Mohon dukungannya teman-teman 😊🙏 buku ini akan mulai update setiap hari lagi. Terima gaji 😘❤️
Gwen lantas memundurkan kursi dengan raut datar, lalu berdiri dan meninggalkan ruangan tersebut tanpa berkomentar apa pun lagi. Setelah mendengar Nich mengatakan jika mereka akan segera pergi, Gwen malas bertanya lebih lanjut dan hanya akan menuruti kemauan lelaki itu. Kontraknya dengan Nich bahkan baru dua hari berjalan, tetapi rasanya dia sudah tidak betah.'Aku harus sedikit bersabar lagi.' Gwen sudah tidak memiliki siapa pun lagi di dunia ini. Hidupnya benar-benar telah sebatang kara. Tak ada lagi tempat bersandar dan berbagi keluh kesah. Sedangkan pernikahannya dengan Nich hanya sebatas kontrak kerja sama yang tercetus dari idenya sendiri. Keseriusan Nich yang sungguh-sungguh justru diragukan oleh Gwen yang sudah tidak percaya lagi dengan kata-kata lelaki itu. Ketakutannya akan ditinggal pergi seolah-olah telah mendarah daging. Dulu Gwen pernah begitu mencintai dan memuja Nich, hingga dia rela memberikan sesuatu hal yang berharga di hidupnya. Namun, apa yang Gwen dapat setelah
Sepuluh tahun yang lalu~"Aku takut, Nich. Bagaimana nanti kalau ada yang melihat kita?" Manik Gwen menatap awas pada ruangan temaram yang sering digunakan sebagai tempat rapat OSIS, sementara pemuda yang berada di atasnya justru semakin menggebu-gebu mencumbunya. Adrenalin Nich terpacu dan ingin segera merealisasikan fantasinya saat ini juga. Bukankah ini sangat menantang? Bercinta di dalam ruangan yang berada di sekolah. Harusnya mereka berada di antara teman-teman sekolah yang sedang merayakan hari kelulusan. Namun, Nich malah mengajak Gwen—gadis tercantik di sekolah yang baru dia pacari beberapa bulan yang lalu bercumbu di tempat ini."Tenanglah, Gwen. Tidak akan ada yang melihat kita. Rileks, oke?" Nich berusaha merilekskan sang kekasih yang menegang. Hasratnya sudah membumbung dan meminta untuk segera dituntaskan. Kesempatan ini tak akan kembali terulang. Sudah sejak lama dia memimpikan ini. Bisa memiliki Gwen seutuhnya dan membuat gadis ini bertekuk lutut padanya. Nich bukan
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga jam dua puluh lima menit, akhirnya Nich, Gwen serta Dean tiba di Bandar Udara Heathwrow—London, dengan menggunakan penerbangan kelas bisnis. Keberangkatan mendadak itu membuat Gwen merasa tidak semangat sama sekali. Perempuan itu hanya diam sedari tadi, sambil menghela napas panjang berkali-kali. 'Aku ada di kota ini lagi.' Gwen membatin gelisah. Kota tersebut telah memaksanya harus mengingat masa lalu. Kenangan yang sama sekali tidak ingin dia ingat. Ada banyak hal-hal yang membuat Gwen merasa tidak tertarik untuk kembali ke tempat ini. Salah satunya ialah masa lalunya bersama Nich. Yang lebih lucunya lagi, Gwen harus terjebak dalam pernikahan kontrak bersama mantan kekasihnya itu. Menyebalkan! Manik Gwen melirik pria tinggi menjulang yang berjalan di sisinya. Ngomong-ngomong, setelah kejadian di kamarnya, Nich belum bicara lagi dengannya. Nich seolah-olah berubah menjadi dingin dan datar tanpa ekspresi seperti robot. Dan Gwen semakin kesa
Di kediaman keluarga Kennedy semua para maid nampak sibuk menyiapkan hal-hal yang diperintahkan sang nyonya besar. Kedatangan putera satu-satunya diberi sambutan teramat istimewa dan spesial. Wajah terawat itu sesekali menampilkan senyum kepuasan, melihat para maid bekerja dengan sangat baik di bawah perintahnya. Semenjak Nicholas berhasil mengangkat derajat keluarganya, Diana adalah orang yang paling bahagia, terlebih dia bisa bebas menunjuk apa pun yang dikehendaki dengan satu kali jentikan jari. Nama, kekuasaan, uang yang melimpah telah merubah gaya hidup wanita paruh baya yang bosan dengan kemiskinan. Berbeda hal dengan sang isteri yang begitu membagakan kekayaannya, ayah Nich yakni Tuan Pieter justru memilih tetap hidup sederhana seperti dulu. Tak ada barang-barang branded yang melekat satu pun di tubuhnya. Tuan Pieter seakan tak pernah terlena dengan harta yang melimpah, baginya hidup sederhana sudah cukup asal bisa berkumpul dengan keluarga. Namun, bukan berarti dia tidak ba
"Nich sudah datang?" Diana terlihat sedang menuruni anak tangga dengan wajah semringah. Suaranya mengalihkan atensi semua orang yang tengah bertatapan di depan pintu masuk. Tak terkecuali Nicholas. Pria itu menyipitkan sepasang maniknya ke arah sang ibu yang melangkah mendekat.Sebelum berbalik, Tuan Pieter mengembuskan napas panjang sejenak, dia tengah bersiap melihat reaksi sang isteri begitu tahu jika Nich datang bersama Gwen. "Baru saja." Gwen sendiri mengarahkan pandangannya pada sosok wanita paruh baya yang berpenampilan sangat anggun serta berkelas. 'Dia ... pasti ibunya Nich,' duga Gwen dalam hati, dengan rautnya yang menampakkan kecemasan. Rengkuhan di pinggangnya yang mengetat sontak mengalihkan perhatian Gwen. Gwen mendongak menatap penuh tanya Nich yang saat ini sedang berusaha melindunginya dari kemungkinan yang tak terduga. "Nich?" Suara Gwen terdengar amat sangat lirih, lengan Nich yang posesif sungguh membuatnya merasa tidak nyaman. Tahu jika sang isteri terus sa
Di sofa tunggal berwarna merah, Diana duduk sembari menopang kepala seraya menekan-nekan pelipisnya kuat-kuat dengan jari-jarinya yang berhias cat kuku merah. Kurang tidur mengakibatkan tekanan darahnya rendah. Bagaimana dia bisa tidur, jika semalaman pikirannya terus berputar-putar mencari cara, atau bisa dikatakan mencari alasan tepat untuk membatalkan pertunangan Nicholas dengan Valerie malam nanti. Pernyataan Nich yang telah mengungkap jika sebenarnya dia dan Gwen telah menikah cukup mengejutkan, hingga Diana harus kembali mengonsumsi obat kolesterol yang sudah lama tak dia sentuh selama ini. Apa yang dilihat Nich dari Gwen, sehingga puteranya itu begitu tergila-gila dengan perempuan itu, padahal sudah jelas jika ayahnya pernah menghinanya habis-habisan. Diana tak habis pikir, serta tak menyangka semuanya akan kacau seperti ini. Ruangan tertutup itu terasa dingin, diisi dengan atmosfer perdebatan yang belum juga usai sejak satu jam yang lalu. "Apa kau serius, Nich? Kau menik
Sementara di kamar Nich, Gwen baru saja terbangun. Dia cukup terkejut sebab berada di kasur empuk milik sang suami. "Kenapa aku tidur di sini?" gumamnya seraya menyibak selimut yang menutupi tubuh. "Hffuu ..." Rasa lega melingkupi rongga dada Gwen, ketika memastikan piyama tidurnya masih dalam kondisi utuh. Gwen pikir Nich telah berbuat macam-macam padanya semalam, tetapi ketakutannya terjawab sudah."Tapi tunggu, kenapa aku bisa tidur di sini? Seingatku ..." Seperti orang linglung, Gwen mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya semalam. Seingatnya, setelah adegan pemaksaan dan angkat mengangkat, Nich membawanya masuk ke kamar mandi, kemudian memutar kran shower hingga seluruh pakaiannya basah kuyup. Nich pun melanjutkan kehendaknya pada Gwen di bawah kucuran air shower yang sedikit hangat. Namun, belum sempat keinginan Nich terwujud, Gwen justru jatuh pingsan. Seketika Nich panik, lantas membawa tubuh isterinya yang basah keluar dan merebahkan di kasur. Nich tidak ingin hal
Sarapan pagi di hari pertama berada di London itu pun akhirnya selesai. Kerinduan Gwen tehadap ayahnya sedikit terobati berkat roti panggang buatan Frank yang benar-benar lezat. Gwen lantas berpikir perihal kehidupan Nich yang telah berubah drastis. Kehidupan pria yang menjadi suami kontraknya kini sungguh berbeda dengan yang dulu.Rumah mewah, para maid yang bekerja, asisten, sopir pribadi, mobil, uang, bahkan koki sekalipun. Segalanya telah dimiliki oleh Nich. Namun, yang membuat Gwen tak habis pikir adalah—mengapa pria itu masih mau mengejarnya. Bahkan tidak ragu untuk mengajaknya menikah.Apakah Nich sungguh masih memiliki rasa padanya, hingga dia bersikap seperti ini. Atau, apakah Nich hanya merasa penasaran saja, dan ingin mendapatkannya kembali.'Aku tidak pernah menganggap pernikahan ini hanya sebatas pernikahan kontrak. Jika kau mau, hari ini juga aku akan meresmikan pernikahan kita dan menggelar pesta pernikahan yang pernah kau idam-idamkan dulu. Pesta pernikahan bak puteri
Kamar tempat menginap Nich dan Gwen sudah tak berbentuk lagi. Di lantai ada beberapa helai kain yang berserak asal serta kelopak mawar merah, setelah semalaman kedua insan yang baru saja mereguk manisnya madu malam pengantin untuk yang ke sekian kali. Nich tidak membiarkan Gwen beristirahat barang sejenak hingga subuh menjelang, terus mengajak istrinya itu berpetualang menikmati panasnya gelora asmara yang kembali memercik. Cinta di hati Gwen kembali bersemi setelah melewati banyak rintangan dan ujian. Tak pernah menyangka bila dia akan kembali jatuh ke dalam pelukan pria ini lagi. Nicholas Kennedy. Satu nama yang selalu tersemat di hatinya dari dulu hingga detik ini. Gwen merasa bila takdirnya memang hidup bersama seorang Nich, karena sejak awal dia mengenal cinta, hanya nama itu yang terpatri di ingatannya. Sebuah kecupan singkat Gwen berikan di bibir Nich yang masih terlelap di sisinya. Senyumnya terukir ketika memandang wajah menawan yang tak pernah berubah itu. Masih sama. Bah
"Sekarang kedua mempelai dipersilakan untuk saling berciuman." Pastor berkepala plontos itu memberikan izin kepada pasangan pengantin yang baru saja meresmikan pernikahannya. Kesempatan tersebut tentu tak disia-siakan oleh Nich yang hari ini merasa sangat bahagia karena telah mewujudkan keinginannya. Menikahi perempuan yang sangat dia cintai di hadapan semua orang terdekat. Satu lengannya terulur ke pinggang, dan tangannya yang lain memegang tengkuk sang istri yang siang ini terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin warna putih. "Kau siap, Honey?" bisiknya dengan kerlingan jahil.Gwen tersipu, lalu mengangguk malu-malu. Rona bahagia terpancar dari sepasang manik biru itu, meski pandangannya tertutup kabut kesedihan. Ini memang pernikahan impiannya, tetapi kebahagiaan yang dirasa tidak lengkap tanpa kehadiran sosok ayah tercinta. Walaupun sebagian tamu adalah keluarga. Namun, hati Gwen menginginkan sang ayah yang menjadi saksi di hari spesial ini."Aku mencintaimu, Gwen."
Satu bulan yang dinanti akhirnya pun tiba. Hasil tes DNA yang keluar pada hari ini tentu akan menentukan nasib pernikahan Gwen selanjutnya. Apakah akan bertahan atau berakhir seperti keputusannya semula. Gwen ingat sekali dengan perkataan Nich tempo hari yang akan meresmikan pernikahan mereka di sebuah gereja bila anak Valerie dinyatakan bukanlah darah dagingnya.Pernikahan impian yang selama ini dia inginkan akan diwujudkan oleh Nich. Akan tetapi, Gwen sudah tidak menginginkan hal tersebut. Tidak karena sosok yang menjadi saksi pernikahannya sudah tidak berada di sisi. Semuanya hanya sia-sia."Honey," panggil Nich yang baru saja masuk ke kamarnya. Aura di wajahnya nampak berbeda.Gwen meletakkan buku bacaan yang sedang dibaca pada meja nakas, lalu menatap Nich yang berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah amplop warna putih berukuran sedang. Pikiran Gwen langsung mengarah pada hasil tes DNA."Honey." Tiba-tiba saja Nich mengangkat tubuh Gwen ke gendongan, lalu memutar-mutarnya bebe
Acara spesial yang dikatakan Nich, rupanya hal yang tidak pernah diduga Gwen sebelumnya. Bertemu dengan banyak orang, kemudian diperkenalkan sebagai istri, sungguh tidak pernah ada dalam angan Gwen. Pesta meriah ini sebenarnya acara rutinan yang dilaksanakan di perusahaan Nich. Ada banyak sekali orang-orang berpengaruh yang terlibat dalam kerjasama besar tersebut. Gwen cukup terkesan dengan kejutan dari suaminya itu. Merasa begitu dianggap meski kondisi rumah tangganya sedang berantakan.Di ballroom mewah dengan penataan yang sangat luar biasa Gwen tidak pernah merasa sendiri karena Nich terus berada di sampingnya tanpa melepas genggaman tangannya. Suasana pesta yang dihadiri berkisar ratusan orang itu begitu meriah dengan lantunan lagu yang dibawakan oleh penyanyi di atas panggung. Musik mengalun dengan lirih tetapi terdengar sangat merdu mendukung suasana malam ini.Kekesalan yang sempat menyesakki hati perlahan berganti dengan rasa bahagia. Ya, bolehkah Gwen merasakan bahagia sebe
'Jika ingin pergi setidaknya tunggu sampai anak itu lahir. Nanti setelah aku tahu hasilnya kau bebas mengambil keputusan. Ingin tetap pergi atau ingin bertahan di sisiku.'Gwen merasa sesak tiap kali mengingat perkataan Nich yang sangat-sangat egois menurutnya. Tidak membiarkan Gwen pergi begitu saja dan justru semakin tidak masuk akal. Selama hampir dua bulan ini dia berada di dalam apartment dengan satu maid dan dua pengawal pribadi untuk berjaga-jaga.Tidak sekali pun Nich membiarkan Gwen keluar dari sana. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh Nich. Namun tidak dengan permintaannya yang ingin kembali ke rumah lamanya yakni di Birmingham. Padahal, Gwen sudah muak dengan segala macam peraturan baru dari Nich.Tinggal di dalam sini sama saja dengan tinggal di dalam sangkar emas. Tidak bisa bergerak bebas semaunya. Kalau bisa, Gwen tidak menginginkan semua ini. Bertahan di sisi Nich dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, itu sama saja dengan mati pelan-pelan.Semakin hari, Nich semakin po
"Apa! Valerie hamil anaknya Kak Nich? Kau serius, Gwen?" Pekikan Olivia menggema di kamar rawat Gwen setelah dia mendengar kabar kehamilan Valerie. Gadis itu nampak terkejut sekaligus tidak percaya, sampai-sampai bola matanya tidak berkedip dengan mulut ternganga."Aku serius, Oliv. Untuk apa aku mengarang cerita sementara aku sudah melihat buktinya. Perut Valerie nampak membuncit. Perkiraanku kehamilannya sekitar tiga atau empat bulan." Gwen menghela napas panjang, pandangannya perlahan turun ke perutnya yang kini rata.Sesak bukan main jika mengingat apa yang dialaminya. Kehamilannya tidak cukup kuat untuk mendengar berita menyakitkan yang meluluhlantakkan semua mimpi-mimpinya dalam sekejap. Gwen sangat merasa kehilangan calon anak laki-lakinya."... Aku pun berharap jika kehamilan itu tidak benar adanya." Gwen bergumam mengelus perut ratanya di balik baju pasien yang dia kenakan. Setitik cairan bening turun tanpa permisi membasahi punggung tangannya. "Aku sudah gagal lagi. Aku gaga
