“Ada apa, Roy? Kenapa kau menyuruhku datang kemari?”“Aku bantuanmu, Rin,”Gadis yang dipanggil Rini menyipitkan matanya.“Tumben,” sinisnya sambil menyesap minumannya sedikit demi sedikit.“Kau ‘tak memesan makanan? Tenang, biar aku yang bayar.”“Kau mau menyogokku? Kamu tahu sendiri aku tak suka uang haram!” Rini melotot pura-pura marah.Roy berdecih. “Tak suka uang haram, jika sedikit,”“Eh?”“Iya, sih”Keduanya tertawa dengan leluconnya sendiri.“Manusia, ‘kan memang begitu, tak mau yang haram jika sedikit, tetapi jika banyak, yang haram pun di buat halal.”“Ok, ok. Aku kalah, lalu? Apa yang bisa aku bantu?”Roy mencongkan wajahnya kedepan “Aku mau pinjam kunci salon Mbak Wirda sebentar” ucapnya berbisik.“Hah?!” Rini terkejut.“Pelankan suaramu! Apa aku harus memberikanmu pengeras suara, atau toa yang digunakan masjid sekalian? Biar semua orang dengar!”“Maaf, maaf. Tapi kau buat apa?”“Ada misi yang harus di selesaikan, dan misi ini sangat penting,”Rini juga mencondongkan tubuh
“Di sini, tepat di bawah kakiku.”“Baiklah, aku akan menggalinya”“Tetapi kamu harus bebaskan temankku juga, dia samaa sepertiku, di tahan dalam pasak lalu dikubur di sebuah tempat.”“Wah .. setia kawan dia,” celetuk Rini tiba-tiba.Roy dan Arum menoleh ke arah Rini, Arum tersenyum sedangkan Roy menghela nafasnya berat, entah apa yang kini dia pikirkan tentang Rini.“Kami sudah tahu, kamu dan temanmu mengganggu dan selalu hadir kepada Arum, gadis yang memiliki kelebihan, dan dari dia kami tahu bahwa kau ditahan di sebuah benda.“Kami tidak mengganggunya! Kami menampakkan diri karena ingin meminta pertolongannya!” ucapnya tak terima.“Kalau minta tolong, jangan dengan wujud menyeramkan dong! Kalau kayak gitu siapa yang mau nolong? Bikin takut iya!” lagi, Rini kembali bersuara.Makhluk tersebut mengeram marah, tak terima dikatakan wujudnya mengerikan.“Sekali-kali, nampakin wujud dengan wajah Kim Taehyung, Suga, Jungkook, ataupun Jimin, kek.”Ustadz Hanif berdehem.“Baiklah, kita juga
Setelah malam itu meruqyah tanpa sepengetahuan Ridwan dan menemukan dimana tempat benda itu ditanamkan, sekarang mereka bingung bagaimana mau mengambil tempat penyimpanan benda keramat itu sebelumnya, akhirnya ke esokan harinya mereka berkumpul untuk menyusun rencana menyelinap kerumah Ridwan dan akhirnya sang pembantu datang, lalu kejadiannya seperti scene awal yang telah kalian baca sebelumnya!Dan di sinilah merek sekarang, di depan resto yang sudah mau tutup, setelah menunggu karyawan bersih-bersih dahulu dan mereka pulang, akhirnya ustadz Hanif besrta Arum dan Rini langsung masuk menuju tempat kemarin malam yang mereka yakini tempat benda tersebut di kubur, iya, depan pintu tepat penyimpanan bahan-bahan makanan.Ustadz Hanif membaca dzikir seperti sebelumnya di salon Wirda, ketika mereka mencoba mengeluarkan jin tempat bersemayam pasak tersebut di sisi lain, Wirda dengan wajah angkuhnya melempar kertas tepat di depan wajah Ridwan yang hanya menatap kosong ke depan“Suami gila! Mu
Naya melempar hasil pemeriksaan dirinya tepat di depan keluarga suaminya yang sedang berkunjung kerumahnya.“Baca! Hasil pemeriksaan mengatakan saya tidak mandul, dan saya subur! Hasil pemeriksaan tersebut akurat!” ucapnya sinis.Sebelumnya diluar tadi dia tak sengaja mendengar, Ibu mertua adik ipar dan kakak iparnya mengatakan dia mandul, Naya meradang dan langsung menerobos masuk untuk melempar hasil pemeriksaan tersebut kepada keluarga sang suami!Setelah mengucapkan hal tersebut dia langsung pergi meninggalkan keluarga sang suami.“Kamu dari mana? Pergi gak bilang-bilang, lihat! Ibu, Adik, sama Kakak aku ada di depan sana!”“Lalu urusannya dengaku apa? Aku baru pulang, capek! Aku habis tes kesuburan dan hasil pemeriksaan mengatakan aku subur! Mungkin Mas yang mandul!” ucapnya sinis.“Kurang ajar, ya kamu! Aku gak mungkin mandul! Kakak sama adik aku saja subur, aku pasti juga subur.”“Terserah! Yang penting aku sudah membuktikan kalau aku itu tidak mandul seperti yang keluarga kamu
“Kalau suami ngomong itu dengerin. Paham!”“Enggak! Aku gak paham sama jalan pikir kamu dan juga keluargamu itu!”“Apa maksudmu?!”“Kamu pura-pura bodoh atau memang bodoh!”“Naya, jaga bicara kamu!”“Kamu yang harus jaga sikap kamu! Bisa-bisanya mengklaim properti milik orang lain.”Imron mulai paham apa yang di bicarakan sang istri.“Bukannya apa yang milik istri akan jadi milik suaminya juga? Toh itu berarti rumah ini milikku!”Naya berdecih, “Dasar tak tahu malu!”Naya beranjak dari duduknya dan pergi kembali ke dalam kamar, tak ia hiraukan nasi yang berserakan di lantai dan piring pecah berhamburan.‘Bukankah istrimu itu sudah bertindak kurang ajar? Dia sudah menyakiti hati Ibumu, dan sekarang malah berani meninggikan suara tepat di depanmu, lebih baik kamu bertindak lebih tegas, agar istrimu tak lagi bisa seenaknya, buktikan kalau kamu bisa memiliki keturunan, maka dari itu semua akan terbukti jika istrimu itu benar-benar mandul! Terima saja tawaran Ibumu! Jangan jadi anak durhak
“Mbak Naya, Mbak! Is kemana orangnya ini, kenapa gak ada yang buka pintu?” gerutu Weni.Tetangga samping Rumah Naya keluar karena suara berisik dari Weni adik Imron tersebut.“Ada apa, Wen? Siang-siang sudah berisik gedor-gedor pintu rumah orang gak jelas!”Lita tetangga Naya yang tidak terlalu suka dengan keluarga Imron, bertanya dengan ketus.“Eh Mbak Lita, ini, nyari Mbak Naya. Tapi gak ada, pergi kemana ya, Mbak?”“Mana ku tahu!”“Is, padahal punya suami tapi keluyuran tak jelas.” Gerutunya.Lita yang mendengar itu menjadi kesal.“Abangmu yang sudah jelas-jelas memiliki istri kenapa nikah lagi? Tanpa sepengetahuan istri sah lagi!” sinisnya,Weni yang mendengar sindirin itu menjadi kikuk, dia tak pandai adu mulut, tetapi ikut-ikutan julid seperti Ibu dan Kakaknya.“Anu .. aku kesini di suruh Ibu buat ngasih kue-kue ini buat Kak Naya!”“Biar apa? Biar Naya tahu kalau disana melakukan hajatan?”Weni menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung mau menjawab apa.“Lagian sesama wani
Keluarga Imron kembali kerumah di desa sebelah dengan wajah kesal. Ira yang bermaksud memanas-manasi madunya juga sangat kesal dengan kejadin tadi, bahkan ketika Naya sudah berangkat kerja meninggalkan mereka semua, Lita tetangga Naya mengejeknya.“Ira, kamu wanita yang cantik, kok mau sih sama suami orang? Gak bisa dapat perjaka atau duda, ya? Kasian! Oh iya, minta nafkah, jangan mau hanya ditiduri saja tapi gak dikasih nafkah” ejeknya kala itu.Ira menghampiri suaminya dan mengadahkan tangan.“Mas, minta uang, aku mau beli sabun dan shampoo”Imron mendongak.“Mas belum punya uang, Dek. Adek ‘kan tahu sendiri, Mas masih besok yang di susruh kerja, pakek uang Adek dulu lah” ucapnya.Ira melengos dan menghentakkan kaki dengan kesal.Ira yang tengah mencuci baju di hampiri oleh suaminya—Imron, Imron meneguk salivanya saat melihat paha mulus Ira yang tersingkap, kelakiannya di bawah sana sudah berdiri, Tak menunggu lama Imron langsung memeluk sang istri dan menggerayanginya, Ira yang jug
Setelah mendapat kespakatan, akhirnya Lita mau menerimama tawaran Naya yang menyuruhnya untuk berjualan hasil makanannya, sedangkan Naya yang akan mempromosikannya di tempat dia kerja, bukan hanya kue dan dessert, Lita juga ingin menjual mie gacoan dan juga ayam geprek jika ada orang yang memesannya.“Kenapa ‘tak sekalian kau buka kathering” goda Naya.“Idemu terlalu jauh,”“Kalau seumpama ada yang mesen kue box bagaimana?”“Kalau kue box berarti harus banyak ya?”“Ya enggaklah Lit, kan bisa di isi 3 sampai 4 kue di dalamnya,”“Malas kali lah aku!”“Kau ini!”“Hitung-hitung nambah pengalaman, kau besok kirimlah foto makanan yang dulu pernah kau buat, lalu nanti aku uploada di semua story sosmedku.”“Ku kirim sekarang aja,ya.”“Yaudah, sok monggo atuh”Lita meraih ponselnya dan langsung mengirimkan beberapa gambar makanan dan kue-kue yang pernah dia buat, untungnya dulu saat setelah membuat kue ataupun makan lainnya dia mengebadikannya lansung dalam bentuk foto. Ternyata foto-foto ters
“Kamu sudah dua hari di sini, tetapi suamimu gak ada inisiatif sama sekali buat jenguk kamu!” Ucap Amira yang sengaja mengeraskan nada suaranya agar terdengar oleh Bapaknya sendiri yang tengah memangku Althaf.Kesal rasanya saat mengetahu dulu kalau adik perempuannya dijodohkan dengan laki-laki yang bahkan sama sekali tidak belajar agama, sedangkan adiknya lulusan terbaik di pondok pesantren tempat dia menuntut ilmu dahulu.Hanya karena laki-laki pilihan Bapak dan Ibunya adalah pemuda yang pekerja keras, sehingga tidak mungkin adiknya akan kekurangan katanya. Padahal rejeki, jodoh dan maut hanya Allah yang menentukan.Bapaknya yang mendengar itu hanya mengelus dada, seraya tersenyum kepada cucu laki-lakinya untuk menutupi rasa sesal yang menyelimut dalam diri.Nilam dan Amira keluar dari kamar, bergabung dengan sang Bapak yang tengah bermain dengan kedua cucunya.“Suami gak ada bilang apa-apa gitu?” Tanya Amira penasaran.Nilam menggeleng.“Gak ada inisiati buat lihat anaknya barang s
Nilam sudah mengirimi pesan sesaat setelah keluar dari rumah itu, tetapi hingga adzan dzuhur berkumandang pesan yang sudah ia kirimkan belum jua dibalas oleh suaminya.Nilam ‘tak ambil pusing, karena dirinya memang sedang tidak enak badan.Sesampainya di rumah orang tuanya, Nilam langsung beristirahat, sedangkan Althaf tengah bermain dengan Saga, keponakannya sendiri, anak tertua Amira.Sedangka Fila, anak bungsu dari Amira sedang ikut Ayahnya pergi, entah kemana. Nilam tak bertanya akan hal itu.Sekarang dia hanya focus untuk memulihkan tubuhnya kembali.“Nil, selama kau sakit, jangan menyentuh Althaf langsung. Kau peras saja Asinya lalu taruh di botol. Kalau nyentuh langsung takutnya nular. Apa lebih baik kakak beli susu formula dulu untuk sementara?” tanyanya meminta pendapat dari sang Adik yang tengah berbaring dengan kompres melekat didahinya.“Kalau dikasih susu formula takutnya nanti setelah aku sembuh Althaf malah gak mau sama Asi nya Kak” jawabnya lirih.Amira tampak berfikir
Arman bekerja dengan begitu keras, tidak peduli siang dan malam. Karena Vivi sendiri lepas tangan, padahal itu adaalah hutang orang tuanya juga. Vivi ‘tak mau ambil pusing akan hal itu. Sehingga Arman harus banting tulang sendiri untuk melunasi hutang Ayahnya, yang kini menjadi hutang di Bank.Arman berinisiatif meminjam uang di Bank dengan mengadai sertifikat rumah tersebut, awalnya Vivi menentang dengan keras karena takut rumah tersebut juga akan di sita oleh pihak Bank. Tetapi untungnya Arman bisa meyakinkan, sehingga hutang Ayahnya kepada rentenir lunas, tinggal hutang di Bank atas nama dirinya.Sehingga Vivi sangat membenci Nilam, karena baru beberapa hari menikah Bapak mereka meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang, begitu juga dengan Ibunya yang baru meninggal 2 bulan yang lalu, yang pada akhirnya harus membuat mereka hidup berdua beserta pasangan masing-masing, di rumah peninggalan orang tuanya tersebut.“Aku kakak tertua, aku adalah pengganti Ibu sekarang, karena bel
Tetapi tiba-tiba Althaf menangis dengan kencangnya. Membuat Nilam terperanjat kaget ia langsung menyudahi pekerjaannya dan berlari menuju kamarnya.Sesampainya di dalam kamar, Althaf tengan telentang seraya menangis dengan kencang, buru-buru menggendong sang buah hati, di telisiknya wajah Althaf dengan seksama, ternyata ada sedikit memar di dahinya.“Mbak, Althaf ini kenapa?” tanyanya kepada kakak Iparnya yang sedari tadi hanya diam melihat Althaf menangis tak henti-hentinya.“Ya, ini semua gara-gara kamu. Kalau punya anak di jaga! Masak di biarin di kamar sendirian!”“Aku lagi nyuci beras buat masak Mbak”“Hallah .. ya bawa saja si Althaf, kalau kamu bawa dia tadi, gak mungkin dia akan kejedot pintu saat aku mau masuk kamar kamu!”Althaf mulai tenang, anak kecil itu menyusu kepada Ibunya.“Mbak mau ngapain ke kamar aku?”“Ya terserah aku mau ngapai aja ke kamar kamu, toh ini masihh rumahku! Ya suka-suka aku lah!”Nilam menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar, percuma
“Nil, kamu harus menikah dengan lelaki pilihan Bapak dan Ibu!”Nilam hanya tertunduk lesu, pasalnya dirinya baru gagal bertunangan dengan pria pilihannya sendiri. Dulu dia sempat lolos dari perjodohan yang kedua orang tuanya tawarkan, karena menerima lamaran dari pria kenalan teman dekatnya. Tetapi siapa sangka, lelaki tersebut hanya mempermainkan perasaannya saja, padahal kedua orang tua masing-masing sudah mengetahui hubungan mereka.Dan kini, mau tidak mau, suka tidak suka, Nilam harus menerima perjodohan tersebut, lelaki yang dulu masih orang tuanya jodohkan kepadanya.Hingga pernikahan tanpa cinta pun terjadi, semua berjalan lancar sesuai kehendak kedua orang tuanya.“Kamu cepat hamil ya, cepat punya anak. Ibu sama Bapak ingin menggendong cucu dari kamu.” Ibunya berkata seraya menyerahkan jamu subur kepada Nilam yang kebetulan bertandang ke rumah orang tuanya.Padahal pernikahan keduanya baru berjalan 3 bulan, tetapi kedua orang tuanya sudah tidak sabar, dan memaksa Nilam untuk
Malam kembali datang, menyapa mereka yang ingin ketenangan.Yesa kembali berkumpul dengan saudaranya yang lain, saling bersenda gurau seperti biasanya.Tiba-tiba saja Mertuanya datang bersama seseorang yang tidak terlalu bisa dia kenali, karena kedua orang tuanya dan juga saudaranya yang lain untuk menyuruhnya kembali masuk ke dalam kamar.Yesa mendengarkan semua pembicaraan dan perdebatan diantara mereaka, karena memang kamarnya berada tepat di samping ruang tamu.“Kami meminta maaf atas nama Agam putraku”“Kami sudah memaafkannya, besan. Tetapi maaf, untuk kembali menjadi istri Nak Agam putri bungsu saya sudah tidak bisa, dan kami berhak memberinya keputusan atas dirinya sendiri.” Jelas sang Ayah sembari menangkupkan kedua tangannya pertanda memohon maaf.“Tidak bisakah mereka kembali seperti dulu?”Ayah dari Yesa menggeleng, “Tidak, maaf!” ucapnya tegas.Lelaki tersebut menghela nafas berat, dia harus terima jika keputusan yang diambil kali ini adalah memisahkan putranya dan sang
“Nelfon siapa?” Tanya Agam tiba-tiba.Agam kembali ke kamar dan mendapati istrinya mendekatkan posel ke telinganya, pertanda sedang menpon seseorang.“Mbak Tya”“Buat apa?”“Minta di jemput, ‘kan kamu sendiri yang ngusir tadi!” Tanpa banyak bicara Agam langsung mengambil ponsel istrinya dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Yesa di kamar mereka sendirian.‘Pergilah dari sini, tinggalkan pria tak tahu diri seperti dirinya. Selagi kalian belum memiliki anak, kau harus hidup bebas Yesa. Jangan biarkan lelaki itu terus menindasmu!’Yesa menghela nafas, mau tidak mau dia harus pakai cara lain. Selama ini dia sudah cukup diam, toh mereka tidak memiliki anak untuk dipertahankan, lebih baik sendiri dari pada nelangsa dan makan hati tiap hari.Yesa membulatkan tekadnya untuk pergi dari kehidupan Agam. Dia akan pergi, dan harus pergi!Siang itu Yesa bersiap pergi dengan membawa beberapa helai bajunya yang ia sembunyikan di tas dagangannya.“Mau kemana kamu?” Tanya kakak Iparnya.“Mau ngan
“Dek, baju kamu kok begitu sih? Gak usah pake celana lah!”“Kenapa? setidaknya bajuku panjang sampai betis kok”“Iya aku gak suka! Ganti baju sana, nurut sama suami!”Yesa menurut, padahal sebentar lagi mereka akan berangkat kondangan ke rumah saudaranya. Sedari tadi malam Yesa sudah membantu di rumah saudaranya itu hingga larut, baru kembali pulang. Pagi-pagi juga begitu, hingga hari berganti siang, dan siang berganti sore, Yesa seharian itu membantu tanpa istirahat.Itu pun terkadang masih saja salah di mata orang-orang sekitarnya, entah karena sudah terhasut gunjingan Ipar atau mertuanya, atau memang orang-orang sana yang memang tidak suka atas apa yang dilakukan oleh Yesa. Padahal setahunya, dirinya tidak pernah berbuat masalah kepada orang lain.Yesa kembali menemui Agam dengan memakai gamis syar’I yang menurutnya terlalu kebesaran, tetapi begitulah. Apalagi dirinya di kenal dengan menantu dan Istri dari seorang Ustadz. Jadi dia harus bisa menjaga penampilannya sesantun mungkin
“Dia Lina, salah satu waninta yang ikut clup touring”“Harus ya, sampai meluk gitu?”“Memangnya kenapa? Toh hanya teman! Anak-anak di clup juga pada tahu kok kalau aku sudah menikah! Sudahlah jangan memperpanjang sesuatu yang tidak penting! Jangan berlebihan dalam menanggapi sesuatu!” ujarnya ketus.Agam melenggang pergi keluar dari kamarnya meninggalkan Yesa sendiri yang masih mematung di tempatnya.Apa katanya? Yesa berlebihan dalam menanggapi sesuatu? Lalu yang dilakukan selama ini kepada Yesa apa? Bukankah dia yang terlalu berlebihan? Sedangkan Yesa hanya bertanya saja! Yesa menghela nafas seraya menggelengkan kepalanya perlahan, dirinya pergi ke dapur untuk membuatkan makan siang atau sekedar kopi untuk suaminya yang baru pulang ke rumah setelah bepergian jauh.Yesa melihat di luar suaminya menerima sebuah paket yang cukup mahal baginya, tanpa berlama-lama lagi Agam langsung memasang besi tambahan yang kurir berikan tadi.“Dimodif lagi?” Tanya Yesa kemudian meletakkan kopi yang