Semuanya dirasa begitu rumit bagi mak Odah, semuanya serba mendadak dan mengagetkan. Sungguh dia merasa tidak percaya jika kali ini putranya meminta restu kepada dirinya untuk menikah.Padahal, dia berharap jika putranya itu akan kuliah terlebih dahulu dengan benar. Dia ingin melihat putranya menjadi sarjana, bukan menikah di saat masih kuliah.Namun, mak Odah kembali berpikir. Jika dia melarang Gerry untuk menikah, dia takut jika putranya justru akan melakukan hal yang tidak tidak di belakangnya bersama dengan Gita."Iya, Mak. Jadi, apakah boleh Gerry menikahi tante Gita?" tanya Gerry.Gerry menatap wajah ibunya dengan lekat, sungguh dia takut jika mak Odah akan mengatakan hal yang tidak diinginkan.Mak Odah menghela napas berat, lalu wanita itu teringat akan anak dari Gita yang umurnya sama dengan Gerry. Karena mak Odah masih sangat ingat jika Gita memiliki anak dengan usia yang sama dengan putranya."Emak sih boleh saja, bagaimana dengan neng Gendis?" jawab Mak Odah disertai pertan
Gita ingin terlihat cantik dan juga sempurna, dia juga ingin mendapatkan pengakuan dari Gerry kalau dirinya cantik."Tante cantik nggak, Sayang?" tanya Gita dengan antusias. Mendengarkan pertanyaan dari Gita, Gerry nampak memindai penampilan Gita dari atas kepala sampai ujung kaki. Gerry terlihat mengerutkan dahinya dengan bibir yang mengerucut, hal itu membuat Gita was-was dibuatnya.Gita benar-benar takut jika Gerry tidak menyukai penampilannya, terlebih lagi memang usianya lebih tua dari Gerry. Dia bahkan sempat ilfil jika Gerry akan memutuskan pernikahan mereka, karena menyesal sudah memilih wanita tua seperti dirinya."Cantik ngga, ya?" tanya Gerry seraya mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya.Mendengar pertanyaan seperti itu dari Gerry, hati Gita benar-benar ketar-ketir. Dia takut jika Gerry akan mengatakan dirinya tidak cantik, dirinya sudah tidak pantas menjadi pengantin.Seharusnya Gita menikahkan Gendis dengan pria muda seperti dirinya, bukan dia yang menikahi Ger
Gendis merasa jika inilah waktunya untuk Gita berbahagia, jika dia membiarkan Gita pergi berduaan saja dengan Gerry, dia yakin Gita bisa benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya bersama pria yang kini menjadi ayah sambungnya itu.Pria muda yang kini menjadi ayah baginya, teman dan juga tempat sharing baginya. Gerry, pria yang dia rasa lebih baik dibanding dengan ayah kandungnya.Karena pria yang bernama Ganjar itu tidak pernah sama sekali berusaha untuk mendekati dirinya, setidaknya untuk menyapanya walaupun hanya sesekali saja."Hem, Mom berangkat ke puncak dulu," pamit Gita.Setelah mengatakan hal itu Gita langsung menolehkan wajahnya ke arah Gerry, dia tersenyum lalu berkata."Ayo, Sayang," imbuhnya seraya menarik lengan Gerry dengan lembut."Ya, Sayang."Baru saja Gita hendak pergi dengan Gerry, seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan perut yang sedikit menonjol menghampiri Gita dan juga Gerry."Gita, aku datang. Selamat atas pernikahan kamu, aku harap kamu bisa baha
Gemericik hujan turun membasahi bumi, hari yang tenang mulai gaduh dengan suara air yang didatangkan oleh Tuhan. Namun, tidak mengganggu indra pendengaran. Justru malah menjadi musik yang menenangkan jiwa Malam telah berganti pagi, mentari mulai menampakkan sinarnya setelah hujan turun beberapa saat. Rasa hangat sudah mulai terasa menerpa kulit. Namun, rasa hangat dari sinar mentari tidak mampu membangunkan Gerry dan juga Gita.Justru Gita terbangun karena tangannya terasa begitu kebas, dia begitu sulit untuk menggerakkan tangan kirinya.Dengan mata yang masih terasa begitu berat, Gerry berusaha untuk bangun. Dia juga berusaha untuk menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku, tubuhnya yang terasa pegal."Hoam!"Gerry menguap seraya mengucek matanya menggunakan tangan kanannya, ketika matanya terbuka dengan sempurna, Gerry langsung menjerit karena kaget. Beruntung Gita yang begitu kelelahan tidak terganggu dengan jeritan Gerry.Dia melihat wajah Gita begitu dekat dengan wajahnya, bahkan G
"Kok malah bengong di kamar mandi? Kamu nyesel udah ngelakuin itu sama Tante?" tanya Gita. "Kamu nyesel udah nyerahin keperjakaan kamu sama Tante?" Gerry gelagapan mendengar pertanyaan dari istrinya, dengan cepat dia berusaha untuk berbicara sebaik mungkin agar istrinya itu tidak tersinggung."Eh? Ngga gitu juga, Tan. Aku hanya kaget aja, soalnya biasanya aku tidur sendirian. Tapi, pas bangun tadi ada Tante di samping aku." Gerry tersenyum canggung.Rasanya, saat miliknya masuk ke dalam liang kelembutan milik istrinya sangat nikmat luar biasa. Bahkan, Gerry sampai tidak bisa menjabarkannya dengan kata-kata.Namun, tetap saja ada rasa tidak biasa di dalam dirinya. Seakan ada yang hilang tetapi tidak tahu apa, Gerry kebingungan dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi."Oh! Kirain Tante, kamu merasa tidak rela sudah menyerahkan keperjakaan kamu sama Tante," ulang Gita.Gerry tersenyum semanis mungkin di depan istrinya, karena dia takut jika Gita akan tersinggung. Walau bagaimanapun jug
''Jangan, Tan. Nanggung, ouch!" pekik Gerry karena Julia berhasil melepaskan diri dari Arjuna.Antara rasa kesal, ngilu dan juga tanggung yang Gerry rasakan saat ini. Dia benar-benar tidak menyangka jika Gita akan meninggalkan dirinya hanya karena takut pada tokek."Maaf, Gery. Tante takut," ucap Gita yang langsung berlari keluar dari dalam kamar mandi.Melihat kepergian istrinya yang tanpa memedulikan dirinya, Gerry benar-benar merasa kesal. Dia bahkan sampai memukulkan tangannya ke udara."Vangke!" teriak Gerry karena nanggung tidak bisa mendapatkan pelepasannya.Gerry benar-benar merasa kesal karena sebentar lagi akan mendapatkan pelepasannya, tetapi Gita tidak mengindahkan hal itu. Gita lebih mementingkan rasa takutnya, dengan teganya wanita itu meninggalkan Gerry sendirian di dalam kamar mandi."Bisa-bisanya dia berlari seperti itu, masa gue harus mengeluarkannya sendirian? Percuma dong punya istri," ucap Gerry seraya menatap miliknya yang masih menegang dengan sabun mandi secara
"Nggak usah malu-malu kaya gitu, aku tahu kalau Tante mau. Aku bisa ngasih itu sekarang walaupun belum makan, mau?" tanya Gerry seraya menaik turunkan alisnya."Aih! Apaan sih!" ujar Gita yang memang nyatanya dia menginginkannya, tetapi tetap saja dia malu untuk mengakuinya."Ayo dong, Yang. Kita nyobain di sini, pasti enak." Gerry berusaha untuk merayu Gita, tangannya bahkan sudah mulai mengusap area sensitif pada tubuh Gita.Gita langsung menggeliatkan tubuhnya, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik. Namun, dia menginginkan hal yang lain."No!" tolak Gita tegas.Dia memang benar-benar suka ketika dirinya bercinta dengan Gerry, tetapi dia juga ingin pergi ke kebun teh seperti yang sudah dia rencanakan.Gerry menekuk wajahnya menerima penolakan dari Gita, tetapi dia juga paham jika istrinya butuh waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya.Mungkin memang mereka seharusnya pergi untuk jalan-jalan, setelah itu barulah dia bisa kembali mengajak istrinya untuk melakukan pergumulan panas di
"Gerry, bagaimana nanti kalau misalkan ada---"Gita tidak bisa meneruskan ucapannya, karena dia langsung berpegangan dengan erat pada pundak suaminya. Tentu saja hal itu dia lakukan karena tiba-tiba saja Gerry menghentak inti tubuhnya dari bawah dengan begitu cepat."Ouch, Tante. Ini sangat nikmat!" erang Gerry seraya memejamkan matanya.Beruntung hujan turun begitu deras, sehingga suara erangan Gerry yang terdengar begitu erotis hilang terbawa suara air yang mengalir dengan deras.Begitupun dengan suara lenguhan dari bibir Gita, seakan terbawa angin dan tidak terdengar. Bahkan di telinganya sendiri, hanya suara derasnya air hujan yang begitu menggema.Sesekali terlihat ada kilat yang seakan membelah langit, tetapi tidak ada suara guntur yang menakutkan.Warna langit boleh menghitam, awan Nimbus boleh mengucurkan air dengan derasnya. Namun, perasaan keduanya sedang ada dalam kesenangan yang luar biasa.Pasangan pengantin baru itu, benar-benar ada di dalam fase kebahagiaan. Baik Gerry
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.