Aroma alkohol begitu kental memenuhi ruangan—di mana Dominic berada bersama dengan Martin. Raut wajah Dominic begitu serius dan memacarkan kemarahan. Kilat mata tajam Dominic, menunjukan pria itu berusaha mengendalikan diri. Ya, kini Dominic bersama dengan Martin berada di rumah kayu miliknya yang ada di tengah hutan. Dominic sengaja ke rumah kayu ini, karena dia menghindari keluarganya. Pun Dominic yakin keluarga besarnya masih melakukan pencarian terhadap Camelia. “Kenapa kau bisa mengenal D’Angelo Vodo?” Dominic menatap dingin Martin yang duduk di hadapannya. Dominic tak banyak bertanya tentang kehidupan pribadi Martin Luciano—yang mana ayah kandung Camelia. Walau banyak sekali pertanyaan muncul di kepala Dominic, tapi otak Dominic sudah penuh memikirkan tentang Camelia. Dominic tak bisa tenang karena Camelia bersama dengan D’Angelo dan Burke Moore.Martin mengambil wine di hadapannya, dan menyesap perlahan. “Aku dan D’Angelo memiliki pekerjaan di bidang yang sama. Kami saling me
Isak tangis yang tak kunjung reda memenuhi sebuah ruangan megah. Aroma lavender sebagai pengharum ruangan yang seharusnya menjadikan ketenangan, malah seakan membuat sosok gadis yang terus menangis itu, merasakan berada di ambang maut. Camelia duduk di ranjang seraya memeluk erat lututnya. Tangis Camelia mendera, menunjukan rasa takutnya. Sepasang iris mata abu-abu Camelia melemah. Kerapuhannya telah terselimuti ketakutan dan kekhwatiran hebat. Tak ada lagi pancaran mata bahagia di mata Camelia. Yang ditampilkan adalah rasa cemas yang kuat. Dalam benak Camelia saat ini, hanya memikirkan tentang Dominic. Camelia takut terjadi sesuatu pada Dominic. Terlebih Camelia ingat di mana, Dominic sampai menjerit kesakitan kala D’Angelo melemparkan serbuk yang mengenai mata pria itu. Sungguh, Camelia sangat khawatir akan keadaan Dominic. “Bagaimana keadaanmu, Dominic?” gumam Camelia seraya menyeka air matanya. Memang, Camelia sangat takut terjadi sesuatu pada dirinya, tapi lepas dari semua it
“Tuan.” Seorang pengawal melangkah menghampiri D’Angelo—yang tengah duduk seraya mengisap rokok. Tepat dikala sang pengawal datang, D’Angelo mengalihkan pandangannya, menatap pengawal itu. “Kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya D’Angelo dingin, dan menatap tajam sang pengawal. Sang pengawal mengangguk patuh. “Sudah, Tuan. Pesawat sudah saya siapkan.” “Good.” D’Angelo mengambil wine di hadapannya, dan menyesap wine itu hingga tandas. “Apa kau sudah meminta pelayan untuk mengganti pakaian Camelia?” tanyanya lagi. “Sudah, Tuan.” Sang pengawal menjeda sebentar, lalu melanjutkan, “Tuan, maaf tapi ada hal penting yang ingin saya bicarakan pada Anda.” “Apa yang ingin kau bicarakan padaku?” D’Angelo menatap dingin pengawal yang ada di hadapannya itu. “Tuan, kenapa Anda sangat percaya pada Burke Moore? Maaf, tadi saya tidak sengaja mendengar percakapan Anda dan Burke Moore, saat Anda bilang Nona Camelia masih perawan. Saya mengerti Anda ingin mencoba gadis muda. Tapi, bukankah Nona Came
