Dinginnya angin malam di Janaloka yang berembus membuat Hyang Yudi yang terbiasa hidup nyaman di Amaraloka sedikit kesulitan untuk tidur. Tapi, bukan hanya itu saja alasan Hyang Yuda tidak bisa memejamkan matanya. Sesuatu di luar sana, di tengah kegelapan malam mengganggu Hyang Yuda yang berniat untuk tidur.
Dalam embusan angin malam yang dingin, Hyang Yuda mencium bau darah yang memuakkan dan membuat jijik Hyang Yuda. Awalnya, Hyang Yuda berniat untuk membiarkan hal itu begitu saja. Namun semakin lama, bau darah yang memuakkan itu semakin menusuk indra penciuman Hyang Yuda dan membuat Hyang Yuda semakin terganggu karena perasaan jijiknya. Mau tidak mau, Hyang Yuda akhirnya memilih bangun dan bangkit dari tempatnya berusaha untuk tertidur.
Hyang Yuda kemudian membuka pintu rumah gadis manusia itu dan berjalan keluar di tengah gelapnya malam di Janaloka. Sebelum pergi meninggalkan rumah gadis manusia itu, Hyang Yuda memasang Awarana Catra(1) di sekitar rumah milik gadis manusia itu. Setelah selesai memasang Awarana Catra di sekitar rumah untuk melindungi gadis manusia yang sedang tertidur nyenyak, Hyang Yuda kemudian melepaskan Alesyan dan kembali ke wujudnya sebagai Dewa Perang Amaraloka.
(1)Awarana Catra adalah kemampuan Hyang Yuda untuk membuat selubung pelindung. Awarana dalam bahasa Jawa Kuno yang berarti selubung dan Catra dalam bahasa Jawa Kuno yang berarti pelindung.
Dengan menggunakan kemampuannya sebagai Hyang yakni Gaganacara, Hyang Yuda menembus gelapnya hutan di bawah langit malam di Janaloka. Dalam sekejap mata, Hyang Yuda kini sudah tiba di tempat di mana bau yang memuakkan itu berasal. Bau itu semakin menyengat membuat Hyang Yuda yang menciumnya semakin merasa ingin muntah. Dengan satu tangannya, Hyang Yuda menutup indra penciumannya.
Hyang Yuda kini berada di hutan di gunung seperti yang diceritakan oleh gadis manusia yang ditolongnya tadi. Saat malam belum tiba, Hyang Yuda yang melewati tempat itu tidak merasakan dan mencium bau memuakkan yang saat ini tercium olehnya.
“Tempat apa ini sebenarnya?” gumam Hyang Yuda lirih sembari menutup hidungnya berusaha menahan rasa mualnya.
Hyang Yuda berjalan semakin dalam ke bagian hutan dan bau yang semakin tercium semakin membuat Hyang Yuda kesulitan untuk menahan rasa mualnya.
Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Aku tidak mungkin kalah hanya dengan bau yang memuakkan dan menjijikkan seperti ini.
Hyang Yuda memberi sugesti kepada dirinya sendiri untuk menguatkan indra penciumannya yang sudah tidak tahan dengan bau yang menyengat yang dihirupnya. Masih dengan menahan diri dari mual akibat bau darah yang semakin menyengat, Hyang Yuda terus berjalan masuk ke dalam hutan hingga pandangannya terhenti pada sebuah makhluk yang harusnya tidak bisa dilihat manusia dengan mata telanjang.
Hyang Yuda memasang Wulung Caksu miliknya dan berusaha melihat dengan jelas makhluk yang sedang memakan bagian tubuh manusia itu dengan rakus. Mata Hyang Yuda membesar ketika melihat dengan jelas pemandangan mengerikan di sekitar makhluk itu dan dengan cepat Hyang Yuda melepas Wulung Caksu miliknya.
Hyang Yuda mundur selangkah dan berusaha menahan dirinya yang hendak muntah ketika melihat banyak tubuh manusia yang bertebaran di sekitar makhluk yang diduganya sebagai Nagendra(2). Hyang Yuda yang sejak siang tadi memutus saluran komunikasinya dengan Amaraloka, kini membuka saluran komunikasinya dan memanggil semua Hyang yang bisa dijangkaunya.
(2)Nagendra dalam bahasa Jawa Kuno berarti raja ular.
“Hyang. . .” teriak Hyang Yuda dalam saluran komunikasinya.
Teriakan Hyang Yuda itu membuat beberapa Hyang yang tertidur, langsung tersentak terkejut. Dan beberapa Hyang yang masih bekerja segera masuk ke dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh Hyang Yuda.
[Ada apa malam – malam begini Hyang Yuda berteriak?]
Hyang Marana berteriak kesal di dalam saluran komunikasi. Hyang Yuda hendak menjawab pertanyaan Hyang Marana, ketika Hyang Baruna(3) lebih dulu mengajukan pertanyaan kepadanya.
(3). Baruna dalam bahasa sansekerta berarti laut.
[Hyang Yuda. . . apa yang membuat Hyang Yuda membuka saluran komunikasi malam – malam begini?]
Belum sempat Hyang Yuda menjawab pertanyaan Hyang Baruna, Hyang Tarangga tiba – tiba mengajukan pertanyaan kepada dirinya.
[Hyang Yuda. . . dari mana saja Hyang Yuda? Kenapa belum kembali ke Amaraloka dan masih mengirim Pratiwimba milikmu untuk berjaga?]
Pertanyaan berikutnya justru muncul dari Hyang Samirana(4).
(4) Samirana dalam bahasa Jawa Kuno berarti angin.
[Hyang Yuda. . . tidak bisakah Hyang Yuda membuka saluran dengan tidak berteriak? Beberapa dari kami baru saja tertidur dan beristirahat.]
Hyang Yuda merasa bersalah karena tindakannya yang membuat terkejut para Hyang yang baru saja beristirahat dan tertidur.
“Maafkan kecerobohan saya, Hyang Samirana, Hyang Baruna dan Hyang Marana. Tapi sesuatu yang mendesak membuat saya terpaksa membuka saluran komunikasi malam – malam begini.”
[Baiklah, selama Hyang Yuda menyadari kecerobohanmu sendiri, aku akan memaafkan sekali ini saja. Jadi, apa alasan Hyang Yuda membuka saluran komunikasi di seluruh Amaraloka?]
Hyang Samirana yang terkenal dengan sikapnya yang mudah tersinggung bersikap bijak dengan menerima permintaan maaf Hyang Yuda yang merasa bersalah atas perbuatannya.
“Sebelum itu saya ingin bertanya kepada semua Hyang yang ada di Amaraloka, apakah selama ini ada keluhan dari Janaloka mengenai Nagendra?”
[Nagendra??]
Suara teriakan itu berasal dari Hyang Marana. Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara khas dari Hyang Marana.
[Apa aku tidak salah dengar, Hyang Yuda? Hyang Yuda bilang Nagendra?]
Kali ini, Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara Hyang Baruna yang terkejut dan tidak percaya di saat yang bersamaan.
[Kenapa Hyang Yuda bertanya soal Nagendra?]
Kali ini, Hyang Yuda mendengar suara Hyang Tarangga tidak seperti Hyang lainnya yang terkejut mendengar kata ‘Nagendra’ diucapkan oleh dirinya.
“Sepertinya saat ini, saya sedang melihat Nagendra sedang melakukan pesta makan besar di hutan di suatu gunung di Janaloka.”
[Tunggu sebentar, Hyang Yuda. . ]
Hyang Tarangga meminta Hyang Yuda untuk menunggu. Sementara itu di dalam saluran komunikasi seluruh Amaraloka, Hyang Tarangga berusaha menghubungi semua Hyang yang belum masuk ke dalam saluran komunikasi.
[Siapapun cepat cari Hyang Madyapada(5). Masalah ini terjadi di Janaloka, tidak mungkin jika Hyang Madyapada tidak mengetahui jika Nagendra yang tinggal di Janaloka telah muncul dan membuat masalah.]
(5)Madyapada dalam bahasa sansekerta berarti bumi.
Hyang Tarangga meminta siapapun di Amaraloka untuk menemukan Hyang Madyapada.
[Apa maksud dari ucapan Hyang Yuda dengan pesta makan besar?]
Kali ini pertanyaan itu diajukan oleh Hyang Manasija(6) yang baru memasuki saluran komunikasi Amaraloka yang dibuka oleh Hyang Yuda.
(6)Manasija dalam bahasa sansekerta berarti cinta.
