Mereka bersembunyi jauh di dalam kegelapan ....
Menunggu hingga kau bangun dan terjaga dari lelap.
Dengan mata besarnya yang berwarna merah menyala, tubuh kecil yang diselimuti lendir hijau dan lengket, serta kuku di tangan dan kaki yang begitu panjang.
Mereka bukanlah makhluk yang senang berburu sendirian. Sendiri membuat mereka tak berdaya, namun jika bersama dengan semuanya, mereka akan semakin kuat dan kuat. Tak peduli sehebat apa teknik seseorang untuk berubah, mereka tetap tidak akan mau mengerti. Sebab, mereka lebih sering mencari mangsa bersama kelompoknya.
Mereka lincah, bahkan mampu berlari dengan kedua kakinya layaknya manusia, bisa mengeluarkan raungan keras seperti sang Alpha, sanggup mencabik mangsa dengan mulut yang dibekali gigi super tajam. Mereka bertubuh kecil dan sering dianggap tak berbahaya, namun sebaliknya, mereka adalah makhluk yang keji dan buas.
Merekalah sang Goblin, dikenal juga sebagai bagian dari bangsa peri Nature, yang tugasnya menjaga alam. Goblin adalah makhluk kerdil yang bersembunyi di hutan yang lebat. Mereka memiliki tinggi sekitar 3cm sampai dengan 2 m itu hiduo dengan keberadaan yang jauh dari pemukiman warga.
Mereka tertutupi oleh pekatnya malam sembari menunggu malam yang agung tiba.
Yaitu saat bulan purnama ... tepat di malam itu, di mana orang-orang yang sangat mempercayai perintah tuhan memberikan mereka persembahan secara cuma-cuma.
Tak peduli pria ataupun wanita, orang tua ataupun anak-anak, para goblin yang hanya tahu berburu dan memangsa itu akan tetap setia mengejar mereka ... sampai tak ada seorang pun yang tersisa.
Kau tak boleh meremehkan siapapun musuhmu, apalagi memandang kekuatannya sebelah mata.
Sebab, mereka tak suka pengkhianat.
***
Hahhhh! Hhh! Sampai kapan!?
Sampai kapan aku harus berlari?!
Aku sudah tak sanggup lagi membawa kedua kakiku ini berlari! Rasanya begitu berat, telapak kakiku terasa sakit dan angin malam yang kuterjang terasa menusuk kulit.
"Cepat, Len! Lari lebih cepat!" Aku memberi perintah kepada sahabatku, meneriakinya untuk menambah laju kecepatan kami.
Bukan aku saja yang saat ini berlari tergesa-gesa. Di sebelahku ada Elena, sahabatku sejak kecil. Aku membawanya ikut serta dalam pelarian ini, lari dari "mereka" yang begitu mengerikan. Tak bisa kutebak apakah mereka masih berlari mengejar kami.
Hahh ... hahh ... bagaimana ini?! Sendi-sendi di kakiku seperti mau lepas! Tapi aku tak bisa berhenti sekarang!
"Ayo lari lebih cepat, Len!" Aku menarik tangan Elena sedikit lebih kuat, aku bahkan tak sadar sudah meremas pergelangannya dengan kuat.
"Tu-tunggu, Aaron!" Gadis itu meringis kesakitan, entah karena perbuatanku yang menarik tangannya atau karena batu-batu kecil yang menusuk kakinya, tapi aku benar-benar panik sekarang, dan indra pendengaranku seolah ditulikan!
"Kita harus cepat atau mereka akan menangkap kita!"
Aku sangat panik, bahkan aku tak berani menoleh ke belakang. Aku tahu dari derap langkah kaki mereka yang terdengar dekat; pastilah makhluk-makhluk bergigi tajam itu semakin dekat denganku dan Elena. Tangannya yang kurus berbalut kulit kehijauan itu sebentar lagi akan menjangkau kami berdua, menangkap kami hidup-hidup.
Aku ketakutan dan memilih mengeratkan genggamanku pada Elena. Tubuhku tak bisa berhenti gemetar, ditambah lagi fakta di mana Elena tak berhenti menangis sejak tadi sempat meringis kesakitan, dan itu berhasil membuatku frustrasi mendengarnya!
Andai saja orang-orang bodoh itu tidak pingsan di tempat itu, mungkin saja aku dan Elena masih bisa pulang ke rumah dengan selamat sekarang ....
Argh, bodoh! Apa yang kupikirkan?! Ini justru lebih baik daripada harus mati bersama para pengikut ajaran sesat yang saat ini sedang sekarat di tengah hutan!
Tak peduli seberapa jauh desa tempat tinggalku dengan posisi kami saat ini, aku dan Elena harus segera mencapainya. Kami masih terus berlari, tak peduli dengan suasana hutan yang mencekam dan gelap ini. Intinya kami berdua harus pulang!
Jujur saja, aku benci gelap! Aku benci segala sesuatu yang berhubungan dengan mereka yang tidak terlihat oleh mata. Bahkan, jika aku bertemu dengan mereka saat ini dengan suasana yang mengerikan ini, sudah kupastikan besok aku akan ditemukan tak sadarkan diri!
Segala hal yang terjadi malam hari ini membuatku gila!
"Akh!" Elena terpekik sesaat sebelum jatuh tersungkur ke depan, kakinya tersangkut di akar pohon yang sedikit menyembul keluar dari dalam tanah. Dan sialnya, aku tadi lupa memperingatkannya.
"Kau tak apa, Len?!" tanyaku cepat. Aku panik sendiri, sebab bisa saja makhluk itu sudah berdiri di belakang kami. "Ayo, Len, kita harus cepat kembali ke desa!"
"Hanya di sanalah kita berdua bisa aman!"
Buru-buru aku membantu gadis bersurai emas itu berdiri. Jantungku terus saja berdegup kencang setiap detiknya, yang kupikirkan hanyalah cara agar bisa kembali ke desa, ini masalah hidup dan mati! Aku benar-benar tidak ingin ditangkap oleh makhluk yang mengerikan itu.
"AARON! MEREKA DATANG!"
Elena berteriak tepat di depan telingaku. Sial, aku lengah. Makhluk-makhluk hijau berkepala botak itu sudah berhasil menemukan kami berdua. Aku dengan cepat meraih tangan Elena yang sempat terlepas dariku, dan segera menyeretnya untuk kembali berlari bersama. Lagi-lagi aku tak peduli dengan ringisan yang keluar dari mulutnya.
"HUAAA!"
Aku dan Elena jatuh bersamaan disusul dengan pekikan nyaring sang gadis, langkah kami kembali terhenti. Di saat genting dan menegangkan seperti ini, mengapa kemalangan selalu menghampiri? Tentu saja, waktu semakin cepat berlalu.
"AARON! TOLONG!"
"ELEN!" seruku panik. Sial, aku kecolongan! Mereka menangkap Elena!
Aku berusaha meraih Elena yang terus saja berteriak minta tolong. Siapa yang bisa mendengarkan teriakan itu di tengah hutan!? Teriakan seperti tadi hanya bisa menarik beruang menuju kemari!
Namun saat itu ... bayanganku bersentuhan dengannya. Di bawah sinar bulan yang menyinari malam gelap tanpa bintang ... aku melihat mereka. Dengan kedua mataku sendiri.
Makhluk-makhluk itu menarik kaki Elena, namun gadis kecil bersurai emas itu melakukan perlawanan. Karena tak berdaya melawan makhluk tersebut, akhirnya Elena pun pasrah saat makhluk-makhluk kecil itu membawanya masuk ke bagian hutan yang paling dalan.
"Tidak! Jangan pergi Elena! Elena kembali!" Aku berteriak sambil terus berusaha mengikuti sahabatku yang tubuhnya diseret tanpa belas kasihan oleh segerombolan makhluk yang hidup dalam kegelapan.
Aku bisa melihat tatapan Elena berubah menjadi kosong. Kini, dia terlihat seperti wadah tanpa jiwa.
Betapa takutnya Elena dengan sang goblin, makhluk yang dipanggil oleh orang-orang di desaku sebagai bentuk dari perlindungan kutukan dalam sebuah ritual pemujaan yang gila dan sesat.
"ELEN! ELENA!"
