Terdapat banyak orang di bangunan yang ada di sebelah kanan dan kiri mereka berdua. Tempat itu penuh dengan orang-orang yag meminum atau bermain kartu meski hari masih cukup cerah. "Kau ingin ke mana, Florithe?" "Tenang saja, aku tidak akan membawamu ke bar. Kita akan langsung menuju gerbang masuk." "Baiklah." Sebenarnya tidak masalah jika Aria datang ke bar dan menunggu, tapi Aria tidak ingin menjawab pertanyaan atau pujian dari orang-orang tentang turnamen. Meskipun Aria tidak mengetahui itu akan terjadi atau tidak, itu hanya kemungkinan yang dia pikirkan sendiri. Sambil memikirkan itu, Aria terus dibawa oleh Florithe yang menarik tangannya hingga mereka berdua dapat melihat gerbang masuk ibukota. Saat itu juga mereka melihat sebuah kereta kuda dengan barang bawaan di belakangnya. Orang yang mengendarai kereta tersebut gemuk dan berkumis, mereka mengenali orang itu. Dia adalah Magnius. "Oh? Bukankah itu Aria dan Florithe?!" ucap Magnius"Lalu saat jarak mereka semakin dekat,
Suara gemuruh terdengar dari dalam colloseum. Para penonton yang hadir berteriak serta menepuk tangan mereka dengan keras hingga mengeluarkan suara tepuk tangan yang meriah. Ribuan orang hadir di arena itu dikarenakan hari ini adalah hari puncak, dimana pertandingan semifinal dan final akan langsung diadakan. Bukan hanya itu yang membuat mereka dengan semangat hadir untuk menyaksikan pertandingan. Raja mereka, Isaias Lysimachus El Vyliex, juga datang dan melihat langsung turnamen yang dibuatnya itu. "Sejahtera untuk raja!""Berkah untuk kerajaan!"Seluruh penduduk yang hadir di arena menyerukan kekaguman mereka terhadap raja yang mereka anggap sebagai orang yang mempunyai wibawa juga kekuatan yang besar. Raja mereka akan langsung menyaksikan empat orang finalis yang lolos dari pertandingan hidup mati layaknya battle royal di arena kemarin.Saat ini mereka berada di ruang tunggu, di dalam bagian arena. Mereka semua ditempatkan di satu tempat yang cukup besar. Rasa persaingan teras
Penyihir perempuan itu menambah kewaspadaannya setelah mendengar peringatan dari lawannya yang mulai berjalan dengan pelan ke arahnya.Rasa takut mulai menyelimuti dirinya. Keringat mulai muncul dari atas kepalanya. Itu bukanlah keringat karena cuaca yang panas, melainkan keringat yang dikeluarkan karena dalam posisi bahaya. Pikirannya tahu betul ada sesuatu yang mengancam nyawanya dan mengirim berbagai tanda. Karena lawannya mengeluarkan aura yang sangat menakutkan dan terasa sangat berat.Dengan rasa gugup, perempuan itu menelan ludahnya yang melewati tenggorokannya yang kering. Dia memaksa ketakutannya untuk bisa berani melawan dan hasil dari itu, dia bisa mengeluarkan sihirnya."Mekarkan dirimu dan bakarlah musuh di hadapanmu! Fire Ball!" Tiga buah bola api muncul melayang di udara dengan ukuran yang besar. Bola api itu membara dengan warna merah yang terang menyala. Dari melihatnya saja, orang-orang sudah mengetahui bahwa sihir itu cukup untuk membunu
Pertandingan semifinal langsung kembali dilanjutkan setelah pertandingan pertama usai, yang mempertemukan antara pria pengguna tangan kosong dengan seorang magic caster wanita. "Wooooo!"Sorak keras dari para penonton yang hadir membuat semuanya semakin meriah dan ramai, setelah kedua finalis lainnya masuk arena.Di dalam arena sudah berdiri dua orang lainnya yang akan memperebutkan tiket untuk menuju ke final melawan pemenang di pertandingan pertama yaitu sang pria tangan kosong.Kedua orang yang akan berhadapan satu sama lainnya berdiri berhadap-hadapan, namun jarak di antara keduanya cukup jauh. "Bagaimana perasaanmu, Tuan Penyihir?"Di sebelah kanan arena terdapat seorang pria berdiri dengan memegang sebuah tombak yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya. Tombak miliknya itu berwarna merah, mempunyai pola garis menyilang berwarna hitam di bawah bagian mata pisaunya. Terapat juga motif garis hitam lainnya di bagian yang berbeda dan membuat kes
"Kedua peserta setuju untuk melakukan pertandingan. Maka dengan ini, pertandingan final antara Aria dan Davis dimulai sekarang!" Arena mulai kembali bergemuruh dengan suara penonton yang semangat mengeluarkan suara mereka. Dukungan terdengar jelas dari penonton memanggil nama Davis yang menjadi unggulan juga favorit banyak penonton yang hadir yang mayoritasnya adalah penduduk Kerajaan Ordioth."Sangat jelas aku kalah populer darimu." Dengan gaya biasanya, wajah Aria memperlihatkan senyuman ramah mengakui dukungan yang diberikan oleh penonton ke lawannya begitu besar. Lawannya sendiri, Davis, tidak menganggapi pujian yang diberikan Aria. David hanya diam dengan tatapan mengancam yang siap bertarung kapan saja. "Aku tidak membutuhkan hal itu. Jika aku tidak bisa memenangkan pertandingan ini, maka dukungan mereka tidak ada gunanya." Suara berat yang cocok dengan tubuhnya yang berotot semakin memancarkan pesona petarung yang berpengalaman. Selain i
Suasana canggung masih menyelimuti seluruh area arena. Tapi seakan menghiraukan itu semua, sekarang adalah waktunya acara penerimaan hadiah turnamen yang akan diberikan langsung oleh raja Kerajaan Ordioth, Isaias Lysimachus El Vyliex. Raja itu duduk di tempat yang telah disediakan dengan kenyamanan dan keamanan ekstra. Isaias dari atas menatap Aria di bawah dengan sedikit senyuman yang terlihat di wajahnya. Dia duduk sambil menyenderkan pipinya menggunakan kepalan tangannya. Ia menyangga tangannya juga di lengan kursi yang empuk. "Aku ucapkan selamat kepadamu pejuang yang bernama Aria, karena telah memenangkan pertandingan ini dengan melawan orang-orang yang terpilih yang sama kuatnya. Namun pada akhirnya, hanya ada satu orang yang berhak berdiri dengan bangga membusungkan dadanya, yaitu dirimu." Ucapan selamat yang terdengar sangat berwibawa dan elegan. Sangat cocok dengan sosok Isaias dengan umur yang sudah mencapai 47 tahun, Isaias masih disegan
Tepuk tangan yang meriah tidak lagi terdengar. Tidak ada sorakan dukungan kepada raja mereka, yang ada hannyalah keheningan juga gerakan raja mereka yang mencoba untuk bangun. "A-apa yang kau lakukan sialan!" Sambil mencoba untuk berdiri, ekspresi marah terlihat di wajah Isaias. "Bukankah kau sendiri yang mengatakan pertandingan bisa kapan saja aku mulai? Oh? Atau jangan-jangan kau ingin pertandingan yang membuat karismamu meningkat? Sangat disayangkan. Itu tidak akan terjadi." Isaias terlihat semakin marah. Wajahnya memerah dan giginya saling bergesekan mencoba bangkit. Namun berapa banyak ia mencoba dan berapa banyak tenaga ia keluarkan, dia tidak bisa melakukannya. "Seharusnya kau waspada setelah melihat pertandinganku tadi. Jangan pakai alasan umur untuk itu. Aku sangat mengetahui sebutan Tuan Muda dari barat itu sangat mengerikan. Jadi sebelum semuanya mengarahkan kemarahan semuanya kepadaku, aku ingin berkata satu hal. Tanpa berbuat curang sedikitpun, aku masih bisa menang d
Saat matanya terbuka kembali, Isaias langsung menyadari dirinya sedang diikat kembali oleh banyak rantai yang keluar dari lubang berwarna hitam. Wajahnya nampak kebingungan mengapa ia bisa kembali diikat oleh banyak rantai di seluruh tubuhnya. Isaias kemudian melihat sosok Aria di sana, berjalan perlahan menuju dirinya dengan senyum tipis."Selamat pagi. Apakah kau nyenyak? Yah, walau kau pingsan hanya 2 menit saja." Isaias yang baru sadar masih tidak memahami apa yang terjadi, hanya melihat dalam keadaan bingung. Dirinya berusaha mengingat sambil melihat keadaan di arena yang masih penuh dengan banyak orang. "Apa yang terjadi?" tanya Isaias lemah sambil berusaha mengingat sesuatu yang di alam bawah sadarnya sendiri tidak ingin dia ingat.Aria mengangkat bahunya seakan itu bukan masalah yang besar dan menjawab pertanyaan Isaias, "Kau kalah duel dan tertusuk. Aku menyembuhkanmu. Itu saja." (Jadi itu bukan mimpi?). Isaias begitu kebingungan dan badannya sangat lemas. Selama ini kare
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal