Targetnya mbak Tatik, Mas Brandon harus log in pokoknya wkwkkw
Di kediaman Khoiron— tepatnya pada sebuah rumah joglo yang disebut sebagai ndalem, Kyai Dahlan tengah berseru senang. Ia memandangi layar ponselnya yang tengah menampilkan potret cucu menantu kesayangannya.“Assalamualaikum, Nduk,” sapa Kyai Dahlan, senang.‘Mbaaah..’Kyai Dahlan terkekeh. Pria paruh baya itu selalu menyukai keceriaan cucu menantunya. “Salamnya Mbah belum dijawab,” ucapnya mengingatkan. Ia yakin sedang tidak ada Khoiron di dekat Tatiana.‘Ya Allah, Tiana lupa, Mbah. Saking senengnya telepon, Mbah.’ Di kamarnya Tatiana menepuk keningnya. ‘Waalaikumsalam, Mbah. Maaf Tiana telat jawabnya, hehe..’ Cengiran lalu menghiasi layar ponsel tua milik Kyai Dahlan.“Ada apa, Nduk? Tumben telepon Mbahnya?”Anak nakal ini pasti memiliki kepentingan sehingga menghubunginya. Tatiana hampir tak pernah meneleponnya. Mereka bersinggungan ketika Khoiron tengah menelepon menantunya. Dari sanalah mereka bercengkrama untuk beberapa waktu.‘Tiana mau curhat, Mbah. Eh, maksudnya cerita. Iya..’
Tatiana, Khoiron dan Zahra— ketiga anak Adam itu saat ini tengah menunggu kedatangan Brandon. Sudah setengah jam Brandon izin pulang untuk membersihkan diri, tapi anak itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.“Mas kita samper ke rumahnya aja, apa?! Pasti dia kabur, Mas!”Khoiron terkekeh. Tatiana benar-benar menggemaskan. Sejak kapan ada orang kaburnya ke rumah sendiri. Itu sih jelas definisi pulang, bukan melarikan diri.“Brandon harus ikut jalan-jalannya kita, Dek?” tanya Khoiron. Istrinya berencana mengajak sang adik berbelanja di pusat perbelanjaan. Mumpung Zahra sedang di Ibu Kota katanya. Jadi sekali-kali adiknya itu harus merasakan menjadi seorang anak metropolitan.Khoiron tentu tak bisa menolak. Istrinya yang cantik dan baik hati memiliki niat untuk menyenangkan sang adik. Kebaikan tersebut menjelaskan kepadanya, tentang seberapa dalam Tatiana ikut menyayangi adiknya.“Harus dong! Sahabat aku itu. Udah lama kita nggak jalan bareng. Kan kalau Mas ngajar, nggak boleh hang
“Adek, happy?”Senyum lebar Tatiana terpatri. Bagaimana dirinya tidak senang, kalau ia berhasil membawa paksa Brandon ikut serta. Setelah berbagai drama, sahabatnya itu kalah suara. Mana mungkin dia bisa melawan dua wanita superior, terlebih yang satu sudah bertaruh nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Happy, Happy, Happy. Finally kita jalan-jalan berempat, Mas.”“Mau kemana sih, emang?! Maksa banget lo, Ti! Hari libur tuh jatahnya gue molor!” Disamping Khoiron, Brandon masih setia dengan emosinya.“Belanja, nonton, keliling Jakarta, makan enak. Dek,” Tatiana menggeser tubuhnya, “kamu mau kemana lagi? Hari ini kita semua mau nyenengin kamu.”“Kemana ya, Mbak. Zahra nggak tau. Niatnya ke Jakarta kan mau liat-liat kampusnya Mbak sama Mas Khoir.”“Yah, itu sih bisa besok, Dek.” Ujar Tatiana. “Tanggal merah kampusnya juga tutup! Nggak ada apa-apanya,” timpalnya memberi tahu.“Mas, kamu ada rekomendasi nggak?” tanya Tatiana sembari memajukan tubuhnya pada sela-sela jok yang Khoiron dan Bran
“Assalamualaikum, Umi,” Tatiana melambai-lambaikan tangan di depan layar ponselnya. “Umi liat, Tiana sama Dek Zahra lagi jalan-jalan.” Istri Khoiron itu mengubah pengaturan kameranya, menampakkan suasana pusat perbelanjaan yang ramai.“Hihihi,” ia tertawa saat menunjukan Zahra yang duduk tepat disampingnya. “Kita mau shopping, habisin uang Mas Khoir.”‘Habisin aja, nggak apa-apa. Uang suami kamu buanyak!’ Sahut Umi Aisyah di seberang sana. Perempuan itu langsung meninggalkan kegiatannya ketika melihat panggilan video dari menantunya.‘Zahra ndak ngerepotin to, Ti?’“Baru kemarin sampai loh, Umi. Gimana ceritanya Zahra bisa ngerepotin Tiana. Umi ada-ada aja. Aman kok.”‘Syukurlah.. Pokoknya kalau Zahra ndak nurut, kamu marahin aja. Umi ikhlas.’Tatiana cemberut. Adik iparnya adalah gadis yang baik. Dia tidak pernah membantah omongan, apalagi berbuat nakal. “Ndak mau… Tiana kan udah nggak suka marah-marah..”‘Heleh!” Cibiran tersebut terucap bertepatan dengan Brandon yang melotot. Pemuda
“Lo! Get out dari mobil suami gue!”Tatiana marah besar. Khoiron menyadarinya hal tersebut. Sepanjang perjalanan, wanita itu terus berdiam. Tatiana sama sekali tidak membuka obrolan atau menanggapi ajakan berbicara yang Zahra lakukan.Suasana menjadi begitu hening dan mencekam. Terlebih ketika sampai di depan rumah Brandon beberapa detik lalu. Tatiana langsung keluar, menuju pintu yang Brandon duduki.“Santai dong! ini juga mau keluar gue! Orang udah nyampe depan rumah!”‘Ya Allah, Brandon. Jangan kamu balas perkataan istri saya,’ lirih Khoiron dalam hati. Istrinya pasti akan semakin mengamuk nantinya. Amarah dan Tatiana bukanlah kombinasi yang baik.“Sekarang!”“Say thanks kek udah ditemenin ngosongin Mall. Diem-Diem bae! Nggak tau..” Brandon baru saja melepaskan sabuk pengamannya. “Tiii!!” sebelum menjerit tatkala kaosnya ditarik sampai-sampai dirinya terjerembab ke bawah.“BACOT!!” “Ti, sumpah, ya lo! Anjing!”“Astagfirullah..” Dua orang yang berada di dalam mobil bersuara.“Lecet
“Adek pengen beli mamam?”Kepala Tatiana mengangguk. Wanita itu tampak seperti seorang anak kecil, yang tengah mendapatkan tawaran makanan kesukaan oleh orang tuanya. Tatiana tak menyia-nyiakan kesempatan yang menyelamatkan dirinya dari kepayahan dalam menjawab soal.“Kwetiau daging.. Dagingnya bawa sendiri dari rumah. Soalnya depan komplek cuman ada ayam sama sosis.”“Oke, kalau gitu kita ambil dagingnya ke kulkas dulu.”Baru mereka akan melangkah, suara Brandon terdengar. “Weh!!” Kedua orang itu lalu menunggu mobil di depan mereka menurunkan kaca.“Eh… Eh.. Eh!!! Rem, Zahra!! Injek remnya!!”“Tolloooong! Tollooooong!!!”Suara kepanikan yang keras itu membuat Khoiron dan Tatiana menegang. Bukan Brandon yang mengendarai mobil. Pria itu berada dibelakang body mobil.“Bang, Abang!! Tahan dari depan!! Si Zahra kayaknya nggak bisa nge-rem!” Heboh Brandon dengan napas ngos-ngosannya.“Astagfirullah!!” Pekik Tatiana dan Khoiron.Tatiana berlari ke depan mobil, sedangkan Khoiron berjalan cepa
Banyak perubahan yang terjadi di dalam diri Tatiana. Perempuan itu menjadi jauh lebih rajin sekarang. Ia tidak hanya bangun pagi untuk menunaikan ibadah, tidak lagi tidur setelahnya.Usai shalat di kamarnya, Tatiana akan turun. Sebisa mungkin membuatkan kopi yang dirinya racik sendiri. Ia juga membantu memasak sarapan. Menemani suaminya menikmati terbitnya matahari di taman depan rumah sebelum akhirnya bersiap menuntut ilmu.Rutinitas tersebut pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang tidak memberatkan Tatiana. Perempuan itu kini telah terbiasa dengan segala kegiatan, yang pastinya tidak ia lakukan saat masih berstatus single di KTP-nya.“Mas, bajunya udah Adek siapin, ya..” Satu hal lagi yang tidak pernah Tatiana lewatkan, menyiapkan seluruh keperluan Khoiron. Jika pada saat awal menikah, Khoiron lah yang melakukan hal itu, kini tugas tersebut seluruhnya Tatiana laksanakan. Ia bahkan belajar menggosok pakaian, khusus untuk pakaian milik suaminya.“Terima kasih, Sayang. Mas mandi du
Khoiron memasuki salah satu bilik UGD, tempat dimana Tatiana masih terbaring. Laki-Laki itu menggenggam tangan istrinya, lalu menunduk untuk mendaratkan ciuman ke kening Tatiana.Istri cantiknya pingsan disebabkan oleh tekanan yang dialami. Hal tersebut menjadi indikasi utama usai Khoiron menceritakan beberapa kejadian, sebelum akhirnya sang istri tak sadarkan diri.“Zaujati, Mas sangat menyayangi kamu.” Khoiron membawa punggung tangan Tatiana pada bibirnya. Mencium berulang kali tangan perempuan hebat itu.“Maafkan Mas yang tidak mampu menjaga kamu, Sayang. Maaf Mas yang tidak bisa melakukan sesuatu untuk menolong nilai kamu.”Tatiana sudah banyak berubah. Mungkin jika tak mengalami perubahan, Tatiana akan dapat membela dirinya secara mati-matian. Mengungkapkan apa yang dirinya mau dan memaksa Mutia mengamini apa yang dia percaya.Namun istri cantiknya tidak demikian. Ia tidak marah-marah. Karena jika sang istri melakukan itu, Tatiana tak mungkin menghampirinya dengan air mata.“Kho
“Ibu..”Tatiana mengangkat kedua tangannya ke atas.Tidak, tidak!— Ia tidak akan terpengaruh dengan raut memelas suami tercintanya. Pria itu harus merasakan betapa spektakulernya kelakuan anak mereka saat menginginkan sesuatu.‘Enak aja! Bikinnya bareng-bareng, masa bagian puyengnya, Ibu yang paling banyak.’ Dumel Tatiana, membantin.“Mau ini, Ayah! Mas Adnan mau ini.” Keras kepala Adnan dengan menunjuk satu unit mobil yang sedang dipamerkan pada lantai dasar sebuah Mall ternama di Jakarta.Tatiana terkekeh sembari memalingkan wajahnya. Biarlah ia berdosa. Namun wajah frustasi suaminya sangatlah menghibur jiwa emak-emaknya.“Beliin! Mas Adnan mau punya mobil yang pintunya 2, Ayah.”“Ya Allah, Mas.. yang pintunya 4 kan udah punya.”“Kan empat, nggak dua!” Ngeyel Adnan, membalas kata-kata sang ayah.“Mas..”“Enggak dalem!” potong anak itu menolak panggilan Khoiron.Khoiron menatap lembut kedua mata putranya yang membola. “Kok begitu jawab ke Ayahnya, Mas?” Sama seperti tatapannya, suara
Mendekati pukul lima sore hari, Tatiana, Adnan dan Soraya— ketiganya tampak rapi, berjajar pada halaman luas kediaman mereka.Barisan vertikal yang ketiganya bentuk itu, merupakan pemandangan yang sehari-harinya akan terlihat jika saja tidak turun hujan kala hari hari kerja berlangsung.Di dalam barisan itu, ketiganya akan melakukan sebuah penghormatan besar kepada dua orang terkasih yang telah rela menghabiskan waktunya untuk bekerja keras agar mereka dapat hidup enak.Mereka akan menunggu kepulangan para pencari nafkah. Menyambut keduanya dengan senyum hangat supaya seluruh lelah yang merajai diri mereka sirna.Dalam hal ini, tradisi itu dibentuk setelah si kecil Adnan terlahir ke dunia. Sebuah kebiasaan kecil yang pada akhirnya terus dipertahankan dan menjadi rutinitas harian yang keberadaannya tak pernah ditinggalkan oleh Tatiana dan mamanya.“Itu mobil Ayah.” Seru Adnan, gembira. “Opa sama Ayah pulang, ye-ye-ye-ye!” Anak itu melompat kegirangan, merasa tak sabar untuk menyambut a
Tatiana tak pernah berhenti dibuat istighfar oleh atraksi anak laki-lakinya. Si kecil yang kini menginjak usia 5 tahun itu mempunyai banyak sekali tingkah. Kulit di dadanya mungkin sudah menipis saking seringnya dibelai secara mandiri karena kelakuan membagongkannya.“Ibu nyerah, Mas Adnan!” Tatiana mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia menyerah, mengibarkan benderah putih ke angkasa.Ayah anak itu baru saja pergi beberapa menit yang lalu, dan si kecil sudah kembali berulah.Adnan memang sangat tahu caranya menguji batas kesabaran ibunya. Dia mencari momen terbaik saat satu-satunya manusia yang ditakutinya tak lagi berada di rumah.“Mas, Ya Allah! Ikan koinya Ibu loh, mati itu ntar Mas!” lontar Tatiana, lemas tak bertenaga.Tatiana pikir dengan dirinya menyatakan kekalahkannya, putranya akan berbaik hati untuk hengkang dari kolam kesayangannya. Namun ternyata, ia salah. Anak itu tetap melanjutkan kegiatan merusuhnya.“Mas Adnan baik loh, Ibu. Mas kan lagi bantu ikan koinya Ibu napas.
Holla, temen-temen.Setelah banyak merenung, Qey mohon maaf karena pada akhirnya, cerita Gus! I Lap Yuh! ini akan tamat sesuai dengan naskah aslinya.Keputusan ini diambil karena beberapa aspek, khususnya dari segi kesehatan Qey yang tampaknya tidak mumpuni untuk mengerjakan 3 on going sekaligus.Takutnya, seluruh karya termasuk judul ini malah akan terbengkalai nantinya. Jadi, Qey putuskan untuk hanya meng-uploud ekstra partnya saja dan mengurungkan niat untuk melangkah ke seasion 2-nya. Bagi pembaca baru, cerita ini sudah ada sequelnya, judulnya Pelet Cinta Lolita!, ya. Disitu menceritakan kisah cintanya Mas Adnan dengan Female Lead, Lolita. Bu Tatik & Ayah Khoir ada disana juga kok, jadi kangen kalian sama pasangan ini akan sedikit terobati nantinya.Segitu aja ya temen-temen. Mohon doanya untuk kesembuhan Qey. Semoga diakhir tahun ini, sakitnya Qey ditutup dengan penutupan tahun. Doain Qey sehat dan pulih sedia kala ya. Amin, Amin.Terima kasih atas perhatiannya, Semua.Salam Saya
Hai, semua. This is Qey.Kemarin saat Qey up chapter untuk ending, kebetulan ada kakak yang mengusulkan untuk dilanjutkan ke Season 2-nya. Untuk kakak-kakak yang lain bagaimana? Season 2-nya akan fokus ke Bu Tatik & keluarga kecilnya, termasuk Mas Adnan versi bocil ya. Karena untuk cerita Mas Adnan sendiri, versi dewasanya sudah ada tuh dijudul "Pelet Cinta Lolita." Kebetulan Mas Adnan tokoh utama prianya disana. Qey membutuhkan masukan sebelum akhirnya memutuskan apakah naskah chapter spesial yang ada akan tetap dijadikan chapter ekstra, atau digunakan untuk melanjutkan ke Season 2. Jadi, please komen ya semua. Terima kasih atas perhatiannya.
“Mas.. Zahra cantik ya?”Kepala Khoiron mengangguk, “iya, Dek,” ucapnya menjawab pertanyaan sang istri kepadanya.Pria itu meremas tangan Tatiana yang berada di dalam genggamannya, lalu kembali berucap, “tapi istri Mas ini, jauh lebih cantik.”Dibalik niqab yang dirinya kenakan, senyum seindah mekarnya bunga di musim gugur, menghiasi wajah Tatiana.“Mas ini! Zahra ratunya hari ini!” Tutur Tatiana, pura-pura menghardik Khoiron. Ia tidak ingin dibuat salah tingkah di momen bersejarah sahabat dan adik iparnya. Kalau pun ada kebahagiaan, seharusnya itu berasal dari acara penting mereka berdua. Bukannya dari hasil gombalan suaminya.Khoiron pun memalingkan wajahnya ke kanan. Ia menatap kedua manik Tatiana dalam. “Mas nggak mau bohong. Ibunya Mas Adnan wanita paling cantik. Ratunya Mas setiap hari.”“Uhuk!”Suara batuk dibelakang mereka menyadarkan Tatiana, jika saat ini keduanya tengah berada di dalam kerumunan santri-santri yang tengah menemani Zahra.“Ya Allah, Mas! Malu.”“Gus Khoir tern
Di dalam kamus Khoiron, ia tidak mengenal apa itu pamali. Pamali hanyalah sebuah culture yang keberadaannya terus dipertahankan dari tahun ke tahun. Namun ia tetap tidak bisa membawa Adnan pergi ke luar rumah terlalu lama. Bagaimana pun, usia Adnan masih beberapa hari. Daya tahan tubuhnya masihlah belum sekuat orang dewasa.“Adek, kita sepertinya nggak bisa bawa Mas Adnan ke kampus.”“Loh, kenapa Mas?”“Mas Adnannya masih kecil, Ibu. Pamernya ditunda saja dulu ya?”Tatiana adalah wanita yang mudah untuk diberikan pengertian. Istrinya mungkin sedikit keras kepala dalam beberapa hal, tapi dia bukan seseorang yang akan mengorbankan orang terkasih demi kesenangan pribadinya.“Mas Adnannya bisa sakit, Ibu. Urusan Brandon, biar ayah yang ngomong ke dia. Dia pasti nggak akan berani nakal.”“Nurut ya, buat Mas Adnan kecil kita.”“Kalau Ayah ngomong buat Mas Adnan, gimana Ibu bisa nggak nurut.” Tutur Tatiana sembari menyandarkan dirinya pada dada bidang Khoiron.Anaknya adalah sosok paling pen
“Mas Adnan, emang Ibu salah ya?”Tatiana menyangga kepalanya menggunakan tangan. Ia tidur menyamping, menatap putranya kesayangannya.“Jawab dong, Mas. Ibu nggak salah kan, ya?”Khoiron mengulum bibirnya. Istrinya sedang mencari pembenaran, hanya saja kepada orang yang salah.Apa yang istrinya harapkan dari seorang bayi mungil tak berdosa? Pembelaan?! Jelas Adnan belum bisa melakukannya. Putranya mereka masih tak memiliki daya untuk hal itu. Tunggu usianya bertambah, nanti Adnan akan dapat diajak berkomunikasi.“Adnan, mah! Ibu hopeless nih. Ayah juga ngambek ke Ibu. Ibu jadi nggak ada temennya, Mas.”“Kok bawa-bawa Ayah, Bu? yang ngambek bukannya Ibu, ya?”“Mas diem!”Lucu sekali istrinya. Dia yang mogok bicara pada semua orang, tapi malah mengaku menjadi pihak tersakiti. Mana mengelabui anak sendiri. Sungguh nakal!“Mas dianggurin nih?! Mentang-mentang sudah punya Mas Adnan sekarang.”“Aduh! Ada yang ngomong, siapa sih! Ganggu quality time aku sama anakku aja deh!”Khoiron terkikik.
“Uh, gemesinnya anak Ibu. Ibu pengen gepengin kamu, Dek.”Khoiron yang baru saja memasuki kamar, kontan berlari mendekati ranjang. “Adek! Istighfar! Jangan gepengin Adnan!” Ucap, pria itu panik. Gemasnya sang istri sungguh membahayakan. Masa anak sendiri mau dibuat gepeng.“Bercanda, Mas Khoir!”“Huh!” Khoiron melepaskan napasnya. Ia pikir istrinya serius ingin menggepengkan anak mereka.“Umi gimana, Mas? Udah dipanggilin dokter belum?”“Udah sadar kok..” Khoiron mendudukan dirinya disamping Tatiana. Tangannya yang besar menggenggam telapak kecil anak lelakinya. “Nggak sampai harus manggil dokter. Umi cuman kaget aja, Dek.”Jangan kan uminya, abinya kalau berada di kamar, pasti juga akan ikut pingsan. Ia tidak mengira kalau kenakalan istrinya sampai bisa membuat heboh satu komplek.“Hehe.. Mama dulu juga pingsan, Mas.” Cengir Tatiana. Mamanya sampai dilarikan ke rumah sakit saat rumahnya di demo. Akhirnya masalah diselesaikan oleh orang tua Brandon. Mereka hanya perlu mengganti mobil