Bramono menatap Mala dengan tatapan penuh cinta dan sayang, Mala sangat menyukai hal itu, Mala pun segera membenamkan diri di dalam pelukan Bramono."Aku harus pergi," ucap Bramono tiba-tiba dengan ragu."Kemana?" Tanya Mala sambil melepaskan diri dari pelukan, Bramono.Bramono tidak menjawab pertanyaan Mala, dia menatap Mala sebentar."Aku ada janji dengan teman," jawab Bramono akhirnya, walaupun berbohong. Karena sebenarnya dia harus segera pergi ke kantor Bramonos'grup untuk bekerja."Pagi-pagi begini?""Iya terpaksa, dia orang yang sangat sibuk," balas Bramono, sambil berjalan meninggalkan Mala yang menatap ke arahnya.Bramono sangat menyesali hal ini, jika saja dia tidak harus pergi bekerja, hubungannya dengan Mala pasti akan menjadi lebih dekat lagi, bahkan mungkin saat ini mereka akan berakhir di atas tempat tidur.Bramono begitu senang, Mala sedikit bersikap agresif padanya, karena terus terang Bramono sedikit takut untuk menyentuh Mala lagi, mengingat apa yang pernah dia laku
Malam ini pesta ulang tahun Ratna, Bramono dan Mala telah bersiap diri, untuk pergi ke sana untuk memenuhi undangan Ratna."Kamu yakin akan pergi ke sana?" Tanya Bramono pada Mala, Bramono merasa akan ada kejadian buruk yang di sebabkan oleh Ratna pada Mala nanti."Memangnya kenapa?" Tanya Mala."Ratna kelihatannya sangat tidak menyukai kamu," Mala terdiam tidak merespon ucapan Bramono barusan, walaupun dia juga bisa merasakan hal itu. Mungkin Ratna tidak menyukainya, karena pernikahannya dengan Bramono.Mala mengepang dua rambutnya, lalu memakai kaca mata besarnya, di pesta ini Mala akan berperan menjadi Mala si buruk rupa, istri Bramono yang Ratna tahu.Bramono menatap ke arah Mala, entah mengapa sekarang Bramono lebih menyukai Mala yang berpenampilan seperti wanita cupu dari pada berpenampilan cantik.Bramono merasa sedikit tidak aman, berada di sisi Mala yang cantik, karena terus terang kecantikan Mala mengudang perhatian banyak orang, dan Bramono takut di antara banyak nya orang
Ratna tertidur lemas di atas tempat tidur, dia harus menelan pil pahit, karena senjata Bramono yang tidak mau bangun itu.Ratna turun dari tempat tidurnya, lalu segera berlari ke arah kamar mandi."Mungkin karena obat tidur yang kuberikan padanya terlalu banyak, hingga membuat senjatanya juga ikut tidur pulas," batin Ratna.Ratna setelah bisa meredakan hasratnya, keluar dari kamar mandi, lalu menghampiri Bramono lagi, melihat Bramono dalam keadaan polos, sebenarnya nafsunya, kembali bangun.Namun Ratna harus menahannya karena percuma senjata Bramono tidak bangun, sama sekali, hasratnya pun tidak akan terpuaskan.Ratna mengerutkan keningnya, berpikir cepat, bagaimana dia bisa melakukan itu, jika Bramono sadar, pasti Bramono akan menolak bahkan mungkin membunuhnya.Namun tidak lama Ratna tersenyum, saat di kepalanya muncul sebuah ide.Ratna keluar dari kamarnya, lalu mencari sebuah tali, dengan cepat Ratna mengikat Bramono di atas tempat tidurnya.Dengan begini besok saat Bramono sadar,
Bramono terkejut mendengar jeritan Ratna, sesudah membuka celana dalamnya. Bramono kemudian membuka kedua matanya yang sejak tadi terpejam.Ratna melebarkan kedua matanya, melihat pemandangan di depan matanya, dan itu membuatnya tidak percaya, Ratna sampai mengusap matanya hingga berkali-kali, memastikan jika pemandangan di depan matanya, memang benar begitu adanya.Ratna belum pernah melihat senjata pria, seperti senjata milik Bramono saat ini. bagaimana mungkin ada senjata seperti ini, bagaimana ini bisa terjadi, hal ini benar-benar di luar dugaannya.Ratna menoleh ke arah wajah Bramono yang saat ini sedang menatap ke arahnya, tidak! ini tidak terjadi boleh terjadi! batin Ratna.Ratna dengan perlahan menyentuh senjata Bramono yang terkulai lemas tidak berdaya alias loyo di hadapannya, mengapa dia tidak berdiri tegak seperti yang di harapkannya, batin Ratna bertanya dalam hatinya, apa ada kesalahan yang dia lakukan tadi, saat dia melakukan rangsangan.Ratna mencoba menyentuh lagi, se
Bramono menghela nafas berkali-kali, mengingat pada yang terjadi kemarin bersama Ratna, sentuhan-sentuhan yang di berikan Ratna pada tubuhnya, membuat dirinya bergidik ngeri.Sudah lama sekali, dia tidak pernah di sentuh seperti itu, rasanya sedikit aneh, dia merasa sedikit merinding, namun kenapa senjata nya tidak bisa berdiri? batin Bramono bertanya-tanya.Merasa sangat pusing memikirkan senjatanya, Bramono akhirnya terpejam, hingga tertidur pulas.Sedangkan Mala, di kantor benar-benar merasa sangat gelisah, hingga pagi tadi Bramono tidak juga pulang, bahkan sampai sekarang handphonenya tidak juga aktif."Semoga dia baik-baik saja," doa Mala dalam hatinya. Dia benar-benar mengkhawatirkan Bramono.Mala sekarang benar-benar merasa tidak tenang, sudah siang seperti ini, Bramono tidak kunjung memberinya kabar. Handphone nya pun belum juga aktif.Karena merasa tidak bisa lagi meneruskan pekerjaannya, Mala akhirnya memutuskan untuk pulang, untuk melihat apakah Bramono sudah pulang atau b
Bramono merasa sangat lega melihat Mala, sampai juga di kantornya dengan selamat tadi pagi.Bramono, setelah mengeluarkan mobilnya, dia pun menghentikan mobilnya, agak jauh dari rumah, menunggu Mala keluar bersama mobilnya.Setelah melihat mobil Mala keluar, Bramono mengikuti mobil Mala memastikan jika Mala selamat sampai di kantor.Setelah memastikan Mala baik-baik saja, Bramono pun segera pergi ke kantor dan bekerja seperti biasanya, seperti tidak terjadi apapun.Bramono mengecek beberapa laporan yang ada di atas meja, Bramono berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya, walau pikirannya masih sedikit kacau karena ulah Ratna.Bramono terkejut saat pulpen yang sedang di pegang olehnya terjatuh, Bramono pun langsung berniat mengambil pulpen itu, namun gerakan terhenti, saat seseorang masuk ke dalam ruangannya."Maaf pak!""Ada apa?"Bramono menatap salah satu staf keuangan yang ada di hadapannya sekarang, dia terlihat sedikit pucat"Kamu sakit?" Tanya Bramono, karena staf tersebut
Mala yang semalaman menangis, pagi harinya terkejut saat menerima sebuah email yang memintanya untuk segera pergi ke Kanada.Mala terdiam, haruskah dia pergi, sedangkan masalahnya dengan Bramono belum selesai, tapi email ini sangat penting, karena menyangkut usaha keluarga yang ada di sana, Mala tidak bisa mengabaikan nya begitu saja.Setelah mempertimbangkan dengan matang, Mala akhirnya hari itu juga, memutuskan untuk pergi juga ke Kanada. Mala terkejut ketika sampai di sana, ternyata situasi tidak semudah yang dia bayangkan, begitu banyak yang harus dia selesaikan.Masalah perusahaan di Kanada benar-benar menyita waktu nya, Hingga tanpa terasa sudah tiga hari dia berada di Kanada, dan belum bisa pulang kembali ke Indonesia.***Sedangkan Bramono malam itu setelah makan malam bersama Ratna, pulang ke rumah, namun sampai di rumah Mala tidak ada.Bramono berniat untuk menghubungi Mala, dia mulai mencari handphonenya, Bramono baru sadar jika handphone nya hilang, mungkin karena pikirann
Bramono berada di luar kota selama dua hari bersama Ratna. Walau pikirannya selalu memikirkan Mala, namun Bramono tetap harus mengawasi Ratna, dia harus bisa mengumpulkan bukti kuat, tentang penyelewengan dana yang Ratna lakukan di dalam Bramonos'grup.Bramono dan Ratna, akhirnya kembali. Bramono yang baru saja tiba di kantor, siang itu langsung pulang, karena dia ingin sekali bertemu dengan Mala saat ini."Kamu di mana?" Sebuah pesan di kirim oleh Bramono kepada Mala.Mala membacanya, namun tidak membalasnya, Mala merasa sudah tidak ada keinginan untuk bertemu dengan Bramono lagi."Aku tunggu kamu di rumah, ada yang harus kita bicarakan," sebuah pesan kembali di kirim Bramono pada Mala, ketika Mala tidak juga membalas pesan sebelum nya.Mala kembali membaca pesan itu, namun tetap tidak di balas. Bramono akhirnya memilih untuk menemui Mala di kantor, namun sial bukan Mala yang dia temui di sana tapi Markus.Markus menghadang langkah Bramono tepat di saat dia hendak membuka pintu ruang
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai