Dua kelompok dengan jumlah yang berbeda saling berhadapan. Kelompok Red Rose yang memiliki anggota terbanyak berada di utara, sedangkan lawannya yang hanya beranggotakan dua orang, yaitu Aria dan Florithe berada di sisi yang berlawanan dengan mereka. Violet yang menjadi wasit pertandingan berada di pinggir sebelah barat, mengangkat tangannya sebagai pertanda kapan latihan tandingnya akan dimulai. "Kalau begitu, mulai!" Violet berteriak dan menurunkan tangannya ke bawah yang menandakan pertandingan telah dimulai. Kedua kubu tidak menunjukkan pergerakan, mereka sama-sama berhati-hati karena kekuatan lawan yang mereka tidak diketahui. Tapi perbedaan ekspresi terlihat jelas ada perbedaan. Aria memasang ekspresi santai dengan senyuman yang sekaan mengejek lawan, sedangkan Florithe sendiri wajahnya tidak bisa terlihat oleh kelompok Red Rose karena tertutup tudung. Kelompok Red Rose sendiri memasang ekspresi tegang dan serius karena lawan mereka meru
Red yang kebingungan akhirnya telat untuk membuat respon. Dirinya sadar seharusnya dia langsung mundur karena dirinya sudah jauh dari kelompok. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Red menerima dirinya telah lengah. "Earth Wall!" Untungnya, Ninelie segera merapalkan sihir untuk membuat sebuah tembok yang cukup besar di depan Red. Dan setelah tembok itu didirikan, terdengar suara benturan yang cukup keras. Bagian depan Earth Wall milik Ninelie telah diselimuti oleh es, bahkan benturan yang menciptakan es itu sampai pada bagian samping dan terlihat oleh Red yang ada di belakang tembok itu.Itu adalah serangan yang diluncurkan Aria. Sihir yang dikeluarkannya adalah Water Ice Ball dengan daya luncur yang tinggi. Sihir itu akan meluncur dengan cepat dan ketika mengenai musuh, Water Ice Ball merubah targetnya menjadi es. "Red!" teriak Ninelie khawatir melihat rekan sesama kelompoknya itu hampir terkena serangan.Red yang tersadarkan lalu dengan segera mundur, ke
Di sisi lain, Florithe yang melompat cukup jauh dan mendarat di sisi yang berbeda diserang oleh adik kakak yang memakai pedang pendek. Saat baru mendarat, secara tiba-tiba Florithe dikejutkan oleh serangan kejutan dari mereka berdua. "Kau tidak melupakan keberadaan kami, bukan?" ucap mereka berdua sambil memancarkan aura membunuh.Bagi seorang penyihir, pertarungan jarak pendek akan merugikan mereka sehingga dengan keadaan dua lawan satu dan pertarungan jarak dekat, sudah dipastikan siapa pemenangnya. Mya muncul dari depan bawah Florithe dan menyerang menggunakan pedang pendeknya secara vertikal ke atas. Secara mengejutkan, Florithe langsung menghindari dengan mendongakkan kepalanya ke arah atas. Tapi tidak berhenti di situ, mengetahui serangannya meleset, Mya mengayunkan kembali pedangnya yang kali ini bergerak ke arah bawah. "Fuu!" Florithe segera mundur sedikit dan mampu menghindari serangan kedua dari Mya itu. "Ha!" Masih belum diberi
"Serahkan padaku! Hyaaa!" Red yang mempunyai kelincahan bergerak menghadapi Florithe yang dengan cepat berlari menuju kelompoknya. Red memukul palu miliknya tersebut dengan warna merah tua yang bersinar ke tanah. Pukulan itu membuat garis lurus dan mengangkat tanah menjadi bongkahan batu besar yang terus bertambah tinggi sampai ke titik ujung pukulan itu selesai. Florithe menghindari serangan itu dengan melompat tinggi kemudian melanjutkan larinya di atas batu-batuan yang diciptakan oleh Red. "Tidak akan aku biarkan! Explode Rock!" Batu-batu yang menjulang dari tanah itu kemudian meledak dan membuat serpihan kecil terbang secara sembarang dengan cepat, mirip seperti diledakkan oleh sebuah bom. "Sangat bagus, tapi masih belum cukup. Wind Blast!" Florithe membalasnya dengan mengeluarkan Wind Blast dan membuat batu-batu kecil itu terbang mengarah ke kelompok Red Rose. "Earth Wall!" Tembok batu kembali diciptakan untuk menghindari serang
Sebuah benda runcing yang diselimuti oleh listrik berwarna ungu cerah membelah posisi Aria dan Red yang membuat Aria membatalkan serangan terakhirnya itu. Tongkat berwarna emas dengan tinggi 20 cm itu menancap dengan cukup dalam di tanah. Aria yang sempat tidak menyadari serangan tiba-tiba itu hanya bisa menahan ekspresinya. Dirinya terkejut melihat tongkat yang cukup familier di matanya itu. "Eresh?!" Secara spontan Aria meneriakkan itu dari alam bawah sadarnya dengan suara cukup lantang. "Siapa?" Yang menjawab itu adalah seorang wanita dengan armor ringan berwarna merah yang sedang terbang tinggi di atas.Di sekelilingnya terdapat tongkat yang sama dan semuanya diselimuti oleh aliran listrik berwarna ungu. Jumlah total tongkat runcing itu ada 3 buah di masing-masing sisi dan sedang mengarah tepat ke bawah untuk menyerang. "Tidak, lupakan." Aria yang sudah tersadarkan merasa sedikit kecewa dirinya tidak bertemu dengan sosok yang ia sukai
Sesuai dengan rencana yang sudah dibuat di dalam di kepalanya, Violet kembali melepaskan tombaknya untuk menyerang Aria dari udara. Beberapa serangan dapat Aria tahan, hingga akhirnya serangan terakhir dari Violet memaksakan Aria harus membuat tembok es tepat di depannya. Hal itu membuat ia terjatuh karena gelombang kejut yang dihasilkan. Tidak ingin menyerah dan kalah begitu saja, Aria mulai merapal sihir yang lebih besar dalam keadaan terjun bebas. "Kekuatan besar berasal dari utara dan selatan bumi. Kedua arah tersebut menjadi kekuatan yang saling menarik dan membuatnya menjadi seimbang. Hingga akhirnya mereka melepaskannya dan membuat bencana besar. Ice Kraken" Udara dingin terlihat bermunculan dari berbagai arah yang diciptakan sihir Aria. Dan saat Aria sudah sampai di bawah dengan tangan yang bersentuhan dengan tanah, bongkahan es yang besar dengan cepat menjalar ke arah Violet bagaikan gelombang pasang. Ekspresi takut atau terkejut tidak terlihat di wajah Violet. Sebalikny
Tubuh Violet sudah tidak mampu bergerak, otaknya juga seakan berhenti berpikir membuat dirinya diam.Violet menutup matanya, namun karena ledakan cahaya dari tubuh Aria cukup terang, membuat penglihatannya menjadi putih meski sudah tertutup rapat. Secara perlahan penglihatan Violet kembali normal. Warna gelap hitam yang seharusnya saat sedang menutup mata sudah dirasakan oleh matanya. Violet kemudian dengan perlahan membuka kembali matanya. Hutan berwarna hijau dan terik matahri terlihat oleh matanya. 'Oh, sihir hujannya sudah dibatalkan. Bukankah tadi Aria mengeluarkan sihir es yang lain? Aku tidak mengerti.'Violet tersenyum lembut saat dirinya mendapati Aria sedang berdiri tegak tanpa terluka di tempat sihir terakhirnya muncul. Di sampingnya juga sudah terlihat wajah yang tidak Violet kenali. Namun dari pakaiannya, ia tahu itu adalah Florithe. Benar-benar wanita yang cantik. Masih tersisa jejak latihan tadi, Violet tersenyum kecut melihat bekas lubang besar akibat sihir milik
"Apakah tidak masalah, Aria?" "Tentu, aku tidak keberatan." Duduk bersama di meja bundar yang cukup besar, mereka telah kembali dari latihan yang—hampir—membuat mereka malapetaka. Mereka duduk di ruangan pribadi yang sudah dipesan dari fasilitas penginapan untuk 6 orang.Ruangan yang mereka tempati cukup besar, ukurannya sebesar sebuah kamar berukuran sedang yang hanya bisa menampung satu tempat tidur. Bedanya ruangan itu berisikan kursi dan meja untuk bersantap. Ruangan pribadi itu juga terletak di ujung dan jaraknya cukup jauh dari kedai utama sehingga mereka akan mendapatkan kenyamanan yang lebih juga privasi kepada mereka."Kalau begitu akan kubalas kebaikanmu." "Tidak perlu. Sejujurnya Aku cukup senang bertemu dengan kalian di sini. Jadi tidak perlu susah-susah untuk membalas kebaikanku." Aria memesan ruangan itu agar dapat bercerita serta mendapatkan informasi yang mungkin saja Pharash lewati. Atau mungkin mencegah Ninelie mabuk berat, juga malam ini adalah malam terakhir