Andre melangkah dengan tergesa-gesa, menuju ke area parkiran. Kemudian masuk ke mobilnya dan membawa kedaraan beroda empat itu meninggalkan area perkantoran.Tidak perduli dengan suara ponselnya yang terus berdering tanpa henti, Andre terus fokus menyetir. Sampai lelaki itu sampai di sekolah Kejora."Mana Kejora?" pekik Andre panik seraya menarik kerah baju seorang guru lelaki yang berada dihadapannya.Sedangkan Amera yang berada di sana hanya menangis, membuat keadaan Andre semakin panik."Mbak, mana Kejora?" tanya Andre mengulangi pertanyaannya yang pertama. Amera hanya menggeleng pelan, sebelumnya wanita itu menghubungi Andre dan memberitahukan bahwa Kejora tidak berada di sekolah.Kata guru yang mengajar di sana ada seseroang yang membawa Kejora dengan sebuah mobil mewah, tanpa mereka menanyakan siapa orang tersebut.Mendengar apa yang disampaikan oleh Amera membuat amarah Andre semakin memuncah, Andre menatap tajam setiap guru yang yang ada di sana."Kalian akan kubuat menyesal!
"Ada apa, Dek?" tanya Amera dengan raut wajah cemas.Adik iparnya itu hanya menatap sekilas tanpa berniat menjawab pertanyaan yang baru saja ia ucapakan sama sekali, kemudian membuka amplop yang berada di tangannya.Cukup lama Amera menunggu Andre untuk kembali berbicara, seking was-was perasaannya. Tanpa sadar Amera menggigit jari telunjuknya."Dek!" pekik Amera tidak tahan lagi, namun tiba-tiba saja adik iparnya itu menghidupkan mesin mobil dan melaju begitu saja. Tanpa mau menjawab pertanyaan yang ia ajukan tadi.Amera merasa semakin kesal dengan sikap Andre yang hanya diam, apalagi Kejora yang saat ini tengah diculik oleh Hermawan."Turun!" perintah Andre tanpa melirik ke arah Amera sama sekali. Tentu saja hal tersebut membuat Amera menjadi semakin geram."Maksudmu apa sih, Dek? Mbak juga ingin ikut mencari Kejora!" teriak Amera kesal.Namun, sorot mata Andre yang begitu tajam membuat nyali Amera menciut. Selama ini dirinya belum pernah melihat adik iparnya itu marah, dengan terpa
"Berhasil!" pekik Amera girang. Sebab berhasil merentas sistem di perusahaan Hermawan, kemudian ia mencari rekaman CCTV perusahan tersebut.Tiba-tiba saja Bik Tini datang, wanita paruh baya itu kembali menanyakan tentang keberadaan Kejora."Nak Mera, Kejora benar-benar diculik?" tanya Bik Tini dengan nada khawatir.Amera menatap sekilas kearah wanita paruh baya itu, kemudian meminta Bik Tini untuk diam sejenak. Sebab, dirinya harus fokus. Waktu yang ia miliki begitu minim, jika sampai ketahuan oleh sistem keamanan perusahaan Hermawan dan mereka berhasil melacak dirinya. Maka, pupus sudah harapannya.Tangan Amera begitu licah memainkan dan menekan tombol yang ada pada mouse, matanya ia pertajam. Setelah beberapa file yang diinginkan telah berhasi dicopy paste Amera mematikan laptopnya.Tentu saja setelah menghapus jejak-jejak retas yang telah ia lakukan, Amera bisa bernafas lega dan berharap apa yang ia lakukan tidak terendus oleh sistem pertahanan perusahaan itu."Nak Mera," seru Bik
Tiba-tiba saja, ada sebuah pesan masuk membuat perhatian Amera teralihkan kepada ponselnya. Ia bergegas meraih benda pipih itu dan membaca sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak diketahui.Wajah Amera nampak gusar setelah membaca apa yang seseorang kirim kepadanya, Bik Tini yang memperhatikan raut wajah Amera berubah mulai menyodorkan beberapa pertanyaan."Ada apa, Nak Mera? Apakah ada kabar dari Kejora?"Amera menatap sekilas ke arah Bik Tini seraya menggeleng pelan, ia membuang nafas panjang. Entah bagaimana dirinya menjelaskan apa yang akan Amera hadapi nantinya."Nak," panggil Bik Tini lagi."Bu, bisa biarkan aku sendirian dulu?" pinta Amera dengan raut wajah memelas. Dirinya benar-benar harus menenangkan diri terlebih dahulu, sebab apapun keputusan yang akan ia ambil. Hal itu bisa mendatangkan dampak yang signifikan.Bik Tini mengangguk kecil, kemudian melangkah ke arah pintu. Sebelum menutup pintu, wanita paruh baya itu menatap sekilas ke arah Amera yang nampak begitu tertek
