Di Amaraloka yang tenang. . .
Sangkar Kausala tiba – tiba muncul di tengah – tengah aula Amaraloka dan membuat beberapa beberapa Raksaka(1) yang berjaga terkejut.
(1)Raksaka dalam bahasa sansekerta berarti Penjaga.
Sangkar kausala yang tiba dengan Nagendra di dalamnya, kemudian berteriak dengan kencang memanggil nama Hyang Marana.
“Hyang Marana yang terhormat. . . aku, Sangkar Kausala pusaka dari Hyang Yuda datang mengantarkan hewan peliharaanmu. . .”
Teriakan Sangkar Kausala yang benar – benar kencang berhasil menarik perhatian beberapa Hyang yang terjaga akhirnya datang ke aula Amaraloka. Dari pintu gerbang Aula Amaraloka terlihat kedatangan Hyang Tarangga, Hyang Baruna, Hyang Byomanthara(2), Hyang Samirana, Hyang Amarabhawana dan terakhir Hyang Marana.
(2)Byomanthara dalam bahasa sansekerta berarti matahari.
“Apa – apaan ini?” tanya Hyang Byomanthara yang tidak tahu menahu dengan kejadian saluran pembuka yang dibuka oleh Hyang Yuda sebelumnya.
“Ini. . .” Hyang Tarangga berusaha memberi penjelasan, “karena Hyang Byomanthara tidur sebelumnya, Hyang Byomanthara tidak tahu mengenai saluran komunikasi yang dibuka secara keseluruhan oleh Hyang Yuda beberapa waktu lalu.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Hyang Byomanthara lagi.
“Kenapa Nagendra dikirim kemari?”
Kali ini Hyang Amarabhawana juga bertanya karena penasaran melihat Nagendra yang besar berada di dalam aula Amaraloka.
Hyang Tarangga berusaha memberi penjelasan kepada dua Hyang di hadapannya saat ini. “Begini. . . sebelumnya, Hyang Yuda menemukan Nagendra ini berada di tanah suci di pegunungan dan sedang melakukan pesta makan besar di sana. Hyang Yuda menghubungi seluruh Hyang yang masih terjaga untuk bertanya mengenai Nagendra yang bisa dengan mudahnya membunuh dan memakan manusia tanpa diketahui oleh Hyang di Amaraloka.”
“Tunggu sebentar. . .” Hyang Amarabhawana menyela. “Pesta makan besar? Maksudnya memakan banyak manusia?”
Hyang Tarangga menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Hyang Amarabhawana.
“Jika memang benar begitu, kenapa Hyang Yuda mengirim Nagendra ini kemari dan bukannya ke Kunjara(3)?” tanya Hyang Byomanthara dengan wajah heran.
(3)Kunjara dalam bahasa sansekerta berarti Penjara.
Hyang Tarangga hendak menjawab namun dengan cepat disela oleh Hyang Marana yang tersenyum senang melihat Nagendra dalam Sangkar Kausala milik Hyang Yuda.
“Aku yang memintanya untuk memberikan Nagendra ini padaku sebagai hewan peliharaan. . .”
“Kamu, Hyang Marana. . .” teriak Hyang Byomanthara dengan wajah tidak percaya. “Apa yang akan Hyang Marana lakukan dengan hewan peliharaan seperti itu?”
Dengan wajah senang, Hyang Marana menjawab, “Bukankah bagus punya satu hewan peliharaan di Amaraloka? Lagipula wujud Nagendra ini tidak begitu buruk. Lihat. . .” Hyang Marana menunjuk ke arah Nagendra dalam Sangkar Kausala. “Tubuhnya gemuk, sisiknya juga memiliki warna yang bagus kombinasi antara warna merah dan hitam. Bukankah Nagendra ini terlihat cantik?”
Hyang Byomanthara memandang ngeri ke arah Nagendra dalam kurungan Sangkar Kausala dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Hyang Marana yang tersenyum senang.
“Kalau begitu segera urus hewan peliharaanmu ini, Hyang Marana dan segera berikan kandang untuknya.”
Hyang Marana memandang bingung ke arah semua Hyang di depannya dan kemudian berkata dengan polosnya, “Ah, benar juga. Aku belum sempat menyiapkan kandang untuk Nagendra yang cantik ini.”
Hyang Amarabhawana kemudian menatap Hyang Tarangga dengan tatapan tidak percaya dan berbisik kepadanya, “Kurasa sesuatu yang buruk akan terjadi setelah ini. . .”
Hyang Amarabhawana dan Hyang Tarangga mundur selangkah demi selangkah karena merasakan sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Sementara itu, Sangkar Kausalah yang melihat sosok Hyang Marana kemudian menyampaikan pesan Hyang Yuda kepada Hyang Marana.
“Hyang Marana yang terhormat, saya Sangkar Kausala pusaka dari Hyang Yuda mengantarkan Nagendra ini sebagai hadiah kepada Hyang Marana. . .” kata Sangkar Kausala.
Hyang Marana tersenyum senang mendengar suara kencang yang dibuat oleh Sangkar Kausala dan merasa bangga karena mendapat hadiah yang diinginkannya. Sangkar Kausala yang melihat wajah senang Hyang Marana kemudian melanjutkan pesan Hyang Yuda lagi.
“Hyang Marana yang terhormat, mohon maafkan Tuanku karena menangkap Nagendra dan membuatnya terluka karena Buntala. Sebagai permintaan maaf dari Tuanku, Hyang Yuda, saya Sangkar Kausala akan menyembuhkan Nagendra sebelum memberikannya pada Hyang Marana yang terhormat.”
Hyang Marana semakin merasa di atas angin mendengar ucapan Sangkar Kausala yang penuh rasa hormat kepada dirinya.
Sangkar Kausala kemudian menyembuhkan semua luka Nagendra dan berkata lagi kepada Hyang Marana, “Hyang Marana yang terhormat, apakah Tuan merasa senang dengan hadiah ini?”
Hyang Marana menganggukkan kepalanya dan tersenyum senang.
“Baiklah kalau begitu. . . saya akan menyampaikan kepada Tuanku bahwa Hyang Marana merasa senang menerima hadiah ini. Sekian.”
Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Sangkar Kausala menghilang begitu saja dan melepas Nagendra yang tadi berada dalam kurungannya. Melihat Nagendra yang sudah sembuh dari semua luka yang diberikan oleh Hyang Yuda, semua Hyang yang berada di dalam aula Amaraloka seketika panik. Hyang Marana yang tadinya tersenyum bahagia kini berubah menjadi ketakutan melihat Nagendra yang mulai mengejarnya. Di sisi lain, Hyang Byomanthara yang sudah lama takut dengan hewan jenis reptil hanya bisa berteriak ngeri melihat Nagendra yang lepas kendali.
Nagendra mengamuk di dalam Aula Amaraloka dan menghancurkan beberapa barang di Aula Amaraloka. Amukan Nagendra membuat beberapa Raksaka yang berjaga dan beberapa Hyang yang berada di aula kalang kabut kebingungan memanggil senjata pusaka mereka masing – masing untuk menghentikan amukan Nagendra. Sementara itu, Hyang Tarangga dan Hyang Amarabhawana yang telah menjauh dan berada di sudut ruangan hanya bisa tertawa kecil melihat apa yang sedang terjadi saat ini.
“Sudah kuduga ini akan terjadi. . .” ucap Hyang Amarabhawana masih dengan tertawa.
“Bagaimana Hyang Amarabhawana tahu hal ini akan terjadi?” tanya Hyang Tarangga heran.
“Tentu saja aku tahu. Hyang Marana sering kali menyulitkan Hyang Yuda saat mereka bekerja dan seperti yang kamu tahu Hyang Marana terkadang memiliki jalan pikiran yang pendek ketika menginginkan sedang sesuatu. Hyang Yuda pasti sudah menduga bahwa Hyang Marana tidak akan menyiapkan kandang untuk Nagendra ketika meminta Nagendra untuk menjadi hewan peliharaannya.”
“Jadi. . . apakah kita berdua hanya akan melihat Nagendra membuat kacau Aula Amaraloka, Hyang Amarabbhawana?” tanya Hyang Tarangga.
“Biarkan sebentar lagi. . . jarang sekali melihat pemandangan seperti ini di Amaraloka.” Hyang Amarabhawana menjawab Hyang Tarangga dengan terus tertawa melihat beberapa Hyang dan Raksaka yang kalang kabut karena amukan Nagendra.
Sementara itu di Janaloka. . .
Hyang Yuda kembali ke rumah gadis manusia itu dan menyadari jika cahaya matahari pagi sudah mulai terlihat. Dengan cepat Hyang Yuda melepas Awarana Catra yang dipasang di sekitar rumah gadis manusia itu dan kembali menggunakan Alesyan untuk bertemu dengan gadis manusia itu.
Benar saja begitu Hyang Yuda hendak membuka pintu rumah gadis manusia itu, Hyang Yuda langsung terkejut ketika melihat gadis manusia itu sedang duduk dengan wajah cemas di kursi besar tempatnya tidur semalam.
“Tuan. . . Tuan baik – baik saja?” tanya gadis manusia itu dengan wajah cemas dan khawatir.
“Ak. . aku baik – baik saja. . .” jawab Hyang Yuda dengan sedikit gugup.
Sejak kapan dia tahu aku keluar dari rumah. . .
Hyang Yuda bertanya dalam pikirannya sendiri sembari memandang ke arah gadis manusia itu.
“Kapan kamu bangun dari tidurmu?” tanya Hyang Yuda dengan sedikit gugup.
“Baru saja, Tuan yang baik hati. Saya terkejut melihat Tuan tidak ada di tempat tidur. Saya sempat memeriksa keluar dan tidak menemukan Tuan, saya kira sesuatu yang buruk menimpa Tuan. . .”
Aku. . . Hyang Yuda. . . Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Siapa kiranya di Janaloka ini yang bisa melukaiku?
Andai aku bisa mengatakan hal ini kepada gadis manusia itu dan membuatnya berhenti cemas yang tidak perlu.
Hyang Yuda berbicara sendiri dengan pikirannya lagi.
“Aku hanya berjalan – jalan di sekitar sini karena merasa udara di luar benar – benar menyejukkan. . .” jawab Hyang Yuda berbohong.
Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Tidak pernah berbohong di depan siapapun. Tapi hari ini di depan gadis manusia ini, aku terpaksa berbohong. Kuharap dosa ini tidak terlalu besar dan hukuman yang nantinya aku terima tidak akan terlalu berat.
“Syukurlah. . . kalau Tuan merasa nyaman di rumahku yang sangat sederhana ini. . .” jawab gadis manusia itu dengan senyuman senang.
“Tentu saja. . . rumahmu ini benar – benar nyaman. Apalagi angin malam yang berhembus benar – benar menyejukkan. . .”
Sial. . . tanpa kuperintah, mulutku berbohong lagi.
Hyang Yuda tersenyum ke arah gadis manusia itu sembari mengumpati dirinya sendiri yang sudah berbohong dua kali di depan gadis manusia itu.
“Kalau begitu. . . tunggulah sebentar lagi, Tuan. Saya akan menyiapkan makan pagi untuk Tuan sebelum Tuan pergi. . .”
Hyang Yuda tersenyum, “Terima kasih banyak.”
Setidaknya. . . aku masih bisa memakan masakan enak dari gadis manusia itu.
Hyang Yuda yang sedang asyik menikmati udara pagi di depan rumah gadis manusia itu tiba – tiba merasa saluran komunikasi Amaraloka masuk dan menghubunginya.
[Hyang Yuda. . .]
Dari suaranya, Hyang Yuda dapat mengenali bahwa yang sedang menghubunginya saat ini adalah Hyang Tarangga.
“Ya, Hyang Tarangga. . .”
[Hyang Yuda benar – benar membuat Aula Amaraloka berada dalam kondisi yang kacau balau. . .]
“Kenapa bisa begitu?” tanya Hyang Yuda berpura – pura tidak mengerti dan tidak tahu.
[Hyang Yuda benar – benar berhasil membuat Hyang Marana kalang kabut. . . lupakan soal itu, nanti ketika Hyang Yuda kembali ke Amaraloka, Hyang Yuda harus berhati – hati dengan amarah Hyang Marana. . .]
Hyang Tarangga yang selalu bersikap bijak memberi peringatan kepada Hyang Yuda.
“Terima kasih atas perhatian Hyang Tarangga.”
[Oh ya sebelum itu, bagaimana keadaan di Girilaya di sana? Setelah ini aku dan Hyang Marana akan turun ke Janaloka dan memeriksa lokasi itu?]
Hyang Yuda tersenyum kecil membayangkan Hyang Marana yang pasti akan muntah – muntah ketika tiba di lokasi Girilaya tempat Nagendra pesta makan besar semalam.
“Harap Hyang Tarangga membawa saputangan untuk menutupi indra penciuman Hyang Tarangga. Baunya benar – benar lebih parah dari tempat terjadinya perang.”
[Terima kasih atas perhatian Hyang Yuda. . . kalau begitu sampai ketemu nanti.]
Hyang Tarangga memutus saluran komunikasi dan membuat Hyang Yuda kembali menikmati udara sejuk di depan rumah gadis manusia itu.
“Tuan. . .” panggil gadis manusia itu kepada Hyang Yuda.
