Kenzo masih meringkuk di balik selimut tebalnya, dingin, seluruh badan tertutup rapat, menyisakan bagian kepala. Sangat nyaman, setelah sekian lama tidak tidur nyenyak, dia merasakan nyenyak dalam tidurnya. Sentuhan dingin di pipi mengusik lelaki tersebut, dia menggeliat lalu kembali menyusup di bantal empuknya. Sentuhan dingin itu terasa lagi, kali ini Kenzo merasa terusik.
“Helene, biarkan aku tidur sebentar lagi, aku masih ingin istirahat setelah pertempu ….” Kalimat Kenzo terhenti.
“Hei, anak malas, ayo bangun!” Suara keras sang mama terdengar mengusik.
Lelaki tersebutr langsung membelalakan mata, dia mendongakkan kepala menatap ke arah samping. Mulutnya terbuka lebar, dia meringis ketika tatapan mata tajam sang mama tepat bertemu pandang dengan netranya. Wanita tersebut sudah terlihat rapi dalam balutan setelan jas warna hitam, gurat kecantikannya masih terlihat meski di usia yang bukan lagi muda. L
Helene menarik tangan Kenzo mengajaknya keluar ruangan, wanita itu melirik tajam ke arah Edzard ketika berpapasan. Seolah tatapan itu mengancam, mungkin jika dapat diartikan sebagai pernyataan mengapa Edzard hanya diam dan tidak membantu dirinya keluar dari akal-akalan Kenzo. Wanita tersebut melebarkan mata ketika Edzard tersenyum ke arahnya. Baru dia sadar, mungkin semua ini terjadi karena rencana keduanya. “Sangat menyebalkan,” keluh Helene. Sampai di depan kantor, Helene mengajak Kenzo—masih menggandeng tangan Kenzo—mereka berjalan ke arah sebuah tempat duduk yang ada di bawah pohon rindang. Helene baru mengibaskan tangan lelaki menjengkelkan tersebut. Kenzo tersenyum tanpa dosa menatap Helene, rasanya wanita tersebut ingin meninju wajah tampan itu. “Berhenti bermain-main, Ken,” desis Helene. “Aku tidak pernah b
Rere masih sibuk memotong sayur-sayuran, dia baru saja pulang dari pasar tradisional bersama sang asisten rumah tangga di kediaman lama, tempat penuh kenangan. Rumah mendiang sang nenek yang dia tempati sewaktu remaja hingga akhirnya dipinang oleh Edzard. Banyak foto masa lalu dia bersama Edzard dan keluarganya. Satu yang menghilang, potret Evelyn, sejak kepergiannya, Edzard perlahan menyimpan semua kenangan itu di dalam gudang. Rere yang menyuruh menyimpan ketika Edzard berencana membakar semua kenangan dan cintanya. Bagi Rere, Evelyn adalah masa lalu tidak harus menghapus segalanya, tinggal bagaimana menyikapi sang masa lalu. Sedangkan bagi Edzard, kenangan bersama Evelyn akan lebih baik dihapus, agar tidak terkenang selalu. Awalnya Rere kira apa yang dilakukan sang suami sangatlah manis, mengingat Edzard hampir menghapus semuanya. Namun, siapa sangka jika sang suami sempat berjumpa dengan mantan istrinya, entah perceraian w
Suara erangan terdengar lirih di sebuah area parkir, hari masih terlalu pagi ketika ada aktifitas tidak terduga di dalam mobil warna hitam tersebut. Beruntung tidak ada orang yang lewat, jika ada pun mungkin mereka akan mengabaikan lalu pura-pura tidak tahu dengan perbuatan tidak senonoh tersebut. Mengingat jenis mobil bergoyang tersebut adalah seri yang langka, hanya beberapa orang kaya yang mampu membelinya, siapa yang berani untuk mendekat bahkan melirik apa yang terjadi di dalam sana. “Kau curang Kenzo,” desis wanita yang bertelanjang dengan bagian dada penuh bekas cupangan. Dia mengatur napas yang masih terengah-engah “Kau telah membangkitkan macan tidur, Helene,” ucap Kenzo menatap Helene dengan keadaan bagian inti mereka masih menyatu. Kenzo memejamkan mata ketika miliknya mulai mengecil dan terlepas keluar dari sangkar milik Helene dengan sendiri bersama lelehan cairan
Beberapa makanan tersedia di meja makan, Rere terlihat manis dalam balutan dress warna hitam tanpa lengan. Dia baru selesai membersihkan diri, kemudian memoles wajah dengan riasan yang natural. Edzard memeluk tubuh sang istri dari belakang, keduanya menatap ke arah meja makan. Rere tersenyum kemudian membalikkan badan ke arah Edzard, menatap dalam wajah lelaki yang dia cintai tersebut. lalu mengecup pipi lelaki berjambang tipis itu. “Kau tidak apa rumah ini ditempati seseorang?” tanya Edzard mengelus lengan sang istri. Rere menggelengkan kepala, “Tidak masalah bagi saya, Bang,” ujar Rere. “Bisakah kau menyebut kau dan aku saja, Sayang? Semakin lama terdengar ada jarak jika kau menyebut saya, Anda,” ujar Edzard mencubit dagu sang istri. Rere terkekeh kecil, “Akan aku coba,” ujar wanita mungil tersebut. Edzard menundukkan badan lalu mengecup
Pernikahan berjalan lancar, begitu pula pesta yang dilaksanakan secara besar-besaran oleh keluarga besar Julian beberapa bulan lalu, masih menjadi perbincangan hangat para masyarakat kota A. Rere sudah tidak lagi bekerja di kantor Edzard, lelaki tersebut melarang istrinya kelelahan. Kemudian Rere mengajukan syarat agar karyawan di kantornya tidak banyak wanita, dan Edzard menyanggupi hal tersebut. Bagi Edzard sendiri dia tidak mempermasalahkan, bahkan tersenyum girang melihat sang istri cemburu. Untuk menghilangkan jenuh sekali-kali Rere disibukkan mengelola café yang dibangun Edzard. Café kenangan dirinya juga almarhum Nayla. Wanita tersebut bosan hanya di rumah, karena itu dia memutuskan ungtuk sekali-kali mengurus cafe meski segala sesuatu sudah ada penanggung jawabnya. Wanita dengan perut yang mulai membuncit itu berjalan memasuki Café, saat bersamaan dia bersua dengan Aarav yang juga hendak masuk ke dalam.&
Sudah sejak beberapa bulan lalu, ketika Rere positif hamil, akhirnya Edzard dapat menyentuh sang istri. Sebisa mungkin dia menekan kekuatan mendorongnya agar tidak melampai batas. Mengingat perut Rere yang telah membuncit. Keadaan Rere yang demikian bukan mengurangi hasrat tetapi, Edzard semakin tergoda untuk menyentuh. Penantian tersebut kini terbayar sudah, seharusnya dia tidak melakukan di sebuah ranjang sempit. Jika saja dia mampu bersabar sebentar saja, jika hasratnya tidak menggebu begitu menumpuk, jika saja dia tidak merasa terusik lantaran melihat Rere bersama Aarav. Banyak pemicu yang membuatnya ingin segera menyatu dengan tubuh yang sangat dia rindukan tersebut. “Aku merindukan ini,” ujar Edzard, menekan sedikit dalam. Lelaki itu berdiri di sudut ranjang, di mana kaki mulus Rere menjuntai ke bawah. Wanita tersebut melenguh menikmati setiap gerakan teratur juga sentuhan yang semakin membuat darahnya berdesir. Keduanya bertelanjang, pakaian berserakan di mana-
Embusan angin menerbangkan tirai warna putih yang tersibak di ujung jendela pintu yang mengarah ke balkon ruangan tersebut. Dinding bercat putih dan cream di bagian bawah. Tempat yang cukup luas untuk ruangan kantor untuk seorang saja. Aarav masih bercengkerama dengan Evelyn namun sejenak keduanya terdiam setelah Aarav mengatakan bersua dengan Rere dan sang suami. Ada makna lain yang tidak bisa diartikan kecuali dari masing-masing orang tersebut. “Bagaimana keadaan Rere?” tanya Evelyn memecah kebisuan. Dia menatap ke arah sang putra, yah wanita itu mempunyai anak lelaki yang sangat lucu. “Wanita hamil itu semakin cantik,” jawab Aarav tanpa menoleh, dia menundukkan badan untuk menurunkan si kecil yang sedari tadi meronta. Evelyn terkekeh, “Aku berharap mereka bahagia,” ujarnya kemudian. “Aku tidak ya
Hari yang dinantikan telah tiba, Rere melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Perhatian berlimpah ruah sedang tertuju kepada Rere dan putranya. Tentu Edzard pun melakukan hal yang sama, di depan ruang persalinan, kedua keluarga berkumpul berbahagia mendengar tangisan bayi baru lahir. Ada Kenzo dan juga Helene juga di sana. Mereka turut menunggu proses persalinan. Tidak ada yang tahu jika ada sepasang mata mengawasi dari kejauhan. Tatapan mata sendu, menahan tangis. “Pergilah Eve jika kau ingin melihat bayi mereka, sebelum waktumu habis,” ujar Aarav menatap wanita cantik di hadapannya. Wanita itu mengenakan pakaian perawat lalu menutup mulut dengan masker. “Berhati-hatilah, kau hanya punya waktu seperempat jam saja!” ujar Aarav mengingatkan. Evelyn mengangguk dia menghela napas dengan berat lalu melangkah dengan percaya diri mendekati ruangan Rere. Wani