Ketika Amera telah sampai di tempat yang dituju, ia bergegas keluar dari mobil dan melangkah perlahan. Ternyata alamat yang ia tuju merupakan sebuah villa yang terdapat di daerah pinggiran kota.Entah apa yang sebenarnya direncanakan oleh Hermawan, tapi Amera berusaha untuk berfikir tenang dan tidak membiarkan fikiran-fikiran buruk hinggap di otaknya. Sebab, Amera harus fokus dan konsentrasi agar tidak salah melangkah.Berkali-kali Amera menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang, selama ini hidupnya selalu aman dan damai. Tidak pernah ada masalah seperti ini yang ia hadapi, walaupun kehilangan orang-orang yang begitu ia sayangi. Namun, kali ini rasanya sangat berbeda."Silahkan masuk," sapa seroang pelayan pria menyambut kedatangan Amera.Amera berusaha terlihat tenang dan mengangguk kecil seraya tersenyum kecil, kemudian mengikuti pelayan pria itu masuk semakin dalam ke villa tersebut.Tempat itu begitu indah dengan interior design yang elegan dan unik, sangat menggambarkan
Amera menjerit-jerit meminta tolong, tapi suaranya tidak akan pernah bisa keluar dari ruangan itu. Dekapan pria asing di belakangnya membuat Amera kian merasa jijik dengan dirinya sendiri.Bagaimana dengan keadaannya setelah ini? Apakah ada lelaki yang mau menikah dengannya, yang telah dinodai dan sampai hamil tanpa status yang jelas?Bayangan demi bayangan kehidupan suram dimasa depan membuat hati Amera terasa di remas, cairan bening yang sedari tadi menetes. Kini kian deras dan tidak bisa dihentikan lagi, pupus sudah hidupnya."Kamu jangan takut."Amera bungkam seketika, ketika mendengar ucapan pria yang memeluknya dari belakang itu. Sampai pelukan itu terurai dengan perlahan, kemudian pria itu mengembalikan tubuh Amera.Mata Amera seakan ingin keluar dari tempatnya berada, ia begitu syok dengan apa yang terjadi. Semuanya benar-benar tidak bisa ia terima dengan akal sehat."Paman Her," gumam Amera pelan kemudian memukuli dada bidang lelaki paruh baya itu dengan isak tangis yang tadi
Sedangkan dilain tempat, seorang wanita tengah meraung-ruang keras. Mengumpat seseorang yang paling ia benci."Dasar wanita j*l*Ng! Wanita penggoda! Pembawa sial!"Suara wanita itu terdengar begitu nyaring di malam yang begitu sunyi, suara wanita itu bisa terdengar dengan jelas. Bersahutan dengan suara lolongan *ni*Ng yang tidak henti-hentinya ikut meraung-raung.Wanita itu menjambak rambutnya dan terus mengumpat kesal, entah bagaimana semua rencana yang telah ia susun dengan baik. Bisa gagal total dan berantakan.Hingga sebuah derap langkah mendekat, wanita itu berbalik badan dan menatap malas ke arah orang yang datang itu. Walaupun raut wajah mereka sama-sama tidak sedap untuk dipandang."Hes! Bagaimana sih kamu? Ko bisa Amera terlepas begitu saja?" pekik wanita paruh baya dengan melipat kedua tangannya di dada dan menatap tajam Hesti. Ya, Hesti baru saja mengetahui bahwa Amera berhasil kabur.Awalnya Hesti meninggalkan ruangan di mana Amera akan di esakusi oleh pelayan villanya, na