Hyang Yuda membalikkan badannya dan melihat ke arah gadis manusia yang memanggil dirinya. Sepintas sebuah bayangan muncul di dalam kepala Hyang Yuda, bayangan yang sama dengan wajah gadis manusia yang ditolongnya.
“Pawestri Manohara. . .”
Dalam bayangan Hyang Yuda, dirinya memanggil gadis dengan wajah yang sama dengan gadis yang ditolongnya dengan sebutan Pawestri(4). Bayangan itu kemudian berlanjut dan gadis dalam bayangan Hyang Yuda memanggil Hyang Yuda dengan sebutan lain yang sama sekali tidak diingat oleh Hyang Yuda.
(4)Pawestri dalam bahasa sansekerta berarti Putri.
“Bayangkara(5) Sena. . .”
(5)Bayangkara dalam bahasa sansekerta berarti Prajurit.
Hyang Yuda terkejut ketika sepintas bayangan itu muncul di dalam kepalanya.
“Tuan. . .”
Gadis manusia di depan Hyang Yuda berulang – ulang kali memanggil Hyang Yuda yang sempat ditelan oleh lamunannya.
“Ya. . .” jawab Hyang Yuda pelan ketika akhirnya sadar dari lamunannya.
“Apa Tuan baik – baik saja?”
Hyang Yuda memijat – mijat keningnya dan menjawab, “Aku baik – baik saja, hanya mungkin udaranya terlalu dingin saja.”
“Kalau begitu. . . ayo cepat masuk dan makan makanan hangat. Saya sudah selesai memasak makan pagi.”
Gadis manusia itu kemudian menarik lengan Hyang Yuda dan menariknya masuk ke dalam rumahnya. Namun Hyang Yuda menghentikan tindakan gadis manusia itu dan membuat gadis manusia itu tertarik hingga nyaris jatuh.
“Maafkan aku. . .” kata Hyang Yuda ketika menangkap tubuh gadis manusia yang nyaris saja jatuh karena tindakannya.
Bayangan di dalam kepala Hyang Yuda kembali lagi dan kali ini memperlihatkan kejadian yang berbeda dari sebelumnya.
Hyang Yuda melihat dirinya sendiri yang sedang berlari berusaha menangkap seorang gadis cantik dengan pakaian yang indah yang terjatuh dari tembok Antapura(6). Hyang Yuda melihat dirinya sendiri yang berlari dan berhasil menangkap gadis cantik yang memiliki wajah yang sama dengan gadis manusia yang ditolongnya. Di dalam bayangannya setelah berhasil menangkap gadis cantik yang terjatuh, Hyang Yuda kemudian bertanya kepada gadis cantik itu.
(6)Antapura dalam bahasa sansekerta berarti istana.
“Pawestri Manohara baik – baik saja?”
Gadis cantik itu kemudian menjawab, “Ya, aku baik – baik saja. Terima kasih Bayangkara Sena.”
Hyang Yuda memijat keningnya untuk kedua kalinya dan merasa kepalanya sedikit pusing.
“Tuan baik – baik saja?” tanya gadis manusia yang ditolong Hyang Yuda untuk kedua kalinya.
“Namamu. . . siapa namamu?” tanya Hyang Yuda.
Gadis manusia itu bangkit dari pelukan Hyang Yuda yang tadi menangkap tubuhnya yng nyaris saja terjatuh.
“Sasarada. . . nama saya Sasarada, Tuan.”
Hyang Yuda menatap dalam wajah Sasarada dan membandingkannya dengan wajah gadis yang baru saja muncul di dalam ingatannya.
Mereka serupa. . .
Hyang Yuda berbicara sendiri di dalam pikirannya setelah membandingkan wajah Sasarada dan wajah gadis di dalam bayangannya.
Sebenarnya apa yang baru saja aku lihat ini? Dan apa hubungan yang dimiliki oleh Sasarada dengan gadis yang baru saja muncul dalam bayanganku?
Setelah makan pagi bersama dengan Sasadara, Hyang Yuda kemudian mengucapkan terima kasih kepada Sasadara dan berpamitan pergi. “Jaga dirimu, Sasadara. Seorang gadis tinggal seorang diri di tempat yang jauh dari pemukiman dan dekat dengan hutan. . . itu pasti sangatlah berat,” ucap Hyang Yuda sebelum pergi. Sasadara menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Hidup seorang diri di pinggir hutan akan lebih mudah bagi saya dan juga banyak orang daripada saya harus tinggal di desa dan membuat banyak orang di desa kesusahan.” Hyang Yuda mengerutkan alisnya dan memandang heran ke arah Sasadara, “Apa maksudnya dengan itu?” Sasadara tersenyum melihat ke arah Hyang Yuda, “Jika kita berjodoh dan bertemu lagi, saya akan menceritakan hal ini kepada Tuan. Bagaimana menurut Tuan?” Hyang Yuda tersenyum mendengar ucapan bijak dari Sasarada kepada dirinya. “Baiklah, jika kita berjodoh dan bertemu lagi. . .” jawab Hyang Yuda.
Hyang Tarangga yang baru saja kembali dari tanah Girilaya kini berdiri di depan Hyang Amarabhawana di aula Amaraloka. Dengan menggunakan saluran komunikasi pribadi, Hyang Amarabhawana meminta Hyang Tarangga untuk segera menemuinya ketika tiba di Amaraloka. Dengan menahan rasa mualnya yang belum hilang sejak melihat kondisi Girilaya yang menjadi tempat pesta makan besar Nagendra, Hyang Tarangga menguatkan dirinya berdiri menghadap Hyang Amarabhawana. “Hyang Tarangga. . .” panggil Hyang Amarabhawana ketika melihat kedatangan Hyang Tarangga. “Ya, saya di sini, Hyang Amarabhawana.” “Maafkan ketidaksabaranku karenameminta Hyang Tarangga segera datang menemuiku setelah pekerjaan Hyang Tarangga yang berat pagi ini.” “Tidak, Hyang Amarabhawana. Sudah menjadi tugas saya mencatat semua atma dan manusia di Janaloka,” jawab Hyang Tarangga dengan sopan dan merendah. “Aku meminta Hyang Tarangga datang kemari karena ada se
Setelah memberikan tugas khusus kepada Hyang Yuda, Hyang Amarabhawana kemudian membagi para Hyang menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Hyang Tarangga dan Hyang Byomanthara bertugas menjaga Amaraloka dan memantau situasi dari semua kelompok dari Amaraloka. Jika diperlukan, Hyang Tarangga dan Hyang Byomanthara dapat melancarkan serangan dari Amaraloka untuk membantu kelompok yang terdesak. Kelompok kedua terdiri dari Hyang Manasija dan Hyang Samirana yang bertugas untuk mengatasi kelompok Baluka. Kelompok ketiga terdiri dari Hyang Baruna dan Hyang Warsa yang bertugas untuk mengatasi Rase. Kelompok ketiga terdiri dari Hyang Marana dan Hyang Madyapada yang bertugas mengatasi Saradula dan terakhir Hyang Amarabhawana yang akan seorang diri mengatasi kelompok Nagendra. Sementara itu, Hyang Yuda akan berkeliling ke seluruh Janaloka untuk memberi bantuan kepada setiap kelompok sembari mencari dalang di balik serangan ini.
“Terima kasih banyak atas bantuan Hyang Yuda. . .” ucap Hyang Manasija masih dengan membantai sisa pasukan Baluka di hadapannya. “Tidak perlu berterima kasih, Hyang Manasija. Aku sebagai Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka sudah menjadi tugasku untuk maju ketika perang terjadi. . .” jawab Hyang Yuda dengan sedikit merendah. Hyang Manasija tersenyum mendengar jawaban Hyang Yuda. “Terima kasih, Hyang Yuda. Setelah ini, Hyang Yuda bisa meninggalkan kami dan membantu kelompok yang lain. . .” tambah Hyang Samirana. “Hyang Samirana yakin bisa mengatasinya sisanya?” tanya Hyang Yuda sedikit ragu karena melihat Hyang Manasija dan Hyang Samirana yang sedikit kelelahan. Hyang Yuda sedikit merasa ragu untuk meninggalkan Hyang Manasija dan Hyang Samirana, terutama Hyang Manasija yang sudah lama tidak berurusan dengan perang dan hanya sibuk mengatur perjodohan manusia di Janaloka. “Kami berdua baik – baik saja.
Sementara itu di Amaraloka. . . “Hyang Tarangga. . .” panggil Hyang Byomanthara.Hyang Tarangga yang sedang sibuk membantu kelompok Hyang Manasija dan Hyang Samirana mengalihkan pandangannya untuk sejenak untuk menjawab panggilan Hyang Byomanthara.“Ada apa, Hyang Byomanthara?” tanya Hyang Tarangga.“Lihatlah. . . Hyang Yuda bertukar tempat dengan Hyang Amarabhawana. Hyang Yuda menggantikan posisi Hyang Amarabhawana untuk menghadapi pasukan Nagendra seorang diri,” jelas Hyang Byomanthara dengan wajah terkejutnya yang penuh dengan rasa kagum.Hyang Tarangga melirik melihat apa yang sedang diperlihatkan oleh Hyang Byomanthara padanya menggunakan Awalokana miliknya.Hyang Tarangga, Hyang Byomanthara, Hyang Basanta, Hyang Amarabhawana dan Hyang Manasija memiliki kemampuan yang sama yang tidak dimiliki oleh para Hyang yang lain. Kemampuan yang disebut Awaloka
Hyang Tarangga kembali ke posisinya dengan membawa Sangkar Kausala di tangannya. Melalui Awalokana miliknya, Hyang Tarangga mengawasi jalannya pertarungan antara Hyang Yuda dan pasukan Ashura. Baru sesaat Hyang Tarangga meninggalkan Hyang Yuda untuk mengambil Sangkar Kausala, namun situasi yang dihadapi Hyang Yuda sekarang sudah lebih buruk dari sebelumnya. Dengan jelas. . . Hyang Tarangga melihat Hyang Yuda sudah benar – benar kelelahan. Tenaga milik Hyang Yuda sudah nyaris terkuras habis sementara pasukan Ashura di hadapannya terus berdatangan seakan tidak pernah habis. Hyang Tarangga beberapa kali mengirimkan Handaru Nara miliknya namun bantuan itu tidak bisa menghentikan langkah Ashura yang terus maju dan mendesak Hyang Yuda. Sekali lagi. . . dan untuk terakhir kalinya, Hyang Tarangga menghubungi Hyang Amarabhawana melalui saluran komunikasi khusus yang dibukanya. “Bagaimana Hyang Amarabhawana? Apakah bisa segera memberi bantuan kepada H
Hyang Yuda membuka kedua matanya dan dengan samar – samar mengenali tempatnya saat ini berbaring. Hyang Yuda mengutuki dirinya sendiri karena justru datang ke tempat yang paling ingin dihindarinya. Selama lima ratus tahun lamanya, kurasa bukan hanya satu tempat saja aku pernah memasang Awarana Catra milikku. Tapi kenapa dari sekian banyak tempat, justru tempat ini yang didatangi Sangkar Kausala ketika berusaha menyelamatkanku?Setelah berbicara sendiri di dalam kepalanya, Hyang Yuda mencoba bangkit dari posisi terbaringnya. Namun sekujur tubuhnya masih merasakan rasa sakit yang luar biasa dan beberapa bagian tubuhnya bahkan merasa perih akibat luka – luka bekas pertarungannya.“Tuan sudah bangun?”Suara yang tidak asing di telinga Hyang Yuda, itu membuat Hyang Yuda yang berusaha bangun terkejut dan langsung menolehkan kepalanya melihat ke arah pemilik suara itu. Hyang Yuda melihat pemilik suara itu berla
Dengan terpaksa, Hyang Yuda akhirnya menghabiskan dua hari waktunya dengan tinggal di rumah Sasarada.Hari pertama di rumah Sasarada, Hyang Yuda ikut pergi bersama dengan Sasarada mencari tanaman obatdan berburu di sekitar hutan tempat tinggal Sasarada. Hyang Yuda yang sudah mengembalikan separuh lebih tenaganya kini dengan mudah memasang Awarana Catra miliknya ketika pergi bersama dengan Sasarada.Sepanjang perjalanan mencari tanaman dan berburu, Hyang Yuda berulang kali berkata dalam pikirannya karena rasa kesal dan malu yang dirasakannya saat bersama Sasarada. Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka kini harus pergi berburu kelinci dan rusa di hutan yang sebelumnya tak pernah kulakukan di Amaraloka hanya untuk makan. Pekerjaan kecil ini sebenarnya sangat mudah dilakukan jika aku menggunakan senjata pusaka milikku dan kemampuan lain yang kumiliki. Tapi. . . saat ini, aku berdiri di depan ma
“Begitulah kisah cinta dan kisah perjuangan dari Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Setelah terpisah oleh kematian, setelah melewati tiga kehidupan penuh ujian dan penantian yang panjang, Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara akhirnya bersatu kembali di Amaraloka.” “Benarkah begitu Paman?” tanya anak laki – laki dari lima anak laki – laki yang mendengarkan kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Benar.” “Lalu apakah kerajaan dan Maharaja melupakan Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara?” tanya satu dari empat anak perempuan yang juga ikut mendengar kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Maharaja tidak melupakan adik kesayangannya, Manohara. Hanya saja kisah cinta mereka kemudian terkubur bersama dengan kematian seluruh saksi dari kejadian yang membunuh RakryanTumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Semua saksi dalam kejadian itu menyimpan rahasia itu sebagai bentuk sumpah setia kepada Maharaja dan
Hyang Yuda berdiri di depan gerbang Sadyapara menunggu pratiwimba milik Hyang Marana datang membawa atma dari Isvara yang merupakan reinkarnasi keempat dari Manohara. Dengan gugup, Hyang yuda berdiri menunggu sementara Hyang Tarangga yang berdiri menemani di sampingnya tampak begitu tenang seperti biasanya. “Tenanglah, Hyang Yuda.” Hyang Tarangga berusaha menenangkan Hyang Yuda yang begitu gugup bahkan lebih gugup ketika harus memimpin perang. “Kenapa pratiwimba milik Hyang Marana lama sekali, Hyang Tarangga?” Hyang Yuda berkata dengan raut wajah yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa sabarnya. “Manusia yang mati hari ini berjumlah ratusan dan belum lagi yang mati di sisi lainnya di Janaloka. Tugas Hyang Marana begitu banyak, jadi tunggulah dengan sabar,Hyang Yuda. Atma dari Isvara tidak akan menghilang.” Tidak lama kemudian dari gerbang masuk Sadyapara, Hyang Yuda melihat kedata
Sepuluh tahun kemudian. Tahun 1945. Isvara kini telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan karakter dan kepribadian yang baik. Dengan keluarganya yang merupakan keluarga bangsawan, tidak sulit bagi Isvara untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi untuk masa depannya kelak. Isvara yang sudah memiliki kecerdasan yang cukup tinggi sejak masih kecil mengenyam pendidikan di Sakolah Raden Dewi(1) dan lulus di usianya yang masih muda. (1)Sakolah Raden Dewi adalah sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tahun 1904 dengan nama sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Sekolah ini mengalami perubahan nama beberapa kali sebelum akhirnya pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sakolah Raden Dewi. Hyang Yuda yang melihat pertumbuhan Isvara merasa begitu senang karena Isvara memiliki kehidupan yang benar – benar membuatnya bahagia. Hyang Yuda
Tahun 1925 Hyang Yuda menghela napas panjang ketika mendapati dirinya harus bertugas hanya berdua dengan Hyang Marana. Mendengar helaan napas panjang dari Hyang Yuda, Hyang Marana melirik dengan tajam ke arah Hyang Yuda dan berkata, “Aku mendengar helaan napas panjang itu, Hyang Yuda. Apakah begitu membosankannya bagi Hyang Yuda untuk bekerja bersama denganku?” Hyang Yuda dengan cepat berusaha tersenyum mendengar omelan dari Hyang Marana yang mendengar helaan napas panjangnya dan menjawab pertanyaan dari Hyang Marana, “Tidak, Hyang Marana.” “Kalau begitu berhentilah menghela napas panjang karena bukan hanya Hyang Yuda saja yang merasa sebal. Aku pun juga merasakan hal yang sama. . . Akan lebih baik jika Hyang Tarangga ada di sini menjadi penengah di antara kita berdua. . .” Hyang Yuda menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hyang Marana. Untuk pertama kalinya dalam 600 tahun keh
Seratus tahun kemudian. . . Selama seratus tahun, Hyang Yuda melakukan semua pekerjaan yang dimilikinya dengan giat. Dari pergi melihat jalannya perang bersama dengan Hyang Marana dan Hyang Tarangga, kemudian pergi bersama dengan Hyang Marana dalam menjemput banyak atma manusia yang tewas karena serangan wabah dan sesekali membantu pekerjaan para Hyang lainnya ketika Hyang Yuda sebagai Hyang Ruksa melepas panah Sanghara Gandhewa dan membuat kiamat kecil datang ke Janaloka. Pada tahun 1815, Sanghara Gandhewa yang dilepaskan oleh Hyang Yuda membuat Tambora Giri(1) meletus dan mengakibatkan banyak manusia yang tewas. Hyang Marana dan Hyang Tarangga benar – benardibuat bekerja keras ketika Sanghara Gandhewa milik Hyang Ruksa dilepas ke Janaloka. Tidak hanya itu saja akibat dari letusan Tambora Giri yang sangat dahsyat, tsunami datang di beberapa titik di Janaloka dan mengakibatkan ribuan manusia kehilangan nyawanya. Akibat l
