Bab 115 Langkah aku berhenti ketika melihat punggung pria yang sangat aku kenal. Kusentuh bahu kekarnya dan pria itu menoleh perlahan. Senyum menyapa hendak terlontar, mungkin cahaya remang-remang menghalangi pandangannya. Hingga salah satu pintu toilet terbuka mengeluarkan cahaya lampu sangat terang. "In-intan." Wajah Mas Ilham tampak terkejut mungkin ia tak menyangka kalau bertemu aku di tempat ini yaitu klub. Mas Ilham mengenakan seragam biru tua. Dari atas hingga celana panjang. Pria itu membawa sapu dan pengki. Keadaan ekonominya memang tak seperti dulu kalau saja mas Ilham mau berusaha untuk melamar ke perusahaan lain. Tapi, entah mengapa pria itu tak melakukan hal tersebut. "Kamu sama siapa ke sini?" tanyanya menunduk kepala. Mungkin ia malu bertemu aku apalagi pekerjaan seperti ini. Tidak, aku malah pernah melihatnya berjualan di pinggir jalan malah pernah memungut barang rongsok hanya saja aku memilih diam. "Sama Adel dan Serly. Mas kerja di sini?" "Iya, baru bebera
Bab 116 Adel mengambil ponsel dalam tas, ia melangkah lebih dekat lagi. Ku ikuti sahabatku itu. Adel merekam kejadian Lisa yang diserang oleh wanita bertubuh tambun. Ada juga beberapa wanita lainnya. Sedangkan pria kencan Lisa duduk gelisah. Tak ada pembelaan dari pria itu. "Dasar pelakor! Kecil-kecil jadi pelakor!" Menarik rambut Lisa kasar. Plak! Plak! Lisa mengusap pipinya yang sejak tadi dihajar oleh wanita yang diduga istri sah pria yang kini menjadi kekasihnya. "Mas, tolong aku!" Lisa menjulurkan tangan tetapi ia tak mendapat pembelaan sedikitpun. Selingkuhan tapi takut sama istri. Sungguh lucu sekali mereka. Aku hanya menyaksikan sambil terkekeh pelan. Biarkah Adel yang melakukan rencana selanjutnya. Aku cukup menonton dan tertawa. "Kamu juga Pa! Berani selingkuh di belakang Mama!" "Ma, dia goda Papa duluan. Lihatlah penampilannya." "Mas, aku tak melakukan itu. Bohong Tante!" Lisa tampak mengelak. Aku tak tahu siapa yang lebih dulu mengoda. Tapi, lihat dari penampilan
Bab 117 Ia pikir aku tak serius, seperti anak kecil saja istri mas Ilham. Aku melangkah lebih dekat dan berkata. "Aku juga tak main-main. Lakukan lah!" Kutantang wanita itu tanpa ada rasa ragu. Wanita seperti Rita jangan dikasih hati. "Baiklah. Aku akan menyebarkan ke media sosial." Ia menatap ponselnya. Tampak jemari lentik bermain di sana. "Lakukankan dan kami akan menuntutmu," ucap Adel menyeringai. Permainan akan segera di mulai. Jemari Rita berhenti di atas layar pipih. "Apa yang aku lakukan hingga menuntutku?" "Kamu tahu tidak kenapa adikmu seperti itu?" tanya Adel memancing. Salah satu alisnya terangkat. "Karena kalian telah melukainya." Rita berkata lantang seolah dirinya benar. "Coba kamu lihat suasana di gambar itu!" "Tak ada spesial dan tampak biasa saja." Mengangkat bahu tanpa mau melihat ponsel. "Benarkah. Coba perhatikan. Aku yakin kamu tahu. Bukankah dulu kamu dan suamimu pernah?" Serly mulai ikut bicara. Ia terlihat geram dan muak sama seperti aku. Rita men
Bab 118 "Ayo pulang Rita!" Aku membujuk istriku untuk segera meninggalkan tempat Intan. Aku malu kepada mereka. Aku meminta maaf kepada Intan dan juga sahabatnya. Istriku yang salah. Ia tak berpikir panjang. Datang tanpa bukti. Untung saja aku menghubunginya tadi. Hingga aku yang berada di toko segera pergi menyusulnya ke rumah Intan. Sayang sekali aku tak melanjutkan kerja di toko. Padahal hari ini toko ramai. Aku bekerja di toko perabotan. Mengangkat dan mengantar perabotan ke pembeli. Toko itu lumayan ramai dan terkadang ada yang memberikan tips dua puluh ribu satu orang. Bagiku uang dua puluh ribu cukup untuk makan sehari saja. Sisa uang aku kumpulkan untuk membayar kontrakan. Aku malu sekali, banyak kesalahan yang dibuat Rita. Istriku ini tak pernah kapok berhadapan dengan Intan. Rita yang salah tak berpikir panjang. Mungkin saja ia iri dengan kehidupan Intan. Padahal sudah aku jelaskan kalau harta itu milik Intan bukan aku. Kupaksa wanita yang dulu menjadi selingkuhan ku
