Saat pagi masih buta sebuah kapal sudah mendarat. Suara bunyi kapal mengganggu tidur Francesca. Gadis itu baru saja terlelap karena semalaman dia tidur dalam pelukan Enrico.
Semenjak kembali dari snorkling, Francesca tidak pernah di tinggal sendirian. Bahkan ketika pria itu mandi, ia mengunci pintu kamar dan membiarkan Francesca menjadi gelisah.Ketika Francesca menanyakan tentang Rebecca, pria itu hanya tersenyum dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Meskipun perasaannya mengatakan telah terjadi sesuatu, tapi Francesca tidak dapat membuktikan.Perlahan dia melepaskan diri dari pelukan Enrico. Sedikit merasa aneh, karena pria itu tidak menahan seperti yang biasa terjadi. Dengan berjalan berjingkat, ia menaiki tangga, Francesca kemudian membuka pintu geser di lantai dua yang membatasi ruang dalam dan balkoni.Di pagar pembatas, ia bisa melihat dengan jelas di kejauhan sana, sebuah kapal telah datang. KapalSehari sebelumnya ....Miami, Florida di Mansion keluarga Knight."Conrad! Apakah kau sudah menemukan kabar tentang Fancesca? Ini sudah lebih dari tiga bulan." Diana Stevani, ibu angkat dari Francesca tampak sangat khawatir."Mom, tenanglah. Kita akan menemukan Francesca segera," ujar Conrad yang merupakan anak dari suaminya dengan Caroline."Mommy tidak bisa tenang, Conrad. Dia tidak seharusnya menginjakan kaki ke Itally. Mommy takut, trauma masa kecil Francesca akan muncul kembali."Conrad meletakan tangannya pada pundak Diana, wanita yang sudah merawat dirinya semenjak kecil. Wanita penuh kasih sayang yang membesarkan anak-anak, dari wanita masa lalu suaminya, Andrew Knight."Frances sudah dewasa, Mom. Dan ini semua adalah pilihannya untuk mengembangkan kemampuannya bersama orkestra tersebut." Conrad berusaha menenangkan Diana."Aku tidak bisa menenangkan diri dari perasaanku ya
"Maafkan kami jika meminta ijin mendarat." Conrad masih berupaya bersikap ramah. Sementara di sampingnya Aaron dan seorang pengawal mengedarkan pandangan ke sekeliling kapal barang tersebut."Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya Devonte dengan tenang."Kami sedang mencari saudara perempuan kami. Dan informasi terakhir dia berada di salah satu pulau di sekitar sini.""Lalu, apa hubungannya dengan kami?" tanya Devonte dengan menyipitkan matanya."Aku melihat kapal ini adalah satu-satunya kapal yang berlayar di sekitar sini. Jadi, mungkin anda pernah melihat saudari kami. Ini foto dia." Sementara Conrad berbincang dengan Devonte, Aaron berjalan perlahan hendak memutari kapal."Aku tidak mengenal gadis itu. Dan tidak yakin pernah bertemu dengannya." jawab Devonte singkat. Dia juga memberi tanda pada anak buahnya untuk mengawasi Aaron."Salah satu pengawal kami melihat sepintas
Malam itu setelah Enrico berhasil memaksa Francesca untuk mandi. Pria tersebut bahkan membantu mengeringkan rambut gadis tersebut. Menyisirnya dengan lembut, memperlakukan dengan baik seakan barang yang rapuh.Dia mengajak Francesca untuk makan bersama di ruang makan. Gadis itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya bertindak dalam diam.Memasukan makanan ke dalam mulutnya tanpa bisa merasakan. Mengunyah tanpa mengecap. Semua kelembutan dan perhatian Enrico hanya dia balas dengan sikap dingin.Senyuman dan tatapan Leonardo tak dia hiraukan. Bahkan tak sekali pun mata gadis itu menatap pada sosok pria di hadapannya.Pria pengkhianat yang sudah menipu dirinya.Berjanji akan membebaskan dia dari pulau Olive, namun pada kenyataannya semua hanyalah tipuan. Tak akan pernah dia lupakan hal tersebut.Setelah makan, bagaikan robot dia masuk kembali ke dalam kamar di lantai dua. Francesca memutusk
"Pilihlah apapun yang kau suka." Bisikan lembut suara Enrico tak membuatnya bergeming.Enrico menundukan kepalanya menatap gadis cantik yang tak juga bergeming dari tempatnya berdiri. Pria itu kemudian meletakan tangannya ke bahu Francesca."Dia sedikit pemalu, bantu dia memilih beberapa jenis pakaian."Seorang pramuniaga toko segera mengangguk dan mengambil beberapa pakaian untuk di tunjukan. Semua pakaian yang di bawa oleh pramuniaga, tak juga membuat Francesca tertarik."Pilihlah beberapa pakaian untukmu," bisik Enrico lagi."Aku tidak perlu." sahut Francesca dingin."Lalu, apakah kau hendak telanjang di hadapanku?""Apa maksudmu?" Francesca akhirnya menoleh pada pria tersebut dan menatapnya dengan sengit.Enrico merasa senang Francesca mulai bersikap hidup. Gadis itu menunjukan sikap tegas dan berani semenjak mengetahui kedua saudaranya sedang berusaha
Gadis itu meronta dengan segala cara ketika ciuman Enrico dengan ganas melibas lehernya. Hisapan dan sentuhan bibir lembut itu memberikan sensasi yang tidak ingin dia rasakan.Semakin lama berada di dekat monster bermata biru ini, membuat kewarasannya seolah tenggelam dalam dasar lautan.Sentuhan yang awalnya sangat ia benci dan selalu membuatnya mual, lambat laun seringkali menjadikan dirinya merasa terbiasa.Francesca sekuat tenaga berusaha untuk menjaga kesadaran dirinya. Tangannya sudah terasa sakit dan pegal dalam cengkeraman tangan Enrico. Dia meronta bahkan mengigit pundak pria itu.Lelaki itu menggunakan cara diluar dugaan Francesca untuk menghentikan serangannya. Tangan kekar itu merambat ke punggung dan menurunkankan resleting gaun."Aaa! Jangannn!" bentaknya marah, "aku akan berteriak jika kau terus melakukannya!" serunya lagi dengan napas tersenggal-senggal.Gadis itu menghimpitkan bahu dan pan
"Tuan, kita sudah sampai di Mansion."Kata-kata itu telah menyelamatkan Francesca. Dia memanfaatkan jedah waktu untuk mendorong tubuh Enrico, sekaligus menjejakan kakinya ke perut pria itu dengan keras.Francesca membuka pintu mobil dan lari dengan sempoyongan sambil membenahi gaunnya. Dia terus berlari masuk ke dalam mansion lalu menuju kamar dan menutupnya dengan keras.Sementara Francesca membanting tubuh dan menangis dengan keras, Enrico menyeringai mendapatkan perlakuan kasar dari dirinya.Pria itu duduk bersandar dengan kemeja kusutnya sesaat sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil.Dia masih terkekeh ketika sudah berdiri di luar mobil, sambil merapikan kemeja yang dia kenakan."Tuan ...," panggil Serra perlahan."Katakan.""Kenapa kau tidak menikahi saja nona Francesca?" ujar Serra perlahan."Menikahinya?""Iya, Tuan. Jika anda ing
"Nona ... bangunlah. Saya membawakan makan malam untuk Anda." Serra meletakan nampan berisi makanan di meja.Gadis pelayan itu kemudian mendekati Francesca dan berjongkok di hadapannya.Mata Francesca sudah terbuka, tetapi gadis itu hanya diam saja tak menghiraukan perkataan Serra."Nona, kau baik-baik saja, bukan?" Serra meletakan tangannya di kening Francesca.Dia merasa lega ketika tidak merasakan panas di tubuh Francesca. Dirapikannya rambut gadis cantik yang tergerai menutupi wajahnya."Makanlah, Nona. Hari sudah malam.""Aku tidak lapar," sahut Francesca lemah."Kau harus makan, Nona. Kau harus kuat. Bukankah kau ingin bertemu dengan saudaramu?" Perkataan Serra membuat Francesca mengalihkan pandangan ke arah wanita itu, menatap penuh harap."Serra ... kakakku mencariku, bukan? Mereka ada di kota ini, kan?" gumaman Francesca terdengar sangat lemah."Nona ...." Serra tak kuasa
Francesca mengerjapkan matanya saat merasakan sentuhan hangat di wajahnya. Sentuhan lembut itu sesaat membuatnya merasa nyaman dan terlindungi.Andaikan saja kehangatan itu datang dari sosok pangeran yang mencintainya dengan tulus, bukan sosok yang membenci dan menyiksa dirinya, gadis itu pasti akan merasa bahagia.Saat mata indah lentik dengan manik berwarna hazel itu terbuka, yang ia lihat adalah sosok pria bermata biru yang selalu menyiksa dirinya.Tangannya memegang tangan kekar yang berlabuh di wajahnya. Ia terdiam sejenak terpesona dengan mata biru yang menatapnya dengan lembut.Mata biru secerah langit dan sedingin samudra itu seakan hendak menembus jauh ke dalam batinnya. Keheningan malam dalam keremangan lampu, membuat dua pasang mata itu saling terpaku mencari makna di balik tatapan.Francesca menepiskan tangan Enrico dari wajahnya. Dia beringsut dari tidur dan duduk bersandar pada din
SATU TAHUN KEMUDIAN "Kau sudah pastikan kalau bekal Frans sudah disiapkan Denisa?" Napas Francesca tersengal ketika menanyakan hal itu. "Iya sudah. Jangan mengkhawatirkan hal itu. Frans akan baik-baik saja." Enrico tampak memegang tangan Francesca dengan cemas. Butiran keringat dingin menghiasi kening wanita cantik yang bertambah pucat itu. Tangan dinginnya dalam genggaman tangan Enrico yang hangat. "Frans … apakah … dia menanyakanku?" Sesaat setelah rasa sakitnya mereda Francesca kembali mengkhawatirkan Frans, anak sulungnya. "Tentu saja. Dia sangat merindukanmu. Kau harus kuat dan sehat ya. Kami memerlukan dirimu." Enrico dengan sabar mengelus rambut Francesca.
"Duh, Kak Francesca cakep banget." Anna menautkan tangannya di lengan kakak perempuannya. "Kau juga cantik sekali Anna dan kau juga sangat menawan. Tak di sangka kalian bisa tampil sangat anggun dan dewasa." Di tengah keluarganya, Francesca merasa kebahagiaannya nyaris sempurna. "Kita 'kan sudah dewasa bukan anak-anak lagi," sahut Anna dan Adelaide bersamaan. "Iya, sudah bisa berpacaran." Francesca menertawakan wajah mereka yang seketika manyun. "Apa ada yang sudah memiliki pacar?" "Anna itu banyak yang 'nembak' tapi dia suka pilih-pilih." "Apaan sih, Adelle!" Semburat merah muda membuat wajah Anna bertambah cantik. "Benarkah? Sssttt pacaran saja, jangan seperti
"Nyonya Francesca Torres? Mari lewat sini." Seorang wanita yang anggun menghampiri Francesca.Francesca menatap heran ke arah seorang wanita tak dikenalnya yang bergaun indah. Sebuah alat terselip di telinga yang membuat dia bisa berkomunikasi dengan orang lain. Wanita itu segera memimpin langkah dan memisahkan Denisa dari Francesca. Meskipun heran Francesca tetap mengikuti langkah wanita yang membawa dirinya ke pintu utama.Anggukan kecil dari wanita tersebut merupakan tanda yang dimengerti oleh pengawal, mereka segera membuatkan pintu.Mata hazel Francesca seketika menyipit ketika melihat kemewahan dan kemeriahan acara di dalamnya. Dia termangu menatap ratusan pasang mata yang seketika menatap ke arahnya seolah mereka sudah menantikan kehadirannya.Musik lembut k
Francesca mematut dirinya di depan cermin, perubahan penampilan yang sangat luar biasa terjadi pada dirinya saat ini. Wajah polos, imut dan manis itu telah berubah penuh riasan memukau yang sangat dewasa dan anggun.Dia hampir tak percaya ketika Leonardo mengirimkan seorang penata rias untuk memoles wajahnya dengan warna-warni yang senada. Kecantikan Francesca tampak lebih menonjol setelah tangan-tangan tampil tersebut menghiasi wajahnya. Wajah mungilnya terlihat sangat berbeda membuatnya merasa seakan menatap sosok lain di pantulan cermin."Anda luar biasa cantik dan sangat anggun, Nyonya. Bagaikan putri dalam dongeng." Perias itu memuji kecantikan Francesca. Dia berulang kali memutari tubuh wanita cantik yang baru saja dia dandani.“Sedikit parfum lagi anda akan spektakuler." Perias itu memilih b
"Bagaimana jika mereka bahagia tanpa kehadiranku?" Francesca mengulang pertanyaan Leonardo dengan putus asa.Hati wanita itu seakan terguncang mendengar perkataan Leonardo. Benarkah kehadirannya selama ini tidak pernah memberikan kebahagian? Bagaimana mungkin semua kebahagiaan yang mereka rasakan selama beberapa bulan ini hanya sandiwara?Apakah Enrico begitu marah padanya sehingga harus pergi begitu saja.Jikalau sedari awal dia menceritakan kepada Enrico mengenai status dirinya, apakah semua ini tidak akan terjadi?"Apakah Enrico berkata seperti itu padamu?" Francesca tampak sangat tertekan.Leonardo mengangkat kedua bahunya acuh seraya menyandarkan punggung ke bangku dan menatap ke arah taman. Dia mengalihkan p
"Dad! Apa passport Anna, Adel dan Archie sudah siap?" Anna menghubungi Andrew Knight melalui video call."Sudah beres, Princes.""Lalu, kapan kita mulai berangkat?" Adelaide tiba-tiba sudah di samping saudara kembarnya."Sudah tidak sabar semua ya, my Princes?" Andrew semakin senang menggoda kedua putri kembarnya yang beranjak dewasa."Iyalah, ini kan pertama kalinya kami bisa keluar negeri." serentak Adel dan Anna menjawab perkataan Daddy Andrew."Bukannya kalian sudah pernah ke Indonesia?""Beda Daddy. Ini pertama kali kita ke Eropa dengan pesawat pribadi." Anna mencibir ke arah Andrew Knight."Benar! Iya kalau kak Conrad
Francesca benar-benar merasa terpuruk. Keadaannya sangat labil dan lemah. Wanita cantik itu terlihat kacau dan terus menangis meskipun tidak sekeras sebelumnya. Serra sudah membawa Francesca kembali ke Mansion utama dan menemani wanita itu untuk berbaring di tempat tidur, tapi Francesca menolak dan bersikeras untuk menanti kedatangan Enrico dan Frans di ruang tamu. Francesca bahkan tidak menyentuh makanan yang tersedia hanya segelas coklat hangat yang dipaksakan oleh Serra. Aroma manis dan rasanya yang legit hanya bisa sedikit saja menenangkan hati Francesca. “Ini sudah malam Serra … mereka tidak juga kembali." Suaranya terdengar serak. "Cobalah berpikir tenang dan positif. Enrico tidak mungkin menjauhkan dirim
"Wah, ada telol ayam di kepala Flans dah sekalang." Tangan mungil Frans menggosok keningnya yang sudah membengkak sebesar telur ayam.Gerakan lucu dari wajah imut yang meringis membuat Enrico tertawa sedangkan Francesca tersenyum lebar. Enrico tak hentinya membelai kepala Frans penuh kasih sayang."Muka Flans jelek ya?" Bibir mungil Flans tampak manyun."Nggak. Frans lucu, Frans tetap tampan meskipun ada telur di sini." Enrico memencet dahi anaknya."Aow! Sakit Pappa." Frans menjerit dengan sorot mata marah."Iya, maafkan Pappa. Frans kalau jalan hati-hati ya, tidak perlu berlari dengan kencang apalagi di atas lantai marmer, licin.""Tadi Flans kangen Pap
Baru saja Devonte berbalik dari pintu ruangan Enrico, dia harus kembali berhadapan dengan Francesca. Tak dapat dia gantikan wajah kecemasan dengan senyuman tenang, karena wanita itu sudah menyadarinya."Apa terjadi sesuatu? Kenapa kau tampak muram?" pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Francesca hanya dijawab dengan hembusan nafas Devonte."Apa terjadi sesuatu dengan Enrico? Kalian bertengkar? Bagaimana keadaannya saat ini?" Francesca bergerak maju melewati Devonte dan hendak memegang gagang pintu."Jangan masuk."Tangan Francesca berhenti untuk menggerakkan gagang pintu, dia membalikan tubuhnya dan menatap heran ke arah Devonte."Dia sudah tahu." Perkataan sepintas Devonte masih menimbulkan pert