"Ada apa ini?" tanya Mas Arka begitu melihat wajah pucat Melly. Pandangannya tertuju pada Bu Retno karena melihat Melly dengan tatapan tajam."Mas …," Melly langsung bergelayut manja pada lengan Mas Arka. "Ibu itu tadi bentak aku …," adunya dengan suara yang sedih."Eh … eh … eh … emang dasar ya, sudahlah jadi pelakor, nggak punya o*ak, tangannya celamitan pula!" Bu Retno berucap dengan geram. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi. Aku yang baru saja masuk jadi bingung."Cukup, Bu!" bentak Mas Arka pada Bu Retno."Jangan lagi menghina Melly, biar bagaimanapun dia ini istri sah saya, saya harap Ibu bisa menghargainya!" ujarnya yang terlihat emosi."Halah … orang seperti istrimu itu nggak perlu dihargai. Dia aja nggak bisa menghargai orang lain kok!" cibir Bu Retno tak mau kalah."Maksud Ibu ini apa, ya? Saya kenal sama Ibu juga nggak, tapi kenapa kalian tidak menyukai saya?! Salah saya apa sama kalian?!" timpal Melly dengan mimik wajah yang sedih. "Jangan-jangan kalian sudah dihasut
Mataku terbelalak begitu membaca pesan yang ternyata berasal dari mas Arka.Apalah maunya orang ini. Setelah berpisah baru bersikap baik. Tumben-tumbenan juga dia bilang kangen anaknya. Baru juga beberapa hari, sedangkan berbulan-bulan saja dia tidak kangen."[Tumben kamu kangen sama Musda?]" balasku."[Musda itu anakku, wajar donk aku kangen padanya? Aku pengen bertemu, dimana sekarang kamu tinggal?]""[Aku sekarang tinggal di rumah papa dan mamaku,]"Lama tidak kunjung dibalasnya pesanku, padahal sudah centang biru. Mungkin dia syok ketika mengetahui aku sudah kembali pada keluargaku. Sebenarnya aku sedikit takut kalau sampai mas Arka beneran berani datang kesini. Bukan apa-apa, hanya saja papa dan mama pasti akan sangat marah. Tapi, biar bagaimanapun mas Arka adalah Ayahnya anakku. Aku tidak mau anakku tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya. Dilema untukku, tapi ini semua demi gadis kecilku itu. "Maaf, Non, ditunggu nyonya untuk sarapan," salah satu asisten rumah tangga mama datang
"Musdaaaa … ya Allah!"Aku langsung menubruk tubuh yang sedang tergolek lemah di atas aspal. Ku peluk erat tubuhnya yang sudah berlumuran darah itu. Aku menangis penuh sesal. Ini semua salahku."Mbak, cepat anaknya dibawa ke rumah sakit. Ntar keburu kehabisan darah itu!" celetuk salah seorang yang mengerubungi kami, membuat kesadaranku seketika kembali."Tolong … tolongin saya!" ucapku sambil mulai mengangkat tubuh kecil itu."Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara bariton bertanya di antara kerumunan itu, lalu setelahnya munculah seseorang yang aku kenal."A--aldo …," ucapku terbata ketika melihat."Rada! Apa yang terjadi?" tanyanya."Aldo, tolong!""Ayo cepat masuk ke mobilku," ajaknya sambil mengambil Musda dalam gendongannya.Orang-orang yang mengerubungi kami tadi segera menyingkir, memberikan jalan pada kami menuju mobil yang ternyata berada tidak jauh dari trotoar tempat Musda tergeletak tadi.Aku masuk terlebih dahulu di kursi belakang, lalu Aldo memberikan Musda untuk ku pa
"Tidaaak!" aku berteriak histeris."Ini tidak mungkin! Musdaku! Anakku sayang, maafin Bunda, Nak?" kembali aku meracau tidak jelas."Dokter tolong lakukan semua yang terbaik! Akan saya bayar berapapun biayanya!" Papa mengguncangkan tubuh Dokter itu.Aku menatap wajahnya dengan tatapan memohon, tapi ekspresi wajah Dokter yang masih terlihat tampan meski usianya sudah tidak muda lagi itu justru membuatku sedikit bingung. Bagaimana tidak, jelas terlihat dari raut wajahnya kalau dia seperti orang yang kebingungan."Kenapa? Kenapa Dokter terlihat bingung?!" tanyaku sambil mengusap air mata di pipiku."Saya kan belum selesai bicara, kenapa kalian sudah sangat panik?!""Maaf," ucapku.Aku menyadari kesalahpahaman ini dan menunduk malu karena sudah bereaksi berlebihan tadi."Jadi begini Pak, Bu, saya minta maaf karena saat ini keadaan anak ibu masih dalam keadaan kritis! Dan anak ibu membutuhkan donor darah secepatnya. Dia kehilangan banyak darah karena luka di kepalanya cukup parah," Dokter
Pov. AldoPagi ini aku bangun kesiangan, gara-gara semalam keasyikan main game, membuatku lupa waktu hingga dini hari baru tidur.Dengan terburu-buru aku mandi, ah bukan mandi karena hanya kepalaku saja yang basah. Aku hanya menggosok gigi dan mencuci muka saja. Setelahnya kubuka lemari pakaianku dan ternyata isinya hanya tertinggal satu kemeja menggantung dan warna pink pula. Ah, siapa pula yang sudah membeli kemeja ini, pasti mama. Ku buka pintu lemari sebelahnya dan akupun sempat frustasi karena tidak ada celana maupun baju tersisa. Huh, kemana semua baju didalam lemari ini pindahnya.Aku menepuk keningku pelan. Bodohnya aku, bukankah semua bajuku masih di keranjang cucian karena belum sempat aku setrika sehabis dicuci kemarin.Ini semua gara-gara ART ku yang mendadak minta keluar seminggu yang lalu. Katanya dia akan menikah. Sudah seminggu ini juga aku mengurus segala keperluanku sendiri, bahkan membersihkan rumah juga ku lakukan. Mau bagaimana lagi aku belum punya istri.Aku ber
"Kau …!" Suaraku tercekat di tenggorokan. Geram sekali aku melihat laki-laki pongah yang tidak berperasaan ini. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu, sedangkan yang membutuhkan darahnya adalah anaknya sendiri, darang dagingnya.Rada bangkit dari duduknya, dia berdiri dan menatap benci ke arah Arka."Kami tidak akan pernah bersujud padamu! Aku yakin Musda akan baik-baik saja walaupun tanpa pertolongan Ayahnya! Ayah macam apa kamu yang tega pada anaknya! Kupikir kamu sudah benar-benar menyesal karena selama ini sudah abai sama Musda ketika kamu bilang kangen dan ingin bertemu, tapi ternyata itu semua hanya tipu muslihatmu.""Pergilah! Musda tidak butuh Ayah sepertimu! Dia sudah punya keluarga yang peduli padanya!"Arka terpaku di tempat mendengar yang diucapkan Rada. Mungkin dia tidak menyangka tanggapan yang diberikan Rada. Mungkin juga dia berfikir Rada akan bersujut dan memohon padanya.Aku kagum pada Rada, dia wanita hebat. Wanita yang kuat."Ayo, Mah, Pah, kita masuk!" ajak Rada
"Gimana, Musda?" tanya Mama begitu aku turun. Mama sedang duduk di ruang makan."Sudah tidur," jawabku pelan.Ku hembuskan nafas yang terasa berat. Melangkan menuju dapur untuk mengambil air minum. Mama mengikutiku dengan tatapan tanya.Saat ini kami sudah berada di rumah. Setelah kejadian Aldo dibawa oleh polisi tadi siang, papa memintaku untuk pulang terlebih dahulu dengan mama.Papa bilang, dia akan menghubungi pengacaranya untuk mengurus kasus Aldo dan tidak perlu untuk memberitahu orang tuanya Aldo."Keterlaluan mantan suamimu itu! Anaknya sakit tidak menengok sama sekali. Ketika bertemu malah seolah-olah tidak melihat. Apa selama ini sikapnya begitu terhadap Musda?" Mama berkata dengan geram."Tidak terlalu, sih, Mah. Dulu dia itu memang tidak pernah memperhatikan anaknya, tapi, dia itu peduli pada Musda, aku tahu itu," jawabku sambil menerawang membayangkan dulu."Tapi, aku sungguh tidak menyangka dia akan setega ini sama Musda. Sungguh aku akan membalasnya, Mah," sambungku de
"Apa rencanamu, Nak?" tanya Paman terlihat antusias.Aldo pun menjelaskan panjang lebar, dia sudah mencari tahu bahwa perusahaan tempat mas Arka bekerja tengah dilanda pailit dan sedang membutuhkan suntikan dana dari luar. Di perusahaan itu Arka merupakan salah satu orang yang kinerjanya sangat bagus dalam memajukan perusahaan itu. Untuk itulah tidak mudah untuk menyingkirkannya karena pemilik perusahaan itu sangat mempercayainya."Bagaimana kalau kamu yang masuk ke perusahaan itu? Itu pasti akan sangat mengejutkan buat Arka," Aldo menatapku."Tapi, bagaimana caranya?" tanyaku."Itu gampang, nanti biar aku yang mengaturnya," jawabnya."Pah, Papa setuju kan kalau kita mengadakan kerja sama dengan perusahaan itu?" Aldo beralih pada Paman."Its ok, tidak masalah, tapi kamu harus memastikan dulu bahwa perusahaan itu bisa berkembang nantinya jika kita memberikan bantuan dana," tegas Paman."Tenang, Pah, dulunya perusahaan itu cukup berkembang walaupun masih kecil. Hanya sudah dua tahun bel
Pov. AuthorHari ini Rada berencana untuk memberitahukan pengunduran dirinya pada pak Hartono. Setelah kedatangan Rendra, perusahaan semakin maju. Walau Rendra masih baru dalam dunia bisnis, tapi rupanya dia dengan cepat dapat menyesuaikan dirinya. Rada bersyukur karena Rendra sudah cakap, itu artinya dia bisa tenang pergi dari perusahaan itu karena banyak hal yang harus diurus sebelum pernikahannya dengan Aldo.Dengan sengaja Rada berangkat kantor sedikit lebih siang dari biasanya. Jam sembilan dia baru tiba. Langsung saja Rada menuju lift yang membawa menuju lantai tiga. Dengan membawa surat pengunduran diri yang sudah disiapkannya, Rada langsung menuju ruangan pak Hartono. Sebelum masuk terlebih dahulu mengetuk pintunya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!!" terdengar suara perintah dari dalam. Pintu terbuka perlahan, Pak Hartono sedang duduk di kursi kebesarannya dan Aldo yang ternyata berada di ruangan ini dengan duduk di depan Papanya. Serentak mereka menoleh ke arah pintu."Permisi, Pak,
Mas Arka dan para tersangka lainnya segera dibawa polisi untuk kembali ke dalam tahanan. Namun, terlihat mas Arka berbicara dengan polisi yang membawanya. Tak lama setelahnya dia berjalan menuju ke tempatku duduk yang berdampingan dengan ibu dan bapaknya.Aku memang sengaja duduk didekat mereka untuk menenangkan hati bapak dan ibu yang pasti sedih.Mas Arka datang dan langsung bersimpuh memeluk kaki ibu. Dia menangis, menyesal dan meminta maaf pada kedua orang tuanya. Bapak dan ibu pun tak kuasa menahan tangis mereka. Kini mereka bertiga saling berpelukan dengan duduk bersimpuh. Melihat keharuan di depan mata, mau tak mau hati ini terenyuh juga melihatnya. Namun, sebisa mungkin aku menahan agar air mataku tidak jatuh. Biar bagaimanapun Mas Arka dulu pernah menjadi orang penting dalam hidupku.Aku tidak menyangka jika akhirnya dia akan seperti ini. Setidaknya di dalam penjara nanti dia bisa merenung dan memperbaiki sikapnya. Aku pun bangkit berdiri dari dudukku. Berniat pergi menyusu
[Al, aku makan siang dengan temanku. Kebetulan dia anak dari pak Hartono. Aku harap jika nanti ada temanmu atau kamu sendiri yang melihat tidak menjadi salah paham, kami hanya teman, kok! Love u,]"Terkirim dan langsung centang dua warna biru. Itu artinya Aldo sedang memegang ponselnya. "[Ya,]" balasnya singkat.Keningku langsung mengkerut membaca balasan yang dikirim Aldo. Tidak biasanya dia membalas singkat begitu. Biasanya dia selalu panjang membalas pesanku. Apa jangan-jangan Aldo marah?"[Dia beneran hanya temanku, Al. Atau kalau nggak gimana kalau kita makan siang bersama-sama? Kamu sibuk nggak?]"Ku tunggu balasan darinya, namun tidak juga dibalasnya, bahkan pesanku dibaca saja belum."[Ini aku share lok, ya!]" Ujarku akhirnya mengirimkan lokasi tempat kami makan siang."Ehm … sibuk banget, sih! Berbalas pesan sama pacarnya, ya?" ujar Rendra tiba-tiba, membuatku sangat kaget. Rupanya sedari tadi dia memperhatikanku."Emm … bukan pacar, kok.""Ah, yang bener? Pasti pacarnya, k
"Kasihan sekali, ya, kakaknya Melly. Dia kelihatan sangat terpukul kehilangan adiknya," ucap Mama. Saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang dari menghadiri pemakaman Melly.Setelah tiga hari kritis, Melly akhirnya sudah tidak bisa bertahan melawan penyakitnya lagi. Penyakit yang sebenarnya masih bisa disembuhkan, namun terlambat mengetahuinya."Iya, Mam. Apalagi Melly itu adik kesayangan satu-satunya. Pasti dia sangat kehilangan," balasku."Syukurlah, kamu tidak tertular penyakit menjijikan itu. Kalau sampai itu terjadi hi …. Mama jadi ngeri!" ucap Mama sambil bergidik."Sebenarnya penyakit itu masih bisa disembuhkan, Mam. Tapi untuk kasusnya Melly, karena ketahuan sudah parah begitu jadi, yaaa … susah!" Balasku."Terus apa kabarnya Arka? Mama dengar dia tertular penyakit itu? Oh, ya, kok tadi dia nggak menghadiri pemakaman istrinya?""Nggak semudah itu, Mam, buat keluar dari sel. Selain harus ada alasan yang benar-benar darurat, tetap harus ada yang menjamin juga. Nah, mungkin ng
Keesokan harinya, Rada membawa tante Merry ke rumah sakit dimana Melly di rawat. Awalnya wanita cantik yang meski usianya tidak muda lagi itu menolak. Namun, Rada menjelaskan bagaimana kondisi kesehatan Melly. Sehingga atas dasar kemanusiaan akhirnya tante Merry setuju untuk menemuinya.Sebelum ke rumah sakit, terlebih dahulu Rada menghubungi Rini. "Rin, kamu dimana? Aku mau ke rumah sakit ini sama tante Merry," ucap Rada langsung pada intinya ketika sambungan sudah terhubung."Aku lagi nggak enak badan, Da. Aku di rumah. Tapi kalau kamu mau ke rumah sakit, disana ada kakaknya Melly," jawab Rini dengan suara yang serak."Oo … gitu, ya udah aku langsung kesana aja, ya. Semoga kamu lekas sembuh," balas Rada kemudian mematikan sambungan telepon itu dan memasukkan kembali benda pipih canggih itu ke dalam tas selempangnya."Gimana?" tanya Merry yang saat ini duduk di bagian penumpang sebelah kemudi. Kebetulan sekarang waktu istirahat kantor dan Rada sengaja menjemputnya untuk membawanya k
Pov. AuthorHari itu juga Arka menjalani pemeriksaan dan tes apakah benar dia sudah tertular penyakit hiv atau tidak. Setelah semuanya selesai dia dibawa kembali ke dalam lapas.Kedua orang tuanya sangat sedih melihat anak lelaki satu-satunya berada di dalam penjara. Mereka pun berupaya untuk menemui mantan bos Arka, yaitu pak Hartono. Mereka ingin meminta keringanan hukuman untuk Arka. Mereka Pun akhirnya kembali meminta bantuan Rada untuk bertemu dengan mantan bos anaknya itu setelah sebelumnya mereka juga bertanya dimana Arka berada.Ibunya Arka yang bernama Sri itu pun mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas yang dibawanya. Kemudian menekan layarnya, tak lama kemudian menempelkan ke telinga."Assalamualaikum, Nak, kamu sudah pulang to?" tanya Bu Sri saat panggilan terhubung."Waalaikumsalam, Belum, Bu, Rada masih di rumah sakit kok, ini masih jenguk Melly," jawab Rada karena memang saat ini dia tengah melihat keadaan Melly. Kebetulan tadi dia bertemu dengan Rini yang akan meliha
Masih di pov. Arka"Ba--bapak, Ibuk!" ucapku tertahan saat dua orang tua itu masuk."Oalah Nak-nak … kamu itu kenapa kok bisa sampai seperti ini?" ibuk bertanya dengan air mata yang sudah mulai mengaliri kedua pipinya."Kamu itu memang b0d0h! Lihat bagaimana keadaanmu sekarang. Gara-gara kamu memilih wanita itu. Lihat, apa yang dia beri untukmu! Dasar kamu itu memang b0d0h!" tangan ibu dengan gemas menyentuh memar-memar pada tubuh ku membuat aku mengaduh kesakitan."Aduh, sakit, Buk, jangan sentuh yang ini, aw-aw, sakit ibu!" "Sukurin! Kamu itu emang dasar b0d0h!" Ibu terus memakiku sambil menangis. "Bapak, lihat anak kita ini huhuhu …,""Sudah, Bu, sudah, itu mungkin balasan dari Allah untuk Arka karena sudah menyia-nyiakan anak dan istrinya dulu," Bapak menenangkan ibu dengan memeluknya.Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Bapak. Bisa jadi kejadian-kejadian sial yang aku alami adalah teguran dari Allah agar aku sadar dengan sikapku selama ini."Pak, Bu, maafkan Arka, ya? Arka s
pov. ArkaSebulan telah berlalu aku berada di dalam lapas, kasusku sudah berjalan dua kali di pengadilan, aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan di dalam sini. Namun, karena semua hal terbatas, entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa badanku mulai cepat lelah dan gampang sekali berkeringat padahal aku tidak melakukah kegiatan yang menguras tenaga.'Aduh, kok sakit, ya!'Pagi ini saat aku akan membuang hajat, pusaka ku terasa nyeri, bahkan terlihat sedikit bengkak. Ku ingat-ingat selama di dalam sel aku tidak pernah memakainya dan soal kebersihannya aku selalu menjaga, lalu kenapa kok tiba-tiba sakit seperti ini.Atau jangan-jangan aku sudah tertular penyakitnya Melly. Sialan wanita itu, gara-gara dia semua harta yang aku kumpulkan dengan susah payah diambil orang untuk menutup hutangnya. Sekarang aku sudah tak punya apa-apa, untuk menyewa pengacara sudah tidak ada harta yang tersisa. Sedangkan untuk menghubungi kedua orang tuaku, aku tidak berani. Jelas mereka langsung akan memarahik
Pov. Aldo 2"Maksud Mama?" tanyaku tidak mengerti."Ya, maksud Mama? Coba kamu tes perasaannya gimana kalau lihat kamu bareng sama wanita lain. Kalau dia cemburu, itu artinya dia punya perasaan sama kamu," ucap Mama mengutarakan idenya.Hmm … boleh juga sepertinya ide Mama. Aku pun sebenarnya sudah nggak sabar untuk segera menghalalkannya. Aku tersenyum membayangkannya cemburu melihatku bersama wanita lain. Semua masalah sudah hampir beres, tinggal menunggu ketok palu hakim saja yang memutuskan para penjahat itu dikurung berapa lama disana. Sepertinya aku akan melakukan ide Mama."Al, yee … kok malah senyum-senyum sendiri!" Mama menyapukan tangannya pada wajahku. Aku hanya nyengir padanya."Mam, tapi siapa kira-kira wanita yang mau Aldo mintain tolong? Mama tau sendiri Aldo nggak punya teman wanita," aku mendesah kecewa."Aku mau, Kak!" sambar Bulan, tiba-tiba saja dia sudah berada di samping Mama."Nah, bener. Biar Bulan saja. Kan dia cantik, Rada pasti cemburu melihatmu bersamanya,"