Dua bulan berlalu setelah insiden kebakaran pabrik yang membuat perusahaan Nyonya Sari terseok-seok, penyebab kebakaran sudah dirilis oleh penyidik kepolisian sepekan yang lalu dan hasilnya adalah adanya konsleting hubungan arus pendek yang membuat percikan api dan meledakkan beberapa bahan kimia yang ada disekitarnya serta menghanguskan sebagian besar area pabrik.
Kaivan menghela nafas panjang di kursi kerjanya, di depannya Pak Banu mengamatinya dengan senyum tersungging mencoba menghibur Kaivan.
“Kamu sudah bekerja kerasa selama ini Kaivan, tidak masalah kalau saat ini kita masih belum bisa keluar dari masa krisis ini. Saya sangat paham bahwa kamu sudah berusaha dengan sangat keras mempertahankan stabilitas perusahaan” tukas Pak Banu memberi semangat.
“Tapi kita gagal mendapatkan kontrak kerjasama dengan mereka pak, ini semua seharusnya tidak seperti ini. Mereka adalah harapan terakhir kita untuk menyelamatkan perusahaan”
“
Semenjak Kaivan memfokuskan dirinya untuk mengelola perusahaan warisan neneknya, hubungan Kaivan dan Alanna juga perlahan mulai meredup. Kaivan yang kekurangan waktu dan Alanna yang kekurangan perhatian membuat mereka mulai merenggang. Alanna bukannya tidak mengerti situasi akan tetapi ia merasa selama ini sudah sangat mengalah dengan kondisi serta tingkah Kaivan bahkan jauh sebelum ia menduduki pucuk tertinggi dalam kepemimpinan perusahaannya saat ini, Alanna sudah sangat berusaha mengimbangi Kaivan yang kadang mengorbankan perasaannya untuk menjaga perasaan kekasihnya tersebut.Namun kali ini entah kenapa Alanna merasa ia sudah tidak setangguh dahulu, rasa sayangnya kepada Kaivan perlahan memudar. Awalnya ia berfikir akan sanggup menunggu Kaivan dengan segala kesabaran yang ia miliki akan tetapi insiden dua bulan yang lalu saat Kaivan mulai menghilang dan sulit ditemui cukup menguras stok kesabaran yang dimiliki Alanna.Walaupun pada akhirnya mereka telah berdamai ak
Perpisahan dengan Alanna sedikit banyak membuat Kaivan merasa tidak nyaman, walau bagaimanapun selama ini ia mulai terbiasa dengan kehadiran dan perhatian Alanna walau tak jarang hal tersebut juga malah membuat ia merasa risih.Malam ini ia memutuskan untuk mengunjungi La Casa berharap bisa menjernihkan isi kepalanya sekaligus membangun kembali suasana hatinya yang mulai porak poranda. Sekalipun ia mengakhiri hubungannya dengan baik-baik saja namun tentu saja di dunia ini tidak ada perpisahan yang benar-benar baik-baik saja.Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, jika pengunjung tidak banyak biasanya sebentar lagi Kafe akan tutup. Kaivan segera memarkirkan mobilnya di area parkir, terlihat beberapa kendaraan masih terparkir rapi. Syukurlah kafe masih beroperasi seperti biasanya walau sudah dua bulan terakhir ia tidak menjamah La Casa, batin Kaivan.Saat ia membuka pintu dan berjalan kearah frontliner terlihat Namara yang terkejut dengan kedatangan Kaivan
Kaivan menyesap es kopinya dengan enggan, pikirannya kalut memikirkan ekspresi Alanna beberapa jam yang lalu.Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan men-scroll layar smartphonenya, menikmati berselancar di media sosial sekedar untuk merefresh kembali pikiranna yang tak menentu.Sesekali ia tersenyum melihat beberapa video pendek yang di unggah oleh netizen, lumayan untuk hiburan dan melepas stress pikirnya.“Astaga!” seru Azrico saat ia membuka pintu ruang kerjanya.“Sialan, gue kira setan taunya buaya!” Lanjut Azrico.“Bangke!” balas Kaivan seraya membalas hi five dari sahabatnya tersebut.“Gue kira lo lupa jalan kesini”“Enggaklah, gila kali gue”“Lo nggak minat ngewarisin La Casa buat gue? Padahal gue sempet ngarep”“Lo gue tinggal dua bulan kelakuan lo makin kayak setan ya Co!” tukas Kaivan seraya memiting leher Azrico,
Malam ini Alanna memutuskan untuk membuang semua kesedihannya ia memilih untuk menghabiskan malam disebuah club di wilayah selatan ibukota. Ia sengaja pergi seorang diri karena ia tengah enggan berbicara dengan siapapun.Ditengah riuhnya suasana club dengan musik yang berdentum keras Alanna tampak seorang diri duduk didepan meja bartender seraya memainkan ujung gelasnya yang tinggal setengah. Ini adalah salah satu club yang terkadang ia kunjungi bersama Kaivan.Sedetik kemudian ia meruntuki keputusannya, seharusnya ia mencari club lain bukannya malah datang ketempat dimana ia dan mantan kekasihnya itu membuat kenangan.Meskipun begitu Alanna tidak beniat untuk berpindah tempat, ia terlalu malas untuk beranjak mencari tempat baru yang jaraknya mungkin saja cukup jauh dari tempatnya saat ini.Beberapa kali terlihat ada beberapa pria yang berusaha mendekati Alanna, namun pada akhirnya mereka mengurungkan niatnya karena tidak mendapatkan respon apapun dari Al
La Casa terlihat ramai seperti biasanya, terlihat kesibukan di berbagai sudut kafe karena semua tempat telah terisi penuh padahal hari ini bukanlah akhir pekan. Beberapa pekan terakhir kursi-kursi pengunjung jarang sekali menganggur dalam waktu yang lama. Setidaknya setengah jam setelah kepergian pelanggannya kursi-kursi itu segera terisi kembali dengan pelanggan baru.Kaivan memunculkan badannya dari balik pintu, ini adalah kedatangannya yang kedua semenjak ia menjabat sebagai CEO di PT. Penta Holytex. Dua minggu berlalu sejak kedatangannya untuk yang terakhir kali membuat ia sedikit merasa lega, setidaknya walau perusahaannya sedang tidak baik-baik saja akan tetapi bisnis food and beverage-nya tidak mengalami kendala apapun.Setelah ia memesan es kopi seperti biasanya kepada Ben ia segera beranjak ke ruang kerjanya yang berada di salah satu sudut kafe ini.Dengan cekatan Ben membuatkan pesanan Bosnya tersebut.Sepintas Ben teringat akan kejadian dua pek
Sudah 4 jam berlalu sejak Namara tenggelam dengan kesibukannya di depan laptop Kaivan, sesekali ia mengambil waktu istirahat untuk melepas kepenatan matanya yang sedari tadi berhadapan dengan layar berukuran 13 inchi tersebut. Kaivan sedari tadi juga tengah sibuk dengan komputer di meja kerjanya, entah apa yang sedang dikerjakannya namun Namara bersyukur dengan kesibukannya tersebut Kaivan tidak memiliki waktu untuk sekedar mengomentarinya. “Nara lo makan dulu deh, udah jam 7” tegur Kaivan. “Nggak usah, makasih. Gue lagi tanggung nih” jawab Namara tanpa melepaskan tatapannya dari layar. “Gue nggak mau ya laptop gue nggak kelar karna lo keburu pingsan kelaparan” “Ya Tuhan, lo kira gue umur berapa sih Van?” “Kali aja lo lupa buat makan” “Gue sih bisa aja lupa, tapi perut gue kan enggak. Ntar kalo laper dia juga bakal bunyi” “Ck! Serah lo deh” Kaivan kembali mengabaikan Namara dan melanjutkan kesibukannya dengan komputer d
“Orang tua lo ngakpapa anaknya baru pulang jam segini?” tanya Kaivan setelah mereka cukup lama sibuk teggelam dengan pikiran masing-masing. “Nggak kok, kenapa? Lo khawatir banget ya sama gue boss?” “Dih pede amat. Jangan-jangan lo anak pungut ya?” “Jaga ucapan anda kisanak! Enak aja, gini-gini gue anak kesayangan tau!” protes Namara tidak terima. “Tuh buktinya lo nggak dicariin orangtua lo. Anak gadis tengah malam belom pulang ck ck ck.” Kaivan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Wah jangan-jangan nyawa lo belom kekumpul semua nih makanya ngomongnya ngaco. Menurut ngana siapa yang bikin gue pulang selarut ini? Lagian selama lo tidur kayak sleeping beauty tadi gue udah ijin sama orangtua gue kok.” “Hahaha iya iya gue bercanda” “Candaan lo nggak bikin gue ketawa tuh, yang ada malah bikin gue laper!” “yaudah cari makan dulu yuk! Lo pengen makan apa?” tawar Kaivan. “Hmm.... apa ya? Sate aja kali” “Lo Suza
Namara terperajat dari tempat tidurnya saat ia menyadari bahwa hari sudah terang benderang dan saat ia mengecek jam di smartphonenya menunjukkan pukul 10 pagi. Ia hampir tidak pernah bangun datas jam 8 pagi, walaupun dia adalah mahasiswi tingkat akhir yang tinggal menyiapkan sidang akhir untuk skripsinya dan sudah tidak perlu mengikuti kelas pagi, namun tetap saja bangun pagi adalah sebuah kewajiban untuk Namara.Ia segera beranjak dari tempat tidur dan buru-buru pergi menuju kamar mandi dengan terlebih dahulu menarik handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Sepuluh menit kemudian ia telah selesai membersihkan dirinya, kepalanya terasa pusing karena bangun kesiangan. Ditatapnya seisi rumah, tidak ada tanda-tanda kehidupan didalam rumah tersebut sepertinya semua anggota keluarganya telah melakukan aktivitasnya masing-masing.Namara lantas beranjak keaarah meja makan, ia langsung membuka tudung saji memeriksa apakah ada yang bisa ia makan untuk sarapannya yang
Setelah menyelesaikan makan siangnya yang dibumbui dengan beberapa adegan tersedak akibat ulah Kaivan, Namara lantas mengeluarkan laptop dari tasnya dan segera membuka file yang seminggu terakhir ini membuatnya lebih banyak begadang.Setelah memberikan beberapa penjelasan kepada Kaivan serta setelah melalui diskusi yang panjang akhirnya Kaivan menerima hasil kerja keras Namara dengan beberapa perbaikan menyesuaikan selera Kaivan sebagai pemilik dari project yang tengah ia kerjakan.Tidak terasa satu jam berlalu sejak kedatangan mereka dirumah makan tersebut, waktu juga tengah menunjukkan pukul 2 siang dimana satu jam lagi Namara harus pergi ke La Casa untuk bekerja.“Gue anter aja sekalian biar lo nggak telat, kantor gue searah” tawar Kaivan yang disambut senyuman yang sumringah dari Namara.Tentu saja gadis itu merasa seanang karena ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa jasa ojek online. Terlebih di siang hari yang terik seperti ini,
Hari ke delapan setelah terakhir kali Kaivan betemu dengan Namara akhirnya hari ini ia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Gadis itu. Pagi ini Namara menghubunginya dan mengatakan bahwa tugas yang ia berikan padanya beberapa hari yang lalu telah rampung.Namara mengajak mereka bertemu di La Casa namun Kaivan menolaknya dan malah mengajaknya untuk menemaninya makan siang. Walau Namara mengajaknya bertemu di tempat janjian mereka namun hal tersebut juga ditolak oleh Kaivan karena ia enggan menunggu ataupun ditunggu sehingga Kaivan dengan sepihak memutuskan untuk menjeput Namara di Kampusnya.Namara yang malas berdebat dengan bossnya tersebut lantas mengiyakan tawaran Kaivan, alhasil hari ini ia kekampus menggunakan ojek online karena Ayahnya tengah sibuk berbelanja beberapa sparepart mobil pelanggan yang sudah beberapa hari diperbaiki oleh beliau.Setelah menyelesaikan konsultasi terakhir dengan para dosen pembimbing serta mendaftarkan jadwal s
Namara tengah asyik memainkan jarinya diatas layar smartphone saat sebuah tangan tiba-tiba merangkul lehernya dari samping. Gadis dengan rambut sepunggung tersebut tampak kaget hampir saja gawai yang dipegangnya tersebut lepas dari tangannya.“Astaga kak Cit kebiasaan banget deh! Kalau sampe jatoh kan gue terpaksa minta ganti pake smartphone yang harganya 20juta” Namara berdecak seolah merasa kesal.“Yeee itu sih elo-nya aja yang cari kesempatan dalam kesempitan, mau meras gue ya lo?”“Ya siapa tau kan lo berbaik hati beliin buat gue kak. Kan duit lo banyak hehe”“Aamiin ya Allah! Ntar kalo beneran duit gue banyak gue jajanin lo sepuasnya di gerobak es kelapa Bang Jali”“Nggak jadi deh, nungguin kak Citra jajanin mah keburu tuh kelapa Bang Jali jadi pohon lagi” sungut Namara.“Emang gitu kalau pengen yang gratisan Ra, lo kudu sabar. Biksu Tong nyari kitab suci ke barat aja mod
Dua minggu setelah pertemuan terakhir Kaivan dan teman lamanya di sebuah resto ternama, hari-hari setelahnya diisi kesibukan yang sangat menguras pikiran karena Kaivan harus mempersiapkan kontrak untuk calon investor barunya yang tidak lain adalah teman lamanya tersebut.Selain itu Kaivan juga tengah disibukkan dengan proses penjualan aset-asetnya yang juga menguras waktu dan pikirannya.Meskipun demikian, Kaivan tampak menikmati kesibukannya tersebut.Setidaknya ia patut berbangga hati bahwa kerja kerasnya selama beberapa bulan terakhir akhirnya memiliki secercah harapan. Bukankah tidak mudah bahkan bagi orang yang sudah berpengalaman sekalipun untuk dapat keluar dari bayang-bayang kegagalan bisnis mereka yang sudah berada di ujung tanduk?.Kaivan juga merasa beruntung sekali karena disaat perusahaannya terpuruk seperti ini ternyata masih banyak orang-orang baik serta hebat yang dimiliki neneknya di dalam perushaan yang juga dengan senang hati membantuny
Pagi ini Kaivan bangun dengan penuh semangat, bahkan ia selepas shalat shubuh ia masih sempat menghabiskan waktunya di ruang gym pribadinya, hal yang sudah hampir 2 bulan tidak pernah ia lakukan. Setelah mandi dan mencukur kumis serta janggut tipis di wajahnya Kaivan segera beranjak ke ruang makan untuk sarapan.Selain bajunya yang rapi seperti biasanya, penampilan Kaivan cukup berbeda hari ini, rambutnya tertata rapi, wajahnya bersih serta cerah sekali sepertinya semalam ia beristirahat dengan baik.Setelah menyelesaikan sarapan paginya Kaivan segera beranjak meninggalkan rumah menuju kantor. Ditengah perjalanan ia menghubungi Pak Banu dan meminta untuk membuatkan janji dengan salah satu konsultan keuangan karena ada yang harus ia diskusikan.Satu jam kemudian Kaivan bertemu dengan seorang konsultan keuangan yang dipilihkan oleh Pak Banu beberapa waktu yang lalu dikantor Kaivan.Sang konsultan keuangan meminta Kaivan memberikan gambaran detail mengenai k
Kaivan menyesap teh hangat yang disajikan oleh Namara beberapa waktu yang lalu, air di gelasnya tersebut nyaris tandas. Semenjak tadi ia asyik berbincang dengan lelaki paruh baya di hadapannya tersebut, ia sangat terkesan dengan pengalaman hidup Pak Dimas.“Dulu waktu diusia bapak yang masih muda, banyak sekali hal-hal baru yang bapak coba. Masa-masa pertengahan usia 20-an sepertimu ini adalah usia coba-coba dan masih berapi-api serta penuh ambisi. Salah sedikit kamu bisa terjerumus pada hal-hal yang berbahaya apalagi dengan latar belakangmu sebaiknya kamu berhati-hati menapaki jalan hidupmu kedepannya nak Ipan” Dimas menatap serius ke arah Kaivan.“Wah berarti masa muda bapak dulu seru sekali dong”“Seru? Kalau diingat memang seru. Namun bapak tidak ingin mengulanginya lagi. Yang lalu biarlah menjadi pelajaran supaya kedepannya kita bisa menjadi lebih baik lagi.” Raut wajah Dimas sedikit berubah menjadi mendung.
Setelah seharian berkutat dengan perkerjaan baru sebagai asisten dadakan Kaivan serta bersabar dengan kemacetan jalanan ibukota akhirnya sebentar lagi mobil yang ditumpangi oleh Namara itu akan segera sampai dirumahnya.Hari ini ia tidak perlu ke La Casa, Kaivan bilang ia sudah meminta Citra untuk memberikannya cuti karena sudah bersedia menemaninya seharian.“Makasih banyak udah ngasih gue pengalaman baru hari ini bos. Sejujurnya gue seneng banget waktu kita di studio ForQ tadi. Dulu gue pikir masuk di studio itu salah satu wishlist gue. Eh siapa sangka hari ini gue bisa kesana sebagai asisten klien hehe” ucap Namara tulus.“Santai aja, lagian itu bukan hal yang spesial. Perusahaan gue udah lama kerja bareng ForQ untuk mengahandle beberapa produk kami”“Iya sih, itu kan salah satu privilege lo makanya kesannya biasa aja. Tapi bagi orang kayak gue itu sesuatu yang spesial banget buat bisa masuk ke perusahaan besar seperti itu
Namara terperajat dari tempat tidurnya saat ia menyadari bahwa hari sudah terang benderang dan saat ia mengecek jam di smartphonenya menunjukkan pukul 10 pagi. Ia hampir tidak pernah bangun datas jam 8 pagi, walaupun dia adalah mahasiswi tingkat akhir yang tinggal menyiapkan sidang akhir untuk skripsinya dan sudah tidak perlu mengikuti kelas pagi, namun tetap saja bangun pagi adalah sebuah kewajiban untuk Namara.Ia segera beranjak dari tempat tidur dan buru-buru pergi menuju kamar mandi dengan terlebih dahulu menarik handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Sepuluh menit kemudian ia telah selesai membersihkan dirinya, kepalanya terasa pusing karena bangun kesiangan. Ditatapnya seisi rumah, tidak ada tanda-tanda kehidupan didalam rumah tersebut sepertinya semua anggota keluarganya telah melakukan aktivitasnya masing-masing.Namara lantas beranjak keaarah meja makan, ia langsung membuka tudung saji memeriksa apakah ada yang bisa ia makan untuk sarapannya yang
“Orang tua lo ngakpapa anaknya baru pulang jam segini?” tanya Kaivan setelah mereka cukup lama sibuk teggelam dengan pikiran masing-masing. “Nggak kok, kenapa? Lo khawatir banget ya sama gue boss?” “Dih pede amat. Jangan-jangan lo anak pungut ya?” “Jaga ucapan anda kisanak! Enak aja, gini-gini gue anak kesayangan tau!” protes Namara tidak terima. “Tuh buktinya lo nggak dicariin orangtua lo. Anak gadis tengah malam belom pulang ck ck ck.” Kaivan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Wah jangan-jangan nyawa lo belom kekumpul semua nih makanya ngomongnya ngaco. Menurut ngana siapa yang bikin gue pulang selarut ini? Lagian selama lo tidur kayak sleeping beauty tadi gue udah ijin sama orangtua gue kok.” “Hahaha iya iya gue bercanda” “Candaan lo nggak bikin gue ketawa tuh, yang ada malah bikin gue laper!” “yaudah cari makan dulu yuk! Lo pengen makan apa?” tawar Kaivan. “Hmm.... apa ya? Sate aja kali” “Lo Suza