Ketika Jeremy mengajak Geby turun untuk sarapan ternyata Ovelia sudah pergi, bukan Jeremy yang mengatakannya tapi Mr. Papkins yang berbisik kepada Geby ketika mereka berpapasan di lorong.
"Sekretaris tuan muda sudah pergi tadi pagi-pagi." Mr. Papkins mengatakannya sambil menyiratkan senyum dukungan untuk Geby kemudian mengangguk pelan.
Geby hanya tidak pernah tahu sebanyak apa orang-orang di rumah ini yang akan tetap lebih loyal padanya. Geby membalas senyum Mr. Papkins untuk berterimakasih.
Ketika menyusul Jeremy untuk duduk di meja makan Geby juga sengaja tidak menanyakan apapun pada Jeremy mengenai Ovelia. Menurut Geby tidak semua harus dibahas di antara keluarga, cukup dengan melihat tindakannya saja. Geby juga sudah bertekad untuk menganggap sekertaris Jeremy yang manja itu seperti angin lalu dalam kehidupan Jeremy yang tidak layak memberikan kesan ataupun mempengaruhi kebahagiaan mereka.
Pagi ini mereka masih sangat bahagia hingga jadi seperti p
yuk vote dulu biar semanagt yang nulis ^.^
Jangankan Geby bahkan Ovelia sendiri awalnya juga tidak pernah tahu kenapa Jeremy memilihnya. Jeremy Loghan sedang meneliti urutan nama di dalam berkas yang baru diletakkan ke atas mejanya. Saat itu Ovelia sedang duduk gelisah menunggu gilirannya untuk wawancara. Dia duduk bersama beberapa kandidat lain yang juga sedang menunggu di luar ruangan berpintu geser lebar. Walaupun sudah melewati beberapa wawancara sebelumnya tapi kali ini Jeremy Loghan ingin menyeleksi sendiri asisten pribadinya. Ovelia mendapatkan urutan ke enam tapi tidak tahu kenapa tiba-tiba namanya yang justru dipanggil lebih dulu hingga membuat yang lain ikut bingung memandangnya. Ovelia segera berdiri setelah menunjuk dirinya sendiri sambil memastikan namanya sekali lagi pada pria bersetelan rapi yang barusan meman
Hanya Geby yang berambut gelap, bermata kelabu dan tidak berkulit pucat. Geby kembali memperhatikan pantulan dirinya sendiri di depan cermin dan masih belum menemukan jawaban sama sekali kenapa Jeremy menginginkannya. Andai saja manik matanya biru pasti dia akan lebih mirip seorang Loghan. Geby juga jadi ingat tentang para Loghan yang sebagian besar berambut gelap dan bermata biru, kecuali James tentunya. James memang lebih mirip ibunya yang berambut terang. Mungkin itu juga alasan Jeremy menyukai wanita seperti itu. Karena Jeremy ditinggalkan seorang ibu saat usianya masih sangat kecil dan anak-anak biasanya memang akan cenderung mencari sosok dari ibunya. Tiba-tiba Geby juga jadi penasaran dengan ibu Jeremy dan mungkin nanti ia bisa coba mencari tahu. Ibu adalah sosok yang sangat berati bagi Jeremy dan Geby benar-benar ingin ikut me
"Apa yang kau baca?" Nampaknya Geby baru menyadari kehadiran suaminya. Jeremy sudah berdiri di ambang pintu ruang baca melihat istrinya yang sedang duduk menekuni buku tebal di pangkuannya. Geby segera meletakkan buku tersebut dan berdiri untuk berjalan menghampiri suaminya. Geby langsung mencium dan memeluknya seperti dua orang yang baru kembali bertemu setelah sekian lama. Tubuh Geby terasa hangat dan juga lembut ketika menempel erat pada Jeremy. Tidak tahu kenapa untuk berpisah sepanjang siang saja rasanya sudah seperti ini. Sebenarnya Jeremy sama sekali tidak keberatan mendapatkan sambutan manis macam itu dari istrinya, tapi dia tetap merasa heran. "Ada apa? " Jeremy menangkup pipi Geby yang hangat dengan kedua telapak tangann
Ketika pertama kali melihat Geby menunggangi seekor thoroughbred, sebenarnya Jeremy juga belum sepenuhnya sadar jika wanita itu telah menarik perhatiannya. Bahkan sampai matanya terus mengikuti Geby yang berjalan meninggalkan lorong. Saat itu Jeremy juga belum sadar jika dirinya sudah tidak bisa berpaling lagi darinya. Wanita yang di luar kesadarannya telah mengingatkan Jeremy pada sosok seorang Lady berambut merah pada buku yang dulu sering dia baca di perpustakaan kakeknya. Sampai keesokan harinya ketika Jeremy kembali melihat Geby dengan pakaian berkuda. Saat itu mereka tidak sengaja bertemu di istal dan dengan bodohnya Jeremy justru mencium wanita itu kemudian mengajaknya bertengkar. Padahal Jeremy tahu jika dirinya bukan orang yang akan bertengkar dengan seorang wanita tapi dari semua kata-kata kasarnya hari itu sebenarnya cuma karena dia sangat cemburu ke pada James. Meskipun James hanya bisa duduk di kursi roda dan Jeremy yang jelas lebih segala-galanya tapi i
Dengan penuh cinta di tengah semua keluarga yang sedang berkumpul dan dalam genggaman erat tangan Jeremy, Geby melahirkan kelima anak perempuannya di awal musim semi. Musim terindah di mana perbukitan rendah yang biasanya hanya terlihat hijau sedang dipenuhi bunga-bunga beraneka warna. Geby dan Jeremy memberi nama kelima anak perempuan mereka dengan nama berbagai jenis bungan, sama seperti kuncup-kuncup bungan yang baru bermekaran setelah musim dingin yang panjang. Aroma sephora bunga membumbung di mana-mana bersama udara ringan yang terasa sejuk untuk dihirup. Kicau burung-burung kecil juga kembali riang dengan kaki-kaki lincahnya yang bergembira, melompat di antara ranting-ranting pohon musim semi yang dipenuhi kuncup bunga dan calon biji-bijian. Geby benar-benar merasa sedang dilimpahi banyak cinta dan kebahagiaan. Ia melihat Jeremy sedang mengangkat tubuh ringan Lily utuk mene
Setelah sekian lama berpegang teguh dengan kesetiaannya, menjaga sebuah rahasia sudah seperti ikut menjadi iman di dalam hidupnya. Tapi ketika menyaksikan kebahagian tuan mudanya bersama istri dan anak-anaknya, semakin hari Mr. Papkins juga merasa semakin tidak adil, karena seharusnya ada yang ikut berbahagia seperti mereka. Mungkin Mr. Papkins masih memiliki sisa keberanian untuk melanggar sumpah tapi masalahnya sekarang dia juga tidak tahu bagaimana harus menyampaikan semua itu ke pada Jeremy. Mr.Papkins mengambil bola mainan yang baru di lempar oleh putri Jeremy, kemudian berjalan mendekati kedua gadis kecil yang sedang berada di atas pangkuan tuannya. Dua gadis kecil yang sangat mirip dan cuma dibedakan dengan jumlah kuncir di rambutnya itu sedang duduk di masing-masing paha ayahnya. Mr. Papkins ikut setengah berjongkok untuk mengimbangi tinggi kedua nona kecilnya saat mengembalikan mainan bola mereka. "Ucapkan terimakasih," kata Jeremy ke pada kedua putr
Sudah hampir tiga puluh tahun Margaret Lington tinggal seorang diri di rumah besar keluarganya. Sejak pernikahannya pertamanya yang hanya berumur beberapa bulan berujung perceraian, Margaret memutuskan untuk hidup seorang diri dan tidak pernah mau mendengar nasehat siapapun untuk kembali memiliki pernikahan. Margaret benar-benar hidup sendiri, bahkan dia tidak memiliki pelayan atau asisten rumah lainya untuk mengurus rumah besarnya. Waktunya setiap hari dia habiskan untuk membersihkan rumah, merawat tanaman mawar di taman dan membuat makanannya sendiri sebagai seorang vegetarian. Hari masih pagi ketika dia merunduk di antara tanaman mawar untuk membersihkan semak pengganggu dan menggemburkan tanah untuk tanaman yang baru dia siram. Sarung tangan karet tebalnya sudah sangat kotor dan telapak tangannya berkeringat hingga dia harus mengunakan siku bajunya untuk mengelap keringat. Surai ikal keemasannya terlihat paling terang di antara rumpun tanaman mawar putih
Geby meletakkan bunga pemberian bibi Margaret di meja balkon karena menurut Mr. Papkins tanaman mawar memerlukan banyak sinar matahari. "Apa Anda mendapatkannya dari Lady Margaret?" tanya Mr. Papkins yang bantu membawakan pot bunga Geby naik ke lantai dua. "Ya, Paman." "Bunga yang cantik." "Bibi Margaret punya banyak mawar putih di pekarangan rumahnya." "Sebenarnya leluhur keluarga Lington masih berkerabat dengan keluarga York. Mereka sudah saling menjalin hubungan pernikahan dari beberapa generasi." Geby tahu jika keluarga Loghan sendiri juga memiliki leluhur kekerabatan dengan bangsawan York. Jika dirunut lagi dalam fakta sejarah keluarga York memiliki lambang mawar putih pada masa Perang Mawar. "Mereka juga memiliki beberapa keturunan kembar sejak dari nenek moyangnya, tapi sepertinya baru tuan muda Jeremy yang memiliki lima sekaligus." Markus Lington, Margaret Lington, dan Madeline Lington sebenarnya mereka juga kem
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.