Aku berusaha menjangkau tangan mungil sahabatku, tak lagi memikirkan rasa sakit di telapak kakiku yang tertusuk ranting pohon. Aku harus menolongnya!
"Tolong aku, Aaron!" Elena menangis histeris. Namun aku yakin, aku bisa menyelamatkannya! Bertahanlah sedikit lagi, Len!
Senyumku mengembang, sedikit lagi. Sedikit lagi tanganku berhasil menggapainya ....
"Akh!" Lagi-lagi aku melakukan hal konyol, aku tak memperhatikan langkahku, hingga membuatku kembali tersandung akar pohon.
"AAAROON!!!"
Aku bangkit dan berusaha mengejar Elena kembali. Gadis itu terus berteriak dalam derai air matanya. Namun, sisa tenaga yang kumiliki membuatku tertinggal jauh darinya. Elena semakin tertelan oleh kegelapan hutan.
"ELEENNN!!!" pekikku histeris. "TIDAK ELEN! KEMBALIII!"
"KEMBALIKAN ELENA PADAKUUU!!!"
Hhh ... hhh! Aku semakin panik. Mustahil aku bisa mengejarnya dengan keadaanku saat ini. Tidak! Ini semua belum berakhir. Aku segera berbalik badan, dan memutuskan untuk kembali menuju desa sama seperti sebelumnya.
Aku tak peduli jika harus meminta tolong kepada para penduduk desa itu untuk mencari sahabatku, aku hanya ingin Elena diselamatkan.
"Maafkan aku, Elen!" Aku menyeka mataku yang basah. "Maafkan kebodohanku ini!"
Sial, aku mulai menangis. Aku sangat memalukan. Apakah aku masih memiliki keberanian untuk menatap Elena dengan keadaan lemah seperti ini?
Apakah aku gagal menyelamatkan sahabat baikku?
Aku menggosok mataku dengan cepat, tapi ada satu hal pasti yang masih saja mengganjal pikiranku saat memilih pergi meninggalkan hutan dan juga Elena yang dibawa oleh segerombol makhluk bernama Goblin.
Itu ... adalah saat di mana aku melihat wajah ketakutan Elena yang berlinang air mata.
Sungguh, aku tidak akan pernah bisa melupakannya.
Kisah ini sederhana, diawali dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan biasa yang sering diajukan oleh anak-anak seusiaku. Kutanyakan kepadamu, apa kau tahu apa itu legenda? Apakah itu hanya sebuah cerita rakyat yang digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak? Sebenarnya apa itu mitos? Aku sempat berpikir, bahwa ini hanyalah sejenis permen bulat rasa mint yang terasa enak di lidah, merek permen yang banyak dijual di kota besar. Dan aku tak terlalu menyukai permen jenis ini jika mengingat keterkaitan namanya dengan makna mitos itu sendiri. Ah, kau tak paham maksudku tadi? Yang kusinggung tadi itu adalah permen Mentos. Mentos sendiri adalah sebuah merek permen rasa mint dalam kemasan yang dijual di toko-toko dan mesin jual otomatis. Sebenarnya tak ada hubungannya antara Mentos dan mitos. Itu hanya imajinasi anak kecil yang suka menyembunyikan coklat di antara sela-sela giginya saja. Perlu kau k
Birdben adalah desa di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Tak ada yang spesial di desaku ini. Bahkan pemukiman manusia yang terletak di dalam hutan ini pun tak lebih luas dari lapangan golf skala sedang. Yang membedakan desaku dari desa-desa di wilayah lain seperti desa Nyalzh, desa Azwath, dan desa Banshee yang letaknya ada di sebelah Utara dan Selatan hanyalah pagar kayu setinggi 20 meter yang bertujuan melindungi kami semua dari serangan makhluk asing. Contohnya seperti serigala, beruang, atau dari serangan goblin yang telah menjadi momok warga desa ini sejak puluhan tahun yang lalu. Walau hanya terbuat dari kayu, setidaknya pagar tersebut bisa melindungi kami semua dari ancaman makhluk buas di luar sana. Tapi, kenapa tidak dibuat dari batu saja, ya? Bukankah batu lebih kuat dan kokoh? Bahkan jika ada banteng yang membenturkan kepala beserta tanduknya ke dinding, maka dinding itu tidak akan runtuh. Yah,
