Dominic menyipitkan mata tajam kala melihat tongkat yang ada di tangannya berkedip-kedip merah. Sebuah tanda di mana di bawah tanah ada jebakan. Memang, Dominic selalu waspada. Tongkat yang ada di tangan Domini adalah alat pendeteksi bahan peledak, khusus diciptakan oleh anak buahnya. Alat ini memang selalu berguna. Terutama dalam kondisi seperti ini. “Dominic, ada apa?” Samuel menatap dingin adik iparnya yang tak bergerak sama sekali. “Iya, Dominic. Ada apa?” Mateo pun menatap serius adik iparnya itu. “Ikuti langkahku. Di bawah tanah ini ada jebakan. Jika kalian salah menginjak, bahan peledak yang ada di bawah tanah akan meledak,” ucap Dominic dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Samuel dan Mateo saling bertukar pandang. Mereka sempat terdiam kala Dominic mengatakan di bawah tanah ada ranjau. Detik selanjutnya, Samuel dan Mateo akhirnya menganggukan kepala menyentujui apa yang Dominic katakan. Lalu … Dominic lebih dulu melangkah jauh, melewati ranjau itu. Kaki panjang Domini
Sean melompat turun dari mobil, dan berlari masuk ke dalam rumahnya. Tampak jelas raut wajah dingin Sean terselimuti rasa cemas dan khawatir yang hebat. Jantung Sean nyaris berhenti berdetak melihat di depan gerbang mansion, sudah tak ada lagi penjaga. Ya, Sean baru saja mendapatkan laporan dari sang asisten; bahwa ada penyusup masuk ke dalam mansionnya. Pria itu langsung berlari pulang ke rumah. Yang ada di dalam pikiran Sean adalah sang istri tercinta. “Stella … Stella …” Sean berseru keras memanggil sang istri. Mata cokelat gelap pria itu memancarkan jelas ketakutan yang bercampur kecemasan hebat. Sean mengendarkan pandangan sekitar, berusaha mencari keberadaan sang istri. Sean yakin istrinya tak mungkin berada di lantai atas. Sean ingat kalau hari ini harusnya Stella berkumpul bersama dengan Camelia, Selena, dan Miracle. Tapi jika kondisi rumahnya sepi seperti sekarang, maka pasti terjadi sesuatu. Shit! Sean mengumpati penjaga yang bodoh bisa dikelabui para penyusup. Tatapan
Jantung Camelia nyaris berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Burke. Manik mata abu-abu Camelia melebar terkejut melihat sosok pria paruh baya yang dikenalkan Burke sebagai calon suaminya. Tampak rasa takut dalam diri Camelia kian menyelimuti. Tubuh Camelia bergetar hebat, akibat rasa takut yang menjalar. Camelia menelan salivanya sudah payah ketika D’Angelo Vodo mulai mendekat padanya. Panik dan takut telah bercampur dalam diri Camelia. Ya, meski paras D’Angelo Vodo masih sangat tampan, tapi tak bisa ditutupi wajah pria paruh baya itu sangat dewasa. Camelia yakin usia D’Angelo Vodo tak jauh berbeda dari ayahnya. Sungguh, Camelia ingin sekali melarikan diri. Tapi bagaimana mungkin? Dirinya telah terjebak di sini. Yang Camelia bisa harapkan adalah Dominic segera menjemputnya. D’Angelo tersenyum melihat Camelia yang begitu cantik. Pria paruh baya itu melihat kulit putih mulus Camelia yang bercahaya. Segala yang ada pada diri Camelia begitu sempurna. Rambut cokelat terang
“Aku tidak mau pakai gaun ini!” Camelia menolak pelayan membujuknya untuk mengganti gaun berwarna kuning gading. Gaun itu sangat seksi, bahkan sampai menunjukan punggung telanjang setiap orang yang memakai gaun itu. “Nona, Tuan D’Angelo meminta Anda untuk mengganti pakaian Anda. Saya mohon, Nona.” Sang pelayan menatap Camelia penuh permohonan, agar mau mengganti pakaian. Camelia menggelengkan kepalanya tegas. “Gaun yang aku pakai sekarang, pemberian dari kekasihku. Aku tidak akan melepasnya.” Camelia mati-matian menolak. Pasalnya, gaun yang dikenakannya adalah pemberian dari Dominic.Sang pelayan menghela napas panjang. “Nona, saya mohon turuti saya. Tuan D’Angelo akan marah besar kalau Anda tidak patuh.” Pelayan itu tak menyerah membujuk Camelia.“Aku tidak mau. Gaun yang aku pakai pemberian dari kekasihku. Aku tidak akan mengganti pakaianku. Sebentar lagi kekasihku akan datang menjemputku. Dia akan menyelamatkanku keluar dari sini,” ucap Camelia dengan air mata yang mulai berlinan
Dominic menarik tangan Camelia, berlari menuju lantai bawah. Namun, sayangnya anak buah D’Angelo berpapasan dengan Dominic. Dominic tak bisa mundur karena posisinya sudah tersudut. Dengan gerak cepat, pria itu mendorong tubuh Camelia meminta untuk bersembunyi. Anak buah D’Angelo menyerang Dominic. Refleks, Dominic melompat tinggi, dan menendang kepala anak buah D’Angelo, hingga anak buah D’Angelo tersungkur di lantai. Jumlah yang terlalu banyak, tak mungkin Dominic menyerang. Yang Dominic lakukan adalah melakukan perlawanan sementara agar anak buah D’Angelo lengah. Saat anak buah D’Angelo lengah, Dominic segera menarik tangan Camelia membawa lari Camelia menuju lantai paling atas. Tak ada pilihan lain, lantai bawah sudah penuh dengan anak buah D’Angelo. Jika Dominic nekat melewati lantai bawah, besar kemungkinan Camelia akan tertangkap. Dominic tak mau bertindak gegabah dalam hal ini. Dominic membawa Camelia ke atap gedung. Pria itu menekan tombol darurat di arlojinya. Tombol yang
Mata Eldon menatap pria paruh baya yang menyodorkan obat ke arahnya. Tampak raut wajah Eldon menunjukan penuh waspada pada sosok pria paruh baya itu. Wajah dewasa dan tegas dibalik paras yang tampan yang dimiliki pria paruh baya di hadapannya, membuat Eldon seperti tak asing melihatnya. Terutama iris mata abu-abu yang dimiliki pria paruh baya itu. “Siapa kau!” bentak Dominic kala mendengar ada suara asing. Meski dalam keadaan mata yang tertutup, tapi Dominic mampu merasakan ada orang di sekitarnya. Terlebih suara yang dia dengar benar-benar asing. Belum pernah dirinya dengar sama sekali. Pria paruh baya itu menundukan tubuhnya, mensejajarkan pada tubuh Dominic. “Minumlah obat ini. Jika kau terlambat mengobati matamu, kau bisa buta.” “Jangan main-main denganku! Aku tanya siapa kau!” bentak Dominic lagi. “Tuan, tenangkan diri Anda.” Eldon meminta Dominic untuk tenang. Pasalnya, Eldon memiliki keyakinan bahwa pria paruh baya yang ada di hadapannya ini, tak bermaksud jahat. Jika meman
Aroma alkohol begitu kental memenuhi ruangan—di mana Dominic berada bersama dengan Martin. Raut wajah Dominic begitu serius dan memacarkan kemarahan. Kilat mata tajam Dominic, menunjukan pria itu berusaha mengendalikan diri. Ya, kini Dominic bersama dengan Martin berada di rumah kayu miliknya yang ada di tengah hutan. Dominic sengaja ke rumah kayu ini, karena dia menghindari keluarganya. Pun Dominic yakin keluarga besarnya masih melakukan pencarian terhadap Camelia. “Kenapa kau bisa mengenal D’Angelo Vodo?” Dominic menatap dingin Martin yang duduk di hadapannya. Dominic tak banyak bertanya tentang kehidupan pribadi Martin Luciano—yang mana ayah kandung Camelia. Walau banyak sekali pertanyaan muncul di kepala Dominic, tapi otak Dominic sudah penuh memikirkan tentang Camelia. Dominic tak bisa tenang karena Camelia bersama dengan D’Angelo dan Burke Moore.Martin mengambil wine di hadapannya, dan menyesap perlahan. “Aku dan D’Angelo memiliki pekerjaan di bidang yang sama. Kami saling me
Isak tangis yang tak kunjung reda memenuhi sebuah ruangan megah. Aroma lavender sebagai pengharum ruangan yang seharusnya menjadikan ketenangan, malah seakan membuat sosok gadis yang terus menangis itu, merasakan berada di ambang maut. Camelia duduk di ranjang seraya memeluk erat lututnya. Tangis Camelia mendera, menunjukan rasa takutnya. Sepasang iris mata abu-abu Camelia melemah. Kerapuhannya telah terselimuti ketakutan dan kekhwatiran hebat. Tak ada lagi pancaran mata bahagia di mata Camelia. Yang ditampilkan adalah rasa cemas yang kuat. Dalam benak Camelia saat ini, hanya memikirkan tentang Dominic. Camelia takut terjadi sesuatu pada Dominic. Terlebih Camelia ingat di mana, Dominic sampai menjerit kesakitan kala D’Angelo melemparkan serbuk yang mengenai mata pria itu. Sungguh, Camelia sangat khawatir akan keadaan Dominic. “Bagaimana keadaanmu, Dominic?” gumam Camelia seraya menyeka air matanya. Memang, Camelia sangat takut terjadi sesuatu pada dirinya, tapi lepas dari semua it
Pemberitaan tentang Camelia di media semakin meluas. Nama Camelia kian melambung akibat rekaman suaranya yang menjadi trending pertama. Tak sedikit media yang selalu ingin mewawancarai Camelia. Memang, sejak di mana Camelia banyak sekali dikenal publik, Dominic membatasi Camelia berinteraksi pada media. Pasalnya, Dominic tak ingin Camelia kelelahan. Usia kandungan Camelia yang sudah mulai besar membuat Dominic sangat memilih-milih apa yang Camelia lakukan dan tak dilakukan. Jika ditanya, maka Camelia pun tak pernah mengira akan berada di titik sekarang. Camelia seperti berada di dalam dunia mimpi. Memiliki suami yang luar biasa hebat, dan karir yang cemerlang. Hari demi hari, Camelia selalu lewati dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah sedikit pun Camelia mengeluh, karena hidupnya sekarang memang sudah berkelimpahan dengan berkat kebahagiaan. Dan hari ini akan menjadi hari di mana yang mengukir sejarah. Untuk pertama kalinya Camelia akan turun di konser penghargaan musik. Ya, jelas
Hari berganti hari. Usia kandungan Camelia sudah memasuki enam belas minggu—yang mana Camelia sudah memasuki trimester kedua. Perut Camelia semakin membesar. Setiap kali orang melihat Camelia pasti menduga kalau Camelia tengah hamil tujuh bulan. Wajar saja, selain hamil kembar, Camelia juga hobby sekali makan. Setiap jam, Camelia selalu lapar. Jadi tak heran kalau melihat tubuh Camelia sekarang lebih berisi dari sebelumnya. Weekend ini, Camelia akan turut serta dalam konser penghargaan musik. Hidup Camelia sehari-hari memang kerap masuk dapur rekaman suara. Hamil, sama sekali tidak menghalangi Camelia dalam meraih impiannya. Pun Dominic sangat mendukung apa pun hal positive yang dilakukan Camelia. Tentunya, Camelia tetap dalam pengawasan ketat dokter kandungan. Sekalipun, Dominic membebaskan Camelia untuk berkarir tetap saja Dominic sangat menjaga ketat Camelia. Makanan yang Camelia makan saja wajib dari chef terbaik, dan tidak boleh sembarangan. Dominic memang ingin memberikan yang
Camelia tak henti tersenyum sambil mengusap perut buncitnya. Ingatan Camelia mengingat perkataan ibu mertuanya yang mengatakan dirinya hamil bayi kembar. Hatinya bergetar dilingkupi kebahagiaan. Tentu, Camelia sangat senang jika bayi beruang yang ada di perutnya adalah kembar.Sejak awal, impian Camelia adalah memiliki banyak anak dari Dominic. Camelia ingin sekali mansionnya penuh dengan canda dan tawa dari anak-anaknya kelak. Sungguh, membayangkan itu semua, membuat Camelia terus melukiskan senyuman bahagia. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah mendekat pada Camelia yang berada di kamar sambil menatap cermin. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic yang mendekat padanya. “Sudah, Sayang. Tadi siapa yang menghubungimu?” tanyanya ingin tahu. Baru saja Dominic keluar, karena mendapatkan telepon. Akan tetapi, Camelia tidak tahu sang suami mendapatkan telepon dari siapa. “Irwin Leaman yang menghubungiku. Dia mengatakan konser penghargaan musik akan diadakan bulan
Kabar tentang Camelia telah rekaman suara, dan berhasil menjadi trending topic membuat keluarga Geovan kerap dimintai wawancara oleh wartawan. Hal ini kadang membuat seluruh anggota tanpa terkecuali cukup risih dengan kejaran para wartawan. Akan tetapi, keluarga Geovan nampak tetap mendukung Camelia. Walau tak dipungkiri, bisa dikatakan Camelia telah mengukir sejarah. Selama ini, belum pernah ada anggota keluarga Geovan yang masuk ke dalam dunia entertainment. Seluruh anggota keluarga selalu murni pengusaha. Hari berlalu begitu cepat. Dominic dan Camelia kini telah kembali ke kota yang menjadi tempat di mana mereka tinggali. Beberapa minggu berbulan madu di Spanyol, telah meninggalkan jutaan memori indah yang tak bisa diungkap oleh kata. Bukan hanya memori indah tentang mereka berdua, tapi memori di mana perjalanan karir Camelia dimulai. Siapa yang menyangka sosok yang terkenal memiliki jutaan kekurangan rupanya memiliki segudang talenta yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Satu minggu sudah Dominic dan Camelia berbulan madu. Dua hari pertama Dominic dan Camelia menikmati waktu mereka berjalan-jalan di Madrid. Sekarang mereka berada di Barcelona menikmati keindahan kota terbesar kedua di Spanyol. Tiga hari lalu, setelah Camelia melakukan rekaman suara, dia belum mendapatkan info apa pun, karena proses masuk ke dalam kanal youtube tidak bisa langsung. Tentu selama berada di Barcelona, Dominic mengajak Camelia berjalan-jalan ke tempat romantis. Dominic mengalihkan perhatian Camelia agar tak terlalu memikirkan hasil dari test pasar yang akan dilakukan pihak PH tempo hari. Pun memang Dominic selalu mendukung apa pun yang Camelia lakukan. Jikalau, sang istri gagal tetap baginya Camelia telah melakukan yang terbaik. Plaza de España adalah tempat yang kini tengah Dominic dan Camelia kunjungi. Dua insan yang saling mencintai itu sudah datang ke Plaza de España menikmati indahnya pagi. Dominic memeluk pinggang Camelia menatap pemandangan indahnya bangunan yang
Langkah kaki Dominic dan Camelia sama-sama terhenti kala sosok pria berdiri menghalangi langkah mereka. Tampak Dominic dan Camelia menatap pria asing di hadapan mereka. Tinggi tubuh pria asing itu nyaris sama seperti tinggi tubuh Dominic. Hanya saja dari wajah pria asing itu sepertinya jauh lebih tua dari Dominic. “Kau siapa?” Dominic bertanya tanpa basa-basi. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pria asing yang menghalangi langkahnya itu. “Irwin Leaman. Namaku Irwin Leaman. Maaf, apa benar kau Tuan Dominic Geovan?” Pria bernama Irwin Leaman tersenyum sopan ke hadapan Dominic. “Dari mana kau mengenalku?” Sebelah alis Dominic, penuh selidik. Dominic nampak seperti mengenal pria bernama ‘Irwin Leaman’, namun Dominic lupa. Irwin kembali tersenyum. “Aku pemilik Leaman Framont, salah satu Production House Di New York. Aku cukup sering bertemu dengan ayahmu.”Dominic terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Irwin. Nama ‘Leaman Framont’, benar-benar tak asing di te
Para pelayan nampak tengah sibuk membawakan barang-barang milik Dominic dan Camelia masuk ke dalam mobil. Tak hanya barang-barang saja, tapi beberapa cemilan khusus juga wajib dibawa. Tentu, karena Camelia tak bisa menahan lapar. Camelia kerap mengemil setiap satu jam sekali atau dua jam sekali. Seperti yang Camelia kerap katakan dirinya tengah hamil bayi beruang, jadi wajar saja kalau Camelia mudah sekali lapar. “Dominic, kenapa kita tidak naik mobil saja ke Barcelona? Kalaiu menggunakan mobil hanya memakan waktu tidak sampai enam jam, Dominic,” kata Camelia yang ingin menuju ke Barcelona lewat darat. Camelia sedang enggan lewat udara. Terlebih Madrid ke Barcelona tidaklah jauh. Ya, sesuai dengan janji Dominic, hari ini Dominic akan mengajak Camelia ke Barcelona. Hanya saja tadi malam Camelia meminta ke Barcelona lewat jalur darat. Itu adalah permintaan konyol yang tak mungkin Dominic setujui. “Camelia Madrid ke Barcelona memakan waktu hampir enam jam. Kau pasti akan kelelahan,” u
Camelia memejamkan mata seraya merentangkan kedua tangannya, menikmati udara sore di hutan. Tak menampik, Camelia merindukan moment di mana dirinya dan Dominic menikmati bersama di hutan waktu dulu. Kala itu Camelia masih menjadi tawanan Dominic. Siapa yang sangka kalau dalam sekejap semuanya berubah. Camelia jatuh cinta pada pria yang menyandera dirinya. Kalau orang dengar pasti akan berpikir dirinya sudah tak waras. Tapi inilah fakta yang ada. “Kau di sini rupanya.” Dominic memeluk pinggang Camelia dari belakang, membenamkan wajahnya di leher istrinya itu. Sedari tadi Dominic mencari keberadaan sang istri, malah ternyata istrinya ada di belakang rumah menikmati udara sore hari yang menyejukan. Camelia tersenyum saat Dominic memeluknya dari belakang. Camelia memeluk tangan Dominic sambil berkata, “Sayang, dulu pertama kali kau membawaku ke hutan, aku sangat takut, tapi sekarang berbeda. Memang, aku masih sedikit takut, tapi sudah jauh lebih baik. Buktinya tadi aku bisa dekat denga
Madrid, Spain. Camelia menatap hamparan jalanan kota Madrid dari dalam mobil. Camelia tersenyum hangat. Rasanya sudah lama dirinya meninggalkan kota kelahirannya. Padahal Camelia belum meninggalkan Madrid sampai satu tahun, tapi nampaknya Camelia sudah sangat merindukan kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan. Madrid menjadi kota di mana Camelia menyimpan jutaan kenangan. Kenangan indah, dan kenangan tidak menyenangkan ada di kota itu. Namun, sekalipun ada kenangan tidak menyenangkan, Camelia tetaplah sangat bahagia. Karena Madrid pun mempertemukannya dengan belahan jiwanya. “Camelia, apa kau ingin kita langsung ke pemakaman ibu dan saudara kembarmu?” tanya Dominic seraya membelai pipi Camelia. Camelia mengangguk. “Ya, aku ingin ke makam mereka sekarang, Sayang. Aku merindukan mereka.” Dominic mengecup kening Camelia, menyetujui keinginan sang istri tercinta. Ya, baru saja mendarat di Madrid, Dominic pun langsung menawarkan pada Camelia untuk mengunjungi makam. Sepanja