âLoh! Loh!â Tatiana memekik. Pintu mobil Khoiron tidak dapat dibuka walau ia sudah mencobanya. âIr, lock-nya,â ujarnya agar Khoiron menonaktifkan pengunci dari control panel pria itu.âMaemnya di mobil aja, Dek. Biar Mas yang pesenin.ââHeh! Mana nikmat?!â Pekik Tatiana. Ia mencium gelagat mencurigakan dari ucapan suaminya. Jantungnya sudah aman loh, sejak Zahra bergabung ditengah-tengah mereka.Jika biasanya orang ketiga disebut setan, lain halnya dengan keberadaan Zahra. Gadis itu hadir seperti sosok malaikat. Menyelamatkan Zahra dari debar-debar tak jelas yang jantungnya hasilkan.âBuka ah!ââMas aja yang turun, pesenin Adek sama Zahra.ââAstaga, Ir!! Nggak enak dimana di mobil!â geram Zahra. Lagipula hal tersebut cukup menyulitkan bapak penjual baksonya karena harus mondar-mandir demi pesanan mereka yang tak seberapa.âMobil lo nggak ada meja portable-nya, Ir!ââInsyaAllah nggak ada beda, Sayang. Nanti Mas pegangin mangkoknya. Anggap aja tangan Mas mejanya, Adek.âDibelakang Zahra
Akibat perghibahan yang dilakukan bersama adik iparnya, hidup Tatiana jadi tak tenang. Ia terus saja membaca pesan panjang yang Zahra kirimkan padanya.Alih-Alih merasa terpuaskan, jiwa kekepoan Tatiana justru semakin meronta-ronta karenanya. Tanda tanya di dalam pikirannya membesar, sebesar bola dunia.âBran..ââHem,â jawab Brandon.Pria muda itu sedang fokus dengan permainan 5 vs 5 diponselnya. Melihat keacuhan sahabatnya, Tatiana mendadak kesal. Ia kan sedang ingin meminta pencerahan. Berhubung kelas mereka kosong, karena sang dosen pengampu kecelakaan, tertabrak becak motor ketika menyeberang jalan.Malang sekali nasib dosen mereka. Namun sebagai mahasiswa, bukannya bersedih, anak-anak di kelasnya justru bahagia. Apa pun alasannya, yang penting kelas diliburkan. Seluruh mahasiswa dimuka bumi pasti seperti mereka.âGod! Ti!â Berengut Brandon saat ponselnya ditarik secara paksa. âGue lagi war, Tiana! Balikin HP gue!âBukan Tatiana namanya jika tak bisa mengambil seluruh atensi Brando
âMas Khoiron, kenapa malah diem aja? Adek tanya! Cepet Jawab!!âKhoiron semakin terperangah mendengar tutur kata istrinya. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan diri Tatiana, tapi istrinya tampak berbeda. Perempuan itu memanggilnya dengan sebutan lain, sebutan yang ia inginkan.âTatiana ada apa?ââTat-Tatia-na?â Beo Tatiana, tersendat. Air di kerongkongannya tak mau bergerak turun ke bawah. Napasnya tercekat. Mimik mukanya semakin keruh.âApa yang lo lakuin berdua-duaan sama cewek lain disini, Khoiron?â Kepalang marah dan tidak bisa mengendalikan dirinya, Tatiana tidak lagi bermanis-ria. Tanduk di atas kepalanya terlanjur mencuat tinggi.âLo kenapa dah? Gue sama Pak Khoiron lagi bahas tugas kuliah. Dateng-Dateng nggak jelas. Iya deh, yang bininya!â Sinis kakak senior Tatiana, menampar keras gadis itu hingga mengingatkan dimana tempat kakinya berpijak saat ini.Kepalanya yang keras lantas berputar, menyadari beberapa pasang mata tengah mengintai dirinya bak mangsa. Hanya satu manusia ya
Tatiana tidak pernah mengetahui jika pelukan tubuh Khoiron dapat sehangat ini. Setelah menjelaskan keadaannyaâ yang jelas baik-baik saja, Khoiron meminta izin untuk memeluknya. Sama seperti pria itu yang memiliki tanda tanya besar mengenai perilakunya, Tatiana pun demikian.âJadi lo beneran cinta gue?ââApa Mas salah mencintai istri sendiri, Dek?âIsh! Tatiana paling benci kalau pertanyaannya dibalas dengan pertanyaan lain. Mengapa tidak langsung menjawabnya saja. Tidak sulit seharusnya karena tadi pria itu sudah mengatakan perasaannya.Melihat Tatiana terdiam Khoiron mengeratkan pelukannya. âAna Uhibbuki, Ya Zaujati.â Tersenyum, Khoiron mengucapkan kembali kata cintanya kepada sang istri.âArtinya Apa, itu Bahasa Arab lagi, kan?ââEm,â Khoiron menggumam, ânanti Adek cari sendiri ya di internet. Sekarang yang Mas pengen cuman peluk Adek,â tuturnya lalu menunduk untuk mendaratkan sebuah kecupan dikening Tatiana.âKok gitu, gue penasaran ya, Ir.ââMas, Sayang,â tegur Khoiron membenahi c
Tatiana mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Mata memandang lurus sosok berkerudung biru tua yang saat ini tengah mengajar di kelasnya. Perempuan itu sedang mencari keributan dan Tatiana siap menyambut dengan tangan terbuka.âTatiana, bisa coba jelaskan, apa yang saya baru saja terangkan?!âTatiana melirik pada jam digital diponselnya. HTatiana berlalu dari lima menit dari pertTatianaan sebelumnya. Tatiana semakin yakin jika dosen bernama Mutia itu memang menargetkannya.âApa di kelas ini cuma saya yang akan mendapatkan nilai A+, Bu Mutia?!â Sarkas Tatiana. âIbu tidak memberikan kesempatan untuk teman-teman saya yang lain. Alangkah kasihannya mereka..â Tatiana memasang raut wajah tidak enak. âMaaf ya, Guys! Bu Mutia saking sayangnya sama gue, makTatiana dia pengen liat gue doang yang aktif di kelasnya.ââKamu terlalu banyak omong, Tatiana! Katakan saja kalau kamu tidak bisa men..âSayangnya Tatiana bukan gadis bodoh yang masuk menggunakan jalur pembelian kursi melalui orang dalam.
âTatiana..ââYa, Pak?!â Respon Tatiana, berdiri ketika dosen yang mengajarnya melambaikan tangan. Ia berjalan menghampiri sang dosen, menanyakan apa gerangan yang membuat pria paruh baya itu memanggilnya.âMas Sahrul bilang, kamu katanya diminta buat hadap Bu Dekan.ââAda apa ya, Pak?âDosen terbaik yang pernah Tatiana kenal itu menggelengkan kepalanya, âBapak kurang paham, Tatiana. Kamu pastikan dulu sana. Tenang saja, absensi kamu, Bapak akan tulis kehadirannya,â ucapnya memberikan kelonggaran. Pada nyatanya Tatiana memang hadir meski sepuluh menit harus keluar dari kelas.âBawa tas kamu, Tatiana. Perintahnya begitu.âPsikologi 03 itu kembali ramai oleh bisikan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Tatiana sampai harus menghadap ke ruangan orang nomor satu di fakultas mereka. Jika mengenai absensi dimana satu minggu Tatiana tidak hadir, rasanya sangat tak mungkin. Mereka bukan lagi anak sekolahan yang diurusi sebegitu detailnya. Angka kumulatif perihal absensi baru dapat terlihat nanti se
âAdeknya cantik, Dek.ââThanks, Mas. Aku emang secantik itu. Nggak perlu diomong!â Tatiana melakukan gerakan mengipas di depan wajahnya, tapi sedetik kemudian kepercayaan dirinya dibungkam, tergantikan pipi merah sebab rupanya bukan dirinya yang Khoiron maksud.âAdeknya yang itu, Sayang, yang pake bando telinga Hello Kitty,â tunjuk Khoiron pada sosok gadis kecil, mungkin kisaran usia lima tahunan, yang tengah memakan es krim diseberang meja milik mereka.âAaak!! Pengen renang ke laut selatan biar dimakan Nyi Roro sama anak buahnya!â Jerit hati Tatiana, merasa malu berkat terlalu over confident. Ia tidak fokus karena sedari tadi banyak gadis-gadis memperhatikan Khoiron. Sepertinya ia harus minum air mineral yang banyak.Demi mengembalikan kerja otaknya, Tatiana menyambar botol di atas mejanya. Ia meneguknya secara tak sabaran. Hitung-Hitung mengalihkan rasa malu yang bersarang di dalam dirinya.âKapan ya kita buat anak selucu itu, Dek?âByur!!â Sakit sekali. Tatiana tersedak. Air di ker
âAssalamualaikum.âSuara dua laki-laki yang baru saja pulang dari masjid itu membuat Tatiana melompat menuruni sofa. Ia berteriak memanggil nama suaminya sembari berlari ngepot. âMas Khoiiirrr!!âBuk!!Seperti mobil yang kehilangan fungsi rem, tanpa aba-aba Tatiana menabrakan tubuhnya pada Khoiron sampai sang suami terhuyung ke belakang.âTiana ngagetin. Suami pulang langsung diseruduk gitu.âGadis yang disebut melakukan kebiasaan seekor sapi itu, memutar kepalanya yang menempel di dada Khoiron. âSsstt! Papa jangan cemburu. Tiana ngelakuin ini demi kemaslahatan pernikahan kita.âMendengarnya Khoiron dan Januar menyerngitkan alis dengan mata saling menatap.âMas ayo kita ke kamar. Adek mau kasih Mas jatah.âKhoiron terbelalak. Seluruh wajahnya merona dengan pipi dan daun telinga yang memerah. Istrinya mengatakan sesuatu yang vulgar di depan sang papa mertua.âYa Allah, Tiana. Agresif banget. Masih sore ini, makan malam juga belum,â ucap Januar menggelengkan kepala. Ia mengerti jika hub
“Biar gue aja yang ngomong ke Nando. Lo tau beres aja, Ti.”“Ashiaap!” jawab Tatiana, melengkingkan nadanya. Ia akan menyiapkan gendang telinganya baik-baik, memastikan jika otak cerdiknya dapat memahami setiap kalimat yang keluar dari mulut sahabatnya.Mari kita lihat, bagaimana cara Brandon menjaga Zahra. Apa yang akan sahabatnya katakan pada Nando— Kakak tingkat sekaligus Ketua BEM Universitas mereka. Setahu Tatiana keduanya memang saling mengenal. Beberapa kali Brandon terlihat mengobrol dengan anak teknik itu saat mereka berada di kelab malam.“Gue mau ketemu Nando. Lima menit.” Ucap Brandon pada sekelompok anak BEM yang menjadi panitia ospek. “Masih di sini kan dia?”“Siapa yang nyariin gue?”Suara maskulin Brandon rupanya terdengar sampai ke dalam ruangan. Keduanya tak perlu bersusah payah melobi para kakak tingkat yang pastinya menyulitkan pergerakan.“What&r
Tragedi ngidam bakso homemade menjadi pelajaran tersendiri untuk Brandon. Pemuda itu tidak akan pernah menerima kebaikan hati suami sahabatnya. Selelah apa pun dirinya, keinginan ia harus melakukan sesuai dengan keinginan Lord Tatiana.Gara-Gara Tatiana, saldo rekening Brandon menjadi sangat mengenaskan.Pemuda itu dihukum tak mendapatkan santunan dari orang tuanya selama satu bulan penuh. Belum lagi ceramahan di setiap sisi yang merusak gendang telinganya. Brandon kapok! Benar-benar kapok.Tatiana adalah sebenar-benarnya trouble maker. Kehamilan perempuan itu mendukung untuk melakukan penindasan terhadap pria-pria lemah. Terutama Brandon dan Khoiron. Sekarang keduanya bagaikan pengikut setia Tatiana. Macam-Macam sedikit, para pelindung Tatiana yang akan turun tangan.Bayangkan saja, sikap un-rasional Tatiana didukung oleh dua generasi sebelumnya. Tiga pasang orang tua dan generasi lainnya adalah Kyai Dahlan&mdash
Menemani Khoiron memasak bakso?Zzz…Air liur Tatiana menjadi saksi dari ucapannya saat melepas kepergian sang suami.Tiga puluh menit wanita itu bergulat dengan antusiasmenya sendiri. Terus berceloteh tentang betapa gentle-nya Khoiron pada adik iparnya. Namun tak berselang tiga puluh menit dari kepergian Khoiron, matanya terpejam untuk mengarungi indahnya alam mimpi.Hal tersebut sampai membuat Zahra terperangah. Pasalnya suara kakak iparnya perlahan-lahan menghilang, tergantikan oleh dengkuran halus.Ternyata, oh, ternyata— wanita cantik yang memiliki usia satu tahun di atasnya itu terlelap.Memastikan jika sang kakak tidak akan asal-asalan dalam memenuhi permintaan ngidam keponakannya, Zahra pun memberitahukan kondisi Tatiana saat ini. Kakaknya memiliki banyak waktu untuk berbelanja sehingga tak perlu terburu-buru.“Selamat bobok, Mbak Tiana, ponakannya Tante. Nanti kalau Papa Khoir udah pulang,
Rasa nyaman Tatiana rasakan saat Khoiron membelai perutnya. Pria itu sedang membacakan sebuah surat dikala Tatiana sibuk menggulirkan layar ponselnya.“Adem banget liatnya ya, Pah. Dulu waktu Mama hamil Tiana, Papa nggak pernah kayak Khoiron.” Ucap Soraya membuat Januar menatap istrinya dengan tatapan bersalah.Januar jelas berbeda dengan menantunya. Pemuda itu diasuh dan diberikan asupan pendidikan agama sedari kecil, sedangkan dirinya hanyalah pemuda salah gaul yang hanya mengerti cara mempertahankan bisnis orang tuanya.“Maaf ya, Mah. Dulu waktu kita baru-baru nikah, Papa masih anak begajulan kayak Brandon.”“Loh! Om! Kok Brandon dibawa-bawa sih!” Potong Brandon cepat, masuk ke dalam pembicaraan. Sedari tadi dirinya anteng membaca buku. Tahu akan diseret pada hal-hal keji dirinya tidak akan menetap usai belajar mengaji bersama abangnya.“Kamu contoh paling deket, Bran.. Masa Papamu?! Papamu mudanya anak
âMas.. Adek pinjem HP-nya dong.âSelayaknya remaja kebanyakan yang memang suka sekali menunjukkan hasil kemenangannya, Tatiana ingin membuat memberikan hadiah terakhir untuk Mutia. Meski tidak bisa melihat ekspresi dosennya secara langsung, setidaknya ia bisa menambah kekesalan yang ada pada dirinya.âBoleh buat story IG kan, Mas?âSejak mereka terbang, segelintir ide-ide jahil berhamburan di otaknya. Berhubung mereka masih ada di bandara, Tatiana akan menyematkan lokasi mereka.âBoleh.. Tapi nggak boleh muka Adek, ya.. Takut ain, Sayang.âTatiana mengangguk. Itulah sebab mengapa media sosial suaminya tidak pernah mengunggah potret siapa pun. Meski memiliki banyak pengikut, media sosial suaminya terkesan seperti akun tanpa awak. Tidak ada postingan selama beberapa waktu ini. Terakhir suaminya mengunggah kata-kata, meminta doa restu atas pernikahan mereka.âFoto bandaranya kok, Mas.âBrandon yang mengerti akal bulus Tatiana menggelengkan kepalanya. Sahabatnya itu pasti ingin mencari ke
âLifah, kamu liat sendiri kan?! Dua anak itu pinter banget bersilat lidah. Mereka bener-bener manipulatif, Lif.âKhalifa geramâ bahkan menggunakan mata telanjang sekali pun, orang lain akan mengetahui siapa sosok yang ciri-cirinya sedang Mutia sebutkan.Plak!âSadar, Mut! Sing eling jadi manusia!âTidak pernah Mutia bayangkan sahabatnya akan menampar dirinya. âFah.. Jangan bilang kamu percaya sama kata-kata mereka?!â Memegangi bekas tamparan Khalifa, Mutia bertanya dengan wajah sarat akan kesedihan.âKalau aku nggak percaya, bisa kamu sebutin alasan apa yang membuat kamu ngerengek minta diantar ke sini?!ââPenelitian, Fah.. Apa itu nggak cukup?!ââSeperti kataku, Mut. Penelitianmu bahkan nggak menguntungkan pihak yayasan kamu.â Sepertinya disini dirinyalah yang bodoh. Khalifa merasa menjadi manusia dengan otak yang dangkal sekarang. âKampusmu yayasan katolik, Mutia. Untuk apa mereka menyetujui penelitian tentang perilaku santri?! Ada banyak penelitian yang lebih berkaitan dengan dunia
âUmi, Tiana mau tunggu Mas Khoir.ââKamu ini, Nduk. Ya wis.. Zahra temenin Mbak Mu. Umi, Mbah, sama Abi pulang dulu.â Pesan Umi Aisyah sebelum meninggalkan kedua anak perempuannya di pelataran masjid.Abinya sempat mengatakan jika Khoiron sedang berbincang dengan pengurus ponpes di dalam. Tatiana tidak ingin meninggalkan suaminya, seperti Khoiron yang selalu menunggu saat dirinya keluar terlambat.âDuduk aja ya, Mbak. Jangan berdiri terus.â Ujar Zahra. Gadis itu membimbing kakak ipar kesayangannya untuk menduduki kursi tak jauh dari mereka.Kapala Tatiana menangkap sosok yang membantunya. âKamu sini...â panggilnya membuat segerombolan santriwati menghampirinya.âDalem, Ning.ââKamu ke Ndalem ya... Bilang aja ke Umi disuruh saya. Minta di ambilin 5 kotak cake. Terserah Umi yang mana aja gitu.â Ia ingat janjinya, tapi tak bisa segera pulang karena suaminya belum terlihat.âNggih, Ning Tiana. Ning mari..â Pamit mereka sebelum berlalu.Sepuluh menit Tatiana menunggu dan Khoiron beserta Br
âMbak Lia, hati-hati. Kata temen ku yang tadi tugas di Ndalem, Mbak yang itu pelakor.ââPelakor?ââIya, Mbak.. Dia kesini mau godain Gus Khoir katanya.ââHus,â Lia menyentuh punggung tangan juniornya di pondok, ândak boleh suudzon,â ucapnya, memperingati agar tidak berpikiran buruk. Bagaimanapun juga, mereka merupakan tamu sang guru.âSerius, Mbak. Dia denger sendiri waktu tamunya ngobrol. Sampai nggak habis pikir loh temen ku.ââWis-Wis.. Ayo kita ke masjid. Sebentar lagi adzan magrib.â Ajak Lia. Tidak ada yang perlu dirisaukan dari para tamu tersebut. Ia yang pernah mencoba peruntungan dengan tanpa malunya saja tidak berhasil. Gus mereka bukan laki-laki yang mudah digoda. Beliau begitu mencintai Ning Tatiana.Melewati Khalifa dan Mutia, Lia beserta santri lainnya menundukkan kepala. âAmit, Mbak.â Ucap mereka sopan sedikit membungkuk.âKalian mau shalat di masjid ya?ââBetul, Mbak.â Jawab Lia mewakili adik-adiknya.âKami boleh bareng?ââMonggo silahkan.âDi depan pagar masjid yang me
Mutiaâ Dosen yang mengampu salah satu mata kuliah Tatiana itu dengan percaya dirinya memperkenalkan diri. âSaya rekan mengajar Pak Khoiron di Jakarta, Pak Kyai, Bu Nyai.ââOh, begitu.â Umi Aisyah menjadi orang pertama yang menanggapi perkenalan terlambat Mutia. âDosennya menantu saya juga kan ya?â Beliau mempertanyakan apa yang terlewat untuk diperkenalkan wanita yang menjadi tamunya.âBen-Benar..ââWah, kebetulan sekali ini.â Menyematkan senyuman, Umi Aisyah lantas menanyakan bagaimana Tatiana ketika di kampus. Dan sebuah hal tidak terduga justru menjadi jawaban dari mulut Mutia.âSebelumnya saya ingin meminta maaf, Bu Nyai. Bukan maksud saya menjelek-jelekkan. Saya hanya ingin berterus terang tanpa kebohongan. Kalau ditanyakan bagaimana Tatiana, menantu Bu Nyai cukup bermasalah di kampus. Dia anak nakal.âTatiana mengepalkan jari-jarinya. Brandon ternganga dan Khoiron sendiri terdiam dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di dalam otaknya. Sedang anggota keluar lain yang mendengar