Pelupuk mata Camelia bergerak beriringan dengan bulu mata lentiknya. Sayup-sayup, Camelia melihat dirinya berada di kamar megah dengan sentuhan maskulin—yang sangat tak asing di matanya. Dan ketika kesadaran Camelia sudah pulih, gadis itu langsung menyadari dirinya berada di kamar milik Dominic. Raut wajah Camelia berubah menjadi bingung. Refleks, Camelia melihat ke jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh malam. Artinya, setelah tadi kaki Camelia dijahit, gadis itu malah ketiduran di kamar Dominic. “Kenapa aku bisa sampai tertidur di sini?” gumam Camelia pelan. Camelia mengingat semua kejadian yang menimpanya tadi pagi. Kejadian di mana Winola begitu jahat padanya sampai membuat kakinya harus mendapatkan jahitan. “Kau sudah bangun?” Suara berat Dominic sontak membuat Camelia sedikit terkejut. Refleks, Camelia mengalihkan pandangannya ke sumber suara itu. “T-Tuan … Maksudku, Dominic.” Camelia segera mengoreksi panggilan untuk Dominic. Gadis itu menatap Dominic yang duduk di sofa sa
Dominic membaringkan tubuh Camelia di ranjang. Refleks, Camelia langsung menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Hati Camelia sekarang sudah aman dan tenang karena tubuhnya sekarang sudah tertutup. Walau tak dipungkiri, rasa malu itu masih terus membekas di ingatannya. Camelia tidak pernah menyangka kalau akan terjatuh di kamar mandi, dan berakhir dengan Dominic membantunya mandi. “Terima kasih,” ucap Camelia pada Dominic yang telah membaringkan tubuhnya. “Kau bisa ganti pakaianmu sendiri, kan?” Dominic menatap lekat dan tegas Camelia. “B-bisa, a-aku bisa mengganti pakaianku sendiri,” jawab Camelia pelan sambil mengeratkan selimut di dadanya. Pipi Camelia memerah persis seperti kepiting rebus. Bulu kuduknya merinding seakan mendapatkan sensasi panas yang menjalar, menelusup ke dalam tubuh. “Aku harus ke ruang kerjaku. Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa meminta tolong Hedy,” tukas Dominic dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Lantas, Dominic hendak melangkah meninggalkan ruangan
Malam kian larut. Camelia yang tengah tertidur lelap langsung terbangun. Mata Camelia mengerjap beberapa kali, menguap dan menggeliat. Hingga ketika mata Camelia sudah terbuka sempurna, tatapan Camelia teralih pada jam dinding—waktu menunjukan pukul dua pagi. Camelia tak mengira akan bangun di pagi buta seperti ini. Padahal tadi tidurnya sangatlah pulas. Mata Camelia mengendar ke sekitar, melihat dirinya masih berada di kamar Dominic. Namun, Dominic tak ada di sana. Camelia hanya seorang diri di kamar megah itu. Meski demikian, aroma maskulin masih tetap tertinggal di kamar itu. “Apa Dominic tidur di kamar lain?” gumam Camelia pelan. Dugaan Camelia mengatakan bahwa Dominic tidur di kamar lain, tapi kalau itu benar kenapa tidak dirinya saja yang diminta keluar? Camelia ingat dengan jelas, Dominic sama sekali tidak memintanya keluar dari sini. Mungkin Dominic kasihan padanya melihat keadaan kakinya. Itu yang ada di dalam benak Camelia. Ceklek! Pintu kamar terbuka. Refleks, Camelia m
“Camelia, tenanglah jangan cemas seperti itu.” Hedy menenangkan Camelia untuk tak cemas. Pasalnya sejak melihat William datang, raut wajah Camelia selalu dirundung ketakutan hebat. Bahkan kedua tangan Camelia sampai bergetar dan pucat. Ya, wajar saja karena tadi amarah William yang meledak, membuat Camelia sangat takut. “Ayah Dominic marah, Hedy. A-apa ini karena Winola? Kemarin Dominic bertindak kasar pada Winola,” kata Camelia sambil menggigit bibir bawahnya. Jika Camelia ketakutan, gadis itu selalu menggigit bibir bawahnya kuat, demi mengurangi rasa campur aduk dalam hati. Tak bisa dipungkiri, sekarang Camelia pun sangat cemas terjadi sesuatu pada Dominic. Mungkin saja Dominic mendapatkan hukuman berat dari ayah pria itu. Camelia tidak tega kalau sampai Dominic dimarahi oleh ayah pria itu. Sungguh, Camelia tidak bisa tenang. Keresahan selalu datang mengusik hatinya. Benak Camelia penuh dengan dugaan-dugaan yang belum tentu kebenarannya. Hedy tersenyum melihat Camelia yang ketaku
