"Astaghfirullahaladzim, kenapa kamar Non Nana jadi berantakan begini? Apa Non Nana mau ikut pindahan ke tempat tugasnya Bapak?" Mbok Wati kaget saat melihat kamar majikan kecilnya berantakan seperti kapal pecah. Separuh dari isi lemarinya tumpah ruah di seantero kamar. Gaun-gaun saling bertumpuk di atas ranjang. Bercampur dengan berbagai model tas. Sementara di atas karpet, segala macam model sepatu tergeletak saling tumpang tindih di antara satu dengan yang lainnya.
"Nggak kok, Mbok. Nana cuma lagi bingung milih-milih baju untuk dipakai ke club. Kayaknya semua baju Nana nggak ada yang bagus deh," keluhnya seraya melempar mini dress bunga-bunga dan maxi dress biru langit berglitter ke atas ranjang. Menambah tumpukannya hingga makin menggunung. Mbok Wati menggeleng-gelengkan kepalanya. Bingung melihat kelakuan majikan kecilnya.
"Oalah Non... Non. Baju sebanyak ini Non bilang nggak ada yang bagus? Apa nggak terbalik itu kata-katanya si Non. Ya
Semumpuni-mumpuninya ia menyembunyikan air muka, Tangguh merasa pipinya memanas juga saat rahasia terdalamnya terungkap. Langsung oleh si pemilik rahasianya lagi. Bagaimana ia tidak gugup coba?Dugaaannya pasti si mulut ember Jaka yang memberitahukannya. Kalau keadaan sudah maju kena mundur kena seperti ini, cara paling aman untuk menyiasatinya hanyalah ngeles saja. Semoga bocah ini mempercayai semua omong kosongnya."Kalau kemampuan dukun memang sedahsyat itu, pasti tidak ada lagi jomblowers di muka bumi ini. Karena semua gebetan mereka telah berhasil didukuni. Kamu ini anak polisi tapi malah mempercayai praktek klenik.""Ngeles aja terus Bang. Ti ati, ntar nyesel lho karena udah nggak jujur. Baiklah. Karena saya sudah mendapatkan jawaban dari Abang, saya tidak akan ragu-ragu lagi untuk menerima pernyataan cinta dari..." Gerhana dengan sengaja menggantung kalimatnya. Ini adalah usaha terakhir untuk mengetahui perasaan Tangguh yang sesu
Tangguh memandangi ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Chat dari Gerhana selalu berhasil membuat moodnya bangkit kembali. Setelah semalaman begadang membuat program-program baru, otaknya memang membutuhkan sedikit penyegaran. Dan chat manis dari pacarnya ini termasuk penyegaran jalur langsung. Gerhana adalah moodboosternya di kala ia sedang lelah jiwa raga.GerhanaPA : Selamat pagi, Bang. Lagi ngapain? Lagi mikirin Nana ya? Hehehe...TangguhLR : Pagi juga, Na. Abang itu nggak perlu mikirin kamu. Karena setiap Abang membuka mata, di kepala Abang itu sudah langsung muncul pop up namamu.GerhanaPA : Aih sedap. Hehehe. By the way, kok gombalan Abang ini kayak gombalan ala-ala anak coder? Nana jadi berasa digombalin sama programmer. Hehehe.Abang memang seorang programmer, Na.GerhanaPA: Eh udahan dulu chatnya ya, Bang? Kami mau briefing pagi dulu. Abang janga
Tangguh bolak balik menatap jam di pergelangan tangannya. Ia begitu tidak sabar menunggu waktu tugasnya akan berakhir. Malam ini ia dan Gerhana akan berkencan berdua untuk yang pertama kalinya. Gerhana saat ini sedang menginap di rumah Selena. Rencananya tepat pada pukul sembilan malam nanti, ia akan mengajak Gerhana ke pasar malam. Gerhana sengaja menunggu hingga pukul sembilan malam untuk mengelabuhi Demitrio dan orang-orang rumahnya. Ia akan meninggalkan ponselnya di rumah Selena, sehingga mereka semua akan mengira kalau posisinya memang benar-benar berada di rumah sahabatnya itu. Semua rencana telah tersusun matang. Hanya saja Tangguh merasa kalau ia telah berlaku curang. Ia merasa tidak enak hati karena telah mengingkari janjinya pada ayah dan kakak Gerhana. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak kuasa membendung perasaannya sendiri."Ahelah, Guh. Ntar lama-lama kaca jam tangan lo bisa retak karena lo pelototin mulu. Sejam lagi juga tugas lo bakalan kelar. Lo ka
"Kita sudah sampai, Na." Suara Tangguh menghentikan rentetan kalimat yang terus saja ia ocehkan di sepanjang jalan. Saking semangatnya berbicara ia sampai tidak menyadari kalau mereka telah tiba di tempat tujuan. Perasaan baru saja ia duduk di motor Tangguh, eh ujug-ujug sudah sampai saja. Ternyata kalau kita sedang bersama dengan orang yang kita suka, waktu seperti berlalu dalam sekedip mata. Coba dengan orang yang kita tidak suka. Lima menit terasa bagai lima jam lamanya."Oh sudah sampai ya, Bang? Perasaan baru aja Nana duduk. Hehehe. Ternyata kalau bersama Abang, jam jadi cepet banget muternya ya, Bang?" gombal Gerhana receh. Entah mengapa akhir-akhir ini ia mendadak jadi makhluk alay bin lebay. Efek mabuk cinta telah merubah kepribadiannya. Contoh alay lainya adalah saat ini saja misalnya. Ia masih tetap memeluk erat pinggang Tangguh walau motor sudah berhenti. Ia masih betah dengan posisi yang seperti sekarang ini."Bukan jamnya yang b
Gerhana tengah melamunkan Tangguh sambil tersenyum-senyum sendiri, saat pintu kamarnya diketuk. Ia meneriakkan kata masuk sembari melirik jam dinding. Pukul delapan malam. Tumben di jam-jam seperti ini Mbok Wati menyambangi kamarnya? Biasanya antara pukul tujuh hingga pukul sepuluh malam adalah jadwal Mbok Wati menonton sinetron. Dan biasanya kalau si mbok sedang menonton, ia tidak suka diganggu. Menggangu konsentrasi emosi katanya. Pasti ada suatu hal penting yang akan disampaikan Mbok Wati padanya. Saat pintu terbuka, Gerhana kaget. Ternyata bukan Mbok Wati yang mengetuk pintu. Tetapi ibunya!"Lho Ibu sudah pulang? Ayah sudah selesai dinas ya, Bu?" Gerhana turun dari ranjang dan menghamburkan diri kepelukan ibunya. Ia memang sangat merindukan ibunya. Sudah dua bulan lebih mereka tidak bertemu. Ia kangen membaui aroma tubuh ibunya. Setelah rasa rindunya terpuaskan, Gerhana mengajak ibunya duduk di atas ranjang. Ia ingin mengobrol seru dengan ibunya. Lama tidak
Tangguh gelisah. Sudah beberapa hari ini ia tidak bisa menghubungi Gerhana. Ponsel pacarnya itu selalu dalam keadaan tidak aktif.Selain itu keadaan ibunya juga tidak begitu baik. Ibunya seperti orang yang paranoid. Ketakutan terhadap sesuatu hal yang belum tentu terjadi. Sekarang ibunya selalu melarangnya keluar rumah kalau tidak hal yang benar-benar penting. Ibunya takut kalau ia diculik orang. Bagaimana ia tidak khawatir bukan? Halusinasi ibunya sudah sampai pada taraf yang tidak masuk akal. Ia bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Untuk apa juga orang menculiknya?"Lo kenapa sih, Guh? Dari tadi gue perhatiin lo bengong melulu. Tuh liat meja 15 mulai rusuh. Amankan dulu sana." Tepukan ringan Roy di bahunya, menyentakkan lamunannya. Astaga, bisa-bisanya ia melamun saat bertugas."Siap, Bang." Ia bergegas menghampiri meja 15. Beberapa orang yang sudah hang over parah mulai saling baku hantam hanya karena hal sepele. Layaknya
Gerhana mengetuk pintu tiga kali. Karena tidak mendapat jawaban ia kembali mengetuk ulang. Terdengar sahutan tunggu sebentar berbarengan dengan suara derit pintu yang dibuka."Kamu... kalau tidak salah gadis yang menabrak stealing martabak Ibu waktu itu kan?" Tanya Bu Wardah ragu-ragu."Benar, Bu. Saya Gerhana." Gerhana lega. Ternyata Bu Wardah masih mengenalinya."Ada perlu apa kamu ke sini?" Lanjut Bu Wardah lagi. Gerhana belum sempat menjawab pertanyaan Bu Wardah, namun ekspresi wajah si ibu langsung berubah waspadasaat melihat kehadiran Demitrio. Siapa pun yang melihat postur tubuh dan rambut cepak Demitrio pasti sudah bisa menduga apa profesinya. Penampilan Demitrio seolah-olah meneriakkan kata, saya adalah seorang polisi."Kenapa kamu membawa polisi ke sini? Bukankah masalah waktu itu sudah selesai. Ibu bahkan tidak menuntut apapun padamu." Tandas Bu Wardah lagi. Seperti
"Abang jangan salah paham. Maksud Nana--""Saya sedang banyak pikiran, Gerhana. Pulanglah." Usir Tangguh dingin.Gerhana. Tangguh kembali memanggil nama lengkapnya. Itu artinya Tangguh telah menarik garis pembatas di antara mereka. Tangguh kembali menganggapnya orang asing. Gerhana meradang. Tidak bisa begitu!"Jangan melarikan diri dari masalah dong, Bang. Bukankah kemarin kita baru saja berjanji akan selalu berpegangan tangan walau apapun, Nana ulangi, apapun masalah yang menghadang. Apa secepat itu Abang lupa?" Guman Gerhana lirih. Tangguh tidak menanggapi kalimatnya. Seolah tidak mendengar apa-apa, Tangguh melenggang masuk dan melewatinya begitu saja. Gerhana yang tidak terima didiamkan menyambar lengan Tangguh. Meminta perhatiannya."Tolong jangan bersikap begini pada Nana, Bang. Jawab dulu pertanyaan Nana. Kita akan selalu berpegangan tangan bukan?" Tanya Gerhana harap-harap cemas. Tanggu
Tiga bulan kemudian.Gerhana tidak mampu menahan isak tangis saat ijab kabul baru saja berakhir. Sungguh ia tidak sanggup menahan air mata saat melihat ayahnya menangis. Ayahnya, Jendral Badai Putra Alam memalingkan wajah saat mendengar dirinya telah sah menjadi istri Tangguh. Ayahnya bahkan langsung meninggalkan keriuhan acara, dan berjalan menuju kebun belakang. Gerhana tau, ayahnya tidak ingin seorang pun melihatnya menangis."Na, tunggu di sini sebentar ya? Abang mau menyusul ayahmu. Abang ingin berbicara sebagai sesama laki-laki, biar ayahmu tenang. Abang sangat mengerti perasaan ayahmu." Gerhana hanya sanggup mengangguk saat Tangguh ingin menyusul ayahnya. Ada baiknya kalau Tangguh yang lebih dulu menemui ayahnya. Setelahnya barulah ia meyakinkan ayahnya, kalau semuanya akan tetap baik-baik. Baik ia telah menikah ataupun tidak, ayahnya akan selalu ada di hatinya.Tangguh menemukan jendral Badai duduk termenun
"Kita sudah sampai, Dek." Tangguh merasakan satu tepukan ringan di bahunya. Perlahan Tangguh membuka mata. Ia masih mengalami jet lag parah setelah belasan jam berada di atas pesawat. Setelah meregangkan otot-ototnya yang kram, Tangguh memandang rumah besar di hadapannya. Seperti ini rupanya rumah masa kecilnya. Walaupun ia masih belum bisa mengingat secara jelas, namun ada lintasan potongan-potongan kejadian di benaknya. Seperti tangga kayu berukir yang bisa dibuat bermain seluncuran, hingga karpet merah berbulu tebal di ruangan kerja yang dindingnya penuh dengan senjata. Bau amis! Tangguh mendadak bisa mencium aroma amis darah! Astaga, apa yang sedang di pikirkannya? Tangguh menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha mengenyahkan ingat tidak menyenangkan itu dari benaknya. Mungkin itu hanya mimpi masa lalunya."Lo kenapa, Dek? Pusing? Ya udah kita istirahat saja dulu. Lo pasti kena jet lag." Geraldo mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. Se
"Gue nggak nyangka, kalau akhirnya akan ipar-iparan dengan lo, Na." Soraya menatap Gerhana antusias. Setelah sekian lama tidak bersinggungan dengan orang-orang di masa lalunya, Soraya tidak mengira akan bertemu dengan Gerhana. Sungguh, ia sangat malu apabila mengingat tingkah lakunya dulu. Oleh karena itulah ia sengaja menghilang. Ia ingin menjadi manusia baru. Tetapi jujur, ada kegembiraan di hatinya, kala bertemu dengan orang-orang di masa lalunya. Bagaimanapun ia pernah melalui hari-hari indah bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. Istimewa dengan kedua orang tua angkatnya. Terkadang jikalau rasa rindu itu muncul, ia berusaha menekannya dalam-dalam. Ia tidak mau mengusik hidup Keira dan Keisha. Ia sudah merebut kasih sayang ayah kandung mereka berdua hampir 24 tahun lamanya. Sekarang biarlah mereka berdua menerima limpahan kasih sayang ayah kandung mereka yang baru mereka ketahui."Apalagi Nana, Mbak. Setitik debu pun Nana tidak pernah menduganya.
"Ibu ingin langsung pulang atau singgah ke tempat lain lagi?" tanya Iwan sopan.Bu Wardah yang sedari tadi sibuk dengan ponsel pintarnya, menghentikan kegiatannya sejenak."Sebentar ya, Wan? Ibu akan menelepon seseorang dulu," sahut Bu Wardah santai. Sekarang ia sudah tenang dalam mengatur strategi. Ia sudah tidak takut pada apapun lagi. Jujur, kini ia malah menikmati permainan ini. Toh masalah hidup mati seseorang itu sudah ada yang mengatur bukan? Makanya ia sekarang bersikap nothing to lose saja.Bu Wardah menekan beberapa nomor yang sudah sangat ia hapal luar kepala. Dulu ia akan sangat ketakutan jika mendapati nomor ini di layar ponselnya. Tapi sekarang keadaan berbalik. Ia dengan percaya diri sengaja menghubungi nomor tersebut."Hola juan. Cómo estás?" (Halo Juan. Apa kabar?)"Donde estas ahora, maldita chica!" (Di mana ka
"Tolong Pak Polisi, biarkan anak saya menemui ayahnya sebentar saja. Ini adalah hari ulang tahunnya. Tolonglah Pak Polisi. Saya harap Bapak masih memiliki sedikit hati nurani.""Tidak bisa, Bu. Sesuai dengan prosedur kami, Pak Lopez harus segera dibawa ke kantor polisi. Pak Lopez bisa menunjuk seorang pengacara apabila ingin membela diri.""Tolonglah, Pak. Sebentar saja. Saja janji, setelah putra saya meniup lilin dan ayahnya mengucapkan selamat ulang tahun, Pak Polisi boleh membawa Pak Lopez pergi. Saya mohon, Pak. Saya mohon.""Baiklah, Bu. Atas dasar kemanusiaan, saya izinkan Pak Lopez menemui putranya. Saya mempertaruhkan kehormatan dan jabatan saya, demi memenuhi permohonan Ibu ini. Tolong, jangan hianati kepercayaan saya.""Mengapa Ibu memperdaya saya? Ibu membantu Pak Lopez melarikan diri 'kan? Apakah Ibu tau, perbuatan Ibu ini akan membuat saya dan seluruh tim saya terkena Sanksi Pelanggaran
Tangguh sedang menyusun bantal agar Gerhana nyaman bersandar, saat pintu kamar tiba-tiba terbuka. Antonio Brata Kesuma. Tangguh menarik napas panjang. Mempersiapkan hati dan pikiran agar mampu meredam kericuhan yang tidak perlu. Demi Tuhan, Gerhana baru selamat dari kasus penembakan. Ia tidak ingin kalau pacarnya ini harus menjadi saksi lagi dalam kasus perkelahian. Makanya ia akan mencoba memanjangkan sabar dalam menghadapi si pencari kesempatan ini."Bagaimana keadaan kamu, Na?" Antonio mendekati sisi ranjang. Menarik satu kursi dan duduk sedekat mungkin dengan Gerhana. Ia sama sekali tidak mempedulikan kehadiran Tangguh. Ia menganggap Tangguh sebagai mahkluk tak kasat mata. Ada tetapi tidak ada. Toh memang tidak ada pentingnya juga."Saya sekarang sudah baik-baik saja, Pak. Sebentar lagi juga akan pulih seperti sedia kala. Doakan saja ya, Pak?" sahut Gerhana sopan. Ia merasa tidak enak pada Tangguh karena Antonio tidak menganggapnya sama
"Bang, itu si Grace mau dibawa ke mana sama Bang Barda?" Gerhana kebingungan melihat Barda yang melenggang begitu saja dengan Graciela menggeliat-geliat marah di bahunya. Gerhana bahkan masih bisa mendengar suara Graciela yang terus memaki-maki Barda."Tidak apa-apa, Na. Tenang saja. Barda walaupun mulutnya kasar tapi pada dasarnya ia tidak tegaan terhadap perempuan. Ia akan menjaga Grace dengan baik. Percayalah, Na." Tangguh menarik sebuah kursi. Mendekati tempat Gerhana berbaring."Bagaimana keadaan kamu hari ini?" Tangguh mengelus pipinya perlahan. Gerhana merasa serba salah karena Tangguh bersikap seintim ini saat ada mata lain yang melihatnya. Ia malu pada Jaka yang seketika menjadi rajin menepuk-nepuk nyamuk karena salah tingkah. Padahal ruang rawat inapnya ini tidak ada nyamuknya sama sekali."Nana sudah lumayan baik, Bang. Hanya saja Nana rasanya kepengen sekali membersihkan diri sungguhan, alias mandi. Buk
Kesadaran Gerhana hilang timbul selama beberapa hari ini. Menurut dokter Gadis, proses pemulihan luka Gerhana memang akan memakan waktu yang cukup lama. Gerhana kehilangan secuil paru-paru dan ginjalnya. Untungnya peluru yang bersarang di sana tidak mengenai area yang berbahaya. Tetapi tetap saja memerlukan waktu untuk menghentikan pendarahannya.Sudah tiga hari ini Tangguh seperti pindah rumah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit dibandingkan dengan rumahnya sendiri. Selama tiga hari ini juga ia selalu menginap di rumah sakit. Kursi tunggu stainlessteel rumah sakit, telah menjadi teman baiknya. Keadaan di rumah sakit relatif tenang karena Antonio sedang berada di luar negeri. Si pencari kesempatan itu tidak tau apa-apa mengenai hal ini. Tetapi dua jam lalu, berita tertembaknya Gerhana sampai juga ke telinganya. Antonio akan tiba di tanah air dalam waktu delapan jam lagi. Tangguh tau, setelah ini ia akan terus baku mulut dengan si tukang cari
Tangguh membaringkan tubuh lelahnya di kursi ruang tunggu rumah sakit. Berbantalkan lengannya sendiri, ia memejamkan mata. Mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dan terjadi lagi! Setiap ia memejamkan mata, bayangan Gerhana yang ambruk bersimbah darah tergambar jelas dalam benaknya. Tangguh bangkit kembali. Kembali menegakkan tubuh. Ia tidak berani memejamkan mata. Bayangan desis lirih kesakitan Gerhana terus terbayang-bayang di benaknya.Arghhh!Tangguh meremas rambutnya kesal. Ia sekarang tidak tau harus berbuat apa. Benaknya tidak bisa berhenti memikirkan Gerhana. Malam ini adalah malam perjuangan Gerhana. Perjuangan hidup matinya akan ditentukan dalam dua belas jam ini. Makanya ia tidak mau beranjak seinchi pun dari pintu ruangan intensif. Ia ingin saat Gerhana sadar nanti, wajahnyalah yang pertama kali dilihat Gerhana oleh setelah tim medis. Saat ini sang jendral dan istrinya pulang sebentar untuk membersihkan diri d