Dimas yang memang paling mengerti tentang tata cara pelaporan ke pihak kepolisian, yang mengurus semuanya. Langsung menyerahkan berkas laporan ke ruang SPK [ Sentra Pelayanan Kepolisian ] sementara yang lainnya menunggu di ruang tunggu. Tidak beberapa lama, Dimas meminta Amira dan Asmah untuk segera masuk dan dimintai keterangan.Amira dan Asmah menceritakan semuanya secara detail, terlihat beberapa orang petugas, baik yang berseragam ataupun yang memakai pakaian preman ikut mendengarkan, beberapa di antara mereka saling bertatapan dengan penuh makna, lalu ada yang keluar ruangan, juga ada yang baru masuk langsung ikut mendengarkan.Asmah memberikan keterangan tempat dan lokasi penyekapan dengan sangat terperinci dan detail, juga bersama Amira menceritakan tentang bagaimana perlakuan sang mami kepada anak-anak yang ada di dalam penguasaannya. Selesai memberikan keterangan, Dimas dan Darmawan langsung meminta pihak yang berwajib untuk segera mengambil tindakan, karena kasihan dengan na
Darmawan benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, semua yang disaksikan diluar dugaannya, bagaimana awalnya pria itu dan Mami Merry bisa saling mengenal. Matanya terus saja mengawasi mereka berdua. Sementara terlihat, dua pria yang bersama Mami Merry sedang menunggu tidak jauh dari pintu masuk restoran tersebut."Sepertinya aku masuk saja, Bang," ucap Dimas. Tatapannya pun terus ke arah Mami Merry berada."Sepertinya tidak bisa, Mas. Muncikari itukan pernah melihatmu saat di rumah makan belum lama ini." Darmawan terus saja berpikir mencari cara agar bisa mendekati mereka."Abang bukannya selalu bawa masker dan topi, jika bepergian?" tanya Dimas."Iya, benar, kenapa baru terpikirkan ya," cetuk Darmawan, lalu mulai membuka kotak penyimpanan kecil di bawah dasboard. Mengambil masker dan topi pet berwarna hitam."Untungnya, aku pakai kacamata hitam juga ya, Bang." Dimas lalu mengambil topi dan masker dari tangan Darmawan."Aku saja, ya, Mas," usul Darmawan, sedikit menahan to
Darmawan lantas mempersilahkan Pak Handoko Sasmita, Istrinya, dan Mella untuk duduk di ruang makan keluarga, bersama dengan Sonya, Dimas, Hanum, Amira dan Asmah.Suasana yang tercipta terkesan kaku. Pak Sasmita benar-benar terlihat pucat, rikuh dan serba salah, begitupun dengan Asmah. Sempat ada rasa sesal dalam diri Darmawan telah ikut melibatkan Asmah tanpa memberitahukannya terlebih dahulu, tetapi itu tetap harus dia lakukan untuk membongkar kedok Pak Sasmita.Makan malam bersama ini benar-benar berlangsung sunyi, tidak ada yang memulai bicara, tetapi dari sudut matanya, Darmawan memperhatikan jika Pak Sasmita berkali-kali mencuri pandang terhadap Asmah, sementara gadis malang itu hanya tertunduk saja.Setelah acara makan utama selesai, Darmawan pun berinisiatif untuk memulai percakapan dengan sebuah perkenalan. Tetapi sebelumnya dia ingin mencari tahu dahulu tentang kebenaran nama Pak Sasmita yang sebenarnya."Malam ini, saya mengucapkan terima kasih atas kedatangan Pak Sasmita be
Part 45Tidak Seperti Yang TerlihatRasa segan dan rasa hormat yang selama ini dirasakan oleh Darmawan terhadap Pak Sasmita lenyap seketika, bukan hanya karena kelakuan nakalnya di luaran sana, tetapi perlakuan kejinya terhadap gadis belia seumur Asmah yang membuatnya gusar.Pak Sasmita, orang yang selama ini dia anggap sebagai pengganti almarhum bapaknya, bisa bersikap seburuk itu kepada seorang perempuan yang seharusnya pantas menjadi cucunya. Tidak habis pikir dia, jika ada manusia sakit seperti Handoko Sasmita ini.Kemarin pun, saat bersama Dimas di restoran cepat saji, selepas Dimas menguping pembicaraan antara Pak Sasmita dan Mami Merry, pengacara muda itu menceritakan, jika orang yang bernama Handoko ini adalah pelanggan setia dari sang muncikari tersebut. Darmawan berpikir, tarif yang dipatok Mami Merry itu sangat tinggi, jika Pak Sasmita sudah menjadi pelanggan dari si mami, telah berapa ratus juta uang yang sudah dia habiskan, untuk hanya sekadar menyalurkan napsu birahi dan
Sifat tidak baik yang memang sudah dimiliki keluarga besar Handoko Sasmita, membuat mereka cepat-cepat merencanakan keinginan jahat mereka. Kebohongan dan dusta, yang terus dimasukkan ke otak istri dan anaknya, membuat kebencian terhadap Darmawan semakin membesar.Rencana jahat pun mulai mereka rancang. Tujuan pertama adalah, menghancurkan bisnis usaha di Jabodetabek, yang sekarang sudah jadi milik Darmawan.Usaha restoran cepat saji yang banyak tersebar di mall-mall area Jakarta dan sekitarnya, yang menjadi target utama mereka.Handoko Sasmita mengumpulkan beberapa kerabat terdekat mereka, lalu kebohongan demi kebohongan pun mulai dia masukkan. Handoko bercerita, jika ia disingkirkan dari kerja sama dengan cara licik, dan culas oleh Darmawan, sehingga para kerabat mereka menganggap jika, saudara mereka sudah di-zalimi oleh Darmawan, dan mereka pun siap membantu rencana jahat Pak Sasmita.Di hari yang sudah ditentukan, mereka mulai menyebar ke restoran-restoran cepat saji milik Darmaw
"Mas Darmawan?" "Kenapa, Mbak Hanum.""Asmah sudah cerita semua, tentang siapa itu Pak Sasmita, yang biasa dikenalnya dengan nama Pak Handoko, dan perasaan saya mengatakan, jika Mas Darmawan sudah mengetahuinya." Hanum menoleh ke arah Darmawan, yang duduk disebelahnya. Darmawan tersenyum."Iya, Mbak, saya sudah mengetahuinya," jawab Darmawan, Dimas pun ikut mengangguk."Asmah bercerita dengan rasa ketakutan, takut jika Pak Handoko akan mengambilnya kembali, dan menyerahkannya kepada Mami Merry, makanya kemarin, saat makan malam, dengan mengundang Pak Sasmita, Asmah terlihat sangat ketakutan dan tidak nyaman. Apakah rencana mengundang Pak Sasmita memang sudah direncakan Mas Darmawan?" jelas dan tanya Hanum lagi."Iya, Mbak, memang sudah saya rencanakan. Saya tahu, itu akan membuat Asmah kaget dan terkejut, tetapi membongkar kebusukan Pak Sasmita itu juga harus dilakukan, dan ternyata buktinya benar, dia sudah berlaku culas selama ini dalam berbisnis dengan saya," jelas Darmawan. "Dan
Jam sembilan malam, mobil yang dikendarai Darmawan, mulai menuju ke arah balik Jakarta, setelah menghadiri pertemuan besar untuk petinggi-petinggi perusahaan tempatnya bekerja di Bandung, yang dihadiri pimpinan utama dari kantor pusat di London, Inggris.Darmawan memang sengaja pulang malam ini juga, agar bisa menginap di villa miliknya, daerah puncak, tempat pertama kali dia bertemu anak kandungnya Amira.Cuaca selepas hujan besar yang membasahi sebagian besar tanah Pasundan, membuat jalan yang dia lewati terasa lengang, genangan air terdapat di mana-mana, rintik-rintik hujan masih terus menyiram bumi, selepas hujan besar tadi. Sebuah panggilan masuk melalui gawainya, yang dia letakkan di depan dashboard. Dengan sedikit mengurangi kecepatan, sembari Darmawan menjawab panggilan telepon tersebut. Putrinya Amira yang menghubungi.-- Halo, Sayang, ada apa?-- Ayah masih di Bandung?-- Sudah arah balik sayang, sekarang masih di Cianjur, tidak lama lagi sampai ke Villa-- Ayah jadi mengina
"Jika tidak ada baju ganti, bapak ada baju bersih buat salat, kamu boleh pakai," ucap Pak tua itu lagi. Yusnia masih terdiam, ragu-ragu, dia mulai berucap."Sudah puluhan tahun saya tidak lagi salat, Pak, saya malu," ujar Yusnia, lalu menunduk. Tangannya terus memegangi tas besar yang ada di pangkuannya. Wajahnya terlihat sangat lelah."Malu'lah jika sama sekali tidak salat, Nak. Jangan bangga jika disesatkan setan, bisikan malu itu datangnya dari setan, agar kamu selalu menjauh, dan terus terpenjara dalam jeratannya," ucap si bapak, panjang lebar. Senyum dan tatapan matanya terlihat lembut, dan mendatangkan rasa kedamaian dalam hati Yusnia, setiap kali melihat pria tua tersebut."Dosaku banyak, pak, apa mungkin akan diterima tobatku," ucap Yusnia lagi. Kepalanya terus menunduk, betapa dia pun merasa lelah menjalani hidup seperti ini. Hidupnya yang penuh dengan hinaan dan cacian, karena berbeda seperti kebanyakan yang lain."Jika dosamu seluas lautan, maka ampunan Allah, seluas samude