“Nona, tolong berhenti menangis. Riasan Anda akan rusak kalau Anda terus-terusan menangis.” Sang pelayan mendesah frustrasi. Baru saja pelayan itu merias wajah Camelia, tapi malah Camelia tak henti menangis. Kalau seperti ini, maka riasan Camelia akan selalu berantakan. Sungguh, pelayan itu dibuat pusing karena Camelia tidak henti menangis. “Aku tidak mau pergi ke mana pun. Aku akan tetap di sini. Aku menunggu Dominic menjemputku.” Camelia terisak sesegukan. Camelia tak mau pergi ke mana pun. Gadis itu menunggu sampai Dominic menjemputnya. Sang pelayan berdecak. Berbicara dengan Camelia sangat susah. Berkali-kali sang pelayan membujuk, tetap saja Camelia bersikeras tidak ingin pergi ke mana pun. Padahal kalau Camelia tak patuh, sama saja membangunkan macan tidur. Amarah D’Angelo Vodo sangatlah menyeramkan. “Nona, tolong patuhi apa yang saya katakan. Tuan D’Angelo Vodo akan murka kalau Anda keras kepala. Sebentar lagi, Anda dan Tuan D’Angelo Vodo akan melakukan penerbangan ke Meksik
“Temanmu itu kenapa lama sekali mengambil vodka untukku?” D’Angelo menatap tajam sang pramugari yang ada di hadapannya. Sebelumnya, salah satu pramugari lain ke pantry belakang, karena ingin mengambilkan vodka, tapi malah sampai detik ini pramugari itu belum juga muncul. D’Angelo membenci jika harus menunggu lama. “Maaf, Tuan. Saya akan ke pantry sekarang melihat teman saya.” Sang pramugari yang ada di hadapan D’Angelo segera pamit undur diri, dari hadapan D’Angelo—menuju pantry yang ada di dalam pesawat. Tampak D’Angelo berdecak kesal. Detik selanjutnya, tatapan D’Angelo menatap Camelia yang hanya diam, tak sama sekali menyentuh makanan yang telah terhidang. “Camelia, kenapa kau tidak makan?!” tanya D’Angelo dingin, dan tegas. “Aku tidak lapar,” jawab Camelia pelan. Mata D’Angelo menyalang tajam. “Makan! Aku tahu kau pasti lapar!” “Aku tidak lapar,” jawab Camelia lagi dengan nada sedikit lebih keras. “Kenapa kau keras kepala sekali, Camelia.” D’Angelo menggeram. Gadis di hadapa
Brakkkk Sebuah meja terbelah akibat pukulan keras Dominic. Dominic hendak memukul D’Angelo, tapi sayangnya meleset karena gerak D’Angelo gesit. Tampak raut wajah Dominic menujukan kemarahannya kala pukulannya meleset. Sedari tadi, D’Angelo mampu menghindar setiap pukulan Dominic. Suara perkelahian terdengar mencekam. Anak buah D’Angelo menyerang Martin. Beruntung, Martin mampu melawan anak buah D’Angelo. Sedangkan Burke Moore berkelahi dengan Eldon. Jika sebelumnya, Burke mampu mengalahkan Eldon, kali ini Eldon mampu mengimbangi setiap gerak Burke Moore. BUGH Pukulan keras berhasil Dominic layangkan ke wajah D’Angelo. Pukulan itu sampai membuat tubuh D’Angelo terhuyung ke belakang. Tapi, sayangnya pria paruh baya itu tak mudah dilumpuhkan. Terbukti, D’Angelo tetap mampu menjaga keseimbangannya kala mendapatkan pukulan keras dari Dominic. Mata D’Angelo menatap tajam dan penuh kebencian pada Dominic. Detik selanjutnya, D’Angelo maju, dan langsung menyerang Dominic kembali, tanpa m
Pesawat meluncur bebas, masuk ke dalam laut. Tepat ketika suara ledakan sayap pesawat terdengar, Dominic melompat dari kaca yang telah pecah, berenang dengan cepat, menjauh dari kepala pesawat. Pun Eldon mengikuti Dominic yang melompat dari kaca yang telah pecah. Dominic dan Eldon berenang menuju ke badan pesawat. Dominic dan Eldon mencari keberadaan Camelia dan Martin. Beruntung hanya satu sayap yang meledak. Jika seluruh pesawat akan meledak, sudah pasti mereka semua yang ada di pesawat tak akan mungkin bisa selamat. Dominic muncul di permukaan, mengambil napas kala dirinya sudah tak bisa menahan napas terlalu lama di dalam air laut. Pria itu menyeka air di wajahnya. Mata Dominic sedikit perih akibat terkena air laut. Selanjutnya, tatapan Dominic mengendar mencari keberadan Camelia. “Camelia,” seru Dominic berteriak sekeras mungkin. “Camelia,” seru Dominic lagi, tanpa menyerah sedikit pun. “Tuan, sepertinya Nona Camelia masih berada di—” “Huhhh—” Perkataan Eldon terpotong kala
“Biarkan aku yang membawa Camelia masuk ke kamar. Kau gantilah pakaianmu. Pelayanku akan mengantarkanmu ke kamar tamu.” Dominic berucap pada Martin seraya menggendong Camelia yang tertidur pulas. Ya, kini Dominic, Camelia, Eldon, dan Martin sudah tiba di mansion. Helikopter milik William berhenti tepat di mansion Dominic. Martin menganggukan kepalanya, merespon ucapan Dominic. Detik selanjutnya, Martin melangkah mengikuti pelayan yang menyiapkan kamar tamu untuknya. “Eldon, kau segera bereskan kekacauan. Jika ayahku bertanya tentangku, katakan nanti aku akan segera menemuinya,” jawab Dominic dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi. “Baik, Tuan.” Eldon menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Dominic yang masih menggendong Camelia. Dominic menatap wajah Camelia yang sedikit pucat. Tubuh Camelia sangat dingin. Sekalipun, tadi selama di helikopter—gadis itu sudah memakai selimut, tetap saja tak bisa langsung membuat suhu tubuh Camelia hangat. Ini semua pasti karena
Pemberitaan tentang Camelia di media semakin meluas. Nama Camelia kian melambung akibat rekaman suaranya yang menjadi trending pertama. Tak sedikit media yang selalu ingin mewawancarai Camelia. Memang, sejak di mana Camelia banyak sekali dikenal publik, Dominic membatasi Camelia berinteraksi pada media. Pasalnya, Dominic tak ingin Camelia kelelahan. Usia kandungan Camelia yang sudah mulai besar membuat Dominic sangat memilih-milih apa yang Camelia lakukan dan tak dilakukan. Jika ditanya, maka Camelia pun tak pernah mengira akan berada di titik sekarang. Camelia seperti berada di dalam dunia mimpi. Memiliki suami yang luar biasa hebat, dan karir yang cemerlang. Hari demi hari, Camelia selalu lewati dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah sedikit pun Camelia mengeluh, karena hidupnya sekarang memang sudah berkelimpahan dengan berkat kebahagiaan. Dan hari ini akan menjadi hari di mana yang mengukir sejarah. Untuk pertama kalinya Camelia akan turun di konser penghargaan musik. Ya, jelas
Hari berganti hari. Usia kandungan Camelia sudah memasuki enam belas minggu—yang mana Camelia sudah memasuki trimester kedua. Perut Camelia semakin membesar. Setiap kali orang melihat Camelia pasti menduga kalau Camelia tengah hamil tujuh bulan. Wajar saja, selain hamil kembar, Camelia juga hobby sekali makan. Setiap jam, Camelia selalu lapar. Jadi tak heran kalau melihat tubuh Camelia sekarang lebih berisi dari sebelumnya. Weekend ini, Camelia akan turut serta dalam konser penghargaan musik. Hidup Camelia sehari-hari memang kerap masuk dapur rekaman suara. Hamil, sama sekali tidak menghalangi Camelia dalam meraih impiannya. Pun Dominic sangat mendukung apa pun hal positive yang dilakukan Camelia. Tentunya, Camelia tetap dalam pengawasan ketat dokter kandungan. Sekalipun, Dominic membebaskan Camelia untuk berkarir tetap saja Dominic sangat menjaga ketat Camelia. Makanan yang Camelia makan saja wajib dari chef terbaik, dan tidak boleh sembarangan. Dominic memang ingin memberikan yang
Camelia tak henti tersenyum sambil mengusap perut buncitnya. Ingatan Camelia mengingat perkataan ibu mertuanya yang mengatakan dirinya hamil bayi kembar. Hatinya bergetar dilingkupi kebahagiaan. Tentu, Camelia sangat senang jika bayi beruang yang ada di perutnya adalah kembar.Sejak awal, impian Camelia adalah memiliki banyak anak dari Dominic. Camelia ingin sekali mansionnya penuh dengan canda dan tawa dari anak-anaknya kelak. Sungguh, membayangkan itu semua, membuat Camelia terus melukiskan senyuman bahagia. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah mendekat pada Camelia yang berada di kamar sambil menatap cermin. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic yang mendekat padanya. “Sudah, Sayang. Tadi siapa yang menghubungimu?” tanyanya ingin tahu. Baru saja Dominic keluar, karena mendapatkan telepon. Akan tetapi, Camelia tidak tahu sang suami mendapatkan telepon dari siapa. “Irwin Leaman yang menghubungiku. Dia mengatakan konser penghargaan musik akan diadakan bulan
Kabar tentang Camelia telah rekaman suara, dan berhasil menjadi trending topic membuat keluarga Geovan kerap dimintai wawancara oleh wartawan. Hal ini kadang membuat seluruh anggota tanpa terkecuali cukup risih dengan kejaran para wartawan. Akan tetapi, keluarga Geovan nampak tetap mendukung Camelia. Walau tak dipungkiri, bisa dikatakan Camelia telah mengukir sejarah. Selama ini, belum pernah ada anggota keluarga Geovan yang masuk ke dalam dunia entertainment. Seluruh anggota keluarga selalu murni pengusaha. Hari berlalu begitu cepat. Dominic dan Camelia kini telah kembali ke kota yang menjadi tempat di mana mereka tinggali. Beberapa minggu berbulan madu di Spanyol, telah meninggalkan jutaan memori indah yang tak bisa diungkap oleh kata. Bukan hanya memori indah tentang mereka berdua, tapi memori di mana perjalanan karir Camelia dimulai. Siapa yang menyangka sosok yang terkenal memiliki jutaan kekurangan rupanya memiliki segudang talenta yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Satu minggu sudah Dominic dan Camelia berbulan madu. Dua hari pertama Dominic dan Camelia menikmati waktu mereka berjalan-jalan di Madrid. Sekarang mereka berada di Barcelona menikmati keindahan kota terbesar kedua di Spanyol. Tiga hari lalu, setelah Camelia melakukan rekaman suara, dia belum mendapatkan info apa pun, karena proses masuk ke dalam kanal youtube tidak bisa langsung. Tentu selama berada di Barcelona, Dominic mengajak Camelia berjalan-jalan ke tempat romantis. Dominic mengalihkan perhatian Camelia agar tak terlalu memikirkan hasil dari test pasar yang akan dilakukan pihak PH tempo hari. Pun memang Dominic selalu mendukung apa pun yang Camelia lakukan. Jikalau, sang istri gagal tetap baginya Camelia telah melakukan yang terbaik. Plaza de España adalah tempat yang kini tengah Dominic dan Camelia kunjungi. Dua insan yang saling mencintai itu sudah datang ke Plaza de España menikmati indahnya pagi. Dominic memeluk pinggang Camelia menatap pemandangan indahnya bangunan yang
Langkah kaki Dominic dan Camelia sama-sama terhenti kala sosok pria berdiri menghalangi langkah mereka. Tampak Dominic dan Camelia menatap pria asing di hadapan mereka. Tinggi tubuh pria asing itu nyaris sama seperti tinggi tubuh Dominic. Hanya saja dari wajah pria asing itu sepertinya jauh lebih tua dari Dominic. “Kau siapa?” Dominic bertanya tanpa basa-basi. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pria asing yang menghalangi langkahnya itu. “Irwin Leaman. Namaku Irwin Leaman. Maaf, apa benar kau Tuan Dominic Geovan?” Pria bernama Irwin Leaman tersenyum sopan ke hadapan Dominic. “Dari mana kau mengenalku?” Sebelah alis Dominic, penuh selidik. Dominic nampak seperti mengenal pria bernama ‘Irwin Leaman’, namun Dominic lupa. Irwin kembali tersenyum. “Aku pemilik Leaman Framont, salah satu Production House Di New York. Aku cukup sering bertemu dengan ayahmu.”Dominic terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Irwin. Nama ‘Leaman Framont’, benar-benar tak asing di te
