dengan pondok pesantren miliknya, memberikan ketenangan tersendiri bagi Yusnanto. Rumah sang kyai yang berhalaman cukup luas, dengan berbagai macam pohon buah-buahan, dari pohon rambutan, mangga, sawo, alpukat, yang mengelilingi rumah Kyai Sobri. Yusnanto serasa sedang ada di perkebunan jika sedang berkunjung ke rumah Ajengan.Pedesaan dengan cuacanya yang sejuk ini, diapit dengan pegunungan dan perbukitan, bahkan jika pendatang baru berkunjung ke desa ini, maka rutinitas mandi adalah hal yang paling menakutkan, karena airnya yang terasa dingin, ditambah lagi dengan cuacanya. Mandi di waktu siang pun, udara yang terkena seluruh tubuh masih terasa dingin, karena memang berasal dari udara pegunungan. Andai tidak bekerja keras, sulit buat di kampung ini."Assalamualaikum, Kyai," sapa Yusnanto, sewaktu-waktu sampai di teras rumah Kyai Sobri."Waalaikum salam, masuk, Yus," jawab salam Kyai Sobri, dari dalam rumahnya.Ruang tamu Kyai Sobr
Pak Nanang benar-benar di buat gelisah, sampai jam 10 malam ini, Yusnanto belum juga pulang ke rumah kontrakannya. Biasanya setiap selesai berdagang, sembari menjaga surau, disempatkannya dulu untuk berbincang dengannya di rumah. Sudah di-cek oleh putra bungsunya ke rumah Yusnanto, tetapi pria itu belum ada di rumah, di telepon lewat handphonenya pun tidak tersambung.Pak Nanang, dengan ditemani putra bungsunya yang berusia 15 tahunan, berinisiatif untuk melihat keberadaan Yusnanto di surau. Dengan masing-masing membawa payung, dan senter, pelan-pelan mereka menerobos gerimis di kegelapan malam sisi bukit. Dari arah sisi jalan, sudah terlihat oleh Pak Nanang dan putranya, jika lampu dalam surau sudah dimatikan, pintu dan jendelanya pun sudah tertutup rapat, keberadaan Yusnanto pun tidak dia lihat di situ.Kecurigaannya beralih kepada sebuah mobil yang berhenti, tetapi dengan lampu sorot yang masih terus menyala. Pak Nanang dan putranya pelan-pelan menghampiri kendaraan tersebut, tidak
Sebagian warga sudah mulai menyebar, tim yang turun ke bawah jurang di pimpin oleh Ustaz Sapri, salah seorang pengajar di pesantren milik Kyai Sobri. Kyai sendiri, bersama Pak Nanang mulai memeriksa kondisi mobil yang belum diketahui siapa dan di mana pemiliknya. Namun yang pasti jika pemilik mobil ini bukanlah orang yang sembarangan, mengingat jika harga pembelian kendaraan mewah ini bisa mencapai miliaran. Kyai Sobri mulai memeriksa isi dalam mobil dari pintu kemudi, ditemukan dua buah handphone berkelas, laptop, tetapi tidak diketemukan satu pun tanda pengenal, dengan disaksikan Pak Nanang dan dua orang warga, Kyai Sobri menyimpan dahulu barang-barang berharga tersebut, termasuk kunci kontak mobil mewah tersebut, dan memutuskan untuk tidak menghubungi dahulu nama-nama yang tersimpan di dalam handphone sang pemilik kendaraan tersebut, sebelum mereka mendapatkan kejelasan, di mana pemilik mobil itu berada.Ustaz Sapri dengan ditemani sekitar sembilan orang santri mulai menyisir dasa