Gita benar-benar merasa tidak sabar, dia sudah seperti anak abege yang banyak maunya dan banyak menuntut. Tidak sabar dan apa yang menjadi keinginannya harus segera terpenuhi."Kenapa harus siang kenapa tidak pagi aja? Kalau nggak sekarang aja, bisa nggak?" tanya Gita yang terlihat tidak sabar.Gerry langsung tertawa mendengar apa yang Gita katakan, ini sudah malam rasanya tidak baik jika Gita datang ke rumah Ibunya. Sikap Gita benar-benar seperti anak kecil yang tidak sabar, tidak sabar dalam meminta dibelikan mainan baru."Bukannya seperti itu, ini sudah malam. Waktunya kamu istirahat, kalau pagi-pagi emak sibuk jualan gorengan sama mie rebus. Kadang banyak yang mesen kopi, jadi siang aja oke?" pinta Gerry.Selepas subuh mak Odah sudah sangat sibuk dengan kegiatannya, jika Gita datang di pagi hari. Gerry khawatir jika kekasihnya itu akan mengganggu kegiatan ibunya.Gita mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju, dia paham jika Ibu dari Gerry di pagi hari akan sangat sibuk. Karena
"Loh, tabungan dari mana? Selama ini ongkos kamu aja cuma gocap doangan loh, bagaimana bisa kamu punya tabungan?" tanya Mak Odah penasaran.Mendengar akan hal itu, mak Odah benar-benar takut jika Gerry melakukan hal yang tidak tidak di belakangnya. Dia takut jika putranya melakukan dosa yang menghasilkan uang di belakangnya.Terlebih lagi ketika dia teringat akan Gerry yang pernah melakukan hal yang tidak baik di dalam kamar mandi, hal itu membuat mak Odah takut jika putranya menjadi seorang pria pemuas.Maka dari itu putranya bisa menghasilkan banyak uang, ketagihan dari hal yang awalnya hanya coba-coba menjadi sebuah profesi yang menghasilkan uang banyak."Beneran? Kamu tidak melakukan hal yang aneh-aneh, kan?" tanya Mak Odah memastikan.Dia benar-benar takut jika Gerry melakukan hal yang salah, Gerry adalah putra semata wayangnya. Dia tidak mau Gerry terjerumus ke dalam jurang kenistaan.Zaman sekarang bukan hanya anak perempuan yang rela menjadi ayam kampus dan menjajakan dada dan
Selepas kepergian Gerry, Gita yang sudah tidak sabar datang dengan wajahnya yang begitu ceria. Dia duduk dengan anggun di bangku rotan yang ada di depan rumah mak Odah.Gita sempat bertanya kepada tetangga mak Odah, kenapa rumah calon mertuanya itu sangatlah sepi. Setelah tahu jika mak Odah sedang ke pasar, dia menunggu kedatangan mak odah dengan sabar."Seharusnya aku tidak perlu bertanya, karena Gerry sering bercerita tentang ibunya. Kalau pagi-pagi seperti ini pasti wanita itu sedang ke pasar, aku saja yang terlalu terburu-buru."Sesekali dia terlihat menelpon sang kekasih hatinya, sayangnya tidak diangkat juga. Gita sempat menyangka jika Gerry masih tidur, tetapi itu tidak masalah baginya.Karena tujuan Gita datang ke sana, memang untuk menemui mak Odah. Dia akan bersungguh-sungguh untuk meminta restu kepada Ibu dari Gerry tersebut.Gita bahkan sudah bertekad di dalam hatinya, dia tidak akan pulang sebelum mendapatkan restu dari mak Odah. Karena wanita itu benar-benar bersungguh-s
Semuanya dirasa begitu rumit bagi mak Odah, semuanya serba mendadak dan mengagetkan. Sungguh dia merasa tidak percaya jika kali ini putranya meminta restu kepada dirinya untuk menikah.Padahal, dia berharap jika putranya itu akan kuliah terlebih dahulu dengan benar. Dia ingin melihat putranya menjadi sarjana, bukan menikah di saat masih kuliah.Namun, mak Odah kembali berpikir. Jika dia melarang Gerry untuk menikah, dia takut jika putranya justru akan melakukan hal yang tidak tidak di belakangnya bersama dengan Gita."Iya, Mak. Jadi, apakah boleh Gerry menikahi tante Gita?" tanya Gerry.Gerry menatap wajah ibunya dengan lekat, sungguh dia takut jika mak Odah akan mengatakan hal yang tidak diinginkan.Mak Odah menghela napas berat, lalu wanita itu teringat akan anak dari Gita yang umurnya sama dengan Gerry. Karena mak Odah masih sangat ingat jika Gita memiliki anak dengan usia yang sama dengan putranya."Emak sih boleh saja, bagaimana dengan neng Gendis?" jawab Mak Odah disertai pertan
Gita ingin terlihat cantik dan juga sempurna, dia juga ingin mendapatkan pengakuan dari Gerry kalau dirinya cantik."Tante cantik nggak, Sayang?" tanya Gita dengan antusias. Mendengarkan pertanyaan dari Gita, Gerry nampak memindai penampilan Gita dari atas kepala sampai ujung kaki. Gerry terlihat mengerutkan dahinya dengan bibir yang mengerucut, hal itu membuat Gita was-was dibuatnya.Gita benar-benar takut jika Gerry tidak menyukai penampilannya, terlebih lagi memang usianya lebih tua dari Gerry. Dia bahkan sempat ilfil jika Gerry akan memutuskan pernikahan mereka, karena menyesal sudah memilih wanita tua seperti dirinya."Cantik ngga, ya?" tanya Gerry seraya mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya.Mendengar pertanyaan seperti itu dari Gerry, hati Gita benar-benar ketar-ketir. Dia takut jika Gerry akan mengatakan dirinya tidak cantik, dirinya sudah tidak pantas menjadi pengantin.Seharusnya Gita menikahkan Gendis dengan pria muda seperti dirinya, bukan dia yang menikahi Ger
Gendis merasa jika inilah waktunya untuk Gita berbahagia, jika dia membiarkan Gita pergi berduaan saja dengan Gerry, dia yakin Gita bisa benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya bersama pria yang kini menjadi ayah sambungnya itu.Pria muda yang kini menjadi ayah baginya, teman dan juga tempat sharing baginya. Gerry, pria yang dia rasa lebih baik dibanding dengan ayah kandungnya.Karena pria yang bernama Ganjar itu tidak pernah sama sekali berusaha untuk mendekati dirinya, setidaknya untuk menyapanya walaupun hanya sesekali saja."Hem, Mom berangkat ke puncak dulu," pamit Gita.Setelah mengatakan hal itu Gita langsung menolehkan wajahnya ke arah Gerry, dia tersenyum lalu berkata."Ayo, Sayang," imbuhnya seraya menarik lengan Gerry dengan lembut."Ya, Sayang."Baru saja Gita hendak pergi dengan Gerry, seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan perut yang sedikit menonjol menghampiri Gita dan juga Gerry."Gita, aku datang. Selamat atas pernikahan kamu, aku harap kamu bisa baha
Gemericik hujan turun membasahi bumi, hari yang tenang mulai gaduh dengan suara air yang didatangkan oleh Tuhan. Namun, tidak mengganggu indra pendengaran. Justru malah menjadi musik yang menenangkan jiwa Malam telah berganti pagi, mentari mulai menampakkan sinarnya setelah hujan turun beberapa saat. Rasa hangat sudah mulai terasa menerpa kulit. Namun, rasa hangat dari sinar mentari tidak mampu membangunkan Gerry dan juga Gita.Justru Gita terbangun karena tangannya terasa begitu kebas, dia begitu sulit untuk menggerakkan tangan kirinya.Dengan mata yang masih terasa begitu berat, Gerry berusaha untuk bangun. Dia juga berusaha untuk menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku, tubuhnya yang terasa pegal."Hoam!"Gerry menguap seraya mengucek matanya menggunakan tangan kanannya, ketika matanya terbuka dengan sempurna, Gerry langsung menjerit karena kaget. Beruntung Gita yang begitu kelelahan tidak terganggu dengan jeritan Gerry.Dia melihat wajah Gita begitu dekat dengan wajahnya, bahkan G
"Kok malah bengong di kamar mandi? Kamu nyesel udah ngelakuin itu sama Tante?" tanya Gita. "Kamu nyesel udah nyerahin keperjakaan kamu sama Tante?" Gerry gelagapan mendengar pertanyaan dari istrinya, dengan cepat dia berusaha untuk berbicara sebaik mungkin agar istrinya itu tidak tersinggung."Eh? Ngga gitu juga, Tan. Aku hanya kaget aja, soalnya biasanya aku tidur sendirian. Tapi, pas bangun tadi ada Tante di samping aku." Gerry tersenyum canggung.Rasanya, saat miliknya masuk ke dalam liang kelembutan milik istrinya sangat nikmat luar biasa. Bahkan, Gerry sampai tidak bisa menjabarkannya dengan kata-kata.Namun, tetap saja ada rasa tidak biasa di dalam dirinya. Seakan ada yang hilang tetapi tidak tahu apa, Gerry kebingungan dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi."Oh! Kirain Tante, kamu merasa tidak rela sudah menyerahkan keperjakaan kamu sama Tante," ulang Gita.Gerry tersenyum semanis mungkin di depan istrinya, karena dia takut jika Gita akan tersinggung. Walau bagaimanapun jug