Obat terbaik dari sebuah penyakit adalah pikiran yang positif. Semakin banyak energi baik yang kita hasilkan, maka rasa sakit yang merupakan energi negatif itu akan berubah menjadi energi yang positif. Jika kita malah semakin banyak berpikiran buruk, maka itu akan menekan energi positif yang ada pada kita dan itu hanya akan membuat proses pemulihan kita berjalan lambat. Kira-kira itulah yang dikatakan oleh guruku di sekolah saat menerangkan jenis tanaman obat yang bisa kita temui di hutan. Yah, aku akui, aku memang tak sepintar Deinn dan sedewasa Albert, tapi aku sudah pastikan bahwa Ivanoff masih setingkat di bawahku. Ha ha! "Aaron! Jangan lupa meminum obatmu!" teriak Ibu dengan nyaring dari luar. Aku yang memang senang mengunci diri dalam kamar lantas melirik jam dinding yang bergambar karakter kartun favoritku; Mickey Mouse, yang sudah menunjukkan pukul 7 malam. "Baik, Bu!" teriakku
Ini benar-benar berada di luar harapanku, aku bahkan tak pernah membayangkan akan berada di hutan Lakebark pada malam hari. Kondisi di mana aku dikelilingi oleh pepohonan dengan tinggi yang menjulang, serta malam hari tanpa bintang-bintang. Dua hal yang sangat kutakuti, yaitu kegelapan dan juga hutan terlarang. Kini aku berada di tengah-tengahnya, mengantarkan diri kepada sesuatu yang akan membangkitkan rasa takutku selama ini. Padahal aku selalu berharap agar bisa hidup tenang dan dijauhkan dari segala sesuatu yang berbahaya, misalnya terjebak di dalam hutan saat hari sudah gelap. Sayangnya, aku benar-benar masuk ke hutan itu dan dapat mendengar berbagai suara mengerikan yang silih berganti menyapa gendang telingaku. Aku masuk ke dalamnya tanpa mengenakan peralatan yang bisa melindungiku dari sesuatu yang mungkin saja akan membuat trauma masa kecilku kembali, aku masuk dengan hanya menggunakan piyama tidur
Aku tak percaya ini! Apa yang ada di atas itu benar-benar Ivanoff? Anak yang selalu menakutiku? Sahabat baikku?! Astaga! Ini bencana! Meski aku tahu jika dia ternyata benar Ivanoff, aku masih tak menyangka jika dia menjadi bagian ritual gila ini. Aku juga syok ketika tahu dialah orang yang mengenakan jubah paling beda dari yang lain, dan terlihat seperti seorang pemimpin. Setelah pulang dari tempat ini, aku akan memborbardirnya dengan banyak pertanyaan! Seperti apa yang dia lakukan di atas panggung dan mengenakan jubah paling beda dari yang lain? Sial, entah mengapa aku iri! Awalnya aku tak peduli dengan pakaian apa datang ke tempat itu, tapi setelah melihat Ivan mengenakan pakaian yang bagus, aku benar-benar ingin mengenakan jubah hitam yang sama. Maksudku, apa bagusnya memakai pakaian yang tak sama dengan yang lain? Lihat aku, aku malah memakai baju tidur! Aish, aku iri. Dan, apa-apaa
Hal pertama yang kulihat ketika membuka mata adalah langit malam dan dahan pepohonan yang rimbun. Hari masih gelap dan aku rasa malam kali ini lebih panjang dari malam-malam yang kulewati sebelumnya. Entah kenapa, seolah-olah malam ini berbeda dari malam lainnya. Hal kedua yang kurasakan saat itu adalah seluruh badanku terasa lengket. Seperti ada yang meresap pada kain satin baju tidur yang aku kenakan. Tidak hanya terasa di punggung saja, bahkan aku bisa merasakan sesuatu yang basah itu mengotori tubuh bagian belakangku juga. Rasanya menjijikkan. Aku berbaring dengan kedua tangan di sisi tubuh, tapi aku sendiri tak bisa merasakan kedua kakiku. Rasanya seperti kesemutan, tapi aku tak merasakan apa-apa selain kaki yang tidak bisa diangkat meski sudah mencoba mengangkatnya dengan hati-hati. Ah, sudahlah, setidaknya aku bisa berbaring lebih lama lagi di sini tanpa perlu repot-repot beranjak dan membuatku pusing lagi.