Mendengar ucapanku, sosok hitam dengan wujud wanita itu kemudian memasang wajah murka kepadaku. Tangannya mengepal berusaha merusak selubung pelindung yang dibuat Hyang Yuda sebelum hilang kesadarannya. Tatapan matanya menyala seakan berusaha membakarku dengan amarahnya. Beruntungnya aku,berkat selubung itu aku berhasil menyelamatkan diri dan berjalan menjauh dari sosokhitam dengan wujud wanita itu. Menyadari aku yang perlahan berusaha pergi, sosokhitam dengan wujud wanita itu kemudian memanggil senjata miliknya yakni sabit besar berwarna hitam yang pernah aku lihat ketika sosok itu menyerang Hyang Yuda dan berusaha menghancurkan selubung yang melindungiku. Entah itu beruntung atau mungkin kekuatan Hyang Yuda lebih kuat darinya, selubung itu masih melindungiku dan membuat usaha sosok itu berakhir dengan kegagalan. “Sial. . .” Sosok itu mengumpat kesal ke arahku sembari melempar tatapan tajam penuh amarah kepad
Pertemuanku dengan Hyang Yuda benar – benar berjalan mulus sesuai dengan rencana yang dibuat oleh sosok itu. Dengan jantung yang berdetak kencang, aku berusaha keras menyembunyikan rona merah di wajahku dan suara detak jantungku yang bahagia melihat kedatangan Hyang Yuda tepat di hadapanku. Aku tahu hanya diriku seorang yang dapat mengingat kehidupan lama Hyang Yuda sebagai Sena. Tapi dengan hanya itu saja, akuyang hidup berteman dengan kesepian dan kehilangan semua harapanku sejak kematian bibiku akhirnya memiliki sebuah harapan lagi. Meski Hyang Yuda melupakan jati diri dan identitasku di masa lalu, meski Hyang Yuda tidak mengingat janji dan cinta di antaraSena dan Pawestri Manohara, aku akan membuat Hyang Yuda kembali menyukaiku seperti yang pernah terjadi antara Sena dan Pawestri Manohara di masa lalu. Itulah yang aku harapkan. Hyang Yuda membantuku dengan menggendongku di punggungnya yang hangat, membawaku kembali ke rumah s
Adegan demi adegan dengan cepat berputar di dalam benakku. Adegan yang memutar segala kenangan milik Pawestri Manohara bersama dengan Rakryan Tumenggung Sena dari pertemuan pertama, waktu – waktu yang dihabiskan oleh Pawestri Manohara bersama dengan Sena sewaktu menjadi pengawal pribadinya, permintaan Pawestri Manohara kepada Maharajamengenai pernikahannya, kemudian pesta pernikahan antara Pawestri Manohara, kehamilan Pawestri Manohara hingga terakhir kematian mengenaskan yang dialami oleh Manohara dan Rakryan Tumenggung Sena sebagai suaminya. Semua adegan berputar dengan cepat dalam waktu singkat seakan tumpah di dalam benakku. Begitu pemutaran adegan itu berakhir, air mataku tanpa kusadari jatuh dan membasahi wajahku. Sementara aku menghapus air mata di wajahku, sosok gelap di hadapanku kemudian mengangkat telapak tangannya dari keningku, menghentikan pemutaran adegan di dalam benakku. “Apa yang baru saja aku lihat ini?” tanyaku masih dengan mengh
Hyang Yuda akhirnya mengerti. Hyang Yuda akhirnya memahami alasan dari Sasarada yang memiliki kemampuan untuk melihat sosoknya sebagai Dewa. Kemampuan itu seakan menjadi jawaban dari keinginan dua reinkarnasi Manohara sebelumnya yakni Anindya dan Samanta. Harapan itu didengar oleh berkah milik Hyang Yuda yang sejak awal juga ingin kembali pada Tuannya. Berkah itu membuat dua reinkarnasi dari Manohara menyimpan perasaan yang dalam dari Manohara untuk suaminya, Sena yang tidak lain adalah Hyang Yuda. Berkah itu jugamembuat Samanta dapat melihat beberapa kenangan miliknya di kehidupannya sebagai Manohara dalam bentuk mimpi. Seperti ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda, reinkarnasi Manohara terlindungi dari makhluk – makhluk tak kasat mata yang berniat mengganggunya. Namun dalam ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda itu ada sebuah kesalahan kecil yang harusnya menjadi peringatan untuk Hyang Yuda. Hyang Yuda juga termasuk ke dalam makhluk