Dengan tidak sabar, Bramono menunggu kedatangan Mala. Ketika pintu apartemen baru terbuka, Bramono langsung menarik tangan Mala masuk ke dalam apartemen nya, membuat Mala terkejut, dan sedikit ketakutan melihat ekspresi yang di perlihatkan Bramono padanya.Bramono seperti akan menelannya, hidup-hidup."Duduklah, kita harus bicara!" Ucap Bramono, tiba-tiba.Mala berjalan perlahan, lalu duduk di sofa tanpa melepaskan pandangan nya, dari Bramono. Dia takut tiba-tiba Bramono, menyerangnya.Bramono duduk di sebelah Mala, lalu menarik tangan Mala dalam genggamannya. Mala mencoba menarik tangannya dari genggaman Bramono, tapi tidak bisa. Bramono memperkuat genggamannya, mata mereka saling menatap tajam penuh permusuhan. Hingga terjadi aksi tarik menarik antara Bramono dan Mala.Bramono mengalah melepaskan tangan Mala, dia harus berkonsentrasi agar bisa mengatakan, semuanya pada Mala. Dia percaya pada Mala, jika Mala akan menutup mulutnya pada siapapun, jika Mala sudah tahu semua masalahnya.
Walau ini hari pernikahan nya, Mala sama sekali tidak berdandan ataupun memakai pakaian bagus, Mala hanya berpenampilan seadanya. Karena tak ada yang istimewa dalam pernikahan ini, tidak ada ibu atau ayahnya, hanya dia sendiri."Cih!" Bramono mendelik kesal, Mala benar-benar tidak memikirkan dirinya, bagaimana bisa calon istri Bramono Sudjatmiko, berpenampilan seperti itu."Bikin malu!" Batin Bramono.Mala tak mau ambil pusing, dengan tatapan tajam yang di berikan Bramono padanya, saat melihatnya datang. Bramono langsung mengajak Mala masuk ke dalam ruangan di mana pak penghulu berada.Bramono pun langsung keluar begitu selesai, mengucapkan ijab kobul di depan penghulu, tanpa menunggu Mala. Mala memasang wajah kesal, melihat tingkah Bramono yang menurutnya, seperti anak kecil.Bahkan setelah itu, Bramono dan Mala berpisah, kemudian mereka kembali melakukan rutinitas sehari-hari.mereka. Bramono pergi ke kantornya, sedangkan Mala kembali menjadi cleaning servise. Seperti tidak terjadi h
Mata Mala yang tadi terpejam kini terbuka lebar, ketika Bramono mengulang adegan mencium bibirnya lagi. Sekuat tenaga Mala berusaha tetap sadar, agar tidak sampai membalas ciuman itu, Mala tak mau sampai jatuh terlalu dalam, dalam hubungan palsu ini.Walau ciuman Bramono sangat lembut, menggoda nya untuk membalas ciuman itu, Mala tetap bertahan, untuk tidak membalas ciuman itu. Mala membiarkan Bramono bereaksi sendiri di atas tubuhnya, ingin sekali Mala mengeluarkan suara karena merasa kan hal yang nikmat, yang Bramono lakukan di atas tubuhnya, tapi Mala menyangkal hal itu, dengan menutup mulutnya rapat-rapat.Mala memutuskan untuk mengeraskan hatinya menampik rasa itu. Mala takut dia akan jatuh cinta pada Bramono, sedangkan mereka hanya akan bersama selama enam bulan saja, Mala tidak ingin bernasib sama seperti wanita yang kemarin di tolak oleh Bramono.Mala tak berani mengharapkan mereka akan bersatu suatu hari nanti, karena Mala tahu, Bramono pria seperti apa, seorang Pria tampan y
"Tidak!" Jawab Mala cepat."Tapi, tadi kamu tertawa,""Memangnya tak boleh!" Seru Mala.Bramono terdiam, Mala memang sangat berbeda dengan wanita-wanita nya selama ini, para wanita itu selalu mencoba mengambil hatinya, dengan menuruti apapun yang dia inginkan. Namun Mala bersikap sebaliknya, Mala selalu berusaha membuatnya kesal.Mereka tak lama berada di sana, selesai menandatangani surat pembelian rumah, mereka kembali ke tempat masing-masing. Bramono ke kantor, sedangkan Mala kembali ke apartemen.Malam itu Mala tidak ke apartemen Bramono, dia bersiap-siap di kontrakan. Barang-barang yang ada di rumah kontrakan nya, dia berikan kepada para tetangga, Mala hanya membawa baju dan barang-barang pribadi miliknya saja.Setelah selesai Mala membaringkan tubuhnya yang lelah di atas tempat tidur, dan terlelap begitu saja.Berbeda dengan Bramono, Bramono yang melihat tempat tidurnya kosong malam ini, menjadi agak susah tidur. Dia hanya meraba-raba tempat tidurnya yang kosong saat ini, baru se
Bramono tak percaya, jika Imran benar-benar mendekati Mala. Bramono bahkan melihat Imran menegur Mala, namun tak lama kemudian mereka terlibat sebuah pembicaraan, Bramono bahkan kini, melihat sebuah senyum malu hadir di wajah Mala. Entah apa yang di katakan Imran padanya.Karena merasa Imran malah asyik bicara dengan Mala. Bramono mau tak mau mendekati mereka dengan perasaan dongkol, lalu menyapa."Lebih baik kita pergi, sekarang," ucap Bramono.Mala sedikit terkejut melihat kedatangan Bramono, mata mereka bertemu untuk sejenak, kemudian Mala pamit pergi pada mereka berdua."Kamu salah, dia belum bersuami," ucap Imran.Bramono terdiam, dia lupa jika pernikahan nya dengan Mala tidak boleh di ketahuan oleh siapapun. Untuk pertama kali, Bramono menyesali jika dia menutupi pernikahannya dengan Mala."Jika dia belum bersuami, memangnya kamu mau apa?" Tanya Bramono sinis."Tentu saja pdkt, kamu tahu di balik penampilannya yang seperti itu, ku lihat bodynya sangat proporsional, hidungnya pu
Mala hari ini, menunggu kedatangan Imran yang katanya akan datang menjemput, Mala terlihat sangat gelisah,bukan gelisah karena menunggu kedatangan Imran. Tapi gelisah karena mereka akan keluar bersama Bramono dan Laras.Sesaat Mala menyesali keputusannya menerima ajakan Imran. Saat itu Mala penasaran apa yang membuat para wanita mengejar Bramono.Tak lama Imran pun akhirnya datang juga, dia terlihat sangat tampan, Mala menjadi malu sendiri, dengan penampilannya yang apa adanya. Tapi Imran seperti biasa saja melihat penampilannya, Imran memang sangat berbeda dengan Bramono yang selalu memandang fisik.Imran bahkan tersenyum sangat lebar padanya, saat mereka bertemu, membuat Mala merasa percaya diri."Maaf, aku agak telat!" Ucap Imran."Tak masalah, bisa pergi sekarang?" "Tentu saja!" Jawab Imran.Imran mengajak Mala langsung menemui Bramono dan Laras di tempat tujuan. Mala terdiam sebentar saat melihat Bramono dan Laras sedang makan berdua."Ayo, kenapa berhenti?" Tanya Imran membuat
Melihat adegan itu, Bramono memilih untuk menarik Laras agar pergi dari tempat itu.Lama-lama bersama Mala dan Imran menjadi hatinya dongkol."Kita mau kemana, sih?" Tanya Laras dengan kesal, sejak tadi Bramono menarik tangannya dengan berjalan cepat, hingga membuat dirinya harus berlari-lari kecil.Bramono tidak memperdulikan rengekan Laras, dia melepaskan tangan Laras, lalu berjalan ke arah mobilnya. Bramono memutuskan untuk pulang, meninggalkan Laras, yang berdiri terpaku di tempatnya.Ini kedua kalinya, Bramono memperlakukan dirinya seenaknya saja, Laras mengeram marah."awas, kamu Bramono!" Ancam Laras.Bramono tiba di rumah dengan membanting pintu kencang, lalu mengirim sebuah pesan melalui handphone nya, pada seseorang."Maaf, aku sepertinya harus pulang sekarang," ucap Mala pada Imran."Kenapa?""Ada keluarga ku yang mau datang ke rumah," bohong Mala.Imran dengan berat hati terpaksa mengantar Mala pulang ke rumah, saat itu juga."Kamu tidak menyuruh aku mampir ke rumahmu?" Ta
Mendengar Omelan Mala, Bramono terdiam, apa yang di katakan oleh Mala memang benar. Bramono kadang merasa heran dengan hatinya sendiri yang tak pernah sinkron dengan pikiran nya hingga apa yang di lakukan sering kali berbeda dengan apa yang di inginkan hatinya."Terserah!" Ucap Bramono, lalu meninggalkan Mala.Untuk pertama kalinya mereka bertengkar, Mala tidak mengejar Bramono, dia memilih keluar dari apartemen Bramono. Malam itu pun Bramono tidak pulang ke rumah, dia tidur di apartemen nya sendirian, walau dia sama sekali tak bisa memejamkan matanya sedetikpun. Esok harinya mereka bertemu lagi di lobby apartemen tanpa sengaja, mereka hanya saling melirik lalu berlalu begitu saja, seperti dua orang asing yang tidak saling mengenal. Mala yang bersiap akan pulang, menghentikan langkahnya, saat melewati apartemen Bramono, dia melihat ke arah jam di tangannya."Jam segini, dia pasti masih di kantor. Aku akan mengambil sapu tanganku, dulu!" Kemarin Mala lupa mengambil sapu tangannya yang
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai