Menjelang waktu sholat magrib, tibalah aku di rumah. Dengan menenteng beberapa paper bag pada kedua tanganku, ku langkahkan kakiku menuju pintu depan rumah yang tertutup. Sebelumnya ku ambil nafas terlebih dahulu lalu mulai mengetuk pintu. Tidak lama kemudian muncullah si ulat bulu membukakan pintu.
Matanya langsung melotot, mulutnya menganga ke arahku, seperti ingin menelanku hidup-hidup."Dari mana saja sih, Mbak? Aku capek ngurus anakmu, nangis terus dari tadi nyariin kamu," cecar Melli begitu melihatku.Aku melangkah masuk tanpa meladeninya sama sekali."Mbak, dengar nggak sih aku lagi ngomong!" protesnya ketika aku melewatinya begitu saja dan berlalu menuju dapur."Aku dengar kok," jawabku santai sambil meletakkan barang bawaanku di atas meja makan."Itu belanja, uang dari mana? Pasti pakai uang suamiku, ya!" ujar Melli dengan percaya dirinya menyebut kata suamiku. Apa dia tidak sadar bahwa aku ini juga istri dari pemilik rumah ini.Ku buka kulkas dan mengambil botol air minum lalu meminumnya banyak-banyak. Aku harus mendinginkan otakku yang sudah mulai mendidih karena mendengarkan ulat bulu itu terus saja mengoceh. Ku sodorkan botol air minum dingin itu padanya, agar dia berhenti sejenak karena kepalaku sudah mulai pusing mendengarkan ocehannya."Nih, minum dulu! Kamu nggak capek apa ngoceh terus dari tadi, aku saja yang mendengarkan capek!" sungutku sambil berjalan menuju kamar Musda."Katamu Musda nangis-nangis tadi, tuh lihat anaknya sedang tidur!" lanjutku sambil menunjuk Musda yang tengah tertidur pulas."Dia itu barusan tidur setelah capek menangis dan bikin kepalaku hampir mau meledak!" keluhnya sambil memegangi kepalanya."Masa baru sehari bersama Musda kamu sudah ngeluh! Kan kamu juga sekarang istrinya mas Arka, jadi, sudah tugas kamu juga untuk menjaga anaknya," ujarku sambil tersenyum mengejek.Mendengar perkataanku seketika Melli terdiam dan menghempaskan tubuhnya di kursi makan, terlihat sekali dari wajahnya kalau dia kesal padaku."Udah ah, aku mau mandi, sholat dan istirahat dulu, capek seharian habis nyalon dan shopping," sambungku lalu mengambil belanjaanku tadi. Kulihat Melli membelalakkan matanya, tapi ku abaikan saja dan ku tinggalkan dia.Tak lama setelah aku masuk kedalam kamar, terdengar suara Mas Arka tengah berdebat dengan istri barunya. Mungkin Mas Arka barusan pulang dan melihat rumah dalam keadaan berantakan banyak mainan Musda berceceran, karena Mas Arka tipe orang yang rapi."Kamu kok kucel begini sih, Bun? Bau lagi, kamu belum mandi ya!" ujar Mas Arka protes. Aku hanya menguping dari balik pintu kamar."Kamu ini gimana sih, Mas, pulang-pulang kok langsung ngatain aku! Aku ini capek habis nenangin anak kamu, Musda itu terus saja nangis nyari ibunya. Lagian kamu tau nggak, Mbak Rada itu barusan pulang, jadi seharian aku yang jagain anak kamu. Makanya aku belum sempat mandi dan beresin mainan Musda," jelas Melli panjang lebar."Kamu itu bukannya bilang terima kasih kok malah ngomong yang nggak-nggak," dengusnya lagi terdengar kesal.Aku tertawa di balik pintu kamar, ku tutup mulutku karena takut suara tawaku terlalu keras. Nanti ketahuan mereka kalau aku tengah menguping."Lagian kamu juga, Mas, katanya mau jalan-jalan tapi malah pergi ke kantor. Ujung-ujungnya aku sendirian yang ngajak Musda jalan-jalan, mana anaknya nggak bisa diam lagi. Tau gitu tadi biar mbak Rada saja yang bawa Musda," rutuknya lagi."Bukannya gitu, Yang, tadi itu tiba-tiba saja dapat telpon suruh ke kantor, makanya aku nggak bisa temani kamu," terdengar jawaban Mas Arka.Oh, ternyata Mas Arka tadi tidak bersama mereka. Pantas saja ulet bulu itu terlihat sangat kesal tadi, dia pasti kecapean karena Musda tipe anak yang super aktif.Baru sehari saja mereka sudah berdebat. Bagaimana denganku yang sudah bertahun mengasuh dan mengurus rumah sendirian. Ku sudahi acara menguping pembicaraan mereka, segera ku langkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mandi karena sudah terdengar adzan magrib.Setelah menunaikan kewajiban sebagai umat-NYA, aku bermaksud ke kamar Musda. Sudah tidak terdengar lagi suara mereka, itu berarti mereka tidak ada di ruang makan lagi. Perlahan ku buka pintu kamarku lalu setelah memastikan mereka tidak terlihat barulah aku keluar dari kamar.Untunglah kamar Musda berdampingan dengan kamar yang sekarang kutempati, sehingga memudahkanku untuk mengawasinya. Setelah membenarkan selimutnya dan memastikan bahwa Musda masih terlelap, aku pun kembali ke kamarku sendiri. Badan sudah lelah dan mata yang terasa sangat berat sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja. Apa yang akan terjadi besok biarlah terjadi, diriku sudah siap.¤¤¤¤¤¤Dor! Dor! Dor!Terdengar gedoran di pintu sangat keras, aku menggeliat malas. Ku lirik jam weker di atas nakas. Jam tujuh tepat dan aku masih belum beranjak dari pembaringan.Setelah solat subuh tadi aku memang sengaja tiduran lagi, tidak berniat tidur sih tapi ternyata justru benar-benar ketiduran."Sada … kamu belum bangun! Udah jam berapa ini, aku mau ke kantor," terdengar suara Mas Arka di balik pintu sambil menggedor pintu kamar.Enak saja dia masih ingin aku melayani seperti dulu, maaf-maaf saja ya aku tak mau!"Ada apa sih, Mas?" tanyaku setelah membuka pintu.Mas Arka terbengong begitu melihatku. Apakah aku cantik sekali sampai dia terpesona seperti itu."Ada apa katamu, ini sudah jam berapa? Aku mau berangkat kerja," ucapnya mulai melunak nada bicaranya."Terus apa hubungannya denganku?" jawabku pura-pura bingung, padahal aku tau maksudnya."Ya, kamu siapin semuanya seperti biasanya," pintanya tak tahu malu."Kan ada istri barumu, Mas, suruhlah dia untuk menyiapkan semuanya. Suruh dia memasak juga, bukankah katamu masakanku tidak enak!" jawabku membuatnya terlihat salah tingkah. Entah kenapa Mas Arka yang biasanya selalu garang ketika berbicara denganku, kali ini dia terlihat tidak berdaya. Mungkinkah karena penampilan baruku."Oh iya lupa, satu lagi bilang sama Melli, susu Musda jangan lupa, sebentar lagi dia bangun," ujarku kemudian menutup kembali pintu kamar. Senyum jahatku tiba-tiba muncul. Kena kamu, Mas!Setelah selesai mandi dan berdandan, aku keluar dari kamar. Ku lewati Mas Arka dan Melli yang sedang sarapan begitu saja. Aku menuju kamar Musda.Ku buka pintu kamarnya, ternyata gadis kecilku masih terlelap. Tampak disebelahnya ada botol dot yang sudah kosong, itu berarti Musda sudah minum susu tadi. Baguslah, ternyata Mas Arka mendengarkanku tadi."Maaf ya, sayang, ini hanya sementara, semoga kamu bisa mengerti," bisikku lirih kemudian mengecup keningnya, hampir saja aku terisak, tapi sekuat mungkin aku menahannya."Mau kemana kamu pagi-pagi sudah rapi begitu?" tanya Melli dengan mulut yang masih penuh dengan makanan begitu aku kembali melewati mereka. Iissh, jijiknya aku melihat cara makan Melli yang berantakan. Cantik, nggak terlalu, tapi kok Mas Arka bisa kepincut ya? Mungkin kena pelet kali."Bukan urusanmu!" jawabku ketus."Musda nggak di ajak, Mbak?" tanyanya kembali."Nggak! Katanya kamu pengen lebih dekat sama Musda makanya aku kasih kamu waktu berdua terus sama dia, biar kamu bisa semakin memahami maunya Musda," jawabku."Mas, Mbak Sada mau ninggalin Musda lagi sama aku. Aku capek nanti kalau dia nangis-nangis lagi," rengek Melli manja.Aku memutar bola mata, mulai deh dramanya pagi ini."Benar kata Sada lo, Nda, nanti kalau sudah bisa memahami maunya Musda, pasti anak itu nurut sama kamu," ucap Mas Arka membenarkan omonganku. Seketika aku tersenyum ke arah Melli."Iissshh, sebel!" setelah berkata seperti itu Melli berlalu pergi sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, persis seperti anak kecil.Setelah Melli pergi aku kembali akan melanjutkan langkahku memasuki kamar, tapi langkahku tertahan ketika mendengar Mas Arka berbicara."Kamu mau berubah seperti apapun aku tidak akan menceraikan Melli, jadi tidak perlu kamu capek-capek menjadi orang lain dengan Musda menjadi korban dari ambisimu," ujar Mas Arka.Seketika aku membalikkan badanku menghadapnya lagi."Jangan geer dulu, Mas. Aku berubah untuk diriku sendiri, bukan untuk orang lain apalagi untuk kamu! Lagi pula aku bertahan disini hanya untuk Musda," jawabku tegas. Hatiku serasa di iris-iris mendengar perkataan Mas Arka. Segera ku berlalu dari hadapannya dan masuk kedalam kamar mengambil tas lalu kembali melangkah keluar. Kulihat dia masih tertegun di atas meja setelah mendengar jawabanku tadi. Biar saja, toh dia juga tidak pernah memikirkan perasaanku.¤¤¤¤¤¤¤Siang ini aku berencana untuk menemui kedua orang tuaku. Setelah berkali-kali memantapkan hati dan dengan memberanikan diri, akhirnya kemarin aku menghubungi pak Agus, sahabat papa sekaligus orang kepercayaannya.Disinilah aku sekarang, duduk sendirian di ruang vip sebuah kafe yang sudah di pesan oleh pak Agus, menunggu dengan cemas kedatangan orang tuaku. Entahlah, tapi aku sedikit ragu apakah mereka mau menemuiku. Sebenarnya bisa saja aku langsung datangi rumah, tapi ya itu tadi, aku belum memiliki keberanian untuk menemui mereka tanpa ada orang ketiga.Setengah jam sudah berlalu dari waktu yang dijanjikan pak Agus, tapi mereka masih juga belum terlihat datang. Dudukku mulai terasa gelisah, aku tidak yakin mereka mau menemuiku setelah kejadiaan enam tahun yang lalu."Pergilah! Kalau menurutmu Arka itu pasangan yang cocok untukmu. Tapi, sampai kapanpun papa tidak akan pernah merestui kalian!" ucap papa kala itu dengan marah.Aku hanya bisa menangis dan berlalu dari hadapan papa tanp
Aawww!Terdengar teriakan dari arah depan, suaranya terdengar tidak asing buatku, seperti suara si Melli."Bentar ya, Nak?" ucapku pada Musda, aku bermaksud untuk melihat apa yang terjadi sampai ulat bulu itu berteriak.Aku berjalan keluar dari kamar gadisku dan menuju ke arah suara teriakan tadi. Seketika aku ingin tertawa begitu melihat Melli masih berbaring terlentang di lantai."Kenapa kamu, Mel?" tanyaku menahan tawa karena melihatnya yang tampak kesakitan."Tolongin kenapa, Mbak! Ini semua gara-gara anakmu itu yang sembarangan meletakkan mainannya, membuatku kepleset!" rutuknya sambil meringis. Uhh, pasti rasanya sakit sekali, uups!"Hei … kenapa malah menyalahkan anakku?! Kamu di suruh jagain Musda tapi malah di tinggal sendirian, kemana tadi kamu?!" ujarku tak terima."Aku capek, Mbak, makanya aku tinggal tidur dia," jawabnya enteng seperti tanpa dosa."Capek katamu! Bahkan dari pagi Musda tidak kau mandikan dan juga tidak kau beri makan," ucapku sedikit berteriak. Emosiku mul
Pagi ini aku bangun dengan semangat, karena hari ini aku akan memulai pekerjaan pertamaku. Walaupun semalam ada kejadian tidak mengenakkan, tapi entah kenapa aku sudah tidak memikirkannya lagi. Mungkin karena sekarang aku sudah mempunyai pekerjaan dan aku pun sudah mendapat maaf dari orang tuaku sehingga semuanya jadi terasa ringan dan mudah.Ting!Terdengar bunyi notifikasi dari gawai jadulku. Aku yang sedang memakai baju buru-buru mengambilnya karena aku takut itu pesan dari pak Agus.[Jangan lupa hari ini kamu ambil laptopnya!] pesan dari pak Agus, benarkan dugaanku tadi.[Siap, Pak, nanti saya kabarin kalau sudah berangkat,] balasku.Rencananya aku akan mengajak Musda sekalian mau mengajaknya jalan-jalan. Aku dandani gadis kecilku itu membuatnya semakin terlihat cantik."Mau kemana, Sayang? Kok udah cantik aja pagi-pagi gini anak ayah," sapa Mas Arka ketika melihat Musda sudah rapi siap untuk pergi."Mau jalan-jalan sama Bunda, Yah," jawab Musda dengan gaya manjanya.Sekilas dia m
"Ii--ini semua buat saya, Pak?" tanyaku masih tidak percaya.Dua bingkisan itu ternyata berisi laptop dan juga android dengan merk apel di gigit di bagian belakangnya. "Tapi kata Bapak kemarin saya disuruh pake punya Bapak?" aku masih saja protes karena menurutku ini berlebihan, mengingat aku baru saja akan bekerja."Paman, Rada! Panggil Paman jangan Pak-Pak terus! Kamu ini susah banget dibilangin!" tegasnya karena aku terus saja memanggilnya Pak."Iya, Pak, eh, Paman … walaupun aku ini putri dari bapak Wicaksono Adi, tapi aku nggak mau ya diperlakukan istimewa!" ujarku lagi."Paman tidak memperlakukanmu istimewa, Rada, tapi ini semua dari papamu, dia tidak tega ketika melihat hpmu yang ternyata dari sebelum kamu menikah masih kamu pakai walaupun keadaannya sudah memprihatinkan begitu," ujar Paman sambil menunjuk gawai yang tengah dimainkan Musda.Aku hanya menunduk, tanpa terasa air bening itu sudah keluar dan membasahi pipiku. Aku merasa malu, setelah apa yang ku lakukan dulu papa
Pagi ini ketika aku sedang membuatkan susu Musda di dapur, tiba-tiba Melli datang menghampiriku."Mbak, aku minta tolong, ya?" pintanya dengan wajah yang memelas."Mau minta tolong apa?" jawabku ketus."Kok ketus gitu sih, Mbak, jawabnya? Aku minta tolong baik-baik lo ini!" ujarnya tak terima.Aku mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Bersiap untuk mendengar iklan pagi ini."Mau minta tolong apa, Melli?" ujarku lagi dengan nada yang ku buat selembut mungkin."Nah, gitu donk, kalau jawab itu yang lembut jadi enak di dengarnya. Aku aja tanyanya dengan lembut kok Mbak ….""Ah, udahlah kelamaan! Mau minta tolong apa kamu?!" potongku cepat, karena aku tidak mau mendengarkan ocehannya."Mbak kan lihat nih, mukaku jadi begini, aku malu Mbak kalau harus keluar rumah," ujarnya dengan menunjukkan wajahnya. Terlihat pada beberapa bagian wajahnya lebam-lebam seperti bekas pukulan."Terus hubungannya sama aku apa?" tanyaku bingung."Emmm … untuk beberapa hari ini, aku mi
"Assalamualaikum, permisi …."Terdengar suara pak RT mengucapkan salam dari depan, aku hanya berdiam diri di dalam kamar karena sudah mendapat arahan dari bu RT melalui chat untuk tidak ikut menemui suaminya. Lagi pula aku harus segera menyelesaikan tugas yang diberikan oleh paman."Wa'alaikumsalam ... iya, sebentar," terdengar suara Melly menjawab salam. Tak lama terdengar pintu dibuka kemudian suara Melly yang mempersilahkan rombongan pak Rt masuk ke dalam rumah.Seperti yang sudah di bilang oleh bu RT kemarin. Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa saat pak RT bertamu kerumah. Kebetulan mas Arka sudah berangkat bekerja dan Melly yang membukakan pintu. "Eh, ada Pak RT," sapaku pura-pura terkejut ketika melihatnya sudah duduk di kursi ruang tamu bersama satu warga lainnya. Aku hendak keluar sambil menggendong Musda."Iya, Mbak Rada, gimana kabarnya?" jawab sekaligus tanya Pak Rt padaku."Kok Mbak Rada yang di tanyain kabarnya, sih? Harusnya Bapak itu tanya ke saya, bagaimana kabar say
"Assalamualaikum …,"Salamku ketika tiba di teras rumah pak RT, kulihat sudah banyak warga yang berkumpul. "Waalaikumsalam …," serentak mereka menjawab berbarengan."Eh, Mbak Rada sudah datang, yuk masuk, Mbak!" ajak Bu Yuni ramah.Aku pun melangkah masuk mengikuti Bu Yuni, tapi tanpa sengaja telingaku mendengar mereka berbisik-bisik membicarakanku."Bagaimana dia itu, kenapa membiarkan selingkuhan suaminya tinggal di rumahnya! Bod*h banget jadi perempuan!""Iya, ya!Mereka berbisik sangat pelan tapi entah kenapa telingaku ini pendengarannya sangat tajam sehingga walaupun samar aku masih bisa mendengarnya.Ku hela nafas sejenak untuk menetralkan emosiku, tanpa memperdulikan omongan mereka ku lanjutkan langkahku bersama Musda.Ketika sampai di ruang tamu rumah pak RT, sudah ada para tetua komplek, mereka tampak berbincang-bincang. "Mbak Rada, silahkan duduk," suruh Pak RT sambil menunjuk kursi kosong.Kuedarkan pandanganku mencari-cari keberadaan bu Retno dan bu RT yang katanya akan
Aku berjalan beriringan bersama trio emak-emak. Musda ku gendong karena sudah tidur dari tadi pas masih dirumah pak RT. Ketika sudah sampai di halaman rumahku, tiba-tiba kami mendengar suara orang sedang berdebat dari dalam rumah. Sudah pasti itu mas Arka dengan Melly.Kami berempat saling berpandangan sejenak, lalu aku mendahului mereka masuk rumah, karena pundakku terasa pegal menggendong Musda."Assalamualaikum," ku ucap salam begitu akan memasuki rumah."Waalaikumsalam," terdengar jawaban dari dalam. Loh kok suaranya seperti aku mengenalnya, itu bukan suara mas Arka ataupun Melly.Karena penasaran aku pun bergegas masuk, dan benar saja dugaanku, kedua mertuaku sudah duduk di kursi berhadapan dengan Mas Arka dan si pelakor itu."Bapak … Ibu … kapan datang?" tanyaku kemudian menghampiri mereka dan mencium tangannya."Belum lama, Nak. Kamu dari mana malam-malam begini sama Musda sampai dia tertidur?" ujar Ibu mertua ketika melihat Musda tidur dalam gendongan."Sebentar ya, Bu, aku ti
Pov. AuthorHari ini Rada berencana untuk memberitahukan pengunduran dirinya pada pak Hartono. Setelah kedatangan Rendra, perusahaan semakin maju. Walau Rendra masih baru dalam dunia bisnis, tapi rupanya dia dengan cepat dapat menyesuaikan dirinya. Rada bersyukur karena Rendra sudah cakap, itu artinya dia bisa tenang pergi dari perusahaan itu karena banyak hal yang harus diurus sebelum pernikahannya dengan Aldo.Dengan sengaja Rada berangkat kantor sedikit lebih siang dari biasanya. Jam sembilan dia baru tiba. Langsung saja Rada menuju lift yang membawa menuju lantai tiga. Dengan membawa surat pengunduran diri yang sudah disiapkannya, Rada langsung menuju ruangan pak Hartono. Sebelum masuk terlebih dahulu mengetuk pintunya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!!" terdengar suara perintah dari dalam. Pintu terbuka perlahan, Pak Hartono sedang duduk di kursi kebesarannya dan Aldo yang ternyata berada di ruangan ini dengan duduk di depan Papanya. Serentak mereka menoleh ke arah pintu."Permisi, Pak,
Mas Arka dan para tersangka lainnya segera dibawa polisi untuk kembali ke dalam tahanan. Namun, terlihat mas Arka berbicara dengan polisi yang membawanya. Tak lama setelahnya dia berjalan menuju ke tempatku duduk yang berdampingan dengan ibu dan bapaknya.Aku memang sengaja duduk didekat mereka untuk menenangkan hati bapak dan ibu yang pasti sedih.Mas Arka datang dan langsung bersimpuh memeluk kaki ibu. Dia menangis, menyesal dan meminta maaf pada kedua orang tuanya. Bapak dan ibu pun tak kuasa menahan tangis mereka. Kini mereka bertiga saling berpelukan dengan duduk bersimpuh. Melihat keharuan di depan mata, mau tak mau hati ini terenyuh juga melihatnya. Namun, sebisa mungkin aku menahan agar air mataku tidak jatuh. Biar bagaimanapun Mas Arka dulu pernah menjadi orang penting dalam hidupku.Aku tidak menyangka jika akhirnya dia akan seperti ini. Setidaknya di dalam penjara nanti dia bisa merenung dan memperbaiki sikapnya. Aku pun bangkit berdiri dari dudukku. Berniat pergi menyusu
[Al, aku makan siang dengan temanku. Kebetulan dia anak dari pak Hartono. Aku harap jika nanti ada temanmu atau kamu sendiri yang melihat tidak menjadi salah paham, kami hanya teman, kok! Love u,]"Terkirim dan langsung centang dua warna biru. Itu artinya Aldo sedang memegang ponselnya. "[Ya,]" balasnya singkat.Keningku langsung mengkerut membaca balasan yang dikirim Aldo. Tidak biasanya dia membalas singkat begitu. Biasanya dia selalu panjang membalas pesanku. Apa jangan-jangan Aldo marah?"[Dia beneran hanya temanku, Al. Atau kalau nggak gimana kalau kita makan siang bersama-sama? Kamu sibuk nggak?]"Ku tunggu balasan darinya, namun tidak juga dibalasnya, bahkan pesanku dibaca saja belum."[Ini aku share lok, ya!]" Ujarku akhirnya mengirimkan lokasi tempat kami makan siang."Ehm … sibuk banget, sih! Berbalas pesan sama pacarnya, ya?" ujar Rendra tiba-tiba, membuatku sangat kaget. Rupanya sedari tadi dia memperhatikanku."Emm … bukan pacar, kok.""Ah, yang bener? Pasti pacarnya, k
"Kasihan sekali, ya, kakaknya Melly. Dia kelihatan sangat terpukul kehilangan adiknya," ucap Mama. Saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang dari menghadiri pemakaman Melly.Setelah tiga hari kritis, Melly akhirnya sudah tidak bisa bertahan melawan penyakitnya lagi. Penyakit yang sebenarnya masih bisa disembuhkan, namun terlambat mengetahuinya."Iya, Mam. Apalagi Melly itu adik kesayangan satu-satunya. Pasti dia sangat kehilangan," balasku."Syukurlah, kamu tidak tertular penyakit menjijikan itu. Kalau sampai itu terjadi hi …. Mama jadi ngeri!" ucap Mama sambil bergidik."Sebenarnya penyakit itu masih bisa disembuhkan, Mam. Tapi untuk kasusnya Melly, karena ketahuan sudah parah begitu jadi, yaaa … susah!" Balasku."Terus apa kabarnya Arka? Mama dengar dia tertular penyakit itu? Oh, ya, kok tadi dia nggak menghadiri pemakaman istrinya?""Nggak semudah itu, Mam, buat keluar dari sel. Selain harus ada alasan yang benar-benar darurat, tetap harus ada yang menjamin juga. Nah, mungkin ng
Keesokan harinya, Rada membawa tante Merry ke rumah sakit dimana Melly di rawat. Awalnya wanita cantik yang meski usianya tidak muda lagi itu menolak. Namun, Rada menjelaskan bagaimana kondisi kesehatan Melly. Sehingga atas dasar kemanusiaan akhirnya tante Merry setuju untuk menemuinya.Sebelum ke rumah sakit, terlebih dahulu Rada menghubungi Rini. "Rin, kamu dimana? Aku mau ke rumah sakit ini sama tante Merry," ucap Rada langsung pada intinya ketika sambungan sudah terhubung."Aku lagi nggak enak badan, Da. Aku di rumah. Tapi kalau kamu mau ke rumah sakit, disana ada kakaknya Melly," jawab Rini dengan suara yang serak."Oo … gitu, ya udah aku langsung kesana aja, ya. Semoga kamu lekas sembuh," balas Rada kemudian mematikan sambungan telepon itu dan memasukkan kembali benda pipih canggih itu ke dalam tas selempangnya."Gimana?" tanya Merry yang saat ini duduk di bagian penumpang sebelah kemudi. Kebetulan sekarang waktu istirahat kantor dan Rada sengaja menjemputnya untuk membawanya k
Pov. AuthorHari itu juga Arka menjalani pemeriksaan dan tes apakah benar dia sudah tertular penyakit hiv atau tidak. Setelah semuanya selesai dia dibawa kembali ke dalam lapas.Kedua orang tuanya sangat sedih melihat anak lelaki satu-satunya berada di dalam penjara. Mereka pun berupaya untuk menemui mantan bos Arka, yaitu pak Hartono. Mereka ingin meminta keringanan hukuman untuk Arka. Mereka Pun akhirnya kembali meminta bantuan Rada untuk bertemu dengan mantan bos anaknya itu setelah sebelumnya mereka juga bertanya dimana Arka berada.Ibunya Arka yang bernama Sri itu pun mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas yang dibawanya. Kemudian menekan layarnya, tak lama kemudian menempelkan ke telinga."Assalamualaikum, Nak, kamu sudah pulang to?" tanya Bu Sri saat panggilan terhubung."Waalaikumsalam, Belum, Bu, Rada masih di rumah sakit kok, ini masih jenguk Melly," jawab Rada karena memang saat ini dia tengah melihat keadaan Melly. Kebetulan tadi dia bertemu dengan Rini yang akan meliha
Masih di pov. Arka"Ba--bapak, Ibuk!" ucapku tertahan saat dua orang tua itu masuk."Oalah Nak-nak … kamu itu kenapa kok bisa sampai seperti ini?" ibuk bertanya dengan air mata yang sudah mulai mengaliri kedua pipinya."Kamu itu memang b0d0h! Lihat bagaimana keadaanmu sekarang. Gara-gara kamu memilih wanita itu. Lihat, apa yang dia beri untukmu! Dasar kamu itu memang b0d0h!" tangan ibu dengan gemas menyentuh memar-memar pada tubuh ku membuat aku mengaduh kesakitan."Aduh, sakit, Buk, jangan sentuh yang ini, aw-aw, sakit ibu!" "Sukurin! Kamu itu emang dasar b0d0h!" Ibu terus memakiku sambil menangis. "Bapak, lihat anak kita ini huhuhu …,""Sudah, Bu, sudah, itu mungkin balasan dari Allah untuk Arka karena sudah menyia-nyiakan anak dan istrinya dulu," Bapak menenangkan ibu dengan memeluknya.Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Bapak. Bisa jadi kejadian-kejadian sial yang aku alami adalah teguran dari Allah agar aku sadar dengan sikapku selama ini."Pak, Bu, maafkan Arka, ya? Arka s
pov. ArkaSebulan telah berlalu aku berada di dalam lapas, kasusku sudah berjalan dua kali di pengadilan, aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan di dalam sini. Namun, karena semua hal terbatas, entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa badanku mulai cepat lelah dan gampang sekali berkeringat padahal aku tidak melakukah kegiatan yang menguras tenaga.'Aduh, kok sakit, ya!'Pagi ini saat aku akan membuang hajat, pusaka ku terasa nyeri, bahkan terlihat sedikit bengkak. Ku ingat-ingat selama di dalam sel aku tidak pernah memakainya dan soal kebersihannya aku selalu menjaga, lalu kenapa kok tiba-tiba sakit seperti ini.Atau jangan-jangan aku sudah tertular penyakitnya Melly. Sialan wanita itu, gara-gara dia semua harta yang aku kumpulkan dengan susah payah diambil orang untuk menutup hutangnya. Sekarang aku sudah tak punya apa-apa, untuk menyewa pengacara sudah tidak ada harta yang tersisa. Sedangkan untuk menghubungi kedua orang tuaku, aku tidak berani. Jelas mereka langsung akan memarahik
Pov. Aldo 2"Maksud Mama?" tanyaku tidak mengerti."Ya, maksud Mama? Coba kamu tes perasaannya gimana kalau lihat kamu bareng sama wanita lain. Kalau dia cemburu, itu artinya dia punya perasaan sama kamu," ucap Mama mengutarakan idenya.Hmm … boleh juga sepertinya ide Mama. Aku pun sebenarnya sudah nggak sabar untuk segera menghalalkannya. Aku tersenyum membayangkannya cemburu melihatku bersama wanita lain. Semua masalah sudah hampir beres, tinggal menunggu ketok palu hakim saja yang memutuskan para penjahat itu dikurung berapa lama disana. Sepertinya aku akan melakukan ide Mama."Al, yee … kok malah senyum-senyum sendiri!" Mama menyapukan tangannya pada wajahku. Aku hanya nyengir padanya."Mam, tapi siapa kira-kira wanita yang mau Aldo mintain tolong? Mama tau sendiri Aldo nggak punya teman wanita," aku mendesah kecewa."Aku mau, Kak!" sambar Bulan, tiba-tiba saja dia sudah berada di samping Mama."Nah, bener. Biar Bulan saja. Kan dia cantik, Rada pasti cemburu melihatmu bersamanya,"