Para pelayan nampak tengah sibuk membawakan barang-barang milik Dominic dan Camelia masuk ke dalam mobil. Tak hanya barang-barang saja, tapi beberapa cemilan khusus juga wajib dibawa. Tentu, karena Camelia tak bisa menahan lapar. Camelia kerap mengemil setiap satu jam sekali atau dua jam sekali. Seperti yang Camelia kerap katakan dirinya tengah hamil bayi beruang, jadi wajar saja kalau Camelia mudah sekali lapar. “Dominic, kenapa kita tidak naik mobil saja ke Barcelona? Kalaiu menggunakan mobil hanya memakan waktu tidak sampai enam jam, Dominic,” kata Camelia yang ingin menuju ke Barcelona lewat darat. Camelia sedang enggan lewat udara. Terlebih Madrid ke Barcelona tidaklah jauh. Ya, sesuai dengan janji Dominic, hari ini Dominic akan mengajak Camelia ke Barcelona. Hanya saja tadi malam Camelia meminta ke Barcelona lewat jalur darat. Itu adalah permintaan konyol yang tak mungkin Dominic setujui. “Camelia Madrid ke Barcelona memakan waktu hampir enam jam. Kau pasti akan kelelahan,” u
Camelia memejamkan mata seraya merentangkan kedua tangannya, menikmati udara sore di hutan. Tak menampik, Camelia merindukan moment di mana dirinya dan Dominic menikmati bersama di hutan waktu dulu. Kala itu Camelia masih menjadi tawanan Dominic. Siapa yang sangka kalau dalam sekejap semuanya berubah. Camelia jatuh cinta pada pria yang menyandera dirinya. Kalau orang dengar pasti akan berpikir dirinya sudah tak waras. Tapi inilah fakta yang ada. “Kau di sini rupanya.” Dominic memeluk pinggang Camelia dari belakang, membenamkan wajahnya di leher istrinya itu. Sedari tadi Dominic mencari keberadaan sang istri, malah ternyata istrinya ada di belakang rumah menikmati udara sore hari yang menyejukan. Camelia tersenyum saat Dominic memeluknya dari belakang. Camelia memeluk tangan Dominic sambil berkata, “Sayang, dulu pertama kali kau membawaku ke hutan, aku sangat takut, tapi sekarang berbeda. Memang, aku masih sedikit takut, tapi sudah jauh lebih baik. Buktinya tadi aku bisa dekat denga
Madrid, Spain. Camelia menatap hamparan jalanan kota Madrid dari dalam mobil. Camelia tersenyum hangat. Rasanya sudah lama dirinya meninggalkan kota kelahirannya. Padahal Camelia belum meninggalkan Madrid sampai satu tahun, tapi nampaknya Camelia sudah sangat merindukan kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan. Madrid menjadi kota di mana Camelia menyimpan jutaan kenangan. Kenangan indah, dan kenangan tidak menyenangkan ada di kota itu. Namun, sekalipun ada kenangan tidak menyenangkan, Camelia tetaplah sangat bahagia. Karena Madrid pun mempertemukannya dengan belahan jiwanya. “Camelia, apa kau ingin kita langsung ke pemakaman ibu dan saudara kembarmu?” tanya Dominic seraya membelai pipi Camelia. Camelia mengangguk. “Ya, aku ingin ke makam mereka sekarang, Sayang. Aku merindukan mereka.” Dominic mengecup kening Camelia, menyetujui keinginan sang istri tercinta. Ya, baru saja mendarat di Madrid, Dominic pun langsung menawarkan pada Camelia untuk mengunjungi makam. Sepanja