Hyang Yuda mengembuskan napas panjang sebelum memberikan jawaban untuk pertanyaan yang diajukan oleh Hyang Manasija.
Haruskah aku mengatakan apa yang sedang aku lihat saat ini? Tapi, berbohong adalah sebuah dosa. Mau tidak mau aku harus mengatakan apa yang sedang aku lihat saat ini.
Setelah membuat pertimbangan, Hyang Yuda memberikan jawaban untuk pertanyaan Hyang Manasija.
“Hyang Manasija. . .” panggil Hyang Yuda. “Yang aku maksud dengan makan besar adalah makan dalam jumlah besar hingga yang aku lihat di sekitar Nagendra hanyalah genangan darah dengan bau yang memuakkan dan banyak tubuh manusia yang berserakan di sekitar tempat Nagendra. Aku bahkan ragu, aku bisa mengenali potongan tubuh manusia yang berserakan itu. Jujur. . . sejak tadi aku berusaha keras menahan diriku yang mual dan hendak muntah ketika melihat pemandangan mengerikan ini. Apa Hyang Manasija ingin melihatnya juga?”
Dari dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh dirinya, Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara beberapa Hyang yang mual dan nyaris muntah mendengar gambaran yang diberikan oleh dirinya.
“Jadi, bisakah siapapun tolong cari dan panggilkan dengan segera Hyang Madyapada? Aku rasa, aku tidak akan sanggup menahan mualku lebih lama lagi.”
Hyang Yuda berbicara dengan nada sedikit memohon dengan berusaha menahan rasa mual yang sudah berputar – putar di perutnya sejak tadi dan kini sudah berada di kerongkongannya.
[Aku di sini. . .]
Dari suara itu, Hyang Yuda dapat mendengar dengan jelas bahwa Hyang Madyapada yang sedang dicari sejak tadi akhirnya masuk ke dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh Hyang Yuda.
[Syukurlah. . .]
Hyang Manasija, Hyang Baruna, Hyang Marana dan Hyang Samirana mengatakan kata ‘syukurlah’ di saat yang bersamaan, membuat Hyang Yuda yang mendengarnya hanya bisa menahan rasa kesal di dalam pikirannya sendiri.
Ĥarusnya. . . aku yang mengatakan kata itu karena aku yang sedang berdiri dan melihat langsung pesta makan besar yang sedang dilakukan oleh Nagendra saat ini.
Rasa mual yang sudah berada di kerongkongannya tiba – tiba bergerak dan nyaris tidak bisa lagi ditahan oleh Hyang Yuda. Untuk kesekian kalinya, Hyang Yuda membuat sugesti untuk dirinya sendiri yang sedang menyaksikan pesta makan besar Nagendra.
Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka tidak akan kalah hanya karena melihat pesta makan besar Nagendra. Aku, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka tidak akan muntah hanya karena melihat pemandangan ini.
Setelah berusaha memberikan sugesti kepada dirinya sendiri, Hyang Yuda kini mulai bisa menahan rasa mualnya lagi dan fokus mendengarkan saluran komunikasi dengan Amaraloka yang dibukanya. “Hyang Madyapada. . .” panggil Hyang Yuda melalui saluran komunikasi. [Aku di sini. . . apa yang ingin Hyang Yuda tanyakan padaku?] Hyang Madyapada menjawab panggilan dari Hyang Yuda. “Bisakah aku bertanya, apa mungkin Hyang Madyapada mengetahui tentang Nagendra yang sedang memakan banyak manusia di sekitar tempatku berada?” tanya Hyang Yuda. [Tunggu sebentar, biarkan aku melacak lokasi tempat Hyang Yudaberasa saat ini.] Hyang Madyapada dengan kemampuan khusus miliknya mulai melacak lokasi di mana Hyang Yuda berada. Sementara Hyang Madyapada sedang sibuk melacak lokasi, Hyang Tarangga berbicara dalam saluran komunikasinya. [Sejak siang tadi, ke mana saja Hyang Yuda pergi?] “Bisakah Hyang Tarang