"Elena!" Aku berteriak di tengah hutan mencari keberadaan sahabat karibku. Mustahil aku bisa mengabaikan gadis kecil itu, dia jauh lebih penakut dan aku akan menemaninya bersama ketakutannya itu! "Elen!" "Elen! Di mana kau?!" Aku yang telah selesai memeriksa keadaan Deinn, Albert dan juga Ivan dengan segera menuruni panggung dan kemudian memanggil-manggil sahabat perempuanku. Aku tahu, seharusnya sejak awal aku cari dulu Elena baru kemudian beranjak mendatangi ketiga sahabatku yang lain. Sampai saat itu aku belum juga melihat Elena. Aneh, padahal tadi dia sedang bersandar pada pohon dan aku sendirilah yang sudah memindahkannya ke sana, tapi saat aku kembali Elena sudah tidak ada di sana. Aku pun memutari area itu dan tanpa sadar telah menginjak sesuatu. "Elen!" pekikku tanpa sadar. Ternyata yang tak sengaja kuinjak itu adalah tangan
Aku dan Elena melanjutkan aksi nekat kami dan memilih jalan kaki saja menuju desa. Toh, tak ada alat transportasi lain ke desa kami selain berjalan kaki dan harus kuakui, perjalanan ini akan sangat melelahkan!"Aaron," panggil Elena pelan di sela-sela langkah kaki kami pulang ke desa. Ekspresi gadis itu terlihat cemas. "Apa tak apa pergi sendirian seperti ini tanpa ditemani orang dewasa?"Aku langsung meringis mendengar pertanyaan itu. Jika dipikir-pikir sekali lagi ... apa yang Elena katakan itu ada benarnya juga.Seharusnya tadi aku membangunkan mereka semua dan pulang bersama ke desa, agar dalam perjalanan kami semua akan aman dan tidak perlu merasa takut berada di dalam hutan gelap yang menakutkan. Tapi lihat perbuatanku ini! Aku malah bertindak ceroboh dan malah menempatkan Elena ke dalam bahaya.Aahh, Aaron! Rasanya aku ingin memaki diriku sendiri, tapi itu bukan sesuatu yang baik."Aaron, a-aku takut."Elena menempel padaku dan ingin
Sial! Tadi itu benar-benar mengerikan!Kini aku percaya apa yang nenekku katakan! Semua! Semua yang dia katakan, mulai sekarang aku akan selalu mempercayainya! Tak peduli jika yang dikatakannya itu terdengar mustahil, aku akan tetap percaya terhadap apa yang nenekku yakini!Ya, anggaplah aku ini pengecut! Karena aku memang seorang penakut, pecundang yang memalukan, tapi aku benar-benar ketakutan! Sangat. Ini saja aku sudah berlari tak tentu arah, tak tahu ke mana kaki ini membawa. Aku hanya ingin berlari melarikan diri, menghindar dari mereka yang mungkin saja akan menargetkanku setelah mendapatkan sahabatku.Ah, Elena, maafkan aku yang lemah dan penakut ini. Seharusnya aku tadi melawan mereka dan menyelamatkanmu. Andai saja aku berani dan meraih tanganmu tanpa rasa takut, mungkin kau masih ada di sisiku dan berlari menuju tempat yang sama denganku saat ini.Rasa-rasanya aku seperti seorang iblis berwajah malaikat. Maksudku seperti Samael, dia adalah sala
"Cepat, Len! Kita harus lari lebih cepat!" Aku memberi perintah kepada sahabatku, meneriakinya untuk menambah laju kecepatan kami. Bukan aku saja yang saat ini berlari tergesa-gesa. Di sebelahku ada Elena, sahabatku sejak kecil. Aku membawanya ikut serta dalam pelarian ini, lari dari "mereka" yang begitu mengerikan. Tak bisa kutebak apakah mereka masih ada di belakang dan berlari mengejar kami.Hahh ... hahh ... harus bagaimana lagi ini?! Sendi-sendi di kakiku seperti mau lepas! Tapi aku tak bisa berhenti sekarang! Aku lelah dan haus!"Ayo lari lebih cepat lagi, Len!" Aku menarik tangan Elena lebih kuat, aku bahkan tak sadar telah meremas pergelangan tangan mungilnya."Tu-tunggu, Aaron!" Gadis itu meringis kesakitan, entah karena perbuatanku yang terus menarik tangannya atau karena batu-batu kecil yang menusuk telapak kaki. Aku tahu sepertinya aku terlalu kasar dengannya, tapi aku benar-benar panik sekarang, dan indra pendengaranku seolah ditulikan! Aku tak meme
Aku dan Elena melanjutkan aksi nekat kami dan memilih jalan kaki saja menuju desa. Toh, tak ada alat transportasi lain ke desa kami selain berjalan kaki dan harus kuakui, perjalanan ini akan sangat melelahkan!"Aaron," panggil Elena pelan di sela-sela langkah kaki kami pulang ke desa. Ekspresi gadis itu terlihat cemas. "Apa tak apa pergi sendirian seperti ini tanpa ditemani orang dewasa?"Aku langsung meringis mendengar pertanyaan itu. Jika dipikir-pikir sekali lagi ... apa yang Elena katakan itu ada benarnya juga.Seharusnya tadi aku membangunkan mereka semua dan pulang bersama ke desa, agar dalam perjalanan kami semua akan aman dan tidak perlu merasa takut berada di dalam hutan gelap yang menakutkan. Tapi lihat perbuatanku ini! Aku malah bertindak ceroboh dan malah menempatkan Elena ke dalam bahaya.Aahh, Aaron! Rasanya aku ingin memaki diriku sendiri, tapi itu bukan sesuatu yang baik."Aaron, a-aku takut."Elena menempel padaku dan ingin
"Elena!" Aku berteriak di tengah hutan mencari keberadaan sahabat karibku. Mustahil aku bisa mengabaikan gadis kecil itu, dia jauh lebih penakut dan aku akan menemaninya bersama ketakutannya itu! "Elen!" "Elen! Di mana kau?!" Aku yang telah selesai memeriksa keadaan Deinn, Albert dan juga Ivan dengan segera menuruni panggung dan kemudian memanggil-manggil sahabat perempuanku. Aku tahu, seharusnya sejak awal aku cari dulu Elena baru kemudian beranjak mendatangi ketiga sahabatku yang lain. Sampai saat itu aku belum juga melihat Elena. Aneh, padahal tadi dia sedang bersandar pada pohon dan aku sendirilah yang sudah memindahkannya ke sana, tapi saat aku kembali Elena sudah tidak ada di sana. Aku pun memutari area itu dan tanpa sadar telah menginjak sesuatu. "Elen!" pekikku tanpa sadar. Ternyata yang tak sengaja kuinjak itu adalah tangan
Hal pertama yang kulihat ketika membuka mata adalah langit malam dan dahan pepohonan yang rimbun. Hari masih gelap dan aku rasa malam kali ini lebih panjang dari malam-malam yang kulewati sebelumnya. Entah kenapa, seolah-olah malam ini berbeda dari malam lainnya. Hal kedua yang kurasakan saat itu adalah seluruh badanku terasa lengket. Seperti ada yang meresap pada kain satin baju tidur yang aku kenakan. Tidak hanya terasa di punggung saja, bahkan aku bisa merasakan sesuatu yang basah itu mengotori tubuh bagian belakangku juga. Rasanya menjijikkan. Aku berbaring dengan kedua tangan di sisi tubuh, tapi aku sendiri tak bisa merasakan kedua kakiku. Rasanya seperti kesemutan, tapi aku tak merasakan apa-apa selain kaki yang tidak bisa diangkat meski sudah mencoba mengangkatnya dengan hati-hati. Ah, sudahlah, setidaknya aku bisa berbaring lebih lama lagi di sini tanpa perlu repot-repot beranjak dan membuatku pusing lagi.