Hesti benar-benar lepas kendali, ia tidak perduli lagi dengan Rossa yang kini telah tergolek lemas dan tidak sadarkan diri. Sampai seseorang menarik pelan tubuhnya."Hentikan, Hes. Nanti, dia benar-benar mati," jelas orang tersebut membuat Hesti menatap sekilas kearahnya.Kemudian Hesti menatap tubuh Rossa yang nampak pucat dan lehernya yang mengeluarkan sedikit cairan merah pekat dengan bau anyir, yang terdapat pada bekas kemerahan akibat kuku-kuku tajam dan panjangnya.Hesti bergegas bangun dari tubuh Rossa, sorot matanya kosong. Seolah ia kehilangan semangat hidup, melihat semua yang terjadi membuat pria yang masih berada di dalam ruangan itu membawa tubuh Rossa pindah ke ruangan lain.Sedangkan Hesti kini semakin menampakkan keanehan, terkadang wanita itu tertawa dan terkadang menangis tidak jelas. Hal itu terulang beberapa kali."Hahah ... aku seroang pembunuh!" teriak Hesti dengan gelak tawa yang mengerikan."Aku seorang pembunuh?" kata Hesti dengan lirih dan kemudian terisak.H
Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k
Entah setan mana yang merasuki Andre, kini dirinya hanya bisa menjabak rambutnya dengan kasar seraya menatap Amera yang terbaring lemah di atas ranjang.Andre benar-benar lepas kendali, ia hanya manusia biasa. Di mana terlalu banyak tekanan yang diterima dan tidak bisa ia luapkan."Arggg," geram Andre kesal dengan keadaan. Namun, ia tidak bisa menyalahkan apa yang sudah terjadi. Andaikan saja Hermawan tidak mengancam dirinya, mungkin Amera tidak akan sekecewa itu padanya."Maafkan aku, Mbak," kata Andre dengan raut wajah yang begitu menyesal. Padahal, Amera telah sah menjadi istrinya dan apapun yang ada pada Amera merupakan hak sah untuknya. Namun, seolah yang baru saja ia lakukan adalah sebuah dosa dan kesalahan besar sampai membuat Andre meminta maaf.Sedangkan Amera hanya mampu terdiam dengan lelehan air mata, ia melihat betapa brutalnya Andre menggauli tubuhnya.Bahkan suaminya terus merancau dengan menyebut nama Kejora, andaikan dirinya mau mendengarkan alasan Andre sebentar saja
Andre telah mengatur semuanya, mulai dari acara repsepsi sampai keamanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.Acara tersebut di mulai dari jam 8 malam dan berada di hotel ternama, setelah tadi pagi mereka melakukan acara ijab kobul. Kini rencana kedua pun mulai dijalankan."Apakah semuanya sudah siap?" tanya Andre kepada anak buahnya, sebab sebentar lagi para tamu undangan akan berdatangan."Sudah Tuan," jawab seseorang dengan berpakaian serba hitam."Baiklah, lakukan dengan sebaik mungkin! Aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun!" perintah Andre dengan menekankan setiap ucapannya dan mendapatkan anggukan dari anak buahnya itu. Kemudian lelaki itu pun pergi, kini Andre melangkah menghampiri Amera yang telah duduk di atas pelaminan.Malam ini bukan hanya acara resepsi pernikahan mereka saja, melainkan acara pelantikan Amera sebagai pemilik sah perusahan Darati Utama."Apakah Mbak merasa gugup?" bisik Andre tepat di samping telinga Amera yang nampak dari tadi tidak tenang.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Andre sebelumnya, pagi hari ini mereka akan mengadakan acara ijab kobul. Dikarenakan Amera yang tidak memiliki orangtua dan sanak saudara, maka diputuskan mereka mengambil wali nikah Amera dari pihak KUA sebagai wali hakim.Tidak ada pernikahan yang mewah seperti sebelumnya, hanya sebuah ijab kobul yang sederhana dan disaksikan oleh beberapa orang saja. Sebab, mereka memiliki sebuah rencana besar."Saya terima nikah dan kawinnya Amera Darati binti Amar dengan mas kawinnya Perusahan Darati Utama dibayar tunai!" ucap Andre dengan sekali hentakan nafas saja dan mengguncang tangan penghulu yang berada di hadapannya.Kemudian sang penghulu tersebut menatap ke arah saksi yang berada di kiri dan kanannya, lalu keduanya mengucapkan sah bersamaan.Doa-doa pun mulai di lantunkan, sampai di mana Amera di minta untuk mencium tangan Andre yang telah sah menjadi suaminya.Tangan Amera nampak begitu bergetar, hal itu membuat Andre berinisiatif untuk mengusap lem