Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
"Mbak Amera, ayo kita menikah."Nampan yang didekap oleh Amera terjatuh seketika, disaat pemuda tampan itu berkata demikian. Amera syok sekali sampai tidak mampu berkata apa-apa.Selama ini Andre yang merupakan adik iparnya selalu datang dan membantunya dalam merawat Kejora, setelah kematian Rudy sang suami. Tapi, Amera tidak memiliki perasaan apapun kepada adik iparnya itu, selain menjalankan peran sebagai kakak dan adik saja."Mbak Amera mau, 'kan? Ini demi Kejora," tambah Andre lagi dan membuat Amera tersadar.Amera salah mengira bahwa Andre memiliki perasaan lebih terhadapnya, tentang semua perhatian dan rasa nyaman yang Andre berikan selama ini. Tentu saja adik iparnya itu melakukan semua itu demi sebuah tanggung–jawabnya saja, terhadap Kejora yang merupakan anak dari kakak Andre."Maaf, Dek. Mbak gak bisa," jawab Amera dengan desahan yang berat.Amera masih tahu diri untuk tidak mendapatkan perhatian lebih dari Andre, cukup seperti ini saja menurut Amera sudah cukup. Ia tidak in
"Hal itu tidak akan pernah terjadi!" balas Rossa. Ia tidak menyangka kalau Andre akan senekat ini demi bisa menikahi Amera. Sebenarnya Rossa tidak ingin kehilangan Andre sama seperti Rudy, sebab setelah Amera datang dalam kehidupan mereka. Banyak sekali bencana dan hal buruk yang terjadi.Rossa mengira bahwa Amera merupakan wanita pembawa sial dan berusaha untuk menjauhkannya dari Andre, tetapi Rossa tidak tahu. Bahwa kekuatan cinta yang dimiliki oleh putranya amat besar kepada wanita ia benci."Hentikan semua ini, Dek. Mbak enggak mau sampai kamu menjadi durhaka dan melawan Mama Rossa," pinta Amera yang tidak ingin terjadi keributan di rumahnya. Seraya memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri akibat lamaran Andre dan kedatangan Mama Rossa.Amera tidak ingin mengulang rasa sakit yang sama, hingga ingatannya kembali ke masa di mana sang suami masih hidup dulu."Sampai kapanpun, aku tidak pernah menganggap kamu bagian dari keluarga ini!" sakras wanita cantik dengan raut wajah meme
Di dalam kamar Andre menemani Amera, kakak iparnya itu belum sadarkan diri sedari tadi. Rasa cemas dan gelisah terus menghantuinya sampai Kejora masuk."Om, Bunda kenapa?" tanya Kejora dengan polos seraya mendekati Andre yang menatap kearahnya dengan senyuman.Sebenarnya ada rasa tidak nyaman yang tengah Andre rasakan, setiap kali Kejora memanggilnya dengan panggilan tersebut. Ingin sekali Andre menyalurkan perasaan sayang dan cintanya pada gadis kecil yang seperti berlian begitu amat berharga itu. Namun, Amera masih belum mau menerimanya.Andre meminta Kejora untuk duduk di atas pangkuannya seraya mengusap puncak kepala gadis kecil itu dengan penuh kehangatan, sampai tidak sadar Andre meneteskan air mata.Mencintai seseorang dengan tulus dan tidak bisa terbalaskan merupakan cara yang amat menyiksa baginya, perasaan Andre terlalu dalam kepada Kejora dan Amera."Uugg ... ." Suara Amera yang mengeluh seraya membuka perlahan matanya, menyesuaikan cahaya dalam ruangan membuat Andre dan Ke
Amera menyambut pagi yang indah dengan senyum yang terus mengembang, entah mengapa hatinya seakan dipenuhi oleh banyak sekali kebahagiaan. Apakah, sebuah pertanda di mana hari ini dirinya akan melepaskan status jandanya dan menikah dengan sang adik ipar.Andre merupakan pemuda yang amat sempurna dan terkadang membuat Amera merasa begitu canggung, setiap kali mereka bertemu. Namun, sebentar lagi keduanya akan menjalin sebuah hubungan yang lebih erat dari sekedar adik dan kakak ipar saja."Wah, ada yang sedang bahagia?" Amera menatap ke arah pintu di mana asal suara tadi, ternyata wanita paruh baya yang telah ia anggap seperti ibu sendiri.Wanita itu menghampirinya dan memegang bahu Amera yang kini tengah mengenakan kebaya putih yang dulu pernah ia kenakan ketika menikah dengan Rudy."Kamu cantik, Amera. Ibu senang melihatnya," kata Bu Tini sampai meneteskan air mata. Sejak Amera kecil, wanita paruh baya itu mendampingi keluarga Amera dan begitu banyak hal yang terjadi. Ia merupakan s
Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k
Entah setan mana yang merasuki Andre, kini dirinya hanya bisa menjabak rambutnya dengan kasar seraya menatap Amera yang terbaring lemah di atas ranjang.Andre benar-benar lepas kendali, ia hanya manusia biasa. Di mana terlalu banyak tekanan yang diterima dan tidak bisa ia luapkan."Arggg," geram Andre kesal dengan keadaan. Namun, ia tidak bisa menyalahkan apa yang sudah terjadi. Andaikan saja Hermawan tidak mengancam dirinya, mungkin Amera tidak akan sekecewa itu padanya."Maafkan aku, Mbak," kata Andre dengan raut wajah yang begitu menyesal. Padahal, Amera telah sah menjadi istrinya dan apapun yang ada pada Amera merupakan hak sah untuknya. Namun, seolah yang baru saja ia lakukan adalah sebuah dosa dan kesalahan besar sampai membuat Andre meminta maaf.Sedangkan Amera hanya mampu terdiam dengan lelehan air mata, ia melihat betapa brutalnya Andre menggauli tubuhnya.Bahkan suaminya terus merancau dengan menyebut nama Kejora, andaikan dirinya mau mendengarkan alasan Andre sebentar saja
Andre telah mengatur semuanya, mulai dari acara repsepsi sampai keamanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.Acara tersebut di mulai dari jam 8 malam dan berada di hotel ternama, setelah tadi pagi mereka melakukan acara ijab kobul. Kini rencana kedua pun mulai dijalankan."Apakah semuanya sudah siap?" tanya Andre kepada anak buahnya, sebab sebentar lagi para tamu undangan akan berdatangan."Sudah Tuan," jawab seseorang dengan berpakaian serba hitam."Baiklah, lakukan dengan sebaik mungkin! Aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun!" perintah Andre dengan menekankan setiap ucapannya dan mendapatkan anggukan dari anak buahnya itu. Kemudian lelaki itu pun pergi, kini Andre melangkah menghampiri Amera yang telah duduk di atas pelaminan.Malam ini bukan hanya acara resepsi pernikahan mereka saja, melainkan acara pelantikan Amera sebagai pemilik sah perusahan Darati Utama."Apakah Mbak merasa gugup?" bisik Andre tepat di samping telinga Amera yang nampak dari tadi tidak tenang.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Andre sebelumnya, pagi hari ini mereka akan mengadakan acara ijab kobul. Dikarenakan Amera yang tidak memiliki orangtua dan sanak saudara, maka diputuskan mereka mengambil wali nikah Amera dari pihak KUA sebagai wali hakim.Tidak ada pernikahan yang mewah seperti sebelumnya, hanya sebuah ijab kobul yang sederhana dan disaksikan oleh beberapa orang saja. Sebab, mereka memiliki sebuah rencana besar."Saya terima nikah dan kawinnya Amera Darati binti Amar dengan mas kawinnya Perusahan Darati Utama dibayar tunai!" ucap Andre dengan sekali hentakan nafas saja dan mengguncang tangan penghulu yang berada di hadapannya.Kemudian sang penghulu tersebut menatap ke arah saksi yang berada di kiri dan kanannya, lalu keduanya mengucapkan sah bersamaan.Doa-doa pun mulai di lantunkan, sampai di mana Amera di minta untuk mencium tangan Andre yang telah sah menjadi suaminya.Tangan Amera nampak begitu bergetar, hal itu membuat Andre berinisiatif untuk mengusap lem