Satu minggu setelah kejadian Winola meminta maaf, Dominic akhirnya memerintahkan Eldon untuk mengembalikan posisi Tevy Group ke posisi semula. Sejak awal, Dominic tak pernah memiliki niat untuk menghancurkan Tevy Group. Apa yang dilakukan Dominic hanya bentuk dari sentilan dari sifat buruk Winola. Akan selalu ada akibat dari perbuatan. Dan Dominic ingin menjadikan sentilan yang dia buat sebagai dampak yang telah Winola lakukan pada Camelia. Hanya saja, meski Dominic sudah mengembalikan posisi tetap tindakan Dominic bukan hanya membuat Tevy Group merugi, tapi Geovan Group pun turut mendapatkan dampak negative. Hal itu yang membuat Dominic mendapatkan amukan dari sang ayah. Pun beberapa hari lalu, Dominic sudah mendapatkan teguran keras dari Sean—kakak pertama Dominic. Tak banyak yang Dominic jelaskan pada Sean; Dominic hanya mengatakan akan membereskan kekacauan yang telah terjadi. Walau kerugiaan cukup banyak, tapi Dominic tahu kerugiaan yang dialami perusahaan keluarganya, tidak aka
Dominic menatap dingin Camelia yang terbaring lemah dengan wajah pucat di ranjang. Dokter baru saja selesai memeriksa keadaan Camelia. Tak terjadi masalah yang membahayakan. Camelia pingsan akibat rasa keterkejutan gadis itu melihat senjata tajam di ruang rahasia milik Dominic. Ya, tiga puluh menit lalu, Dominic mendapatkan telepon dari Hedy yang mengatakan Camelia pingsan ruang rahasianya. Ruangan yang tak bisa didatangi oleh sembarang orang. Dan kejadian ini membuat Dominic murka sampai memberikan hukuman tak main-main pada anak buahnya yang ceroboh. Andai saja anak buahnya tak ceroboh, maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Jemari Camelia bergerak-gerak, menandakan bahwa gadis itu akan segera membuka mata. Dominic yang berdiri di hadapan Camelia, menatap tegas gadis itu. Tatapan yang menyorot tersirat rasa kesal. Tak menampik, kalau saja Camelia tak keras kepala pasti gadis itu tidak mungkin sampai jatuh pingsan. Mata Camelia mulai terbuka. Lampu cahaya putih yang pertama kali d
Sebuah gaun berwarna kuning gading polos dengan model one off shoulder nampak begitu cantik di tubuh Camelia. Rambut cokelat terang wanita itu diikat ke atas, menunjukan leher jenjang dan mulus Camelia. Make up tipis dan segar di wajah gadis itu sangat cantik dan muda. Warna merah blush on di pipi Camelia sangat pas, tak berlebihan tapi sempurna. “Nona Camelia, Anda benar-benar sangat cantik,” puji sang make-up artist. “Anda memiliki warna kulit yang indah. Banyak wanita pasti iri pada warna kulit Anda.” Camelia tersenyum canggung. “Terima kasih, tapi apa penampilanku tidak berlebihan? Maksudku; aku hanya takut penampilanku ini tidak cocok.” Sang make-up artist meraih kedua bahu Camelia, mengarahkan ke cermin sambil berkata, “See? Anda lihat, kan? Anda sangat cantik. Rambut Anda juga sangat indah. Tidak ada yang berlebihan, penampilan Anda sudah saya buat fresh sesuai dengan usia Anda, Nona. Saya yakin, Tuan Dominic pasti akan menyukai penampilan Anda.” Camelia kembali tersenyum m
Awan hitam mulai mengumpul menjadi satu, menutupi langit cerah. Dua jam lalu, baru saja matahari tenggelam. Bulan dan bintang kosong tak menghiasi keindahan langit. Pepohonan bergerak-gerak akibat angin yang cukup kencang. Angin seakan memberikan isyarat bahwa sebentar lagi akan turun hujan lebat. Lampu penerang jalan membantu Dominic yang tengah melajukan mobilnya, membelah kota Madrid. Waktu menunjukan pukul sembilan malam. Jalanan masih cukup ramai. Tetapi karena sudah mendung, banyak orang yang bergegas untuk pulang. Tatapan Dominic menatap Camelia sekilas, gadis itu sekarang tengah terlelap. Bahkan kepala Camelia sampai miring-miring, akibat gadis itu tak sanggup menahan kantuk. Dengan raut wajah yang kesal bercampur dengan decakan, Dominic membenarkan posisi kepala Camelia. Namun, dikala Dominic membenarkan posisi kepala Camelia—malah gadis itu semakin menyandarkan kepalanya ke lengan kekar Dominic. “Camelia,” geram Dominic kesal. Alih-alih terbangun, malah Camelia semakin te
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli