Nevan dan Matt hampir berkelahi lagi jika Asher tak menghampiri. Dari tempat duduk Asher, masih jelas terlihat jika mereka habis berkelahi. “Apa-apaan wajahmu itu, Matt?” tegur Asher. Asher tak mengkhawatirkan kondisi Matt maupun Nevan. Mereka berdua sudah dewasa. Kalau mereka masih ingin berkelahi, Asher justru akan menyediakan arena bertanding jika diperlukan. Tapi tidak sekarang. Tidak di saat Asher sedang merayakan kebahagiaan setelah melihat calon anak perempuannya di rahim Laura. “Saya terjatuh sebelum ke sini.” Matt gegas mengubah kata-katanya. Tak mungkin dia bicara seperti tadi di depan Asher. “Kau pikir aku bodoh? Kau berkelahi dengan Nevan?” Asher berdecak sebal. “Teruskan nanti setelah acaraku selesai. Jangan membuat keributan di sini,” tegasnya. Matt menunduk sopan. “Baik, Tuan Asher. Maafkan ketidaksopanan saya.” Kemudian dia melirik Nevan. ‘Lihatlah, hanya saya yang ditegur Tuan Asher. Artinya, dia hanya memperhatikanku,’ lanjut Matt dalam hati. “Kau juga, Nevan!
“Aku tidak bisa memutuskan. Mereka bertiga menarik perhatianku. Dion, dia pria yang dewasa dan membuatku nyaman. Aku ingin dicintai olehnya, sedalam dia pernah mencintai mendiang istrinya. Tetapi, Nevan yang selama ini memperhatikanku … dan Matt … dia tampan dan kaya raya. Tapi, Dion juga kaya raya ….” Hillary justru kebingungan sendiri dengan jawabannya. Asher mengatakan bahwa Hillary adalah gadis licik bukan tanpa sebab. Keponakannya itu seperti menginginkan ketiga pria itu sekaligus. Andaikan Hillary memilih Matt, mereka baru saja berkenalan dan belum tahu kepribadian masing-masing secara mendalam. Sementara bersama Dion, Hillary selama ini telah mengamati pria itu walaupun tak pernah bicara langsung. Dion juga yang dulu membantu Hillary mengatasi masalah dengan Richard, serta menyelamatkan dirinya ketika hampir dirudapaksa oleh mantan kekasihnya itu. Hillary masih ingat betapa menyeramkan Dion ketika menghajar Richard pada waktu itu. Dia dulu selalu takut jika harus berpapasan
“Sempurna!” puji Hillary selagi mengamati penampilan baru Carlos. “Kau ternyata cukup tampan, Carl.”“Nona … saya agak kurang nyaman sekarang,” ujar Carlos lirih.Hillary merapatkan badan sambil menggandeng mesra lengan Carlos seperti sepasang kekasih. Dia tak peduli dengan keluhan-keluhan Carlos sejak tadi.Saat ini, mereka sedang menyusuri jalan rumah sakit tempat Nevan bekerja. Manik hitamnya sesekali melirik ke kanan-kiri, mencari-cari orang yang ingin dilihatnya.Menurut keterangan dari Asher, gadis yang ada di foto itu merupakan dokter muda yang saat ini bertugas di bagian penyakit dalam. Hillary akan melihat secara langsung, bagaimana penampilan gadis itu sehingga dapat mengalahkan dirinya, serta untuk memastikan bahwa dia benar-benar berkencan dengan Nevan.“Nona, Anda yakin akan periksa di sini?” tanya Carlos begitu mereka sampai di depan ruangan dokter penyakit dalam.Hillary menarik lengan Carlos hingga duduk di bangku depan ruangan itu untuk menunggu antrean. “Carlos, aku
Hillary menangkup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia bergegas menarik Carlos menjauh dari tempat itu. Sementara itu, Nevan masih tak melihat ke arahnya. Tetapi, ekor mata pria itu menangkap siluet Hillary yang sedang lari terbirit-birit. “Dia wanita itu?” Belle berdecak-decak sambil berkacak pinggang. “Kau ini seperti bocah remaja saja. Lalu, siapa orang yang dipanggil sayang-sayang itu?” Nevan terkekeh-kekeh sambil mengusap bawah hidung menggunakan telunjuk. “Dia sopir keluarganya. Mana mungkin Carlos berhubungan dengan Hillary.” “Aneh … aku sempat bertemu dengan mereka tadi. Tetapi, mereka tetap tampak mesra walaupun tidak ada kau.” “Gunakan otak cerdasmu ini, Belle. Dia hanya ingin melakukan pertunjukan, dan pasti dia sudah pernah melihat wajahmu dari informan pamannya.” Nevan mengacak-acak rambut Belle, yang dibalas oleh tamparan di tangannya. “Apa kau tahu, kekasihmu itu mau datang ke sini? Kau seharusnya mengatakan padaku lebih dulu.” Nevan mengedikkan bahu. “Tidak. Ak
Setelah berbincang dengan Asher hingga langit di luar menggelap, Dion segera pergi ke apartemen Nevan yang ada di pinggiran kota. Dia ingin memastikan kesungguhan Nevan sebelum Hillary jatuh hati padanya.Nevan tampak terkejut oleh kedatangan Dion ketika membuka pintu apartemennya. Indra penciumannya disambut oleh bau alkohol yang menguar dari Dion.“Kau mabuk? Uh … bau alkohol! Kenapa kau kemari? Dengan siapa kau minum? Apa kau datang sendiri? Astaga! Bagaimana kalau terjadi apa-apa di jalan!?” cerca Nevan sambil mengipas depan hidung dengan telapak tangan seolah ingin menyingkirkan bau itu darinya.Dion masuk ke apartemen Nevan tanpa dipersilakan ataupun membalas kata-kata Nevan. Dia langsung ambruk di sofa sambil memijat pelipisnya.“Aku baru saja bertemu dengan Asher Smith. Kita perlu bicara serius.” Dion tampak bersungguh-sungguh meski wajahnya agak memerah karena alkohol.Nevan mendadak mendapat firasat buruk ketika nama Asher disebut. ‘Jangan bilang, Paman Asher memberi tahu Pa
Hillary sontak menatap kaget pria di depannya. ‘Nevan akan pulang ke negaranya? Jadi, dia menemuiku hanya untuk berpamitan dan bukan untuk melamarku?’ “Kau … kenapa harus pulang?” Suara Hillary tersekat di tenggorokan. Dia sangat terkejut hingga tangannya terasa gemetaran. Hillary gegas menyembunyikan tangan di bawah meja agar Nevan tak melihatnya.Apakah Nevan akan tetap tinggal di negara ini jika dirinya mengatakan bahwa dia juga menyukai Nevan? Namun, ketika memikirkan hal tersebut, wajah Dion dan Matthew hadir dalam benaknya. “Sejak awal, aku memang harus pulang. Di sini tidak ada rumah untukku kembali. Aku juga ingin mengambil gelarku di tempat tinggalku sendiri.” Setiap kata yang Nevan ucapkan, membuat jantung Hillary berdebar kencang. Setelah tindakan Nevan beberapa waktu lalu, kini pria itu akan pergi tanpa bertanggung jawab? Kenapa semua orang meninggalkan dirinya? Di lain pihak, Nevan saat ini telah mengambil keputusan bulat. Tak ada gunanya lagi dia mengejar wanita yang
Asher Smith membusungkan dada di depan Laura yang sedang menggerutu lirih karena sikapnya. Tebakan Asher benar … Hillary langsung mendekat ke arah Dion setelah keluar dari mobil.Hillary hanya melewati Nevan tanpa menyapa atau melihatnya. Nevan pun menyibukkan diri menata barang-barang di bagasi yang sudah rapi.“Untung saja aku belum terlambat.” Hillary menyerahkan tas kertas merah muda berisi kotak kado kepada Dion. “Tolong berikan ini untuk Rachel dan Alan. Sampaikan juga ucapan selamat dariku.”Dion membuka tas itu dan melihat isi di dalamnya. “Kau tidak akan datang ke acara pernikahan mereka? Sayang sekali … aku bisa mengajakmu berkeliling tempat-tempat menarik di sana.”Hillary tersenyum kecil. “Aku akan berusaha meluangkan waktu. Tetapi, aku tidak bisa berjanji akan menghadiri acara pernikahan mereka. Karena itu, aku menitipkan hadiah ini untuk berjaga-jaga seandainya aku tidak bisa datang.”Merasa diperhatikan semua orang, kecuali Nevan, Hillary menjadi canggung. “Kalau begitu,
“Apa!?” pekik Laura.Asher merapikan lagi baju dan celananya. “Kenapa kau tidak merayuku dulu? Aku jadi kehilangan selera karena takut membuatmu kesal ….”Laura pun akhirnya mendekat, lalu menepis tangan Asher yang sedang mengancingkan kemeja. “Aku mau … cepat lakukan sekarang …,” rayunya menggoda.Asher mendekap Laura sambil menyeringai. “Jika itu yang kau inginkan ….”Sebelum Asher sempat merealisasikan fantasinya, pintu dari luar digedor dengan sangat keras. Laura gegas merapikan baju dan rambutnya, lalu mendorong Asher dengan kencang.“Tsk! Siapa yang berani mengganggu kesenanganku? Aku sudah bilang pada semua pelayan agar tidak mendekati elevator saat kita ada di sini!” geram Asher seraya membuka pintu otomatis.Deru napas memburu dari seorang wanita langsung terdengar begitu pintu otomatis terbuka. Hillary Smith terlihat acak-acakan setelah berlari naik-turun tangga ingin bertemu pamannya.“Kau bilang sibuk. Kenapa ke sini lagi?” tanya Asher jengkel.Hillary menelan ludah susah p
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang