Gulai Ari-Ari Untuk Anakku#15Malam ini Atika berencana akan pergi kekampung sebelah. Ia sudah tekat sebelum Nilam mengadukan perbuatanya. Sebetulnya Nilam nggak punya bukti. Namun Atika harus tetap jaga-jaga.Mail masih duduk dipojok kamarnya. Terlihat Ia masih menangis segugukan. Sesekali Ia juga melirik kearah pintu kamarnya. "Kamu dirumah dulu. Ibu mau pergi, " Ucap Atika, dari balik pintu."Ibu mau kemana?" Tanya Mail. Suaranya masih terputus. Akibat tangisnya."Mau ada urusan sebentar. Kamu beranikan dirumah.""Mail takut buk! Inikan malam. Mail nggak berani," Jawab Mail."Ibu cuma sebentar. Kalau kamu ikut nanti, yang ada merepotkan ibu," Pekik Atika.Mail tertunduk, dan tidak berani menjawab lagi. Tangisnya meledak saat Atika melangkah keluar rumah."Hik,, hik,," takut buk! jangan tinggalin Mail." Pekikannya berubah, nejadi Pekikan sebuah tangisan.Semua harus ditanggungnya. Wajahnya menggambarkan sebuah kerinduan besar, terhadap Dimas, dan juga Daut, Bapaknya.Ia berjalan kel
Gulai Ari-Ari Untuk Anakku16"Tolong jangan lakukan ini. Saya tidak bersalah," Nilam merintih kesakitan. Kepalanya sudah dihujani, oleh darah segar."Sudah bakar saja. Ngapai lagi ditunda-tunda.," Ucap sebagian warga lainya. Tangan Nilam diseret paksa. Tubuhnya terhempas, bak seperti tidak berharga Dimata mereka."Lepasin saya. Saya tidak bersalah. Atika tolong saya, jelaskan kepada mereka kalau saya tidak bersalah," Nilam melihat kearah Atika. Matanya menyimpan berjuta permohonan, dan harapan.Atika tidak menggubris. Terlanjur sakit hati, dan termakan omongan membuatnya tidak perduli, dan membiarkan Nilam."Rasakan Nilam. Kamu sudah memakan hak Anakku, dan mungkin ini balasan untukmu," Pekik Atika."Tapi aku tidak pernah mekakan hak anakmu." Nilam memekik, suaranya bergetar akibat menahan sakit."Prak," Entah datang darimana, sebuah balok besar menghujam, dibagian punggung wanita cantik itu.Seketika darah segar muncrat dari bagian Mulutnya Nilam. Tidak ada suara lagi, suara yang tad
"Pak tolong bantu urus jenazahnya ya,"Ucap Diwan. Matanya sama sekali tidak sanggup menatap jenazah Nilam, yang sudah hampir menjadi abu. Dari sekian banyaknya orang yang menghakimi Nilam. Hanya ada beberapa orang saja, yang tersisa, dan masi berdiri disana. Sisanya telah kembali meninggalkan Nilam, tanpa berdosa."Astagfirullah," Diwan mengucap. Saat ia mencoba mengangkat bagian jasad Nilam."Sebaiknya segera kita urus." Ucap Diwan.Atika yang masih berdiri menyaksikan itu semua. Airmayanya kian membeludak. Tangisnya tiada henti. Hatinya merasa kacau, dan diselimuti rasa berdosa.Saat mereka, ingin memandikan jasad Nilam. Seorang lelaki, yang seumuran Diwan datang, dan tangisnyapun membuat seluruh ruangan memekik."Bangun sayang," Ucapnya. Sembari memeluk zasad Nilam ayang sudah tidak berupa lagi.Diguncang-guncangkannya, tubuh Nilam, yang sudah kaku. " Bangun sayang. Kenapa kamu meninggalkan Mas." Ternyata lelaki itu adalah Suami Nilam. Ia baru saja pulang dari negri orang, dan m
"Tok-tok," Suara ketukan pintu, dari luar rumah. Atika, yang memang belum tertidur merasa heran. Siapa malam-malam datang."Cklek," Mata Atika terbelalak ternyata itu, adalah suaminya."Kamu, Mas! mau ngapain kamu kesini?" Pekik Atika."Maaf kan, Mas! Mas cuman mau lihat anak-anak kita," Jawab lelaki, yang sudah terlanjur di bencinya itu."Nggak ada Mas. Lebih baik kamu pulang. Aku tidak mengizinkanmu bertemu, dengan anak-anak," Pekik Atika."Bapak!" Belum sempat Atika mengusir Daut. Mail segera datang, dan memeluk Bapaknya."Nak! gimana kabar kalian sehat kan?" Daut memeluk erat tubuh munggil Mail.Bukanya menjawab. Namun Mail malah menangis, dan membalas erat pelukan Daut."Bapak jangan pergi lagi." "Mana Abang?" Tanya Daut. Matanya sedari tadi tidak melihat Dimas."Sudah mati!" Pekik Atika."Deg! Serasa bak tersambar petir, mendengar ucapan Atika, Istrinya."Maksutmu apa Dek?" "Sudah mati! Karna jatuh dari atap." Jawab Atika enteng.Meskipun ucapan begitu kasar, namun tetap saja
"Ti! nanti kalau anakku lahir aku kasih nama apa ya?" Tanya Nilam, kepada Atika."Kalau anakmu cewek. Kasih nama Neneng aja. Kalau cowok kasih nama Ucok," Jawab Atika. Gelak tawanya memekik isi ruangan rumah Nilam."Tapi ti! Aku takut nanti saat lahiran meninggal. Soalnya kan aku orang nggak punya. Kalau Yuni gitu bisa oprasi," Ujar Nilam. Wajahnya terlihat sangat pucat, dan bersinar."Kamu jangan ngomong gitu ah. Hidup mati kita itu, yang menentukan yang diatas. Kamu kok pucat kamu sakit?" Tanya Ucap Atika lagi."Nilam tidak menjawab. Wajahnya malah semakin berubah pucat, dan Ia segera membalikan badanya.Atika terperanjat bergidik ketakutan, saat menyaksikan punggung Nilam bolong, dan banyak keluar belatung kecil-kecil."Pergi kamu Nilam! Pergi, jangan ganggu aku Nil. Aku minta maaf tolong jangan ganggu aku.""Buk! bangun buk," Mail mengguncang-guncangkan tubuh Atika, Ibunya."Mail? kamu ngapain?" Atika heran, dan sangat terkejut ternya cuma mimpi. Dan tangan yang menarik-narik tang
"Ada apa itu ramai-ramai?" Tanya Atika. Langkahnya, dan gerobak jahitnya terhenti. Saat melihat ada keramaian didepan matanya."Itu si Karin. Anaknya Mbah Kasmin. Meninggal." Jawab salah seorang wanita."Meninggal? bukanya dia lagi hamil tua?" Tanya Atika. Tidak percaya, dengan apa yang didengarnya. "Iya, sesak napas katanya.""Terus bayinya cemana?" Tanya Atika lagi."Bayinya juga meninggal. Nggak sempat diselamatkan.""Astaghfirullah. Ngeri banget ya! baru semalam aku ketemu dia. Tapi udah nggak ada saja.""Namanya juga hidup. Dimas saja aku nggak nyangka akan pergi secepat itu."Atika berjalan kearah rumahnya. Sambil mendorong gerobak jahitnya. Dalam hati tidak menyangka, kalau Karin akan pergi secepat itu. Padhal dia baru saja bertemu, dengan Karin kemarin, saat warga menghakimi Nilam. "Hey! Kamu kan yang terus menghasut suamiku?" Tiba-tiba Yuni datang dari arah belakang. Dan menjambak rambut Atika."Apa maksut mu?" "Perempuan munafik. Kamu sengaja menghasut suamiku, sampai-sam
Atika tampak modar-mandir didepan rumahnya. Pikiranya tidak karuan. "Apa aku harus melakukan itu?" Gumamnya dalam hati."Buk! belum tidur?" Mail, ternyata memperhatikannya sejak tadi."Belum. Kamu kok belum tidur?" "Mail nunggu ibuk. Tapi Mail kira ibu belum pulang. Ibu tidak ikut menguburkan orang meninggal?" Tanya Mail."Nggak. Ibu tadi nggak bisa lama-lama disana. Lagian cuaca sepertinya mau hujan. Kasian kamu sendirian dirumah," Jawab Atika berbohong. Padahal ia diusir dihina, dan diolok oleh ibu-ibu disana."Atika! Aku mau bicara sama kamu." Pekik Diwan, dari depan rumahnya.Mata atika membulat, melihat Diwan kerumahnya. Ia pasti ingin mempertanyakan soal Yuni. " Ada apa?" Jawab Atika datar."Kamu benar-benar keterlaluan ya. Gara-gara kelakuanmu Yuni masuk rumah sakit," Pekik Diwan. Raut wajahnya menampilkan kekecewaan."Kamu nyalahkan aku? apa kamu sudah tanya kepada istrimu siapa, yang mulai deluan." Atika menjawab, tanpa menoleh."Maksut kamu apa?" "Istrimu itu sudah menuduh
Atika kebingungan. Antara bahagia juga. Karna melihat anak Karin masih hidup, dan berhasil ia selamatkan."Cup-cup! tenang ya nak. Ibu nggak akan menyakitimu." Lirihnya dipeluknya bayi itu, setalah ari-ari dipotongnya."Aku akan membawa bayi ini pulang. Aku akan merawat anakmu Karin." Ucapnya. Ia segera meletakkan bayi Karin Diatas tanah basah, dan segera menutup liang itu kembali. Namun tidak sama seperti smula, karna ia juga harus buru-buru membawa anak itu. Serta membawa ari-arinya juga."Sambil berjalan menggendong bayi. Dengan tubuh dipenuhi lumpur, dan darah Atika berjalan sembari menggigil kedinginan. " Sabar ya nak. Bentar lagi kita sampai rumah ibuk." Ia berharap bayi itu bisa sehat. Walaupun tidak tau apa, yang akan terjadi nanti.Sesampainya dirumah. Dilihatnya Mail masih sangat nyenyak tidur. Atika segera membersihkan dirinya dari kotoran-kototan sisa tadi. Tidak lupa ia juga membersihkan bayi Karin , dan diberinya penghangatan."Sebentar ya nak. Ibu masakkan nasi dulu. Bi
"Aku kecewa sama Mama!" Pekik Yuni. Airmatanya menetes begitu derasnya."Maafkan Mama Kak. Mama terpaksa melakukan ini, karna nggak da jalan lain. Papamu pergi meninggalkan kita, mama nggak rela hidup tanpa harta Kak." Lirih Dela. Ia ingin sekali meyakinkan Yuni, agar Yuni bisa mengerti kondisinya."Sekarang aku tau, siapa dibalik pembongkaran makam Dini!" Yuni menepis tangan Dela."Maafkan Mama, Mama hanya ingin memperdaya Atika. Kamu tau, kan kalau Papamu itu lebih memilih mereka dibanding kita.""Tapi nggak harus mengorbankan Dini juga Ma!" Pekik Yuni. Ia tidak terima adiknya disakiti oleh siapapun, ia sangat menyayangi Dini adiknya."Mama tau Mama salah. Tapi Maam menyesal." Kalau Atika tidak mencari tumbal untuk Mama, maka Mama, dan kamu yang akan celaka Kak.""Maksut Mama apa sih? Yuni nggak ngerti Ma. Yuni nggak abis fikir dengan jalan pikiran Mama."Dela menunduk. Sejak awal memang ia tidak menyukai Diwan, karna Diwan itu orang yang tidak punya, dan apa adanya. "Mama nggak beg
"Sayang, sadar." Diwan mencoba membuka jemari tangan Atika yang terkepal sangat kuat. "Lepasin! lepasin saya, hahahahaa." Atika malah tertawa terpingkal-pingkal. Dan itu sangat membuat Diwan merinding, seluruh bulukuduknya naik."Siapa kamu? kenapa kamu mengusil istri saya?" Tanya Diwan lagi."Kamu tidak perlu tau siapa saya! hanya istrimulah yang tau siapa saya!" "Astaghfirullah, kamu mau saya, kasih hadiah?" Mulut Diwan mulai membacakan ayat suci Al-Quran, dan tanganya tetap memijit jari-jari Atika yang terkepal."Hahahaha," Seluruh tubuh Atika bergetar hebat, dan mengambang diatas Awang. Diwan sangat merasa panik, karna takut Atika akan terjatuh."Brukkkk," Benar saja Iblis itu menjatuhkan tubuh Atika, tepat dimeja kaca."Katakan siapa kamu? kamu jangan main-main dengan saya!" Bentak Diwan. Dilihatnya kepala Atika sedikit terluka akibat terkena sudut meja."Kasih saya tumbal yang saya mau! baru saya, akan menjawab siapa saya!" Diwan mencerna suara itu, sepertinya ia mengenali sua
"Mas, aku heran deh, siapa yang bawa Mail kesana?" Ucap Atika."Mas, juga heran. Setau kita Mail nggak pernah tau jalan kerumah Daut." Jawab Diwan."Apa sih maksut Daut? ngapain dia ambil Mail?" Ucap Atika kesal."Mungkin bukan dia yang ngambil sayang. Mungkin memang Mail kesana sendiri, atau mungkin dia selama ini tau alamat Daut.""Nggak Mas. Mail nggak akan tau itu, karna memang dia nggak pernah nanyak soal bapaknya!""Lalu apa tujuan kamu sayang? setelah ini?""Biarkan saja dulu Mas. Aku yakin Daut pasti ada maksut sesuatu, dan kita nggak boleh gegabah. "Tok, tok, tok," Suara kentongan mulai berbunyi lagi dari luar. Para warga beramai-ramai membawa obor."Mereka pasti mau cari anak Ijah Mas." "Iya. Mas, tau dari pas ngelayat tadi. Tapi masa iya mereka bilang anak Ijah diculik setan kepala." Ujar Diwan. "Mereka salah faham kayaknya Mas, soalnya mereka nggak liat langsung kok. Hanya dugaan mereka saja.""Mas masih penasaran sayang." "Penasaran apa?""Penasaran sama keberadaan Mb
"Pak kalau boleh tau siapa yang meninggal?" Tanya Atika, saat ia keluar dari rumah pagi itu."Ijah Ti. katanya komplikasi." Ucap lelaki itu."Ijah? Ijah Istrinya Anto?" Tanya Atika kaget."Iya tadi malam, selesai lahiran ninggalnya.""Gimana dengan anaknya pak?" "Anaknya baik-baik saja. Tapi," Lelaki itu menghentikan ucapanya."Tapi kenapa pak?" Atika semakin penasara."Anaknya dicuri sama setan yang hanya kepala Ti!" Ucap Lelaki itu lagi."Setan kepala? maksutnya gimana pak?" "Tadi malam kami ribut-ribut memukul kentongan itu mencari keberadaan anak Ijah, yang dicuri setan kepala, tapi Sampai pagi ini nggak ada titik terangnya."Atika semakin heran, dan sedikit bertanya-tanya. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. "Terimakasih Pak." Atika langsung kembali kerumahnya."Apa ini kerjaan Mbah Rondo? aku memang sudah waktunya memberikan tumbal. Tapi kenapa Mbah Rondo melakukan ini? bukan cuma ari-ari saja yang diambilnya tapi bayinya juga. Keterlaluan Mbah Rondo!" Pekik Atika kesal.
Ijah terus meringkuk kesakitan diperutnya. Keringat dingin sudah mencucuri seluruh tubuhnya, Bayinya juga tidak kunjung keluar. Mbah Karsem, beserta bidan yang dipanggil Atika tampak kebinggungan, dan kawalahan."Sakit Mbah!" Pekik Ijah. Ia sedari tadi terus menjerit kesakitan. Wajar jika sakitnya dua kali lipat dibanding lahiran normal biasanya."Masih sakit sekali ya perutmu?" Tanya Mbah Karsem."Masih Mbah, ini sakit sekali dan aku nggak kuat Mbah." Lirih Ijah."Gimana ini bayinya belum mau keluar juga." Ucap Mbah Karsem. "Ayo di ejankan pelan-pelan ya Mbak. Ini pembukaannya sudah lengkap kok." Ucap bidan itu."Saya nggak bisa Mbak. Ini sakit sekali.""Ayok dikit lagi kepalanya sudah kelihatan kok," Ucap Mbah Karsem. "Semangat Jah. Kamu harus bisa, kasian anakmu, kalau kamu lemah.""Owe, owe, owe," Alhamdulilah, akhirnya lahiran juga. Bayinya sehat, perempuan." Ucap Mbah Karsem. "Bayi Ijah sangat bersih, dan putih, walupun lahir perematur namun bayinya sepertinya kuat."Kepala s
"Jadi kamu pernah mau diperkosa?" Diwan menyusul Atika masuk kedalam kamar mereka.Dikilitnya Atika duduk didepan cermin besar kesayangannya. "Untuk apa kamu nanyak lagi Mas? kamu masih nggak percaya juga?" "Mas, percaya kok. Mas, hanya kasihan denganmu. Sudah ditinggal kawin oleh Daut, eh malah si Anto mau melakukan itu kepada kamu. Seandainya Mas, yang jadi Daut, sudah Mas, hajar itu Anto!"Atika hanya tersenyum kecil, mendengar ucapan Diwan suaminya."Kalau Ijah nggak bekerja lagi, siapa yang akan menggantikan dia Mas?"Tanya Atika. "Sebaiknya nggak usah ada lagi pekerja dirumah ini sayang. Biarkan Mas, saja yang membantu kamu.""Nggak bisa Mas! harus ada. Kamu tau kan, kalau pekerjaan dirumah ini nggak akan ada habisnya." "Terserah kamu. Mas, ngikut apa katamu Saja. Tapi Mas, minta tolong jangan pernah berbuat seperti itu lagi. Kasian Ijah dia jadi seperti itu. Seharusnya kita bertanggung jawab atas apa yang menimpa Ijah sayang.""Aku tau Mas, aku cuma menggertak Anto saja tadi.
"Gimana ini? kalau aku nggak ada biyaya, aku harus terima tawaran Yuni? Ahhhh, konyol sekali. Aku sudah cacat, mana mau Atika denganku walaupun hanya berpura-pura pun mungkin ia sangat jijik denganku." Ucap Daut.Ia segera meraih ponselnya, dan mencari nomor kontak Yuni yang masih tersimpan di hpnya."Ada apa?" Sahut Yuni dari sebrang, benar saja ia belum mengganti nomornya."Aku terima tawarnmu," Ucap Daut. "Kamu yakin? kenapa kamu nggak bilang dari semalam?""Aku sebetulnya nggak yakin kalau Atika mau kembali kepadaku, setelah apa yang aku perbuat Yun.""Gampang! kamu bisa perkarakan soal anakmu saja. Kamu kan masih ada anak, yang bisa kamu peralat." "Tapi, mana mungkin aku mengorbankan anakku." "Bisa saja. Asal kamu mau.""Aku akan coba Yun. Tapi setelah aku sembuh, dan keluar dari sini." Ucap Daut."Kamu harus berhasil merebut istrimu kembali, agar aku bisa mendapatkan suamiku kembali. Aku masih nggak rela mereka hianati." Lirih Yuni."Bukankah kamu sendiri yang bilang?" "Iya
"Mail, kamu kenapa nak?" Tanya Diwan. Matanya tertuju kearah Mail, yang sedang menangis dibelakang pintu dapur."Nggak papa Yah." Jawab Mail pelan. Ia tidak Berani mentap Diwan. "Astaghfirullah, kaki kamu kenapa nak?" Mata Diwan dikejutkan dengan luka lebam, disekujur betis Mail."Aw, sakit Yah," Lirih Mail, saat Diwan menyentuh betisnya."Ini siapa yang melakukanya?" Tanya Diwan serius. Ia memeluk tubuh munggil Mail.Mail terdiam, ia sangat takut untuk menjawabnya. Ia tidak mau ibunya bertengkar dengan Ayahnya karna pengaduannya."Mail jatuh Yah," Jawab Mail. Ia menundukan pandanganya."Bohong! jawab, siapa yang buat ini?" Tanya Diwan lagi. Ia sangat menyayangi Mail, ia tidak rela jika Mail disentuh oleh siapapun, walaupun ibu kandungnya sendiri."Mail nggak bohong Yah." Jawab Mail lagi, namun tiba-tiba airmatanya mengalir."Ibu yang melakukan ini kan? Mail, lihat ayah! Ayah selalu mengajarkan Mail agar tidak berbohong, karna berbohong itu adalah perbuatan dosa. Jadi jawab Ayah, sia
"Bagaimana Pak? apa sudah bisa dilunasi biyaya oprasinya?" Tanya Dokter itu lagi. "Sebentar ya Dok, saya mau hubungi keluarga saya dulu." Jawab Daut. Ia kebinggungan, kepada siapa ia harus meminjam uang. Sedangkan tabunganya juga nggak cukup untuk biyayanya."Nggak ada jalan lain. Aku terpaksa meminjam uang kepada Atika. Mudah-mudahan dia mau meminjamkan aku uang, lagian tanah yang ia gunakan masih tanahku, dan atas namaku juga." Gumamnya.Ia segera mengambil ponselnya, dan mengirimkan sms kepada Atika, berharap ada balasan dan Atika belum mengganti nomornya."Mas Daut?" Mata Atika membulat ketika ia melihat isi pesan, dari Daut."Siapa sayang?" Tanya Diwan. Namun tidak melihat kearah Atika, karna ia fokus menyetir."Bukan siapa-siapa sayang. Ini Rasti mau pinjam uang.""Rasti? pinjam uang lagi? kok aneh ya, dia pinjam uang terus. Kemaren juga dia minjam sama Mas," Ucap Diwan keceplosan."Dia minjam yang sama kamu Mas? kapan? kok aku nggak tau?" "Kemarin itu sekali." Jawab Diwan lag