Di Amaraloka yang tenang. . .Sangkar Kausala tiba – tiba muncul di tengah – tengah aula Amaraloka dan membuat beberapa beberapa Raksaka(1) yang berjaga terkejut. (1)Raksaka dalam bahasa sansekerta berarti Penjaga.Sangkar kausala yang tiba dengan Nagendra di dalamnya, kemudian berteriak dengan kencang memanggil nama Hyang Marana.“Hyang Marana yang terhormat. . . aku, Sangkar Kausala pusaka dari Hyang Yuda datang mengantarkan hewan peliharaanmu. . .”Teriakan Sangkar Kausala yangbenar – benar kencang berhasil menarik perhatianbeberapa Hyang yang terjaga akhirnya datang ke aula Amaraloka. Dari pintu gerbang Aula Amaraloka terlihat kedatangan Hyang Tarangga, Hyang Baruna, Hyang Byomanthara(2), Hyang Samirana, Hyang Amarabhawana dan terakhir Hyang Marana. (2)Byomanthara dalam bahasa sansekerta berarti
Setelah makan pagi bersama dengan Sasadara, Hyang Yuda kemudian mengucapkan terima kasih kepada Sasadara dan berpamitan pergi. “Jaga dirimu, Sasadara. Seorang gadis tinggal seorang diri di tempat yang jauh dari pemukiman dan dekat dengan hutan. . . itu pasti sangatlah berat,” ucap Hyang Yuda sebelum pergi. Sasadara menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Hidup seorang diri di pinggir hutan akan lebih mudah bagi saya dan juga banyak orang daripada saya harus tinggal di desa dan membuat banyak orang di desa kesusahan.” Hyang Yuda mengerutkan alisnya dan memandang heran ke arah Sasadara, “Apa maksudnya dengan itu?” Sasadara tersenyum melihat ke arah Hyang Yuda, “Jika kita berjodoh dan bertemu lagi, saya akan menceritakan hal ini kepada Tuan. Bagaimana menurut Tuan?” Hyang Yuda tersenyum mendengar ucapan bijak dari Sasarada kepada dirinya. “Baiklah, jika kita berjodoh dan bertemu lagi. . .” jawab Hyang Yuda.
Hyang Tarangga yang baru saja kembali dari tanah Girilaya kini berdiri di depan Hyang Amarabhawana di aula Amaraloka. Dengan menggunakan saluran komunikasi pribadi, Hyang Amarabhawana meminta Hyang Tarangga untuk segera menemuinya ketika tiba di Amaraloka. Dengan menahan rasa mualnya yang belum hilang sejak melihat kondisi Girilaya yang menjadi tempat pesta makan besar Nagendra, Hyang Tarangga menguatkan dirinya berdiri menghadap Hyang Amarabhawana. “Hyang Tarangga. . .” panggil Hyang Amarabhawana ketika melihat kedatangan Hyang Tarangga. “Ya, saya di sini, Hyang Amarabhawana.” “Maafkan ketidaksabaranku karenameminta Hyang Tarangga segera datang menemuiku setelah pekerjaan Hyang Tarangga yang berat pagi ini.” “Tidak, Hyang Amarabhawana. Sudah menjadi tugas saya mencatat semua atma dan manusia di Janaloka,” jawab Hyang Tarangga dengan sopan dan merendah. “Aku meminta Hyang Tarangga datang kemari karena ada se
Setelah memberikan tugas khusus kepada Hyang Yuda, Hyang Amarabhawana kemudian membagi para Hyang menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Hyang Tarangga dan Hyang Byomanthara bertugas menjaga Amaraloka dan memantau situasi dari semua kelompok dari Amaraloka. Jika diperlukan, Hyang Tarangga dan Hyang Byomanthara dapat melancarkan serangan dari Amaraloka untuk membantu kelompok yang terdesak. Kelompok kedua terdiri dari Hyang Manasija dan Hyang Samirana yang bertugas untuk mengatasi kelompok Baluka. Kelompok ketiga terdiri dari Hyang Baruna dan Hyang Warsa yang bertugas untuk mengatasi Rase. Kelompok ketiga terdiri dari Hyang Marana dan Hyang Madyapada yang bertugas mengatasi Saradula dan terakhir Hyang Amarabhawana yang akan seorang diri mengatasi kelompok Nagendra. Sementara itu, Hyang Yuda akan berkeliling ke seluruh Janaloka untuk memberi bantuan kepada setiap kelompok sembari mencari dalang di balik serangan ini.
“Terima kasih banyak atas bantuan Hyang Yuda. . .” ucap Hyang Manasija masih dengan membantai sisa pasukan Baluka di hadapannya. “Tidak perlu berterima kasih, Hyang Manasija. Aku sebagai Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka sudah menjadi tugasku untuk maju ketika perang terjadi. . .” jawab Hyang Yuda dengan sedikit merendah. Hyang Manasija tersenyum mendengar jawaban Hyang Yuda. “Terima kasih, Hyang Yuda. Setelah ini, Hyang Yuda bisa meninggalkan kami dan membantu kelompok yang lain. . .” tambah Hyang Samirana. “Hyang Samirana yakin bisa mengatasinya sisanya?” tanya Hyang Yuda sedikit ragu karena melihat Hyang Manasija dan Hyang Samirana yang sedikit kelelahan. Hyang Yuda sedikit merasa ragu untuk meninggalkan Hyang Manasija dan Hyang Samirana, terutama Hyang Manasija yang sudah lama tidak berurusan dengan perang dan hanya sibuk mengatur perjodohan manusia di Janaloka. “Kami berdua baik – baik saja.
Sementara itu di Amaraloka. . . “Hyang Tarangga. . .” panggil Hyang Byomanthara.Hyang Tarangga yang sedang sibuk membantu kelompok Hyang Manasija dan Hyang Samirana mengalihkan pandangannya untuk sejenak untuk menjawab panggilan Hyang Byomanthara.“Ada apa, Hyang Byomanthara?” tanya Hyang Tarangga.“Lihatlah. . . Hyang Yuda bertukar tempat dengan Hyang Amarabhawana. Hyang Yuda menggantikan posisi Hyang Amarabhawana untuk menghadapi pasukan Nagendra seorang diri,” jelas Hyang Byomanthara dengan wajah terkejutnya yang penuh dengan rasa kagum.Hyang Tarangga melirik melihat apa yang sedang diperlihatkan oleh Hyang Byomanthara padanya menggunakan Awalokana miliknya.Hyang Tarangga, Hyang Byomanthara, Hyang Basanta, Hyang Amarabhawana dan Hyang Manasija memiliki kemampuan yang sama yang tidak dimiliki oleh para Hyang yang lain. Kemampuan yang disebut Awaloka
Hyang Tarangga kembali ke posisinya dengan membawa Sangkar Kausala di tangannya. Melalui Awalokana miliknya, Hyang Tarangga mengawasi jalannya pertarungan antara Hyang Yuda dan pasukan Ashura. Baru sesaat Hyang Tarangga meninggalkan Hyang Yuda untuk mengambil Sangkar Kausala, namun situasi yang dihadapi Hyang Yuda sekarang sudah lebih buruk dari sebelumnya. Dengan jelas. . . Hyang Tarangga melihat Hyang Yuda sudah benar – benar kelelahan. Tenaga milik Hyang Yuda sudah nyaris terkuras habis sementara pasukan Ashura di hadapannya terus berdatangan seakan tidak pernah habis. Hyang Tarangga beberapa kali mengirimkan Handaru Nara miliknya namun bantuan itu tidak bisa menghentikan langkah Ashura yang terus maju dan mendesak Hyang Yuda. Sekali lagi. . . dan untuk terakhir kalinya, Hyang Tarangga menghubungi Hyang Amarabhawana melalui saluran komunikasi khusus yang dibukanya. “Bagaimana Hyang Amarabhawana? Apakah bisa segera memberi bantuan kepada H
“Begitulah kisah cinta dan kisah perjuangan dari Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Setelah terpisah oleh kematian, setelah melewati tiga kehidupan penuh ujian dan penantian yang panjang, Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara akhirnya bersatu kembali di Amaraloka.” “Benarkah begitu Paman?” tanya anak laki – laki dari lima anak laki – laki yang mendengarkan kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Benar.” “Lalu apakah kerajaan dan Maharaja melupakan Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara?” tanya satu dari empat anak perempuan yang juga ikut mendengar kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Maharaja tidak melupakan adik kesayangannya, Manohara. Hanya saja kisah cinta mereka kemudian terkubur bersama dengan kematian seluruh saksi dari kejadian yang membunuh RakryanTumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Semua saksi dalam kejadian itu menyimpan rahasia itu sebagai bentuk sumpah setia kepada Maharaja dan
