“Apa sekarang kau sedang hamil, Camelia?”Pertanyaan yang lolos dari mulut William ini bukan hanya membuat Camelia terkejut, tapi juga Dominic terkejut. Tak ada yang menyangka kalau William akan menanyakan ini. Tampak raut wajah Camelia memucat takut dan panik. Sepasang iris mata abu-abu Camelia sampai menunjukan kebingungan yang tersirat cemas. Napas Camelia berembus tak beraturan. Lidahnya seakan kelu akibat kebingungan. Pertanyaan William seakan membuat dirinya tersudut. Oh, astaga! Camelia yakin pasti William menanyakan itu karena mempergokinya dengan Dominic tengah berciuman. Sungguh, Camelia benar-benar sangat malu kalau mengingat kejadian tadi. Andai saja, Camelia mengetahui kalau William akan datang, maka Camelia akan berjauhan dari Dominic. “Kenapa kau menanyakan hal konyol seperti itu, Dad?” Bukannya Camelia yang menjawab, malah Dominic yang lebih dulu menjawab. Lebih tepatnya ini bukanlah jawaban, melainkan bentuk protes dari Dominic, karena William memberikan pertanyaan
“Alright, kalau begitu apa kau memiliki niat untuk menikahi Camelia?”Ruangan itu seketika menjadi hening dan membisu. Pertanyaan William sukses membuat Camelia terkejut. Gadis itu bahkan sampai melebarkan mata dan bibirnya kala William membahas tentang pernikahan. Sedangkan Dominic diam seribu bahasa. Raut wajah Dominic tenang dan terselimuti ketegasan serta rasa kesal di sana. “Menikah bukan soal yang mudah. Aku sudah berkali-kali mengatakan ini padamu. Aku tahu keputusan apa yang harus aku ambil.” Dominic membalas ucapan ayahnya. Nadanya menekankan, tegas, dan seakan meminta sang ayah untuk tak terus menerus membahas tentang pernikahan. Dominic memiliki alasan sendiri, kenapa masih belum mau menikah. “Menikah adalah hal yang mudah, jika kau memang ingin menikah. Kecuali kau tidak mau terikat pada hubungan.” William menatap dingin Dominic. Sorot matanya menuntut dan penuh peringatan. Ya, ayah dan anak itu kini saling melemparkan tatapan tajam. Aura wajah yang memiliki sifat domin
“Dominic?” Camelia tersenyum melihat Dominic masuk ke dalam kamar. Tatapan gadis itu menghangat, menatap penuh kasih sayang. Camelia hendak mendekat, namun Dominic sudah lebih dulu mendekat padanya, dan memberikan pelukan pada gadis itu. Hening. Suasana kamar menjadi hening kala Dominic memeluk Camelia. Dua insan itu belum mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya pelukan yang menjadi simbol melepaskan hal-hal yang mengusik pikiran mereka berdua. Dominic menarik tangan Camelia, lalu pria itu segera duduk di ranjang seraya memangku tubuh Camelia. Pun tentu Camelia sama sekali tidak membantah. Camelia begitu patuh dikala Dominic memindahkan tubuhnya ke pangkuan pria itu. “Dominic, ayahmu sudah pulang?” tanya Camelia seraya membelai rahang Dominic. “Sudah.” Dominic mengecup bibir Camelia. “Maaf, tadi ayahku mengajukan pertanyaan konyol padamu.” Domonic melanjutkan ucapannya seraya membelai pipi Camelia. “Tidak apa-apa. Aku mengerti, Dominic. Sebagai seorang ayah, pasti ayahmu ingin kau m
Aroma mushroom soup menyeruak ke indra penciuman, dan sukses membuat Camelia yang terlelap langsung terbangun. Mata Camelia mengerjap beberapa kali. Tepat ketika gadis itu sudah membuka mata—object yang pertama kali dia tangkap adalah Dominic duduk di hadapannya. Senyuman di wajah Camelia pun terlukis, menatap Dominic hangat. “Morning.” Dominic mengecup bibir Camelia. “Morning.” Camelia bangun sambil memegang selimut, menutupi dadanya. Tubuh gadis itu polos tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang menutupi tubuh indah Camelia. “Tadi pelayan mengantarkan mushroom soup.” Dominic mengarahkan sendok yang berisikan mushroom soup ke mulut Camelia. “Buka mulutmu.” Lalu, dengan patuh, Camelia membuka mulutnya, dan menerima suapan dari Dominic. “Maaf aku terlambat bangun,” ucap Camelia pelan kala menerima suapan dari Dominic. “Tidak usah minta maaf.” Dominic menyeka sudut bibir Camelia yang terkena mushroom soup. “Aku tahu kau pasti lelah.” Pipi Camelia merona malu. Ingatan Cam
Hari-hari Camelia diwarnai dengan begitu indah, layaknya seorang gadis yang telah menemukan belahan jiwanya. Camelia tak pernah merasakan kebahagiaan seperti sekarang ini. Rasa hampa dan kosong dalam diri Camelia telah terisi. Seperti kertas putih polos yang telah dilukiskan gambar yang indah. Jatuh cinta pada pria yang menyanderanya adalah hal yang tak pernah Camelia bayangkan. Dulu, Camelia selalu ketakutan setiap kali berada di sisi Dominic, tapi sekarang semua berbeda. Rasa takut dalam diri Camelia berubah, menjadi rasa nyaman, tenang, damai, dan penuh cinta. Bahkan, sekarang Camelia tak pernah bisa jauh dari Dominic. Hati Camelia telah terjebak dan terperangkap oleh penjara yang Dominic ciptakan. Penjara yang awalnya Camelia pikir akan penuh dengan penderitaan, tapi ternyata penjara itu penuh akan warna kebahagiaan. Andai saja, Dominic tidak ada di hidup Camelia, maka Camelia tak pernah tahu seperti apa hidupnya berakhir. “Camelia, kenapa kau senyum-senyum sendiri?” Hedy melan
“Camelia? Kau kenapa sendirian? Di mana Tuan Dominic?” Hedy yang baru saja selesai membersihkan ruang tengah, sedikit terkejut melihat Camelia sendirian. Padahal tadi Hedy melihat Camelia sedang bersama dengan Dominic. Camelia menatap Hedy yang ada di hadapannya. “Dominic sedang menyusul Shawn dan Oliver. Tadi Eldon datang, melaporkan pada Dominic kalau Shawn dan Oliver berkelahi.” “Tuan Muda Shawn dan Tuan Muda Oliver berkelahi?” Kening Hedy mengerut dalam, menatap bingung Camelia. “Memangnya Tuan Muda Shawn dan Tuan Muda Oliver belum kembali ke negara mereka?” tanyanya yang kian tak mengerti. “Hm, apa Shawn dan Oliver tinggal di negara yang terpisah?” Camelia balik bertanya. “Dulu, bukankah aku pernah menceritakan padamu kalau ketiga kakak Tuan Dominic, dan orang tua Dominic tiggal di negara yang terpisah?” ujar Hedy berusaha mengingatkan. Camelia terdiam sebentar kala mendengar ucapan Hedy. Camelia berusaha menggali ingatannya. Lalu, tak selang lama, gadis itu mengingat obrola
Sudah dua puluh menit lamanya, Shawn dan Oliver berdiri akibat hukuman dari Dominic. Dua bocah laki-laki itu nampak tak bergeming sama sekali dari tempat mereka. Seharusnya, Shawn sudah tak lagi menjalani hukuman, karena Dominic menghukum Shawn hanya berdiri selama dua puluh menit saja. Akan tetapi, nampaknya Shawn masih tak mau duduk. Mungkin Shawn menemani Oliver yang dihukum selama tiga puluh menit berdiri. Kini Shawn tidak lagi menyalahkan Oliver. Pasalnya, Oliver sudah mendapatkan hukuman dari Dominic. Itu yang membuat Shawn tak mau lagi mengungkit-ungkit kejadian tadi.“Shawn … Oliver …” Camelia melangkah menghampiri Shawn dan Oliver, sambil membawakan dua piring yang berisikan pasta carbonara dan juga salmon panggang. Tadi dikala Shawn dan Oliver tengah menjalani hukuman, Camelia membuatkan makanan untuk Shawn dan Oliver. Camelia yakin pasti Shawn dan Oliver lapar. “Ya, Bibi?” Shawn dan Oliver menjawab sapaan Camelia. Camelia tersenyum. “Ayo duduk. Aku membuatkan makanan unt
“William, apa yang kau pikirkan?” Marsha melangkah menghampiri sang suami yang berdiri di balkon kamar. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu, memberikan cangkir yang berisikan teh pada sang suami. Sebelum masuk ke dalam kamar, Marsha sengaja membuatkan secangkir teh hangat untuk suami tercinta. “Terima kasih.” William menerima cangkir yang berisikan teh hangat itu, dan meminumnya perlahan. “Aku memikirkan tentang putramu yang selalu membuat masalah.” William melanjutkan ucapannya. Nada bicara pria paruh baya itu dingin dan tersirat menahan kesal. “Putraku?” Kening Marsha mengerut dalam. Detik itu juga otak Marsha langsung bekerja. “Maksudmu Dominic?” tanyanya yang memiliki dugaan kuat, yang di maksud oleh William adalah Dominic. “Siapa lagi yang sering membuat masalah?” William membalikan ucapan Marsha. “Ck! Jadi sekarang kau mengakui kalau Dominic hanya anakku? Bukan lagi anakmu?” Marsha mendelik tajam, menatap kesal William. Jika biasanya, William marah kalau dirinya h
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli