Kasihan ditinggalin … yuk, kasih semangat LaurAlan! LaurAsher nggak enak diucapkan..
“Kau masih ingat biaya penalti yang harus kau bayar saat mengundurkan diri, bukan?” Asher bicara setenang mungkin supaya tidak membuat Laura terlalu tertekan. Meskipun dadanya terasa panas karena kebodohan wanita di hadapannya yang bersikeras tak mau mengungkap kebenarannya. Laura mengeluarkan kertas lain dan menyerahkannya kepada Asher. “Saya sudah membaca baik-baik surat kontrak kerja ini, Tuan. Jika belum ada satu bulan bekerja di sini, maka saya bisa mengundurkan diri tanpa membayar biaya penalti. Saya hanya tidak akan mendapatkan gaji saya, dan saya bersedia menerima itu.” Sebelumnya, pikiran Laura terlalu kacau untuk membaca ulang surat kontrak tersebut. Dia hanya mendengarkan ucapan Asher tentang biaya penalti tersebut sehingga membuatnya percaya begitu saja. Kenapa Asher harus membohongi dirinya mengenai biaya penalti itu? Apa tujuan pria itu?Laura sempat penasaran, tetapi dia sudah tak peduli lagi dan segera menepis tanda tanya dalam benaknya.“Jadi, kau tidak jadi menikah
“Di mana ini?” Laura langsung duduk terbangun ketika siuman. Laura kini sedang berada di atas ranjang berukuran besar dan bergaya klasik. Matanya mengedar di sekeliling ruangan untuk mencari tahu di mana dirinya berada. Di ruangan luas dan terlihat sangat mewah itu, Laura bangun lalu bergerak menuju jendela. Dia sekarang berada di lantai tiga di sebuah rumah besar dan megah dengan halaman yang sangat luas. Laura mengingat kembali kejadian sebelumnya. Dia dibawa para pria menyeramkan berbaju hitam masuk ke dalam mobil. Perutnya terasa melilit sakit akibat ketakutan yang luar biasa. Hingga akhirnya, Laura tak sadarkan diri dan terbangun di tempat asing ini. Siapa orang-orang itu? Apakah Simon tahu tentang kehamilannya dan membawanya pergi jauh dari kota? Sebab, Laura tak pernah melihat lingkungan ini sebelumnya. Tak terlihat ada rumah selain tempatnya berada sekarang. Di balik gerbang besar di depan sana, hanya ada pepohonan dan satu-satunya jalan beraspal. Laura gegas menuju pintu
“Ada apa ini? Kenapa Anda ada di sini?!” Suara Laura melengking tinggi hingga dia berdiri menegakkan badan untuk menuntut jawaban. Pasangan suami istri pemilik rumah tersebut duduk depan Laura. Laura pun juga ikut duduk sambil masih menatap lekat mata gelap milik pria di depannya. “Apa aku tidak boleh ada di rumah orang tuaku sendiri?” Asher balas bertanya dengan nada santai. Dia kemudian duduk di samping Laura. Laura tampak sangat bingung dan terkejut. Kedua bahu Laura jatuh lemas. Dia sedang tidak bermimpi, bukan? ‘Ini … rumah Tuan Asher? Kenapa Tuan Asher membawaku ke sini?’ Asher menatap singkat Laura yang tak bisa mengalihkan pandangan darinya karena masih belum tersadar dari keterkejutan. Dia lantas beralih memperhatikan orang tuanya yang seolah menuntut penjelasan dengan tatapan mata mereka. “Jadi, kau sudah memutuskan akan menikah dengan Nona Laura Wilson ini?” tanya Adam Smith, ayah Asher. “Ya,” jawab Asher singkat. Regina Smith menghela napas panjang ketika melihat wa
Hening … semua terdiam setelah Asher membongkar aibnya sendiri. Laura tercengang sampai tak berkedip saat memandangi wajah pria itu. Kejadian hari ini terasa begitu cepat baginya. Laura baru ingat jika dokter Ruben yang memeriksa dirinya sejak semalam pun sudah tahu tentang kehamilannya. Kenapa Laura baru sadar akan hal ini? “A-Anda ….” Sejak kapan Asher tahu bahwa Laura sedang mengandung darah dagingnya? Laura ingin menanyakan itu, tetapi suaranya hilang ditelan rasa keterkejutan yang begitu hebat. “K-Kau … jangan bercanda, Asher Smith ….” Regina ingin membentak putranya, tetapi suaranya justru terdengar lirih. Asher masih duduk dengan santai dan terlihat seperti tak pernah melakukan kesalahan apa pun. “Bukankah Mama selalu khawatir aku tidak akan memiliki anak karena selalu menolak pernikahan? Sekarang, Mama sudah dapat menantu dan cucu sekaligus. Bukankah aku hebat?” Mulut Laura terbuka sambil menatap Asher dan Regina bergantian. Bagaimana bisa, orang setenang itu setela
Laura baru tahu ... meskipun telah bekerja hampir satu bulan bersama Asher. Ternyata, apa yang dikatakan orang-orang mengenai pria itu benar adanya. Asher merasa dunia hanya berputar di sekelilingnya. Dialah yang berhak memutuskan segala sesuatu tanpa memikirkan pendapat orang lain. Pria arogan dan dominan yang tak bisa disanggah atau ditolak keinginannya. Akan tetapi, Laura juga enggan kehilangan kebebasannya. “Maaf, Tuan Asher, tetapi saya berhak memutuskan akan menikah atau tidak.” “Kalau begitu, keluar dari rumah ini sekarang juga kalau tidak ingin menikah denganku,” usir Asher tanpa ekspresi. Sungguh? Semudah itu Asher akan melepaskannya? Laura pun tak akan membuang kesempatan supaya bisa pergi dari tempat itu. Dia hendak berbalik, tetapi baru dua langkah saja, Asher melontarkan ucapan yang membuat bulu kuduk Laura meremang dan otot-ototnya menegang sehingga tak bisa beranjak dari tempatnya. “Setelah kau keluar dari rumah ini, aku tidak akan membiarkanmu membesarkan darah da
“Kau melupakan malam itu, bukan?” Asher kian mendekat, Laura pun menggeser badannya pelan. “Aku akan segera mengingatkanmu,” bisik Asher. “T-Tuan … saya tidak-” GREP! Asher berhasil menangkap pinggang Laura. Kemudian menggeser lembut telapak tangannya ke arah perut wanita itu dengan gerakan menggoda. Laura yang mendapatkan serangan mendadak itu hanya bisa terdiam dengan jantung berdebar-debar kencang. Dia ingin menyingkirkan tangan Asher dari perutnya, namun belaian tangan pria itu, anehnya membuat dirinya tenang. Apakah karena janin di dalam rahimnya yang merespon sentuhan sang ayah? Laura bertanya-tanya dalam hati. “Aku tidak akan melakukan itu hari ini. Bersabarlah …,” ucap Asher seolah Laura-lah yang menginginkannya. Asher menggeser badan ke bawah dan menyandarkan kepala di bantal. Matanya terpejam dengan tangan yang masih terus membelai lembut perut Laura. “Jangan terlalu tegang. Tidurlah,” gumam Asher. Laura menggelengkan kepala. “Tuan … pergilah ke kamarmu. Saya tidak n
Tidak ... bukan itu yang membuat Laura menangis! Laura menepuk-nepuk lengan Asher dan menunjuk arah gelas minuman. Asher yang paham segera membantu Laura meminumkan air itu untuk Laura. "Sekarang jawab pertanyaanku ... kau menangisi pernikahan mantan tunanganmu? Hem? Kau masih menyukainya?" desak Asher dengan murka. Laura memang terkejut karena Noah akan menikah lebih cepat dari yang seharusnya. Namun, dia sudah merelakannya. Noah tidak ditakdirkan untuk bersatu dengannya. Selain itu, Laura juga semakin kaget karena Asher mempercepat resepsi pernikahan mereka. Padahal, Laura sebelumnya sudah merasa lega karena akan menikah secara tertutup. Dia masih memiliki banyak waktu untuk berpikir. Alasan apa yang sebaiknya dia katakan jika Simon atau Noah bertanya padanya, sebelum Asher mengumumkan pernikahan mereka. Tetapi, apa sekarang? Asher seenaknya sendiri mengubah lagi ucapannya dan ingin mempercepat resepsi pernikahan mereka!Simon dan Noah akan segera tahu jika Laura mengandung ana
“Kenapa harus ditunda kalau pada akhirnya kalian tetap akan menikah?” Asher tak mengerti kenapa Noah tiba-tiba ingin menunda pernikahan.Bayangan Noah yang terus memandangi Laura saat mereka berjumpa di kantor, tiba-tiba terlintas dalam benak Asher. Apakah Noah masih menginginkan Laura menjadi pengantinnya?Itu tidak boleh terjadi!“Aku tidak mencintai Nora,” ucap Noah lirih. Noah menunduk dengan mengapalkan tangan sehingga kertas undangan itu sedikit menekuk. Kemudian dia menatap Asher dengan sorot mata memelas. Asher sedikit tergerak melihat wajah sendu keponakannya. Dia pun sebenarnya tak menyukai Nora sejak tahu gadis itu banyak mengatakan kebohongan.Terlebih lagi, Nora juga dengan tak tahu malunya telah mengumbar aib saudarinya sendiri. Mengira jika Asher tak mengenal Laura.Akan tetapi, jika Noah tidak segera menikahi Nora, Asher juga tak akan bisa mengadakan pesta besar-besaran untuk pernikahannya dengan Laura. Asher tak ingin membuat Laura bersedih karena tak bisa mengadaka