Bayi tua ….
“Apa kau sudah minta izin saat mengambil foto ini?” tanya Simon pada Noah yang saat ini duduk di depan meja kantornya. Beberapa minggu lalu, tepatnya setelah Noah melihat Simon berkeliaran di sekitar kediaman Smith, dia menemui Simon dan memberikan banyak informasi tentang Laura. Dengan begitu, Noah akan mendapatkan maaf dari Simon karena menceraikan Nora. Noah tak bisa putus hubungan dengan Simon karena biar bagaimanapun, Simon merupakan ayah kandung Laura. Dia ingin Simon melihatnya sebagai pria yang pantas untuk menjadi menantunya, bukan Asher Smith. “Tidak ada larangan mengambil foto Claus dan Collin. Lagi pula, Anda kakek mereka. Tidak benar jika Paman Asher melarang Anda menemui si kembar.”Simon menatap foto kedua cucunya. Dia berkedip-kedip untuk mengusir cairan bening yang hendak keluar dari mata. “Kalian lucu sekali. Sayangnya, Kakek tidak diperbolehkan ke sana,” gumam Simon seraya membelai layar ponsel Noah.Seandainya dulu Simon mendengarkan penjelasan Laura dan tidak m
“Apa ini?” Noah memungut kamera kecil itu, lalu mendongak dan menatap Asher kebingungan. Asher terdiam cukup lama selagi mengamati gerakan kecil di wajah dan mata Noah. Untuk kali ini, Asher bingung membedakan antara pemikirannya dengan ekspresi yang ditunjukkan Noah. Pada waktu Asher memeriksa kado yang diberikan Simon sebelumnya, Asher tak sengaja menemukan kamera kecil itu pada manik di tengah pita yang mengalung di boneka pemberian Noah. Asher membiarkan benda itu tetap melekat pada tempatnya selagi dia menunjukkan kemesraan dengan Laura. Tentunya, Asher tak melakukan hubungan intim dengan Laura karena tahu ada seseorang yang sedang mengintai. Di saat si kembar lahir, Asher sempat melupakan hal itu. Asher baru mengingatnya setelah Laura memanjakan dirinya malam kemarin. “Kau masih mau menyangkal tentang obsesimu pada Laura?” geram Asher. Tak ada orang lain yang berani melakukan itu kecuali Noah, bukan? Noah pun sampai menghubungi Celine untuk mendekati Asher lagi. Dan boneka t
“Ada masalah berat di kantor? Kau tiba-tiba pergi untuk menghadiri rapat mendadak, dan pulang-pulang wajahmu kusut sekali.” Laura membelai rambut Asher ketika pria itu tidur di dekat pahanya.Asher pergi ke kantor hanya untuk membicarakan masalah Noah dengan Theo. Di kantor Smith Group merupakan tempat teraman karena tak mungkin ada seseorang yang dapat menyadap pembicaraannya. Setelah menyuruh Theo mencari tahu tentang kamera pengintai yang diletakkan pada boneka dari Noah, Asher harus menelan kekecewaan karena tak mendapatkan hasil apa pun. Asal kamera tersebut tak jelas karena tak memiliki merek dagang. Setelah dicocokkan dengan model lain, banyak barang ilegal seperti itu yang dijual murah di pasaran.Tak ada pula tanda Noah pernah menyentuh boneka tersebut, kecuali saat menyerahkan ke pengawal yang mengelola kado. Asher pun telah menanyai Alice, dan wanita itu tak tahu apa pun.‘Aku hanya memilih barang-barang yang paling mahal untuk menghabiskan uang Noah, Paman,’ ujar Alice se
“Ke mana saja kau langsung pergi begitu saja?” tegur Laura tatkala Asher pulang. “Mencari ayahmu.” Asher masih melihat layar ponsel, menanti balasan pesan Theo yang sedang melacak lokasi terakhir keberadaan Simon Hartley. Dengan menghilangnya Simon, Asher jadi semakin mencurigai ayah Laura itu. Balasan dari Theo sesaat kemudian, mengatakan bahwa lokasi terakhir ponsel Simon ada di kediaman Hartley. Namun, ketika Theo menghubungi kediaman Hartley, Gilda mengatakan bahwa Simon sedang melakukan perjalanan bisnis di luar negeri. Asher tak begitu saja percaya. Sebab, sekretaris maupun asisten pribadi Simon bahkan tak mengetahui keberadaannya. Atau mungkin mereka sengaja menyembunyikan Simon dari siapa pun. Setelah Asher mencabut kamera pengawas di boneka itu, sang pemilik pasti tahu bahwa dirinya telah ketahuan. Jika orang itu waras, dia pasti tak ingin berurusan dengan Asher Smith.Entah itu Noah, Simon, atau siapa pun sebenarnya ....Asher mengira jika Simon sedang merencanakan sesua
“Jake … ada … yang salah … dengan tubuhku.” Simon susah payah mengiba pada Jake. Pria itu tak mendengarkan permintaan Simon. Bahkan, dia tak iba sedikit pun padanya. Kondisi Simon sekarang mirip dengan Callista. Jake tahu ada sesuatu yang salah dari dugaannya selama ini, mungkin Simon tak pernah tahu kebusukan Gilda.Melihat Simon, Jake yakin satu hal … Gilda dulu pasti melakukan sesuatu pada Callista. Sama seperti yang dilakukan wanita itu pada Simon sekarang. “Rasakan sendiri gigitan ular berbisa yang kau pelihara,” ujar Jake seraya mencari sesuatu di setiap lemari, laci, dan semua tempat yang ada di kamar itu. “A-apa … yang kau … cari?” “Bukan urusanmu.” Bagaimana bisa itu bukan urusannya selagi Jake menggeledah kamarnya tanpa izin? Simon ingin berteriak memaki Jake, tetapi dia tak berdaya. Dan … di mana semua orang yang ada di rumahnya? Kenapa tak ada satu pun yang menyadari Jake menusup ke dalam? Simon hanya bisa mengamati perbuatan Jake. Matanya terbuka lebar tatkala adik
Nora menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap Theo. Berharap jika pria itu mau membantunya keluar dari masalah ini. Tak mungkin Nora akan menceritakan tentang Gilda dan ayah kandungnya, juga kondisi Simon, di saat ada ibunya di antara mereka. “Saya akan mengantar Nona Nora keluar. Silakan tunggu di lantai atas. Tuan Asher masih ada di ruangan rapat.” “Baiklah. Perlakukan putriku dengan baik.” Nora mendesah lega tatkala Theo mau membantunya. Dia segera mengatakan semua yang terjadi di kediaman Hartley secara rinci dan cepat. Biarpun Nora melewatkan bagian penyebab Simon sakit karena dia sendiri tak tahu penyebabnya. Theo bisa menebak sebagian besar apa yang sedang terjadi. Meskipun terkejut, Theo tetap tak menunjukkan ekspresi apa pun. Bahkan, pria itu seperti orang yang tidak mendengarkan ketika Nora bicara. Membuat Nora sesekali memaki Theo karena sikapnya yang menyebalkan. “Aku akan melakukan apa pun, asalkan kau mau membantuku dan Papa keluar dari masalah ini. Aku tidak mau
“Tidak! Jangan sakiti Noah!” Nora memeluk Noah ketika ayah kandungnya hampir saja melayangkan pukulan di wajah Noah. Noah masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Kenapa pria itu mengatakan bahwa Nora adalah anaknya? Apa dia baru saja salah mendengarkan? “Apa kau gila? Bagaimana jika pukulanku mengenai kepalamu? Menyingkir darinya, Nora! Aku akan memberi pelajaran bocah ingusan yang sudah menyia-nyiakan anak gadisku!” bentak Shane, ayah kandung Nora. Nora langsung menatap Noah sambil menggelengkan kepala dengan mulut sedikit terbuka. Noah terperangah oleh pernyataan pria itu. Kalau pria itu benar-benar ayah Nora, lalu di mana Simon sekarang? Tak mungkin Simon membiarkan orang asing bertindak sesuka hati di rumahnya. Mendadak, Noah memikirkan sesuatu yang buruk terjadi pada Simon. “Ada apa ini? Di mana Paman Simon?!” geram Noah. “Tidak, Noah. Dia bukan siapa-siapaku,” ucap Nora lirih, lalu berbalik menatap Shane dan meninggikan suara, “Jangan ikut campur urusanku!” “Minggir,
“Aku tidak tahu lebih jelasnya karena hanya mendengar dari pelayan. Karena itu, aku berusaha masuk ke dalam untuk membuktikan ucapan pelayan itu. Sebagai gantinya, aku malah kena pukul orang yang mengaku ayah kandung Nora.” Tak seperti ketika bicara dengan Asher, Noah sangat lancar menjelaskan situasi yang dialaminya. Kebetulan yang hebat Laura mendengarkan pembicaraan itu. Noah merasa bangga karena dia masih memperhatikan keluarga Laura tanpa diminta, apalagi dengan wajahnya yang babak belur. Dia seakan baru saja menerobos kediaman Hartley demi menyelamatkan ayah Laura. ‘Hanya aku yang peduli dengan orang-orang yang kau sayangi, Lau. Paman Asher bahkan tidak pernah mau tahu tentang ayahmu,’ batin Noah. Asher benar-benar membenci ekspresi yang ditunjukkan Noah sekarang. Dia sudah bisa menebak apa yang sedang dipikirkan keponakannya. “Rajinlah berolahraga jika tidak mau dipukuli. Aku akan mengurus sisanya.” Asher tersenyum miring, mencemooh kekalahan Noah. “Karena itu, aku minta to
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang