Share

23) Bab

Penulis: NDRA IRAWAN
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-16 13:23:17
Suara ponsel Tante Sonya menghentikan semua aktivitas kami.

‘Anjing!’ Suara hape itu, benar-benar telah menghancurkan semuanya. Kami bangkit dan saling bertatapan. Tante Sonya lalu berdiri dan berjalan mendatangi tasnya yang berisi hape sialan itu.

“Stttt!” Tante Sonya memberi isyarat agar aku tidak bersuara, sesaat setelah membaca nama yang masuk dalam panggilan ponselnya.

‘Sepertinya dari suaminya!’ batinku.

Aku pasrah, mungkin Tante Sonya akan merapikan semua pakaiannya lalu mengajakku pulang. Sepertinya mood dia pun akan hancur dan birahinya pun sudah pergi entah kemana. Atau jangan-jangan dia sadar jika semua ini tidak seharusnya terjadi.

Aku melirik jam dinding dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 13.53 WIB. Lama juga kami tadi bercumbu. Aku masih telanjang dada, menatap jendela yang juga masih tertutup tirai. Dan tiba-tiba ada sesuatu yang hangat menempel di punggungku. Terasa sangat kenyal tapi terbungkus.

Dua lengan pun kemudian melingkar di ketiakku dan ada yang m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Gerald Sang Penakluk   24) Bab

    Saat bicara demikian, batang rudalku makin menegang, hingga terkesan makin besar dan panjang. Tante Sonya kembali tersenyum menatapku dari bawah sana. Lalu dia mainkan jemarinya pelan dan lembut sekali. Tak berapa lama, kepalanya pun mulai maju mendekat. Lalu dia mengecup batang rudalkuku seraya memejamkan mata. “Ooooh ssssst..” Aku mendesis seraya mendongak menatap langit-langit meresapi nikmatnya jilatan pertama lidah Tante Sonya pada kepalanya rudalku. Mendengar desisan dan lenguhnaku, Tante Sonya mengulangnya terus dari bawah ke atas. Dan dengan penuh perasaan dia pun melenguh dan mendesis, membangkitkan datah mudaku kian bergelora. Benar-benar aku bisa menikmati tiap ulasan ujung lidahnya pada hampir seluruh kepala dan batang rudalku. Pengalaman memang tidak bisa berbohong. Permainan Tante Sonya jelas beda dengan beberapa wanita yang sudah sangat berpengalaman. Dia masih terasa sedikit kaku dan ragu. Ya, sesuai pengakuannya memang baru dua kali bercinta dengan lelaki yang buka

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Gerald Sang Penakluk   25) Bab

    Dua hari setelah keberangkatan Tante Sonya ke Jepang, hidupku terasa agak hampa. Selain karena di kostan tinggal sendirian, ibu kost pun menjenguk cucunya entah untuk berapa lama. Bisasanya tak kurang dari satu minggu. Aku pun mulai sedikit bingung dengan keadaanku saat ini. Selama ini aku selalu kekuarangan dalam bidang keuangan. Terlalu lama hidup dalam keprihatinan, namun sejak bertemu dengan Tante Sonya, aku merasa kehidupan ekonomiku berubah, terlebih lagi setelah bertemu dengan Umi Yani dan keluarganya yang juga sangat baik. Selain aku memiliki pinjaman motor dari Umi Yani, aku pun memiliki tabungan uang tak kurang dari 30 juta. Jumlah yang bahkan tidak pernah aku impikan sebelumnya. Berasa mendadak jadi sultan. Uang tersebut memang sudah aku alokasikan untuk membantu modal warung ibuku di kampung, namun…. Saat ini ibuku memang sedang sangat membutuhkan sejumlah uang untuk menambah modal usahanya, namun dia tidak pernah memintaku untuk mencari uang. Dia hanya memintaku untuk b

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Gerald Sang Penakluk   26) Bab

    [Lagi tegang ya, Say? Keliatan banget gede dan panjangnya] Begitu chat yang dia kirim padaku. [Iya nih, Bu, saya terangsang banget lihat Ibu. Ya, beginilah akhirnya rudal saya tegang banget. Semua gara-gara ibu] Oh my God. Pendidikan sesat dari sahabatku ternyata benar-benar sudah aku kuasai. [Sayang, ah, vagina aku juga mulai gatel, ini.] Aku membaca chat tersebut dengan penuh hayal dan syahwat. Lalu aku memandang lagi ke arah Tante Intan dari jauh. [Bu Intan...?] Aku mengirim chat tanpa kelanjutan, sengaja aku lakukan itu untuk membuatnya semakin penasaran. [Apa gantengku yang rudalnya gede panjang?] balas Tante Intan dengan emosi love dan kiss. Setelah membaca pesan tersebut, kami saling pandang kembali dari kejauhan. [Boleh nggak, Bu?] Aku mengirim chat pertanyaan. [Boleh apa, gantengku?] balas Tante Intan. [Lantai dua sepi loh Bu, saya mau istrirahat dulu di sana ya] Begitulah chat di anatara kami di tengah-tengah acara ulang tahun pernikahan orang tua Dito. Dari kejauha

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Gerald Sang Penakluk   27) Bab

    Acara di rumah Dito berkahir sekitar pukul tiga sore. Aku pun langsung kembali ke kosta. Sesuai arahan Tante Intan aku pun menunggu pekerjaan apa yang akan dia berikan nanti. Malam ini batal karena suaminya mengajak Tante Intan ke Jakarta. Namun demikian dia tetap memberikan uang tips yang lumayan besar. Sebenarnya aku juga sudah tak sabar ingin segera pulang untuk memberikan uang pada ibuku. Namun Dito belum siap karena masih banyak kegiatan keluarganya. Aku sendiri tidak berani memberikan uang itu jika bukan dengan Dito yang omongannya pasti dipercaya ibu walau bohong. Bolehkah aku berbohong pada ibu walau untuk kebaikan? Entahlah. Hari-hari berlalu seperti biasanya. Kuliahku berjalan sesuai dengan jadwal. Interkasiku dengan tetangga pun sangat baik. Sesuai pesan Umi Yani, aku pun berusaha menjauh dari Umi Anisa. Untung saja Pak Ustad belum memintaku untuk membenatu pekerjaannya. Umi Yani pun beberapa kali kirim chat menyatakan rindunya padaku, namun dia punya kesempatan untung p

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Gerald Sang Penakluk   28) Bab

    Pemandangan yang ada dalam gubug itu benar-benar membuatku serasa jantungku hampir copot. Mas Sugeng dan Mbak Wulan bukan hanya sedang ngobrol berbisik-bisik namun Mbak Wulan mulai menggelinjang pelan dalam dekapan Mas Sugeng. Sementara itu Mas Sugeng yang tubuhnya kekar sedang mencumbu payudara dan leher Mbak Wulan dengan penuh nafsu. Posisi mereka saling berhadapan duduk di atas tikar. Tangan Mas Sugeng sibuk bergerilya di payudara dan selangkangan Mbak Wulan bergantian. Setelah puas, gantian Mbak Wulan yang ambil kendali, dia membuka baju yang dipakai Mas Sugeng, hingga menampakkan dadanya yang bidang dan berbulu tebal. Lalu Mas Sugeng berlutut di depan Mbak Wulan yang mengelus-elus dadanya yang bidang itu. Kemudian Mbak Wulan menjilati puting susu Mas Sugeng dengan pelan. Mas Sugeng pun terlihat merem-melek menikmati cumbuan istri tetangganya itu di dadanya. Tak lama kemudian, tangan Mbak Wulan mulai bergerilya di sekitar selangkangan Mas Sugeng yang cuma memakai kain sarung. M

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-17
  • Gerald Sang Penakluk   29) Bab

    Tak terasa seminggu sudah berlalu. Dito masih sibuk dengan urusan keluarganya. Tante Intan pun tidak ada kejelasannya. Apalagi Tante Sonya yang ada di Jepang. Sepertinya mereka memang sudah melupakan aku. Ketika Ibu kost sudah kembali, maka aku pun memutuskan untuk pulang kampung. Bukan ingin segera memberikan uang, namun sudah kangen sama suasana kampung juga ibu, nenek dan kedua adikku. Urusan uang mungkin aku harus lihat-lihat dulu situasinya. Saat ini aku sedang beristirahat ngopi di warkop, sebelum melanjutkan perjalanan pulang yang akan melintasi hutan larangan. Langit masih terang benderang jadi masih bisa bersantai. “Hai Ger. Wah makin keren aja, nih!” Seseorang menepuk pundakku dengan sangat keras. “Eh, Zal, ngopi-ngopi, Bro!” balasku sambil menggeser duduk memberikan tempat buat Rizal, sahabat lamaku yang tiba-tiba muncul laksana jailangkung. “Mau pulang kampung?” tanyanya basa-basi setelah memesan kopi pada sang pelayan warkop. “Yoi, biasalah. Lu sendiri ngapain ada d

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Gerald Sang Penakluk   30) Bab

    Sebenarnya sampai hari ini pun, aku masih belum percaya dengan kejadian waktu kelas tiga SMA itu. Bu Nina, guru agama kami yang bena-benar sangat alim dan bahkan suaminya juga sama alimnya, ternyata mempunyai sisi liar bersama Rizal. Harus aku akui, ketika dulu Rizal memang bintangnya di sekolah. Ganteng, lumayan cerdas, tajir dan isi kepalanya super mesum. Selalu punya cara untuk menaklukan wanita manapaun yang dia incar. Tidak terkecuali Bu Nina, si istri sholehah itu. Nanti biar Rizal yang cerita sendiri keseruannya. Tak berselang lama aku dan Rizal pun bersiap untuk berpisah. Rizal mendapat telpon dari seseorang yang diminta untuk memeriksakan motornya yang mogok. Aku juga harus segera berangkat sebelum hari menjadi gelap, karena membonceng istrinya Pak Endang. “Gini aja, Zal. Gua mungkin semingguan di kampung. Gimana kalau subuh minggu depan lu tunggu gua di sini. Terus kita bareng ke kota. Sambil nyari atau nunggu kerjaan buat lu kan bisa bantu-bantu dulu di rumah teman gua.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Gerald Sang Penakluk   31) Petualangan di Kampung

    “Gerald, ja..ja.jangan pergi dulu, d..dan ja..jang dimatiin hapenya, ib..ibu takut…, serem banget ini tempatnya,” ucap Bu Endang saat aku membalikan badan membelakanginya yang akan membuka celana panjangnya. “Iya Bu, tenang aja,” jawabku kalem. Pikiran isengku tiba-tiba timbul. Ingin merekam suasana sekitar. Siapa tahu ada penampakan makhluk astral yang tertangkap kamera. Ini sangat menarik dan sudah pasti akan viral jika diposting di medsos. Maka aku pun menggerahkan camera hape dalam mode merekan ke beberapa sudut ruangan yang sangat gelap dan mencekam. Tentu saja membelakangi Bu Endang yang sedang pipis. Nanti aku malah digampar kalau sampai merekam aksinya. BRUG! BRUG! “Geraaaaaald!!!!” teriak Bu Endang keras. Baru saja beberapa detik merekam, tiba-tiba dia berteriak keras mengiringi suara gedebug di atas genting. Aku menduga itu suara ranting pohon yang patah, karena kaget, refeks membalikan badan, langsung mengarahkan camera hape ke pojokkan. Deg! Jantungku seketika teras

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18

Bab terbaru

  • Gerald Sang Penakluk   38) Bab

    Sore harinya Bu Nina memintaku untuk mengantarnya pulang. Tentu saja dia bukan benar-benar ingin pulang. Sepanjang perjalanan otakku tak pernah bisa diam, dipenuhi dengan berbagai obsesi liar. Bahkan beberapa kali aku sengaja memancing Bu Nina dengan obrolan yang sedikit panas dan menjurus mesum. Namun beliau sepertinya selalu mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia masih jengah dengan peristiwa tadi pagi, namun aku sendiri menduga jika dia sengaja mengajakku pulang duluan karena ingin mengulanginya. “Ke Duta Permata aja, Ger.” Tiba-tiba Bu Nina bicara tegas setelah mobil melaju di jalan raya. “Kita mau Ke hotel, Bu?” tanyaku memastikan. “Ya,” balas Bu Nina pelan, dan dengan santainya menganggukkan kepala seraya tersenyum. Dengan semangat 45 aku melajukan mobil Bu Nina menuju hotel yang dia sebutkan. Tak sampai setengah jam kemudian kami pun tiba di depan hotel yang berlokasi dekat dengan salah kampus negeri ternama. Kami segera masuk ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di

  • Gerald Sang Penakluk   37) Bab

    Wajah Bu Nina semakin tampak merah merona namun matanya seolah sudah terpatri di selangkanganku. Batang zakarku pun sepertinya merasakan itu, dia bergerak-gerak sendiri seolah mengangguk-angguk memberikan penghormtan pada Bu Nina. Bu Nina pun melangkah menuju ke arah jam tangannya yang tertinggal. Pikiran mesumku semakin menjadi-jadi maka dengan cepat aku tutup pintu jamban. “Gerald kamu apa…ap…apaaan?” Bu Nina bertanya dengan suara yang sedikit gelagapan. "Maaf Bu, ta.. pi.. Ibu benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan saya." Entah siapa yang mengajariku untuk bicara frontal dan kurang ajar pada mantan Kepala sekolahku. Aku bahkan tidak memikirkan apa akibat dari permainan dan perkataan gilaku ini. “Kamu.. sudah gila apa, Gerald!" sentak Bu Nina. Namun belum sempat kujawab pertanyaannya dia kembali menyahut. "Ibu sudah menduga kamu dari kejadian tadi malam, tapi kamu harus tahu bahwa Ibu sudah bersuami dan lagian ibu kan sudah tua, Gerald!" Dia mencoba menyadarkan aku. "Tap

  • Gerald Sang Penakluk   36) Bab

    Aku bertanya dalam hati mimpi apa semalam sehingga memperoleh keuntungan dobel. Pertama memegang buah dada indahnya, yang kedua bisa melihat bokong dan pahanya walaupun agak sedikit samar. Tak terasa celanaku semakin sempit karena senjata kesayanganku pun ikut-ikutan menggeliat. Tanganku meraba rudalku dan membuat remasan-remasan kecil. Tak puas dengan itu aku mengeluarkan batang rudalku sehingga dapat berdiri bebas mengacung. Aku yakin Bu Nina tidak akan melihat polahku yang super gila ini. Sepertinya Bu Nina sudah selesai buang air kecilnya. Dan ketika akan naik ke atas, aku ulurkan tanganku dan menariknya. Aku minta Bu Nina berjalan di depanku dengan alasan aku mengawal kalau ada apa-apa. Namun yang sebenarnya bukan karena itu, tapi aku bisa bebas membuat rudalku terjulur keluar dari seleting celanaku. Sensasi ini aku nikmati sampai ke dekat tenda pembina. Kami melanjutkan ngobrol sampai akhirnya acara jurit malam selesai. Malam sudah larut bahkan menjelang dini hari, kami pembi

  • Gerald Sang Penakluk   35) Bab

    “Geer, udah dulu bersih-bersihnya!” Teriakan ibuku mengagetkan. Saat ini aku sedang berada di rumah ibuku dan membantu membersihkan kebun belakang. Kedua adikku pun ikut membantu. Kami semua pun sontak menghentikan segala aktifitas, walau hanya sekedar menyiangi rumpat pada sayuran yang rencananya beberapa hari lagi akan dipanen oleh tengkulak yang sudah mondar-mondir kebelet pengen membelinya. “Ada apa, Ma?” tanya Gayatri, adikku yang baru berusia empat belas tahun kebetulan berdiri tak jauh dariku. “Ada Pak Budi, mau ketemu sama A Gerald,” jawab Ibu sambil menyodorkan handuk kepadku. Perintah halus agar aku segera mandi atau setidaknya mencuci anggota tubuhku yang kotor. “Pak Budi mana?” Aku balik bertanya sambil mengernyitkan dahi, banyak sekali nama Budi di kampung ini, terutama yang sudah dewasa. Kalau anak-anak muda rasanya sudah jarang sekali yang bernama ‘Budi.’ Kata ibu, dulu nama Budi dan Wati adalah nama pavorit di seluruh Indonesia. Gak tahu mengapa bisa demikian. “Pa

  • Gerald Sang Penakluk   34) Bab

    Aku hanya mengganguk dan tersenyum seraya sedikit menunduk, lalu dengan pelan berjalan mendekati Bu Ardy yang kini sudah kembali tengkurep di atas kasurnya. Dengan jantung yang semakin tak karu-karuan dan dalam intimidasi tatapan nenekku, aku memulai kerjaku dengan memijat pelan-pelan pergelangan kaki Bu Ardy, seperti biasa saat aku memijat teman-temanku atau tetangga lelakiku yang kadang iseng meminta dipijat. Titik titik pergelangan kedua kaki Bu Ardy kupijat dengan tekanan cukup kuat tapi tidak sampai membuatnya kesakitan. Setelah pergelangan kaki, aku pun mulai memijat betisnya, tak lama naik ke paha, pantat lalu punggung. Itu hanya pijatan adaptasi atau perkenalan awal dengan tanpa menggunakan lotion. Pelan tapi penuh tekanan, aku memijat telapak kaki Bu Ardy. Sesekali aku melirik pada nenekku, takut kalau pijatanku salah. Namun nenekku sama sekali tidak memberikan respon, tampaknya memang pijatanku masih sesuai dengan prosedur yang selama ini dia terapkan. "Enak loh pijatan

  • Gerald Sang Penakluk   33) Bab

    Kurang lebih jam setengah tujuh malam, aku sudah bersiap mengantar nenek ke emplasemen dengan motor Umi Yani. Emplasemen adalah sebutan untuk kompleks perumahan yang dihuni oleh para petinggi atau pejabat perkebunan yang lokasinya bersebelahan dengan kampung tempat tinggalku. Jaraknya kurang lebih tiga kilo meteran. Untuk ukuran kampung masih terasa dekat, karena biasanya ditempuh dengan jalan kaki. Sejak kakek meninggal dunia, aku yang selalu mengantar nenek jika ada panggilan memijat ke tempat yang jauh. Aku tidak mengizinkan beliau naik ojek karena sebagain besar tukang ojek di kampungku bermata keranjang. Dan sebagaimana janda yang lainnya, nenek pun terkadang masih suka digodain. Sungguh edan memang mereka itu, hehehe. "Parkir dulu motornya, Ger, jangan lupa kunci stangnya juga," ucap nenek saat kami sudah tiba di depan rumah keluarga Pak Ardy yang akan dipjatnya. Menurut nenek, Pak Ardy adalah salah seorang pejabat di perkebunan itu. Tidak berapa lama pintu rumah Pak Ardy

  • Gerald Sang Penakluk   32) Bab

    “Asiik A Gerald pulang!” seru Hendi saat baru saja masuk ke rumah nenek dan mencium tanganku seperti santri pada ustadnya. “Hehe, senang amat, kenapa?” tanyaku sambil mengelus kepalanya. “Hendi bentar lagi ulangan A, mau ikut bimbel sama Aa, boleh?” “Boleh banget, yang penting ranking satu.” “Siaap A. mulai malam ini ya?” “Boleh.” Seperti biasa setiap berada di kampung aku kumpul bersama teman-teman yang masih ada. Kebanyakan teman seangkatanku sudah bekerja dan merantau ke kota. Hendi adalah anaknya almarhum Mang Adin, adik ibuku, alias anak bungsunya nenek. Mang Adin sudah meninggal dua setahun yang lalu. Namun hubungan kekeluargaan kami dengan mantan istinya juga Hendi anaknya tetap baik. Mamanya Hendi bernama Nara, kami biasa memanggilnya Bi Ara. Usia 30 tahun dan Hendi yang baru kelas satu SMP merupakan anak tunggalnya. Sudah dua tahun Bi Ara menjanda namun sepertinya belum berniat menikah lagi. Menurut cerita nenek dan aku juga tahu, banyak yang ingin menjadikan Bi Ara i

  • Gerald Sang Penakluk   31) Petualangan di Kampung

    “Gerald, ja..ja.jangan pergi dulu, d..dan ja..jang dimatiin hapenya, ib..ibu takut…, serem banget ini tempatnya,” ucap Bu Endang saat aku membalikan badan membelakanginya yang akan membuka celana panjangnya. “Iya Bu, tenang aja,” jawabku kalem. Pikiran isengku tiba-tiba timbul. Ingin merekam suasana sekitar. Siapa tahu ada penampakan makhluk astral yang tertangkap kamera. Ini sangat menarik dan sudah pasti akan viral jika diposting di medsos. Maka aku pun menggerahkan camera hape dalam mode merekan ke beberapa sudut ruangan yang sangat gelap dan mencekam. Tentu saja membelakangi Bu Endang yang sedang pipis. Nanti aku malah digampar kalau sampai merekam aksinya. BRUG! BRUG! “Geraaaaaald!!!!” teriak Bu Endang keras. Baru saja beberapa detik merekam, tiba-tiba dia berteriak keras mengiringi suara gedebug di atas genting. Aku menduga itu suara ranting pohon yang patah, karena kaget, refeks membalikan badan, langsung mengarahkan camera hape ke pojokkan. Deg! Jantungku seketika teras

  • Gerald Sang Penakluk   30) Bab

    Sebenarnya sampai hari ini pun, aku masih belum percaya dengan kejadian waktu kelas tiga SMA itu. Bu Nina, guru agama kami yang bena-benar sangat alim dan bahkan suaminya juga sama alimnya, ternyata mempunyai sisi liar bersama Rizal. Harus aku akui, ketika dulu Rizal memang bintangnya di sekolah. Ganteng, lumayan cerdas, tajir dan isi kepalanya super mesum. Selalu punya cara untuk menaklukan wanita manapaun yang dia incar. Tidak terkecuali Bu Nina, si istri sholehah itu. Nanti biar Rizal yang cerita sendiri keseruannya. Tak berselang lama aku dan Rizal pun bersiap untuk berpisah. Rizal mendapat telpon dari seseorang yang diminta untuk memeriksakan motornya yang mogok. Aku juga harus segera berangkat sebelum hari menjadi gelap, karena membonceng istrinya Pak Endang. “Gini aja, Zal. Gua mungkin semingguan di kampung. Gimana kalau subuh minggu depan lu tunggu gua di sini. Terus kita bareng ke kota. Sambil nyari atau nunggu kerjaan buat lu kan bisa bantu-bantu dulu di rumah teman gua.

DMCA.com Protection Status