Suara pantofel menggema di lorong yang terlihat sepi itu, seorang pria dengan raut marah nampak tergesa seolah-olah sudah tidak sabar ingin segera menemui seseorang yang menjadi penyebab dirinya menjadi demikian. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menjejali isi kepalanya saat ini, sekaligus kebenaran yang harus dia saksikan menggunakan mata kepalanya sendiri. 'Valerie mengaku jika dia sedang mengandung anakmu. Hasil dari perbuatanmu malam itu.' Sekali lagi, Nich terngiang dengan sekelumit pernyataan yang terlontar dari mulut Gwen. Sebuah kabar yang telah berakibat fatal bagi hubungannya. Hubungan yang dia harap akan berjalan untuk selamanya hingga mereka menua. Namun, akibat kabar murahan itu kini hubungannya terancam berantakan dan berakhir.'Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan melepas Gwen meski apa pun yang terjadi. Dia milikku dan akan selamanya seperti itu.' Batin Nich tak pernah berhenti menyeru demikian. Melepaskan Gwen itu sama saja dengan menghancurkan mimpinya sel
Sudah hampir satu jam Nich berada di kamar rawat sang istri, duduk di samping ranjang pasien dengan menahan segala perasaan yang tak keruan. Informasi yang dia dengar dari mulut Mark, nyatanya membuat Nich terus berpikir dan merutuki diri.. Selama ini dia tidak pernah sekalipun memikirkan perihal yang bisa saja terjadi pada Gwen ketika pertama kali mereka melakukan hubungan seks waktu itu. Nich sungguh menyesali perbuatannya yang telah pergi begitu saja dari kehidupan Gwen tanpa memikirkan perasaannya. Ambisinya yang ingin menjadi orang sukses telah membuat dia lupa tentang kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya dia pikul. 'Bodoh!' Sementara di hadapannya, Gwen belum mau menatapnya sama sekali semenjak Nich menginjakkan kaki di ruangan serba putih itu. Gwen seolah-olah sudah memutuskan mogok bicara pada pria yang telah berkali-kali menorehkan luka hingga membuatnya kehilangan seorang putera yang dia nanti kehadirannya.Gwen sangat marah, dan belum siap menatap wajah Nich, kar
Sudah diduga sebelumnya jika memang ada seseorang yang berusaha mencelakakan Gwen. Bila dilihat dari gambar yang ditampilkan pada layar laptop, Valerie seperti mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan hingga berhasil membuat Gwen syok bukan main. Dari hasil rekaman cctv itu menunjukkan jika Valerie nampak menyeringai puas saat menyaksikan Gwen yang sudah kepayahan menahan sakit. Entah apa yang dikatakan oleh perempuan licik itu pada Gwen, yang jelas Nich begitu yakin jika hal tersebut pasti berkaitan tentang kejadian sialan itu. Kentara sekali dari reaksi Gwen yang setengah membungkuk sambil memegang perut. 'Itu rasanya pasti sangat sakit.' Batin Nich merasa sangat geram sampai-sampai dia mencengkeram ponsel di tangan. Hatinya seperti ditusuk-tusuk ujung pisau, ngilu bukan main membayangkan bagaimana Gwen mati-matian menahan kram pada perutnya. "Perempuan itu benar-benar sialan! Apa dia buta? Apa dia tidak melihat Gwen sudah kesakitan seperti itu? Apa sebenarnya yang dia inginkan