"Udah ... udah. Kita yang salah, Vit. Ayo kita pulang aja. Malu kita ini jadi bahan tontonan orang." Aku berbisik di telinga Vita dan berusaha melerai antara Vita dan wanita tadi. Karena apa pun yang terjadi, tetap kami yang salah karena ibu yang telah mencopet. Betul-betul sangat memalukan perbuatan ibu. Kepingin kelihatan keren tapi dari hasil tidak halal."Maafkan orang tua saya." ucapku seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada mengharap maaf dari warga."Enak saja kamu hanya minta maaf doang. Ibu kamu itu sudah sangat meresahkan warga komplek kami. Semenjak kalian pindah ke sini, kami sering kehilangan. Dan hari ini kami melihat langsung siapa pelaku pencurian tersebut." ucap ibu muda bertubuh gempal penuh emosi."Pak Kades, kita lapor polisi saja. Kalau kita biarkan dia bebas, nanti dia akan mengulangi lagi pekerjaan hina tersebut karena tidak ada efek jeranya." Entah kenapa wanita yang sedang menggendong anak kecil sangat dendam terhadap ibu. Dari tadi dia sibuk ingin mel
Aku bingung, bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu? Apa yang harus diri ini lakukan? Kalau menambah pinjaman di bank sepertinya tidak akan mencukupi."Mas, dari tadi Adek ngomong kenapa Mas gak nyahut? Mas marah?" Tiba-tiba saja suara Vita istriku membuyarkan lamunan."Marah? Kenapa harus marah? Mas lagi banyak pikiran aja, Mas malu dan juga kasian sama ibu. Mas gak nyangka ibu bisa senekat itu. Dulu ibu tidak begini. Apa yang telah terjadi dengan ibuku sehingga beliau sangat jauh berubah?""Oalah. Mas sedang mikirin ibu ya? Adek juga sih. Adek heran aja. Kenapa ibu sampai berbuat seperti itu? Padahal uang yang kita berikan buat beliau lebih dari cukup." tanya Vita.Jujur aku sangat malu karena ulah ibu. Beliau telah mencoreng nama baik keluarga. Apalagi jika sampai ke telinga keluarga Vita. Entah kemana mau ku taruh muka ini. Namun walau bagaimana pun beliau tetaplah ibuku yang melahirkan dan membesarkan sehingga aku bisa sesukses sekarang ini."Sekarang yang jadi masalah, d
Aku pun berambisi agar bisa menaikkan transaksi penjualan.Aku mencoba menawari ke beberapa teman untuk bisa menjadi partner kerjaku. Melihat keberhasilanku, mereka juga tergiur untuk terjun ke dunia yang sedang aku geluti.Semakin lama bisnisku semakin berkembang, aku membeli mobil baru, rumah mewah serta beberapa tanah untuk aset aku kelak jika sudah tua nantinya.Ibu sudah mulai lagi menampakkan taringnya. Beliau sudah mulai lagi main arisan berlian bersama geng sosialitanya. Arisan yang biasanya lima juta sekarang di naikkan menjadi 10 juta sebulan. Beliau sangat bahagia saat ini. Setiap hari ada saja tugas sosial yang beliau hadiri. Aku sangat puas karena sudah bisa membahagiakan orang yang telah bersusah payah melahirkan aku ke dunia ini.Ibu dan Sinta semakin bahagia. Kehidupannya sekarang serba mewah tanpa kekurangan.Kali ini aku betul-betul merasa beruntung karena aku menjadi orang yang sukses dalam waktu yang singkat. Namun ada yang kurang dalam hidup ini. Aku merasa sangat
"Agnes!" pekikku dalam hati.Agnes hanya diam menatap kami berdua yang sudah menunggunya sedari tadi. Mantanku semakin cantik saja dengan balutan dress syar'i yang menutup seluruh tubuhnya. Walaupun memakai baju yang menurut penglihatan mata ini terlalu kebesaran dan hanya menampakkan wajah saja, tetapi masih terlihat aura kecantikannya.Anak kecil berusia tujuh tahun itu, selalu setia berdiri di sebelah Agnes. Tangannya tidak lepas memegang jari jemari sang mama. Gadis kecil tersebut adalah anak semata wayang kami, bernama Niken. Bidadari kecil yang sudah lama aku abaikan sekarang sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan manis seperti ibunya."Matamu melotot melihat mantan! Awas aja kalau kamu macam-macam, Mas." Tiba-tiba Vita mengancam. Memang dia hanya berbisik di telingaku seraya satu tangan menyikut perut ini. Tapi bisa kulihat raut wajahnya begitu menyimpan kemarahan yang amat besar."Jangan aneh-aneh kamu, Dek. Mana mungkin aku akan mencintai dia lagi. Rasaku untuknya s
Setelah selesai dan mendapatkan kesepakatan harga akhirnya Agnes dan Niken permisi pulang. Hatiku kebat-kebit tidak menentu. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan bertemu dengan Niken. Momen ini harus aku pergunakan sebaik mungkin. Tanpa berfikir panjang aku mengejar Niken dan sangat ingin memeluknya. Kerinduanku terhadap sang buah hati sangat menggebu-gebu.Bersama Vita, aku tidak bisa mempunyai anak karena istri mudaku tidak mau ada kehadiran anak dalam rumah tangga kami. Dia menganut budaya childfree. "Dek, kamu di sini dulu, ya? Mas mau ke toilet sebentar." pamitku dan langsung saja berdiri serta melangkahkan kaki menuju ke belakang cafe tanpa menunggu jawaban dari Vita.Kaki ini terus saja melangkah mencari keberadaan Agnes dan Niken.Mereka cepat sekali menghilang dari pandangan. Padahal tadi mereka masih berjalan bergandengan tangan menuju ke arah kasir. Apa mereka mau memesan makanan? Apa mungkin makanannya dibungkus. Coba cari saja dulu. Mana tau mereka sedang menunggu p
Pov Agnes."Agnes!" suara mantan suamiku terdengar begitu menyebalkan di telinga ini. Ingin rasanya aku bersembunyi dan tidak menjumpai lelaki itu lagi. Terlalu sakit bagai disayat-sayat sembilu atas apa yang sudah torehkan di hati ini. Jika kami berlari menjauh dari mas Rama tetapi rasanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. "Ada apa kamu mencari-cari saya?" tanyaku."Mas kangen sama kalian, Nes. Bisa kah kita bicara sebentar saja?" ujar mas Rama dan dia berusaha berjalan sejajar dengan kami. Tanganku begitu kuat dipegang Niken seakan dia tidak ingin berpisah."Jangan suka mencari masalah. Saya gak mau jika istrimu berprasangka buruk terhadap saya. Jadi tolong menjauh dan jangan usik lagi hidup kami. Aku tidak mau berantem hanya karena memperebutkan satu orang lelaki macam kamu! Macam tidak ada lelaki lain saja di dunia ini!" hardikku seraya berjalan meninggalkan lelaki yang pernah merajai hati ini beberapa tahun yang lalu. Namun sekarang jangankan bertahta d
"Mas Rama!!" teriak istri mas Rama seraya terus berjalan menghampiri kami.Begitulah jika wanita yang tidak tahu malu. Tidak peduli dia sedang berada dimana. Seakan dialah manusia paling benar. Merasa paling suci. Padahal dia yang merebut suami orang tetapi dnegan tidak tau malunya berteriak aku yang merebut suaminya."Hei, berani sekali kamu menggoda suamiku." Dasar wanita tidak tahu malu. Dia sendiri pelakor tapi malah menuduh aku pelakor. Yang merebut suami dia itu siapa? Gak malu dan gak tahu malu. Malah dia bagaikan orang kebakaran jenggot."Sttt jangan keras-keras sayang. Malu dilihat orang." Mas Rama berusaha menenangkan istrinya, satu tangannya berusaha merangkul bahu sang istri tetapi segera ditepis sama wanita bar-bar tersebut. Cantik sih cantik tapi di mataku Vita ini wanita tidak punya akhlak apalagi tatakrama."Biar aja, Mas. Biar semua orang tahu kalau wanita jalang ini pelakor. Menggoda suami orang. Pura-pura jual mahal padahal gratis saja gak ada yang berminat." hina
Pov Vita."Siapa itu Raka, Dek? Mas lihat kamu seperti mencari perhatian di depan dia. Sampai menjelasi secara detail bahwa kamu itu wanita baik-baik. Emang ada hubungan apa antar kamu dan Raka?" Tanya mas Rama saat kami sudah berada di dalam mobil. Kami segera pulang setelah Agnes membatalkan penjualan asetnya kepada kami, karena masalah sepele tersebut. Dan yang lebih menyebalkan lagi mas Rama mulai curiga jika aku dan mas Raka pernah menjalin hubungan yang serius. Bukan ... bukan hubungan sih sebenarnya. Tepatnya aku saja yang mencintai dan menyayangi Raka. Perasaan ini tidak bisa kututupi. Aku terlalu mencintai Raka. Apa pun akan ku lakukan untuk mendapatkan cintanya. Sampai-sampai istri dan anaknya Raka berhasil aku singkirkan. Mereka meninggal karena kecelakaan yang aku buat. Aku sengaja merusak rem mobil yang digunakan oleh istrinya Raka. Saat itu istri Raka hendak berlibur ke rumah orang tuanya di desa. Kebetulan jalan menuju ke desa tersebut penuh dengan tanjakan serta tur