Bab 119 "Hapus!" Ku tunjuk jariku ke arahnya. Intan tampak marah. Suaranya meninggi hingga telinga ini sakit. Wanita itu tak main-main apalagi menyangkut hukum. Aku tahu Intan mantan agen mata-mata. Mantan istriku pintar dan cerdas. Ia juga bisa bela diri. Cukup membanggakan prestasinya. "Gak mau. Biarkan saja dia. Liat banyak like dan komentarnya." Rita menunjukkan ponselnya. Like sudah mencapai ribuan dalam beberapa menit saja. Kekuatan netizen luar biasa. Komentar sudah mulai membahas masalah luka di wajah dan tubuh Lisa. Beberapa komentar sudah dibalas Rita. Istriku pintar berkata hingga aku takut kalau ada yang tersinggung dengannya. "Hapus!" Aku semakin geram tingkah Rita. Ku rebut paksa ponsel pintar yang layarnya mulai retak. Sudah beberapa kali Rita menjatuhkan ponselnya. Aku tarik dan meninggikan ponsel itu agar tak bisa diraih lagi. "Jangan Mas! Jangan!" Rita hendak merebut kembali ponselnya. Aku tak membiarkan dirinya melakukan hal bodoh lagi. Sudah cukup dan tak bol
Bab 120 "Mba, aku butuh sesuatu. Tolong Mba belikan." "Belikan apa?" Lisa terdiam sesaat, ia tak menjawab pertanyaan Rita. Aku yakin pasti telah terjadi sesuatu. "Ehm, aku butuh makan. Iya. Aku ingin makan. Perutku lapar. Mba, beli mie ayam, ya. Aku mau." "Ini mie ayamnya. Kamu ambil mangkuk sana." "Mba, aku abis pingsan kenapa gak Mba aja." Rita menatapku sudah pasti aku harus mengambil mangkuk di dapur. Dua wanita malas hanya bisa menyuruh orang saja. Apa tak bisa mengambil sendiri. Adik kakak selalu begitu. Menyebalkan sekali mereka. "Ini mangkuknya." Lisa membuka plastik mie ayam. Ia menatap isi mie yang sudah melar dan pedas. "Kenapa, kok gak di makan?" "Ini mie apa, Mba?" "Mie ayam. Emangnya mie apa lagi?" "Kok aneh, ya?" "Karena sudah dingin jadi begitu. Cepat makan!" Lisa mendekati garpu berisi mie ayam ke mulutnya. Tetapi wanita itu menahan di udara. Uek! Lisa menahan mulutnya. Memberikan mie ayam itu kepadaku. Ia berlari masuk ke kamar mandi dan memuntahkan
Bab 121 Seseorang muncul di balik pintu. Aku mengenalinya. Ia adalah pria yang sering bersama Lisa. Kenapa aku tak menegur adik iparku. Sudah sering dan Lisa lebih galak lagi. Kalau sudah begini aku yang kena imbasnya. Aku yang repot sediri apalagi hanya aku pria yang ada. "Itu pacarmu!" kutunjuk ke arah pintu. "Iya betul." Wajah Lisa menatap dari kejauhan. Kami melangkah lebih cepat sebelum pria itu pergi. Pasangan suami istri itu tampak mesra hanya saja suasana sepi. Kami melangkah mendekati pagar. Berjalan kaki sejauh komplek ini cukup lelah. Naik angkutan umum lalu menyambung lagi ke angkutan berikutnya. Seandainya saja mobil masSatpam berdiri menghampiri kami. Lisa mendekati pagar dan berteriak memanggil nama kekasihnya. "Mas Bro. Mas Bro!" panggil Lisa lantang. Pagar belum dibuka karena kami belum dipersilahkan untuk masuk. Pria dan wanita yang berdiri di dekat pintu rumah menoleh ke arah kami. Tatapan mereka terkejut melihat kehadiran kami di depan rumahnya.Mereka terli
Bab 122 Tangan wanita itu terus memukul tubuh sang suami tanpa ampun hingga sudut bibir mengeluarkan cairan merah. Melihat hal itu hatiku mengiba. "Ampun Ma! Jangan pukul Papa!" Pria itu tak melawan. Ia bangki menghindari semuanya. "Katakan sekali lagi, Pa! Katakan!" Wanita itu terus saaa"Papa akan bertanggung jawab, Ma. Kita ingin punya anak dan Lisa memberikannya. Tolong Papa, Ma." Suaranya mengiba, aku saja kasihan kepadanya. Tangan wanita itu berhenti. Ternyata mereka belum memiliki anak. Mungkin saja itu alasan Bromo berselingkuh. "Katakan kepada Mama. Berapa kali Papa selingkuh?" "Hanya dengan Lisa. Papa selingkuh. Papa ingin punya anak Ma." Wanita itu masuk ke dalam kamar dengan mata basah dan Pak Bromo masih duduk di hadapan kami. "Saya akan bertanggung jawab. Jadi tolong jaga rahasia ini. Nama baik kami bisa tercoreng. Tolong bantu saya untuk merawat bayi Lisa." "Aku akan menikahi Lisa walau hanya siri saja. Bagaimana?" Aku menoleh ke arah Lisa tampak wanita itu