Pov Vita."Siapa itu Raka, Dek? Mas lihat kamu seperti mencari perhatian di depan dia. Sampai menjelasi secara detail bahwa kamu itu wanita baik-baik. Emang ada hubungan apa antar kamu dan Raka?" Tanya mas Rama saat kami sudah berada di dalam mobil. Kami segera pulang setelah Agnes membatalkan penjualan asetnya kepada kami, karena masalah sepele tersebut. Dan yang lebih menyebalkan lagi mas Rama mulai curiga jika aku dan mas Raka pernah menjalin hubungan yang serius. Bukan ... bukan hubungan sih sebenarnya. Tepatnya aku saja yang mencintai dan menyayangi Raka. Perasaan ini tidak bisa kututupi. Aku terlalu mencintai Raka. Apa pun akan ku lakukan untuk mendapatkan cintanya. Sampai-sampai istri dan anaknya Raka berhasil aku singkirkan. Mereka meninggal karena kecelakaan yang aku buat. Aku sengaja merusak rem mobil yang digunakan oleh istrinya Raka. Saat itu istri Raka hendak berlibur ke rumah orang tuanya di desa. Kebetulan jalan menuju ke desa tersebut penuh dengan tanjakan serta tur
Tok ... tok ... tok."Assalamualaikum." Terdengar suara pintu utama di ketuk oleh seseorang dan aku sangat mengenal suara itu. Siapa lagi kalau bukan wanita yang telah melahirkan suamiku ke dunia ini."Wa alaikum salam." jawabku seraya berjalan ke arah pintu utama dan membukanya untuk dua wanita yang sangat disayangi oleh suamiku."Silahkan masuk. Bu, Sin. Mas Rama lagi di kamar dan pintunya dikunci. Entah apa salah aku sehingga mas Rama sangat membenci aku saat ini." Aku berusaha menjelaskan duduk persoalan. Mertua dan Sinta berjalan menuju kursi tamu dan mendudukkan tubuhnya di sana."Ada masalah apa sih kalian berdua? Berantem saja pun Ibu lihat. Masalah kalian berdua gak ada habis-habisnya." tanya ibu mertua."Mas Rama kayak anak kecil, Bu.""Vit, Ibu haus. Bisa ambilkan ibu minuman dingin? Diluar cuaca panas banget." Aku hanya mengangguk dan berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambil satu botol minuman dingin beserta gelasnya. Setelah sampai di ruang tamu aku letakkan gekas
Pov Rama"Ibu, kapan datang? Kok Rama gak tau Ibu disini? Sudah makan?" Aku berjalan mendekati wanita yang telah melahirkan aku ke dunia ini. Meraih tangannya dan mencium dengam takzim."Ibu barusan saja sampai, Nak. Ibu sudah makan tadi di rumah. Kamu sendiri apa sudah makan?" Aku menjawab dengan hanya mengangguk saja dan setelah itu aku juga ikut duduk bersebelahan dengan ibu."Rama, katanya kamu sudah rujuk sama wanita udik itu ya?" Pertanyaan ibu membuat aku terkejut dan mata ini menoleh ke arah Vita. Sungguh pandai dia mengarang cerita. Kenapa baru sekarang aku menyadari jika istri ku ini bukan wanita baik-baik. Licik dan tidak tahu diri. Berbuat kesalahan tapi tidak pernah mau intropeksi diri."Mas kok diam saja? Apa benar yang dikatakan ibu barusan, Mas." Sekarang Sinta ikut meneror aku dengan berjuta pertanyaan yang membuat aku pusing untuk menjawabnya. Bagaimana aku bisa menjawab sementara yang mereka tanyakan itu tidak benar sama sekali."Rama kamu kok diam, Nak. Berarti ben
"Masuk ya, sayang?" ujarku lembut seraya menarik lembut wanitaku untuk masuk ke kamar.Vita mengikuti saja ajakanku untuk masuk ke kamar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Ia berbaring di ranjang dengan menghadap ke arah dinding."Adek masih marah sama Mas?" Tanyaku. Aku ikut berbaring disebelah Vita seraya memeluknya dari belakang."Hmm ..." sahutnya singkat.Aku pun mulai mengelus perut Vita dengan lembut. Perlahan kuberikan sentuhan-sentuhan halus di tubuhnya. Semakin lama hasratku semakin bergejolak. Hasratku meminta lebih dari itu."Sayang ..." panggilku penuh kelembutan seraya menyentuh wajah cantik Vita."Ada apa, Mas?" tanya Vita dengan suara yang lembut mendayu-dayu. Mendengar suaranya saja membuat jantungku ingin lepas rasanya.Ingin rasanya aku tuntaskan segera hasratku yang sudah lama tidak terpenuhi. Vita sering menolak ajakan untuk bermesraan dengan alasan yang menurut aku sangat tidak masuk akal."Mas, rindu." ujarku seraya mengecup pucuk kepalanya.Tiba-tiba Vita ban
"Mas Rama? Apa kabar." sapa seorang wanita. Aku mencari asal suara itu. Karena suasana club yang temaram jadi pandangan tidak begitu jelas terlihat dengan mata ini. Tetapi suara itu seperti tidak asing di telingaku."Mas Rama ...." panggilnya lagi seraya menepuk bahuku membuat diri ini terkesiap. Ya Tuhan. Mimpi apa aku semalam. Engkau mempertemukan kembali diri ini dengan wanita yang pernah mengisi relung hati di masa-masa sekolah dulu. "Siska? Ngapain kamu disini?" tanyaku penasaran. Wanita baik-baik seperti Siska bukan disini tempatnya. "Hmmm ... aa ku ... aa ku." jawab Siska terbata-bata."Pulang sana. Disini bukan tempatmu. Kamu tidak pantas berada di tempat penuh dengan orang-orang jahat." Aku sok menasehati padahal aku sendiri lebih dari bajingan. Tapi itu semua karena keadaanlah yang membuat aku begini."Aku mau mencari suamiku, Mas!" jawab wanita itu seraya mendudukkan diri bersebelahan dengan kursi yang aku tempatk saat ini. Dia semakin nampak cantik diusia yang tidak muda
"Biar aku antar pulang, ya? Jam segini tidak baik kamu masih berada di club. Mas takut kamu dianggap wanita tidak benar sama lelaki hidung belang. Tuh lihat lelaki yang sedang duduk dipojokan sana, dari tadi Mas perhatikan dia terus melirik kamu, Sis." ucapku sambil menunjuk ke arah lelaki berkaos navy yang sedang duduk di pojokan seraya memegang botol minuman. Seketika Sinta juga memalingkan wajahnya ke arah lelaki tersebut dan kulihat raut wajah ketakutan terukir di wajahnya."Boleh, Mas. Antarkan saja aku pulang. Untuk apa berlama-lama disini malah bikin aku semakin gila.""Tapi Mas janji ya. Janji untuk mencari tahu keberadaan Mas Rendi. Ini fotonya." pinta Siska seraya merogoh tasnya dan mengeluarkan selembar foto dan segera aku meraihnya. Kutelisik foto tersebut, sepertinya diri ini pernah melihat lelaki yang berstatus suami Siska tetapi aku tidak ingat dimana."Iya. Kamu tenang saja. Ayo aku antarkan pulang. Malam semakin larut, banyak setan bergentayangan malam-malam begini."
"Minumlah, biar hatimu sedikit tenang." Satu tangan ini menyodorkan segelas kopi bekas aku minum tadi. Satu tangan lagi berusaha menenangkan dengan membelai lembut bahu Siska."Maafkan aku sudah menyusahin kamu, Ram. Sebenarnya aku malu tetapi apa yang harus aku lakukan? Semua orang menyalahkan aku. Mereka semua memojokkan aku." suara tangisan Siska semakin terdengar menyiksa pendengaran ini."Aku tidak pernah merasa dirusuhin kok, Sis. Kalau ada masalah. Ceritalah. Aku siap mendengarkan. Barangkali dengan bercerita kamu sedikit lega." Kini kami saling berhadapan.Wanita ini yang dulunya ceria tetapi sekarang nampak begitu hancur dan tidak berdaya. Siska yang selalu memberikan aku semangat hidup tapi sekarang dia sendiri seperti gak bersemangat dalam menjalani hidupnya."Mas Rendi menikah lagi karena aku tidak bisa memberikan dia keturunan. Sial banget jadi wanita. Padahal belum tahu siapa diantara kami berdua yang mandul. Kenapa aku yang harus jadi tersangka disini? Apalagi sang mert
Karena nafsu yang sudah berada diubun-ubun aku melumat bibirnya pelan dan tidak ada penolakan dari Siska. Dia semakin ganas. Kami berdua bagaikan singa yang sedang kelaparan. Bergumul berbagi peluh di rumah Siska.Disaksikan hujan dan petir, kusentuh inci demi inci tubuh yang sebenarnya haram untuk aku sentuh. Mencoba memuaskan satu sama lain, tidak ingat dosa atas perbuatan menjijikkan dan memalukan ini.Setelah hasratku tertunaikan aku terkulai lemas. Napas Siska pun masih terengah-engah. Segera memakai kembali baju yang sudah terlepas dari tubuhnya tadi. Wanita manis itu mulai merapikan kembali rambutnya yang sempat berantakan dan segara menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sudah ternodai olehku tadi.Biarpun dibersihkan dengan sabun termahal sekali pun tetapi noda itu tidak akan pernah bersih dalam diri kami berdua.Berduaan dengan yang buka mahram memang benar-benar sangat besar bahayanya. Pantas saja agama sudah mewanti-wanti jangan mendekati zina. Jangan berdua