Aku tak percaya ini! Apa yang ada di atas itu benar-benar Ivanoff? Anak yang selalu menakutiku? Sahabat baikku?! Astaga! Ini bencana! Meski aku tahu jika dia ternyata benar Ivanoff, aku masih tak menyangka jika dia menjadi bagian ritual gila ini. Aku juga syok ketika tahu dialah orang yang mengenakan jubah paling beda dari yang lain, dan terlihat seperti seorang pemimpin. Setelah pulang dari tempat ini, aku akan memborbardirnya dengan banyak pertanyaan! Seperti apa yang dia lakukan di atas panggung dan mengenakan jubah paling beda dari yang lain? Sial, entah mengapa aku iri! Awalnya aku tak peduli dengan pakaian apa datang ke tempat itu, tapi setelah melihat Ivan mengenakan pakaian yang bagus, aku benar-benar ingin mengenakan jubah hitam yang sama. Maksudku, apa bagusnya memakai pakaian yang tak sama dengan yang lain? Lihat aku, aku malah memakai baju tidur! Aish, aku iri. Dan, apa-apaa
Ini benar-benar berada di luar harapanku, aku bahkan tak pernah membayangkan akan berada di hutan Lakebark pada malam hari. Kondisi di mana aku dikelilingi oleh pepohonan dengan tinggi yang menjulang, serta malam hari tanpa bintang-bintang. Dua hal yang sangat kutakuti, yaitu kegelapan dan juga hutan terlarang. Kini aku berada di tengah-tengahnya, mengantarkan diri kepada sesuatu yang akan membangkitkan rasa takutku selama ini. Padahal aku selalu berharap agar bisa hidup tenang dan dijauhkan dari segala sesuatu yang berbahaya, misalnya terjebak di dalam hutan saat hari sudah gelap. Sayangnya, aku benar-benar masuk ke hutan itu dan dapat mendengar berbagai suara mengerikan yang silih berganti menyapa gendang telingaku. Aku masuk ke dalamnya tanpa mengenakan peralatan yang bisa melindungiku dari sesuatu yang mungkin saja akan membuat trauma masa kecilku kembali, aku masuk dengan hanya menggunakan piyama tidur
Obat terbaik dari sebuah penyakit adalah pikiran yang positif. Semakin banyak energi baik yang kita hasilkan, maka rasa sakit yang merupakan energi negatif itu akan berubah menjadi energi yang positif. Jika kita malah semakin banyak berpikiran buruk, maka itu akan menekan energi positif yang ada pada kita dan itu hanya akan membuat proses pemulihan kita berjalan lambat. Kira-kira itulah yang dikatakan oleh guruku di sekolah saat menerangkan jenis tanaman obat yang bisa kita temui di hutan. Yah, aku akui, aku memang tak sepintar Deinn dan sedewasa Albert, tapi aku sudah pastikan bahwa Ivanoff masih setingkat di bawahku. Ha ha! "Aaron! Jangan lupa meminum obatmu!" teriak Ibu dengan nyaring dari luar. Aku yang memang senang mengunci diri dalam kamar lantas melirik jam dinding yang bergambar karakter kartun favoritku; Mickey Mouse, yang sudah menunjukkan pukul 7 malam. "Baik, Bu!" teriakku
Birdben adalah desa di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Tak ada yang spesial di desaku ini. Bahkan pemukiman manusia yang terletak di dalam hutan ini pun tak lebih luas dari lapangan golf skala sedang. Yang membedakan desaku dari desa-desa di wilayah lain seperti desa Nyalzh, desa Azwath, dan desa Banshee yang letaknya ada di sebelah Utara dan Selatan hanyalah pagar kayu setinggi 20 meter yang bertujuan melindungi kami semua dari serangan makhluk asing. Contohnya seperti serigala, beruang, atau dari serangan goblin yang telah menjadi momok warga desa ini sejak puluhan tahun yang lalu. Walau hanya terbuat dari kayu, setidaknya pagar tersebut bisa melindungi kami semua dari ancaman makhluk buas di luar sana. Tapi, kenapa tidak dibuat dari batu saja, ya? Bukankah batu lebih kuat dan kokoh? Bahkan jika ada banteng yang membenturkan kepala beserta tanduknya ke dinding, maka dinding itu tidak akan runtuh. Yah,