Hyang Yuda berdiri di depan gerbang Sadyapara menunggu pratiwimba milik Hyang Marana datang membawa atma dari Isvara yang merupakan reinkarnasi keempat dari Manohara. Dengan gugup, Hyang yuda berdiri menunggu sementara Hyang Tarangga yang berdiri menemani di sampingnya tampak begitu tenang seperti biasanya. “Tenanglah, Hyang Yuda.” Hyang Tarangga berusaha menenangkan Hyang Yuda yang begitu gugup bahkan lebih gugup ketika harus memimpin perang. “Kenapa pratiwimba milik Hyang Marana lama sekali, Hyang Tarangga?” Hyang Yuda berkata dengan raut wajah yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa sabarnya. “Manusia yang mati hari ini berjumlah ratusan dan belum lagi yang mati di sisi lainnya di Janaloka. Tugas Hyang Marana begitu banyak, jadi tunggulah dengan sabar,Hyang Yuda. Atma dari Isvara tidak akan menghilang.” Tidak lama kemudian dari gerbang masuk Sadyapara, Hyang Yuda melihat kedata
Sepuluh tahun kemudian. Tahun 1945. Isvara kini telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan karakter dan kepribadian yang baik. Dengan keluarganya yang merupakan keluarga bangsawan, tidak sulit bagi Isvara untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi untuk masa depannya kelak. Isvara yang sudah memiliki kecerdasan yang cukup tinggi sejak masih kecil mengenyam pendidikan di Sakolah Raden Dewi(1) dan lulus di usianya yang masih muda. (1)Sakolah Raden Dewi adalah sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tahun 1904 dengan nama sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Sekolah ini mengalami perubahan nama beberapa kali sebelum akhirnya pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sakolah Raden Dewi. Hyang Yuda yang melihat pertumbuhan Isvara merasa begitu senang karena Isvara memiliki kehidupan yang benar – benar membuatnya bahagia. Hyang Yuda
Tahun 1925 Hyang Yuda menghela napas panjang ketika mendapati dirinya harus bertugas hanya berdua dengan Hyang Marana. Mendengar helaan napas panjang dari Hyang Yuda, Hyang Marana melirik dengan tajam ke arah Hyang Yuda dan berkata, “Aku mendengar helaan napas panjang itu, Hyang Yuda. Apakah begitu membosankannya bagi Hyang Yuda untuk bekerja bersama denganku?” Hyang Yuda dengan cepat berusaha tersenyum mendengar omelan dari Hyang Marana yang mendengar helaan napas panjangnya dan menjawab pertanyaan dari Hyang Marana, “Tidak, Hyang Marana.” “Kalau begitu berhentilah menghela napas panjang karena bukan hanya Hyang Yuda saja yang merasa sebal. Aku pun juga merasakan hal yang sama. . . Akan lebih baik jika Hyang Tarangga ada di sini menjadi penengah di antara kita berdua. . .” Hyang Yuda menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hyang Marana. Untuk pertama kalinya dalam 600 tahun keh
Seratus tahun kemudian. . . Selama seratus tahun, Hyang Yuda melakukan semua pekerjaan yang dimilikinya dengan giat. Dari pergi melihat jalannya perang bersama dengan Hyang Marana dan Hyang Tarangga, kemudian pergi bersama dengan Hyang Marana dalam menjemput banyak atma manusia yang tewas karena serangan wabah dan sesekali membantu pekerjaan para Hyang lainnya ketika Hyang Yuda sebagai Hyang Ruksa melepas panah Sanghara Gandhewa dan membuat kiamat kecil datang ke Janaloka. Pada tahun 1815, Sanghara Gandhewa yang dilepaskan oleh Hyang Yuda membuat Tambora Giri(1) meletus dan mengakibatkan banyak manusia yang tewas. Hyang Marana dan Hyang Tarangga benar – benardibuat bekerja keras ketika Sanghara Gandhewa milik Hyang Ruksa dilepas ke Janaloka. Tidak hanya itu saja akibat dari letusan Tambora Giri yang sangat dahsyat, tsunami datang di beberapa titik di Janaloka dan mengakibatkan ribuan manusia kehilangan nyawanya. Akibat l
Mendengar ucapanku, sosok hitam dengan wujud wanita itu kemudian memasang wajah murka kepadaku. Tangannya mengepal berusaha merusak selubung pelindung yang dibuat Hyang Yuda sebelum hilang kesadarannya. Tatapan matanya menyala seakan berusaha membakarku dengan amarahnya. Beruntungnya aku,berkat selubung itu aku berhasil menyelamatkan diri dan berjalan menjauh dari sosokhitam dengan wujud wanita itu. Menyadari aku yang perlahan berusaha pergi, sosokhitam dengan wujud wanita itu kemudian memanggil senjata miliknya yakni sabit besar berwarna hitam yang pernah aku lihat ketika sosok itu menyerang Hyang Yuda dan berusaha menghancurkan selubung yang melindungiku. Entah itu beruntung atau mungkin kekuatan Hyang Yuda lebih kuat darinya, selubung itu masih melindungiku dan membuat usaha sosok itu berakhir dengan kegagalan. “Sial. . .” Sosok itu mengumpat kesal ke arahku sembari melempar tatapan tajam penuh amarah kepad
Pertemuanku dengan Hyang Yuda benar – benar berjalan mulus sesuai dengan rencana yang dibuat oleh sosok itu. Dengan jantung yang berdetak kencang, aku berusaha keras menyembunyikan rona merah di wajahku dan suara detak jantungku yang bahagia melihat kedatangan Hyang Yuda tepat di hadapanku. Aku tahu hanya diriku seorang yang dapat mengingat kehidupan lama Hyang Yuda sebagai Sena. Tapi dengan hanya itu saja, akuyang hidup berteman dengan kesepian dan kehilangan semua harapanku sejak kematian bibiku akhirnya memiliki sebuah harapan lagi. Meski Hyang Yuda melupakan jati diri dan identitasku di masa lalu, meski Hyang Yuda tidak mengingat janji dan cinta di antaraSena dan Pawestri Manohara, aku akan membuat Hyang Yuda kembali menyukaiku seperti yang pernah terjadi antara Sena dan Pawestri Manohara di masa lalu. Itulah yang aku harapkan. Hyang Yuda membantuku dengan menggendongku di punggungnya yang hangat, membawaku kembali ke rumah s
Adegan demi adegan dengan cepat berputar di dalam benakku. Adegan yang memutar segala kenangan milik Pawestri Manohara bersama dengan Rakryan Tumenggung Sena dari pertemuan pertama, waktu – waktu yang dihabiskan oleh Pawestri Manohara bersama dengan Sena sewaktu menjadi pengawal pribadinya, permintaan Pawestri Manohara kepada Maharajamengenai pernikahannya, kemudian pesta pernikahan antara Pawestri Manohara, kehamilan Pawestri Manohara hingga terakhir kematian mengenaskan yang dialami oleh Manohara dan Rakryan Tumenggung Sena sebagai suaminya. Semua adegan berputar dengan cepat dalam waktu singkat seakan tumpah di dalam benakku. Begitu pemutaran adegan itu berakhir, air mataku tanpa kusadari jatuh dan membasahi wajahku. Sementara aku menghapus air mata di wajahku, sosok gelap di hadapanku kemudian mengangkat telapak tangannya dari keningku, menghentikan pemutaran adegan di dalam benakku. “Apa yang baru saja aku lihat ini?” tanyaku masih dengan mengh
Hyang Yuda akhirnya mengerti. Hyang Yuda akhirnya memahami alasan dari Sasarada yang memiliki kemampuan untuk melihat sosoknya sebagai Dewa. Kemampuan itu seakan menjadi jawaban dari keinginan dua reinkarnasi Manohara sebelumnya yakni Anindya dan Samanta. Harapan itu didengar oleh berkah milik Hyang Yuda yang sejak awal juga ingin kembali pada Tuannya. Berkah itu membuat dua reinkarnasi dari Manohara menyimpan perasaan yang dalam dari Manohara untuk suaminya, Sena yang tidak lain adalah Hyang Yuda. Berkah itu jugamembuat Samanta dapat melihat beberapa kenangan miliknya di kehidupannya sebagai Manohara dalam bentuk mimpi. Seperti ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda, reinkarnasi Manohara terlindungi dari makhluk – makhluk tak kasat mata yang berniat mengganggunya. Namun dalam ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda itu ada sebuah kesalahan kecil yang harusnya menjadi peringatan untuk Hyang Yuda. Hyang Yuda juga termasuk ke dalam makhluk