"Ko, Mami Merry bisa kenal dengan Tante Sonya, ya, Yah?" tanya Amira kepada Darmawan. Sedikit agak bingung juga Darmawan menjawab pertanyaan dari putrinya tersebut, dia juga sedang berpikir, dari mana ibu tirinya itu bisa mengenal muncikari seperti Mami Merry, dan apa hubungannya di antara mereka berdua. "Apakah dua kali peristiwa penculikan yang hampir dialami Amira, ada hubungannya dengan Tante Sonya, Bang?" kali ini Dimas yang bertanya kepada Darmawan. Ayahnya Amira itu terdiam, logikanya pun berpikiran seperti itu. "Karena tidak mungkin sepertinya, jika tidak ada yang memberitahu atau membocorkan tentang keberadaan Amira. Karena dua kali Amira keluar rumah, dua kali juga Amira hampir ditangkap lagi oleh Muncikari itu." Dimas terus mengungkapkan analisanya, menyangkut hubungan antara Sonya dan Mami Merry. "Sepertinya, pendapat Dimas ada benarnya juga, Mas Darmawan." Hanum menambahkan, karena saat kita sedang di kota tua waktu itu, kenapa mereka bisa mengetahuinya, padahal Jakarta
Kejahatan Tante SonyaDarmawan yang posisi duduknya membelakangi Tante Sonya dan Mami Merry, segera berdiri untuk menghampiri Tante Sonya. Dimas pun bergerak cepat untuk segera menemani Darmawan, karena untuk mencegah, sepertinya sudah terlambat. Setelah sebelumnya, Dimas meminta Amira, Hanum dan Bik Sumi untuk tetap bersembunyi, agar tetap tidak diketahui oleh si Tante dan si muncikari tersebut. Terlihat oleh Darmawan, jika Tante Sonya dan si muncikari tersebut hanya memesan minuman saja, tidak ada yang lainnya dan mereka masih terus berbincang."Selamat siang, Tante? Dua hari Tante tidak pulang, ternyata sedang berada di sini," sapa Darmawan kepada Tante Sonya, mencoba bersikap seramah mungkin, Dimas pun sudah berdiri di samping Darmawan. Darmawan memang dari sejak almarhum papanya menikah dengan Tante Sonya, tidak pernah dia memanggil ibu kepada perempuan tersebut.Terkejut Tante Sonya melihat kehadiran Darmawan dan Dimas di restoran ini, Tante Sonya juga mengenal Dimas, karena jug
Tante Sonya terkejut, lalu segera menubruk kaki Darmawan, memohon-mohon dan meminta ampun."Ampuni Tante Wan, maafkan Tante, jangan jebloskan Tante ke dalam penjara," rintih Tante Sonya, sambil terus menangis."Kurang apa saya dengan Tante, selama bertahun-tahun saya bekerja untuk menghidupi Tante dan Diaz, lalu begini balasan Tante terhadap saya!" bentak Darmawan lagi, Tante Sonya masih menangis terduduk di lantai, tangannya masih memeluk erat kedua kaki Darmawan."Maaf, Tante harus keluar dari rumah ini!" Tante Sonya semakin kencang tangisannya."Jangan Wan, jangan usir Tante dari rumah ini, nanti Tante dan Diaz mau tinggal di mana," rintih Tante Sonya lagi."Jangan Ayah, jangan usir nenek dari rumah ini." Amira langsung memeluk tubuh Darmawan."A-ayah...." tergagap Tante Sonya."Iya, Amira Anak saya, bayi yang dulu Tante buang melalui Sofyan, adalah Amira!" tegas Darmawan lagi, sembari merengkuh bahu anaknya, Amira. Amira perlahan mulai melepaskan diri dari rengkuhan ayahnya, dan
"Berikan saya waktu untuk berpikir ya, Pak," pinta Darmawan terhadap Pak Sasmita, lalu mulai meminum teh hangatnya yang tadi sudah disiapkan Bik Sumi, sedikit ingin mengurangi rasa gelisah yang mendera hatinya. Pak Sasmita adalah orang yang sudah dianggapnya sebagai orang tua, pengganti almarhum papanya."Tidak bisakah, Nak Darmawan langsung memberikan jawaban," cecar Bu Ranum, tidak sabaran sekali dia, sama persis dengan Mella anaknya. Sang suami hanya diam saja, melihat istrinya terus mencecar Darmawan."Maaf ibu, ini suatu hal penting yang menyangkut masa depan saya, dan saya tidak bisa sembarangan dalam hal ini," jawab Darmawan, sedikit pun dia tidak mengindahkan kehadiran Mella yang ada disebelahnya."Baiklah jika begitu, bapak kasih kesempatan, Awan untuk berpikir dulu." Pak Sasmita lalu melirik ke arah arloji di tangannya. "Kami juga sekalian ijin ingin pamit, dan saya pribadi, menunggu jawaban dari Awan secepatnya," jelas Pak Sasmita.Darmawan tidak menjawab, dia hanya mengang
"Ara percaya tidak, jika hidup, mati, dan jodoh adalah sudah ketentuan takdirnya Allah?" tanya Hanum, jemarinya menggenggam tangan Amira, gadis kecil itu mengangguk pertanda menyetujui ucapan Hanum."Jadi, Ra. Walaupun Kakak bilang Iya, tidak, atau apapun itu, jika Allah tidak berkehendak, maka tidak akan terwujud." Amira terus saja memperhatikan dan mendengarkan penjelasan Hanum dengan serius."Kakak hanya meminta kepada Allah, semoga diberikan pendamping yang terbaik, untuk dunia dan akhirat, Kak Hanum. Jika menurut Allah yang terbaik itu ayahnya Ara, kakak akan terima, begitupun sebaliknya. Jadi maafkan kakak ya, Ra, jika tadi tidak bisa menjawab langsung pertanyaan Amira," ucap Hanum, menjelaskan dengan panjang lebar. Senyum tetap tidak lepas dari paras cantiknya."Semoga Allah, menjadikan Kak Hanum, ibu sambung Amira, istri pendamping ayah, Aamiin," pintanya pada Tuhan penentu kehidupan segala mahluk di muka bumi, tidak akan ada yang luput dari penguasaannya.Hanum memeluk Amira,
Amira segera bangkit berdiri, dan langsung berlari untuk menemui Asmah, betapa ia sangat merindukan sahabat terbaiknya itu di dalam penyekapan, sahabat yang selalu perduli terhadapnya. Hanum dan Bik Sumi pun mengikuti di belakang Amira."Asmahhh....! Teriak Amira, dari saat mulai menuruni tangga rumahnya, air matanya sudah tumpah semua, perasaan kangen, bahagia juga haru, benar-benar menyelimutinya. Asmah pun berdiri dari tempat duduknya, kedua netranya pun sudah penuh dengan genangan air mata."Ra...." ucap Asmah penuh keharuan, saat Amira berhenti tepat satu meter di depan Asmah. Dada Amira merasa sesak, terisak-isak tangisnya, apalagi saat melihat wajah Asmah yang terdapat luka lebam. Asmah mulai mendekati Amira, tubuhnya gemetar, tiada pernah menyangka dapat kembali bertemu dengan Amira. Mereka saling memeluk erat, bertangis-tangisan, keharuan benar-benar terasa di ruangan tamu ini. Bik Sumi dan Hanum pun sudah ikut menangis, apalagi saat melihat kondisi wajah Asmah yang membuat
Dimas yang memang paling mengerti tentang tata cara pelaporan ke pihak kepolisian, yang mengurus semuanya. Langsung menyerahkan berkas laporan ke ruang SPK [ Sentra Pelayanan Kepolisian ] sementara yang lainnya menunggu di ruang tunggu. Tidak beberapa lama, Dimas meminta Amira dan Asmah untuk segera masuk dan dimintai keterangan.Amira dan Asmah menceritakan semuanya secara detail, terlihat beberapa orang petugas, baik yang berseragam ataupun yang memakai pakaian preman ikut mendengarkan, beberapa di antara mereka saling bertatapan dengan penuh makna, lalu ada yang keluar ruangan, juga ada yang baru masuk langsung ikut mendengarkan.Asmah memberikan keterangan tempat dan lokasi penyekapan dengan sangat terperinci dan detail, juga bersama Amira menceritakan tentang bagaimana perlakuan sang mami kepada anak-anak yang ada di dalam penguasaannya. Selesai memberikan keterangan, Dimas dan Darmawan langsung meminta pihak yang berwajib untuk segera mengambil tindakan, karena kasihan dengan na
Darmawan benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, semua yang disaksikan diluar dugaannya, bagaimana awalnya pria itu dan Mami Merry bisa saling mengenal. Matanya terus saja mengawasi mereka berdua. Sementara terlihat, dua pria yang bersama Mami Merry sedang menunggu tidak jauh dari pintu masuk restoran tersebut."Sepertinya aku masuk saja, Bang," ucap Dimas. Tatapannya pun terus ke arah Mami Merry berada."Sepertinya tidak bisa, Mas. Muncikari itukan pernah melihatmu saat di rumah makan belum lama ini." Darmawan terus saja berpikir mencari cara agar bisa mendekati mereka."Abang bukannya selalu bawa masker dan topi, jika bepergian?" tanya Dimas."Iya, benar, kenapa baru terpikirkan ya," cetuk Darmawan, lalu mulai membuka kotak penyimpanan kecil di bawah dasboard. Mengambil masker dan topi pet berwarna hitam."Untungnya, aku pakai kacamata hitam juga ya, Bang." Dimas lalu mengambil topi dan masker dari tangan Darmawan."Aku saja, ya, Mas," usul Darmawan, sedikit menahan to
Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud
Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet
Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk
HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita
"Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."
Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg
Pagi hari, rumah besar nan megah ini terlihat lenggang, suasana terlihat sunyi dan sepi, yang biasanya ramai di ruang makan keluarga, untuk menikmati sarapan, kini terlihat tidak ada siapapun di situ.Tante Sonya yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepagi ini perutnya sudah terasa lapar, lalu berniat ke dapur untuk mencari makanan di sana.Ibu tiri dari Darmawan itu, sudah berbulan-bulan tidak lagi diperbolehkan Darmawan untuk keluar dari rumah megah ini, dan juga tidak boleh memegang handphone, karena kewaspadaan Darmawan atas keselamatan putrinya Amira. Kedekatan antara Tante Sonya dan Mami Merry yang menjadi masalahnya. Darmawan menaruh curiga bahwa Tante Sonya adalah orang di balik rencana penculikan Amira dan pemukulan terhadap dirinya di daerah sekitar Musium Fatahillah.Sesampainya di dapur, yang berdekatan dengan ruang makan keluarga pun keadaannya juga sama, Sepi. Tidak terlihat beberapa anggota keluarga penghuni rumah indah ini.Sesaat, salah satu kaki tangannya dahulu,
"Bangun ya, Om. Bik Sumi juga ada bersama Amira sekarang, rindu dengan Om, yang kuat yah, Om, terus berjuang bersama ayah." Amira mulai tersedu, begitupun dengan Asmah. Dia dan Amira sangat tahu, jika Yusnanto ini baik terhadap mereka semua saat berada di penampungan, tidak pernah bersikap ataupun berlaku kasar. Banyak mengajari mereka tentang dunia luar, menulis, ataupun membaca.Asmah pun terus menatap paras wajah Yusnanto, teringat dia akan perhatian dan kebaikan Yusnanto terhadapnya. Pernah ada terbersit harap dalam dirinya, seandainya saja prilaku Yusnanto bisa berubah saat itu. Dia pasti akan menjadi sosok pria yang paling mengerti, sabar, dan perhatian terhadap pasangannya.Yusnanto pun pernah bercerita, bahwa dia sendiri tidak tega jika melihat anak-anak yang berada di dalam penyekapan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena faktor keadaan dan hutang nyawanya terhadap Mami Merry.Bik Sumi masih menangis dipelukan Hanum, hatinya benar-benar merasakan sakit melihat kondis
"Mas Yusnanto, Bik. Amira dan Asmah mengenalnya dengan nama Tante Yusnia.""Ya, Allah ...." Lirih terdengar suara Bik Sumi, lantas menangis, keterkejutan pun menghinggapi Amira dan Asmah, tiada yang menduga jika pria penyelamat itu adalah Tante Yusnia, orang yang juga sudah menyelamatkan Amira. Hanum lantas memeluk bibiknya, turut menangis bersamanya."Mas Yus, sudah insyaf, Bik, Pak Kyai dan Pak Nanang tadi bercerita," bisik Hanum pelan, di telinga Bik Sumi."Alhamdulillah, Ya, Allah," ucap Bik Sumi mengucap syukur."Mas Yus, sudah menjalani proses pengobatan oleh Kyai Sobri, dan sekarang dipercaya Kyai untuk menjaga musholla dekat sisi bukit, juga sembari berdagang buah-buahan. Mas Yus sudah bertobat," jelas Hanum, hatinya benar-benar merasakan keharuan yang teramat sangat."Terima kasih ya, Allah, tlah kau berikan kesempatan kepada anak hamba untuk bertobat." Doa Baik Sumi lirih, sembari terisak-isak. Hanum, Amira, dan Asmah pun ikut menangis."Berikan kesembuhan kepada putra hamba