Drrtt! Drrtt!Mendadak saja, ada getar dari ponsel di saku celana Gian. Dia lekas tersadar dan meraih benda itu. Ada nama Alicia di layar. Tersenyum canggung sambil melepaskan lengan Wina di lehernya, dia menjauh dari wanita molek itu.“Ya, Coco?” tanya dia setelah mengangkat panggilan dari Alicia.“Kei, kenapa dari tadi tidak angkat telepon aku?” tanya Alicia di seberang.“Ah, maaf, aku tadi sedang ada urusan, Coco.” Gian melirik Wina yang sedari tadi masih menatapnya. “Aku sebentar lagi pulang, kok!”“Ya sudah, hati-hati di jalan, yah! Aku hanya khawatir saja kamu tidak angkat teleponku dari tadi sore.” Setelah itu, Alicia menyudahi panggilannya.Gian memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.“Telepon dari siapa, Gi?” tanya Wina seraya mendekat.“Dari ….” Gian bingung menjawabnya.“Pacar, yah?” tanya Wina.Gian meringis canggung sambil mengangguk dan menjawab, “Iya, he he ….”“Satu sekolah?” Wina masih ingin tahu.“Iya, satu kelas juga.” Gian mulai menenangkan diri dan tidak lagi
Pada jam istirahat, Gian mengumpulkan gadis-gadis itu di halaman belakang dan bertanya, “Sebenarnya kalian ini maunya apa, sih?”Evita yang seperti pemimpin mereka, segera maju dan berkata dengan wajah cemberut, “Aku tidak meminta banyak, aku hanya ingin dimanja olehmu saja, kok!”“Dimanja?” ulang Gian menggunakan nada tanya. “Tapi kamu kan bukan pacar aku.”“Kalau begitu, jadikan aku pacarmu!” Evita tak segan mengatakannya.“Aku juga mau jadi pacar kamu, Gian!” Sonia tak mau kalah.“Aku juga!” Demikian juga Emilia dan lainnya.Gian menggaruk kepalanya yang sedikit gatal. “Kalian ini. Aku tak mungkin memiliki banyak pacar, kan?”“Tentu saja bisa!” Imelda berseru. “Aku tak keberatan berbagi pacar dengan Evita dan lainnya asalkan bisa jadi pacarmu!”Gian melongo mendengarnya dan ketika dia menatap gadis yang lain, mereka semua mengangguk tegas seakan menyetujui pernyataan Imelda. ‘Ya ampun, mereka ini kenapa segila ini?’ batin Gian.“Kenapa, Gian? Kamu tak mau, yah?” tanya Evita, masih
Betapa terkejutnya Alicia ketika tangan Gian mulai merayap ke area dadanya. Dia menarik dirinya dan memberikan ekspresi kaget sekaligus canggung. “Gi—Gian?” Dia sampai terlupa akan panggilan sayangnya.Ini membuat Gian mau tak mau menarik tangan dia dari tubuh kekasihnya. “E—ehh? Kenapa, Coco?” Sekarang, dia jadi merasa tak enak sendiri karena Alicia seperti menolaknya.“Itu … um … ini … sepertinya aku … aku belum bisa kalau ….” Alicia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk disampaikan pada Gian. Dia terlalu malu atas apa yang terjadi.Melihat kepala kekasihnya menunduk, Gian makin bingung. “O—ohh! Ya sudah, Coco. Tak apa. Aku … aku minta maaf karena terlalu tiba-tiba begini.”“Ungh … iya, tak apa. Kita … kita pulang saja, yuk!” Alicia jadi makin canggung dan tak bisa menentramkan hatinya. Dia sampai tak sanggup menatap Gian.“Iya.” Gian menyerah, sepertinya gagal hari ini untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.Setelah mengantar Alicia pulang, Gian menyetir ke rumah.Di perj
Dia harus ke kantor polisi untuk masalah semacam itu? Hanya dikarenakan kalah bertaruh, maka Logan bisa seenaknya memanggil polisi untuk mengambil apa yang sudah dia menangkan? Tentu saja Gian tak akan sudi patuh! Gian menggelengkan kepala. “Untuk apa ke kantor polisi untuk urusan remeh seperti ini, Pak? Hanya karena dia anak orang kaya dan terlalu arogan untuk mengakui kekalahannya, maka aku harus ke kantor polisi? Ini hanyalah permasalahan kami para bocah yang bertaruh saja, Pak. Kami bisa selesaikan ini sendiri.” Dia ingin para polisi itu pergi dan tidak ikut campur dalam persoalan tersebut. Lagi pula, ini hanya masalah pertaruhan! Bukan masalah berat semacam pelanggaran izin usaha atau semacam itu! Karena itu, Gian lekas menghubungi Wina. Menekan tombol loud speaker, dia berkata pada Wina, “Win, kamu tahu? Logan mengundang polisi ke vila yang aku menangkan kemarin di taruhan adu panco di ulang tahun Arin.” “Oh ya? Kok begitu? Bukankah aku sudah rekam semuanya dan beri ke kamu
Astaga! Kedua polisi yang dibawa Logan mendadak bisu untuk beberapa detik sebelum mereka menggelengkan kepala. Sikap berwibawa mereka berubah canggung di hadapan Wina.Wajar saja, karena Wina dinyatakan sebagai keponakan dari kepala polisi daerah mereka, mana berani mereka bersikap serampangan?“Nona, kami akan menyelidiki ini dengan baik.” Salah satu polisi mencoba menenangkan Wina, karena jika gadis di depannya tidak puas, jabatannya dipertaruhkan.“Tidak perlu menyelidiki karena ini sudah sangat jelas!” Wina tegas menolak. Dia tak ingin masalah sepele ini jadi bertele-tele hanya karena tingkah kekanakan dari Logan. “Aku justru ingin ini diurus ke notaris dan PPAT. Ini harus segera dilakukan mutasi aset.”Ucapan Wina membuat Logan dan kawan-kawannya membeku. Terutama Logan yang kehilangan harta bendanya. Itu sama saja seperti mengiris dagingnya.Sepertinya Wina tidak menyia-nyiakan ilmu di universitasnya.Sementara itu, Gian tidak berkata apapun karena dia belum paham apa itu mutasi
“Aku merasa kamu berubah, Kei.” Alicia berkata lirih ketika mereka kencan sambil makan malam seperti biasa. Saat ini mereka sudah selesai makan dan Gian membawa mobil putar-putar kota.“Sungguhkah?” Gian menoleh ke samping, kekasihnya menundukkan kepalanya. “Aku rasa tidak, Coco. Aku masih Gian yang biasa, kok!”Alicia menggelengkan kepalanya. “Kamu berubah, Kei. Sangat berbeda kamu dulu dan sekarang.”Gian mau tak mau mencari tempat sepi untuk berbincang. Setelah mobil berhenti di sudut taman sepi, dia menolehkan tubuhnya ke Alicia dan berkata, “Coco, aku tidak berubah.”“Mana mungkin kamu tidak berubah, Kei?” Alicia mengangkat kepalanya dengan wajah seperti menahan tangis. “Kamu sekarang begitu mudahnya mengobrol dengan teman-teman perempuan di kelas! Kau bahkan … bahkan … terlihat sangat intim dengan mereka.” Suaranya melirih di kalimat terakhir.Gian memutar bola matanya. Dia diam sejenak sambil mengusap mulut dengan gerakan gelisah. Lalu berkata, “Coco, aku hanya berusaha agar t
Gian terhenyak kaget mendengar ucapan Elang. Dia diam merenungkan itu. Apakah dia dan Alicia memang kurang pantas menjadi pasangan kekasih? Apakah mereka lebih nyaman ketika berteman? Ini terus berputar di otaknya.“Aku sadar diri bahwa kamu memang sangat hebat dan tentunya aku bukan jenis orang yang mampu menjadi pendamping kamu, Gian.” Suara Alicia mengalun kembali di pendengaran Gian, menyebabkan remaja pria itu tersadar dari perenungannya.“Sudahlah, Bocah! Tunggu apa lagi? Dia juga sudah tahu diri begitu! Kau ini hendak sampai kapan bertahan dengan gadis yang kurang bisa memahami kelebihan dirimu? Masih ada banyak yang lainnya yang lebih pantas ketimbang dia!” Elang terus mencicit memberikan saran yang lebih condong seperti perintah.Karena sudah menganggap Elang sebagai mentornya, Gian kini sudah memiliki keputusan. “Cia, kamu sungguh-sungguh tak ingin melanjutkan hubungan ini?”“Aku tidak mampu jika memang sudah seperti begini kondisinya, Gian.” Alicia menggeleng lemah menahan
Jangankan Wina, orang lain juga tentunya akan menjerit kaget melihat kemunculan tikus di dalam mobil yang mereka tumpangi.Gian segera menenangkan, “Ja—jangan khawatir, Win! Ini … ini tikus peliharaanku!”Wina membeku di tempatnya. “Ti—tikus peliharaan kamu?” Suaranya mengecil sambil masih menatap Elang dengan rasa tak percaya. Pelukannya pada lengan Gian makin ketat. Dia meringkuk takut dan jijik.Wajar saja karena ini mengenai tikus.“Iya. Dia … dia manis, kok! Jinak! Tidak berbahaya dan tidak menggigit!” Gian seolah sedang mempromosikan Elang. “Namanya Elang,” imbuhnya.Elang yang sudah mengetahui mengenai Wina sebelumnya dari cerita-cerita Gian, mencoba memberikan aura bersahabat. Dia mencicit pelan sambil menggerak-gerakkan pantatnya dengan imut untuk memberikan kesan manis seperti promosi Gian.“Eh? Lucu sekali dia!” Wina mulai tenang.“Aha ha ha … iya, dia memang lucu dan manis.” Gian menyahut disertai tawa canggung.Tangan Wina mengendur di lengan Gian sambil bertanya, “Sunggu
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra